Anda di halaman 1dari 29

BAB III

STRATIGRAFI

3.1 Stratigrafi Regional


Stratigrafi daerah pemetaan sudah pernah dilakukan penelitian sebelumnya
seperti Pringgoprawiro, 1985 dan Datun, dkk., 1996 (Tabel 3.1). Namun, stratigrafi
yang sesuai dengan daerah ini adalah stratigrafi regional Ngawi oleh Datun, dkk.,
pada tahun 1996. (Tabel 3.2).

Tabel 3.1. Stratigrafi regional oleh Pringgoprawiro, 1985 dan Datun, dkk., 1996
PRINGGOPRAWIRO, DATUN, DKK.,
UMUR ZONA
1985 1996
Aluvium Aluvium
Holosen
N 23
Formasi Formasi
Lidah Paciran
Pleistosen
N 22 Formasi
Formasi Selorejo Tambakromo
N 21
Formasi
Pliosen N 20 Selorejo
N 19 Formasi Mundu Formasi
Mundu
N 18
Formasi
Akhir

N 17
Formasi Ledok Ledok
N 16
Formasi Fprmasi
N 15
Madura Wonocolo
N 14 Fromasi Wonocolo
Tengah

N 13 Formasi Bulu
Miosen

N 12
N 11
N 10 Formasi Ngrayong Formasi Ngrayong
N9
N8
Formasi Tawun
Awal

N7
Formasi Tawun
N6
N5
N4

24
Tabel 3.2. Kolom Stratigrafi Regional Lembar Ngawi (Datun, dkk. 1996)
DATUN, DKK.,
UMUR ZONA
1996
Aluvium
Holosen
N 23

Pleistosen
N 22 Formasi
Tambakromo
N 21
Formasi
Pliosen N 20 Selorejo
N 19 Formasi
Mundu
N 18
Formasi
Akhir

N 17
Ledok
N 16
Formasi Fprmasi
N 15
Madura Wonocolo
N 14
Tengah

N 13
Miosen

N 12
N 11
N 10 Formasi Ngrayong
N9
N8
Formasi Tawun
Awal

N7
N6
N5
N4

Urutan stratigrafi tersebut diuraikan sebagai berikut dari tertua hingga termuda :
3.1.1. Formasi Tawun (Tmt)
Formasi Tawun dicirikan oleh batuan lunak (batulempung dan
batugamping dengan sisipan batupasir, batulanau dan kalkarenit).
Bagian bawah dari Formasi Tawun, terdiri dari batulempung,
batugamping pasiran, batupasir dan lignit, sedangkan pada bagian
atasnya (Anggota Ngrayong) terdiri dari batupasir yang kaya akan

25
moluska, lignit dan makin ke atas dijumpai pasir kuarsa yang
mengandung mika dan oksida besi. Penamaan Formasi Tawun diambil
dari desa Tawun, yang dipakai pertama kali oleh Brouwer (1957).
Formasi Tawun memiliki penyebaran luas di Mandala Rembang Barat,
dari lokasi tipe hingga ke Timur sampai Tuban dan Rengel, sedangkan
ke Barat satuan batuan masih dapat ditemukan di Selatan Pati.
Lingkungan pengendapan Formasi Tawun adalah neritik dangkal yang
terlindung, tidak terlalu jauh dari pantai dengan kedalaman 0 – 50 meter
di daerah tropis. Formasi Tawun merupakan reservoir minyak utama
pada Zona Rembang. Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi
Tawun diperkirakan berumur Miosen Awal bagian Atas sampai Miosen
Tengah.

3.1.2. Formasi Ngrayong (Tmn)


Formasi Ngrayong mempunyai kedudukan selaras di atas
Formasi Tawun dan tertindih tak selaras oleh Formasi Wonocolo.
Formasi Ngrayong disusun oleh batupasir kwarsa dengan perselingan
batulempung pasiran, lanau, lignit, dan batugamping bioklastik. Pada
batupasir kwarsanya kadang-kadang mengandung cangkang moluska
laut. Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di daerah neritic
dangkal dekat pantai yang makin ke atas lingkungannya menjadi
littoral, lagoon, hingga sublittoral pinggir. Tebal dari Formasi Tawun
mencapai 100-300 meter. Karena terdiri dari pasir kuarsa maka Formasi
Tawun merupakan batuan reservoir minyak yang berpotensi pada
cekungan Jawa Timur bagian Utara. Berdasarkan kandungan fosil yang
ada, Formasi Ngrayong diperkirakan berumur Miosen Awal-Miosen
Tengah (N8-N12).

