1. Zona Jakarta
2. Zona Bogor
3. Zona Bandung
zona Bogor (Gambar 2.1) yang membentang mulai dari Rangkasbitung ke timur
Majalengka.
5
2.1 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian
sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Struktur sedimen yang jelas berupa
Halang, dan menindih selaras Formasi Lawak. Umur diduga Miosen Tengah sampai
Pliosen Awal. Ketebalan satuan mencapai 2.400 m dan menipis ke arah timur.
(Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Stratigrafi regional Jawa Barat bagian timur (Kastowo dan N. Suwarna
1996)
6
Gambar 2.3 Peta Geologi Regional Lembar Majenang Kastowo dan N. Suwarna (1996)
7
2.2 Struktur Geologi Regional
struktur lipatan, maupun patahan naik yang berarah barat-timur dan sesar mendatar
melalu rekahan atau sesar yang sudah ada sebelumnya dan membentuk tinggian
lempeng di Samudra Hindia berkurang dan terjadi pengendapan sedimen laut yang
tebal, terutama terdiri dari bahan yang bersifat lempungan berselingan dengan
bahan asal gunung api atau sedimen tufaan yang menunjukkan ciri endapan turbidit.
Sistem tektonik Pulau Jawa merupakan bagian dari sistem busur kepulauan
Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan hasil interaksi tipe konvergen antara
yang bergerak ke utara menunjam ke bawah pinggiran benua lempeng Eurasia yang
relatif tidak bergerak (Asikin, 1992) (Gambar 2.4 (Sribudyani, dkk, 2003)).
Menurut Katili (1975) dalam Asikin (1992) interaksi tipe konvergen tersebut
8
Secara geologi, pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan
yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum
struktur di pulau Jawa, yaitu arah timur laut–barat daya atau yang disebut dengan
pola Meratus, arah utara–selatan atau yang disebut dengan pola Sunda dan arah
timur–barat atau yang disebut dengan pola Jawa (Pulunggono dan Martdjojo, 1994)
(Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Tiga pola struktur pada pulau Jawa (Pulunggono dan Martdjojo, 1994).
9
Menurut Katili 1975, dalam Sujanto 1977, Struktur regional yang terdapat
di Jawa Barat berupa patahan yang terdiri dari empat pola yakni arah Sumatera (N
330o E), Arah Meratus (N 30o E), Arah Bayah (N 360o E) dan arah sumbu Pulau
Jawa (N 270o E). Secara umum pola struktur tersebut akan mempengaruhi proses
dan pola mineralisasi di daerah Pongkor dan sekitarnya. Pulau Jawa seperti yang
tampak sekarang mencerminkan kondisi geologi masa kini dan geologi Neogen
(Gambar 2.6), meskipun demikian jejak kondisi geologi yang lebih tua masih dapat
Gambar 2.6 Jalur subduksi Kapur sampai masa kini di Pulau Jawa (Katili 1975, dalam
Sujanto 1977).
10
Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994) mengatakan bahwa pada
dasarnya di Pulau Jawa ada 3 arah kelurusan struktur dominan (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Pola umum struktur di Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
mengkondisikan suatu lereng menjadi berpotensi bergerak, meskipun pada saat ini
2.3.1 Longsor
lereng yaitu tanah, batuan, maupun campuran keduanya ke arah bawah atau
saat ini lereng tersebut masih stabil (belum bergerak atau belum longsor).
11
Lereng yang berpotensi bergerak ini, baru akan bergerak apabila ada
Tabel 2.1 Klasifikasi gerakan tanah berdasarkan tipe gerakan dan jenis materialnya
menurut (Varnes, 1978 dalam Zakaria, 2009).
12
Gambar 2.8 Bentuk - Bentuk Longsor (Varnes & Cruden, 1996; USGS, 2004;
BGS, 2013)
13
Dalam Varnes & Cruden, 1996; USGS, 2004; BGS, 2013 dibagi
berdasarkan mekanisme pergerakan dan tipe material yang bergerak sebagai
berikut:
e. Aliran (flows) yaitu aliran massa yang bersifat plastik atau berupa aliran
fluida kental.
14
2.3.3 Jenis Gerakan Tanah/Batuan
15
Gambar 2.11 Pergerakan Blok
lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada
16
Gambar 2.13 Rayapan
Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini
hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis
miring ke bawah.