26
3.1.3. Formasi Madura (Tmm)
Ciri litologi dari Formasi Madura terdiri dari batugamping koral
dan batugamping kepingan. Pada batugamping koral, keras, di beberapa
tempat berongga, mengandung foraminifera besar dan koral, pejal
berlapis. Pada batugamping kepingan, keras, di beberapa tempat
berongga, pejal kepingan berupa batugamping koral. Ditemukan
foraminifera besar seperti : Cyclocypeus indopacificus, C. inornatus,
Lepidocyclina angulosa, dan L. rutteni menunjukkan umur akhir
Miosen Tengah-awal Miosen Akhir dengan lingkungan neritic dangkal.
Satuan ini menjemari dengan Formasi Wonocolo.

3.1.4. Formasi Wonocolo (Tmw)


Lokasi tipe Formasi Wonocolo tidak dinyatakan oleh Trooster,
1937, kemungkinan berasal dari desa Wonocolo, 20 km Timur Laut
Cepu. Formasi Wonocolo menindih tak selaras Formasi Ngrayong,
terdiri dari napal pasiran dengan sisipan kalkarenit dan kadang-kadang
batulempung. Pada napal pasiran sering memperlihatkan struktur
paralel laminasi. Formasi Wonocolo diendapkan pada neritik dangkal
dengan kedalaman antara 100 – 500 meter. Tebal dari formasi ini antara
89 meter sampai 339 meter. Formasi Wonocolo diperkirakan berumur
Miosen Akhir bagian akhir sampai Miosen Akhir bagian awal.

3.1.5. Formasi Kerek (Tmk)


Tersusun atas napal, batulempung, batugamping dan batupasir.
Bagian bawah, perselingan napal, batulempung, batupasir gampingan,
batulempung gampingan, batupasir tufaan. Bagian atas, batugamping,
di beberapa tempat tufaan dengan sisipan napal dan batulempung
gampingan. Mengandung fosil bentonik (Bullimina, Gyrodina, Nonion,
dan Uvigerina) dan plangton (Globorotalia acostaensis, Gl.
pseudomiocenica dan Globogerinoides praebulloides). Umur satuan ini

27
Miosen Akhir bagian tengah (16-N17). Lingkungan pengendapan
neritic dalam. Tebal satuan 825 m. Tertindih selaras Formasi Kalibeng.

3.1.6. Formasi Ledok (Tml)


Formasi ini dicirikan batugamping dan batugamping glaukonitan,
dengan tebal keseluruhan diperkirakan 100-525 meter. Di bagian
bawah perselingan batugamping keras dengan yang lebih lunak,
berwarna putih kecoklatan, keras-agak lunak, berlapis (3-25 cm)
menebal ke atas (65 cm), dan di bagian atas berkembang batugamping
glaukonit, berwarna putih kehijauan, berlapis (5-25 cm), ke atas bersifat
gamping pasiran dan lempungan, struktur cross laminasi. Formasi ini
banyak mengandung foraminifera bentonik diantaranya Bulimina,
Cibicides, Eponides, Elphidium, Nonion, dan Rotalia. Fosil
foraminifera plangtonik adalah Globigerinoides extremus,
Globorotalia acostaensis, dan Globorotalia pseudomiocenica yang
menunjukkan umur Miosen Akhir bagian atas (N16 – N18) dengan
lingkungan pengendapan neritik dangkal. Selain itu, pola suksesi
ukuran butir secara vertical memiliki pola fining upward (Paper IAGI,
2013). Sedangkan facies lingkungan pengendapannya termasuk dalam
sub-lingkungan pengendapan upper shoreface-shelf mud (Reineck,
H.E. dan I.B. Singh, 1980).

3.1.7. Formasi Mundu (Tmm)


Formasi Mundu disusun oleh napal berwarna kelabu-kuning
kecoklatan, tidak keras, tidak berlapis, dibeberapa tempat pasiran.
Tebal formasi ini sekitar 100-250 meter, menindih selaras dengan
Formasi Ledok. Kandungan fosil foraminifera bentonik adalah
Bulimina, Cibicides, Dentalina, Eponides, Nodosaria, Robulus dan
Uvigerina, sedangkan fosil foraminifera plangtonik adalah
Globigerinoides extremus, Globigerinoides ruver, Globigerinoides
trilobus, Globorotalia tumida, Orbulina universa, Pulleniatina

28
primalis, dan Sphaeroidinella dehiscens menunjukkan umur Pliosen
Awal (N18 – N19) dengan lingkungan pengendapan pada neritik dalam
hingga bathyal atas.

3.1.8. Formasi Selorejo (Tps)


Terendapkan secara selaras menindih Formasi Mundu, formasi
yang diperkirakan memiliki tebal lapisan 200 meter ini, secara umum
terdiri dari batugamping putih kecoklatan, berlapis (25-60 cm), di
beberapa tempat silangsiur dan batulempung kelabu terang, pasiran,
gampingan. Batugamping pada formasi ini mengandung fosil bentos
(Bulimina, Cibicides, Eponides, Nonion, Robulus, Rotalia, Uvigerina)
dan plangton (Globigerinoides fistulosus, Globorotalia acostaensis, Gl.
multicamerata, Sphaeroidinella dehiscens, dan Pulleniatina
obliqueculata). Formasi ini berumur Pliosen Akhir (N19 – N20/21)
dengan lingkungan pengendapan neritik dangkal.

3.1.9. Formasi Tambakromo (QTpt)


Di atas Formasi Selorejo, terendapkan selaras Formasi
Tambakromo yang terdiri dari batulempung, napal dan batugamping.
Batulempung, kelabu gelap, lunak, tidak berlapis, di beberapa tempat
pasiran. Napal kelabu muda, sebagai sisipan tipis (2-8 cm).
Batugamping kelabu terang, sebagai sisipan tipis (2-8 cm). Lingkungan
pengendapan neritik dan mempunyai ketebalan 350 m. Memiliki umur
Pliosen Akhir bagian atas-Plistosen (N21 – N22). Keterdapatan berupa
fosil foraminifera bentos (Cibicides, Robulus, dan Rotalia becarii) dan
foraminifera plangton (Globorotalia tosaensis, Gl. truncatulinoides,
Globogerinoides fistulosus, dan Pulleniatina obliqueculata).

3.1.10. Formasi Pucangan (Qp)


Formasi Pucangan terdiri atas breksi, batupasir gunungapi dan
batulempung. Bagian bawah batulempung berlapis tipis dan di bagian

29
atas terdapat sedimen fasies gunungapi yang terdiri dari breksi dan
batupasir gunungapi. Satuan formasi ini mengandung fosil
Pithecantropus mojokertensis dan umurnya Plistosen Awal.

3.1.11. Formasi Kabuh (Qk)


Formasi Kabuh terdiri atas batupasir kelabu dan terang,
berstruktur silangsiur. Dibeberapa tempat bersifat konglomerat dan
berbentuk lensa, tebal diperkirakan 45-200 m. Satuan formasi ini
berumur Plistosen Tengah dan mengandung fosil pelecypoda,
gastropoda dan kepingan vertebrata serta menindih selaras Formasi
Pucangan.

3.1.12. Formasi Notopuro (Qn)


Formasi Notopuro terdiri atas breksi lahar, batupasir gunungapi,
konglomerat dan batulanau gunungapi. Lingkungan pengendapan darat
dengan tebal diperkirakan 30-40 m. Satuan ini berumur Plistosen Akhir
dan menindih selaras Formasi Kabuh.

3.1.13. Endapan Lawu (Ql)


Endapan Lawu terdiri dari batupasir gunungapi, batulempung-
lanau gunungapi, breksi gunung dan lava. Satuan ini meindih tak selaras
formasi yang lebih tua di lajur Kendeng bagian selatan.

3.1.14. Endapan Undak (Qtr)


Endapan Undak terdiri dari batupasir ukuran sedang, kasar,
mudah lepas, berstruktur silang siur dan konglomerat berkomponen
andesit, tuf, opal, rijang, kaldeson, batugamping dengan tebal
diperkirakan 4 m.