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong
oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan
17
2.3.4 Faktor Penyebab Tanah Longsor
1. Hujan
besar. Muncul-lah pori-pori atau rongga tanah, kemudian terjadi retakan dan
rekahan tanah di permukaan. Pada saat hujan, air akan menyusup ke bagian
yang retak. Tanah pun dengan cepat mengembang kembali. Pada awal
musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui
tanah yang merekah itulah, air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar
2 Lereng terjal
Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut,
18
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat
dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter dan sudut lereng > 20. Tanah jenis ini
memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor, terutama bila terjadi hujan.
Selain itu, jenis tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena
menjadi lembek jika terkena air dan pecah jika udara terlalu panas.
berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung kurang
kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses
perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat
tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
19
6. Getaran
menjadi retak
8. Pengikisan/erosi
menjadi terjal.
pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada
20
2.4 Metode Bishop
Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga
titik pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan untuk
menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan
hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini
Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok
masing potongan.
cara elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen Persyaratan
21
Gambar 2.15 Stabilitas lereng dengan metode Bishop
terhadap bidang horisontal disebut sebagai lereng (slope). Lereng dapat terjadi
secara alamiah atau dibentuk oleh manusia dengan tujuan tertentu. Jika permukaan
membentuk suatu kemiringan maka komponen massa tanah di atas bidang gelincir
cenderung akan bergerak ke arah bawah akibat gravitasi. Jika komponen gaya berat
yang terjadi cukup besar, dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut.
Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya
perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor seperti
22
Gambar 2.16 Kelongsoran lereng (Das B.M, 2002)
pada dasar atau di atas ujung dasar dinamakan longsor lereng (slope failure) seperti
lingkaran ujung dasar (toe circle), jika bidang gelincir tadi melalui ujung dasar
maka disebut lingkaran lereng (slope circle). Pada kondisi tertentu terjadi
kelongsoran dangkal (shallow slope failure) seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.16b. Jika longsor terjadi dimana permukaan bidang gelincir berada agak jauh di
bawah ujung dasar dinamakan longsor dasar (base failure) seperti pada Gambar
sepanjang permukaan longsor yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari
23
Gambar 2.17 Bentuk-bentuk keruntuhan lereng (a) Kelongsoran lereng, (b)
Kelongsoran lereng dangkal, (c) Longsor dasar (Das B.M, 2002)
24
1. Kerentanan gerakan tanah Tinggi
umum mempunyai tingkat terjadi gerakan tanah tinggi. Gerakan tanah sering terjadi
pada zona ini. (Nilai faktor keamanan lereng lebih kecil dari 1,2)
umum mempunyai tingkat terjadi gerakan tanah menengah. Gerakan tanah dapat
terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing
pemotongan jalan, dan pada lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama
masih mungkin dapat aktif kembali terutama karena curah hujan yang tinggi. (Nilai
umum mempunyai tingkat terjadi gerakan tanah rendah. Pada zona ini gerakan
tanah jarang terjadi, kecuali jika mengalami gangguan pada lerengnya. Namun, jika
terdapat gerakan tanah lama umumnya lereng telah mantap kembali. (Nilai faktor
mempunyai tingkat terjadi gerakan tanah sangat rendah. Pada zona ini sangat jarang
atau tidak pernah terjadi gerakan tanah. Tidak ditemukan adanya gejala- gejala
tebing sungai. (Nilai faktor keamanan lereng lebih besar dari 2,0).
25
2.5.1 Faktor Pembentuk Gaya Penahan
ukuran lereng juga dipengaruhi oleh faktor - faktor yang membentuk gaya
-gaya penahan yang lain, faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jenis Batuan
2. Kekuatan batuan
gerakan tanah sedangkan batuan yang mempunyai kuat tekan dan sudut
26
2.5.2 Faktor Pembentuk Gaya Penggerak
berat dari bagian lereng yang bersangkutan dipengaruhi oleh faktor- faktor
antara lain :
satuan berat per volume. Bobot isi batuan juga dipengaruhi oleh jumlah
kandungan air dalam batuan tersebut. Semakin besar bobot isi pada suatu
besar. Bobot isi diketahui dari pengujian laboratorium. Nilai bobot isi
batuan untuk analisa kestabilan lereng terdiri dari 2 parameter yaitu nilai
Bobot isi batuan pada kondisi kering (Yn) dan Bobot isi pada kondisi
basah (Ysat).
2. Kohesi
dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan
semakin besar jika kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi (c)
antara tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau
27
yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan atau gaya
geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan
4. Modulus Elastisitas
objek atau ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya
elastis. Bahan kaku akan memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi.
Keterangan:
σ : tegangan (N/m2)
28
29