30
3.1.15. Endapan Aluvium (Qa)
Terdiri dari lempung, lanau, pasir dan kerikil. Terendapkan
sepanjang dataran banjir K. Lusi, K. Madiun, K. Wulung dan Bengawan
Solo.

3.2 Stratigrafi Daerah Pemetaan


Stratigrafi daerah pemetaan dikelompokkan atau diklasifikasikan
berdasarkan kesamaan ciri-ciri litologi yang mendominasi pada suatu satuan baik
secara megaskopis maupun mikroskopis, umur, dan lingkungan pengendapannya
serta terpetakan pada peta skala 1 : 12.500. Penarikan batas satuan pada peta
ditafsirkan dengan hukum V.
Dalam penentuan umur dan baltimetri satuan batuan digunakan dua metoda
antara lain : hukum superposisi yang dikembangkan oleh Steno (1669) serta
analisis fosil foraminifera planktonik, menurut Bolli dan Saunders (1985) dan
bentonik berdasarkan kisaran kedalaman menurut Fred B. Phleger (1951) dan Adi
P. Kadar, dkk (1996) dengan modifikasi. Selain itu, analisa fasies tergantung pada
bathimetri satuan batuan tersebut.
Berdasarkan pengamatan tersebut, daerah pemetaan ini dibagi menjadi 3
(tiga) satuan, yaitu (Tabel 3.3) :
1. Satuan batugamping glaukonitan
2. Satuan napal
3. Satuan batugamping klastik

31
Tabel 3.3. Tabel stratigrafi daerah pemetaan

32
3.2.1. Satuan batugamping glaukonit
Dasar penamaan satuan ini berdasarkan kepada dominasi litologi
batugamping glaukonit dan di beberapa lokasi pengamatan adanya litologi
napal dengan sisipan batugamping glaukonit (Tabel 3.2.1.1.).
Kenampakan litologi batugamping glaukonit di lapangan cenderung fresh
walaupun ada beberapa yang sudah lapuk.

Tabel 3.2.1.1. Kolom litologi satuan batugamping glaukonit (tanpa skala)

a. Penyebaran dan Ketebalan


Satuan batugamping glaukonit terdapat pada bagian utara
daerah pemetaan dan memiliki penyebaran sekitar ±15% dari
keseluruhan luas daerah pemetaan, dapat dijumpai pada sepanjang
sungai di Desa Tumpuk, Desa Kenteng dan bukit di Tambakselo.
Ketebalan satuan ini berdasarkan pengukuran ketebalan penampang
yaitu ±310-330 m.

b. Litologi
Secara keseluruhan, satuan batugamping glaukonit memiliki
arah kedudukan dan kemiringan lapisan N84oE/29o dan N62oE/20o
serta terdapat litologi napal dengan sisipan batugamping glaukonit

33
yang memiliki arah kedudukan dan kemiringan lapisan berkisar
N22oE/21o, N45oE/36o dan N38oE/23o.

Gambar 3.2.1.1. Profil singkapan satuan batugamping glaukonit di LP 19 (skala 1:50)

Gambar 3.2.1.2. Profil singkapan satuan batugamping glaukonit di LP 63 (skala 1:50)

Bagian bawah satuan ini dicirikan batugamping glaukonit


dengan tebal 45-200 cm (Gambar 3.2.1.1). Bagian tengah dicirikan
litologi napal sisipan batugamping glaukonit dimana ketebalan lapisan
secara urut dari yang dominan yaitu 40-120 cm dan 16-30 cm

34
(Gambar 3.2.1.2). Bagian atas dicirikan kontak batugamping
glaukonit terhadap satuan selanjutnya dengan tebal lapisan ±30 cm.
Pengamatan makroskopik batugamping glaukonit ialah batuan
sedimen klastik, warna fresh putih dan lapuk putih kecoklatan,
memiliki ukuran butir pasir sedang-halus, kekompakan hard, kemas
grain supported, matriks pasir sangat halus, struktur sedimen masif
serta ditemukannya fosil berupa cangkang gastropoda (Foto 3.2.1.1.)
sedangkan secara mikroskopik, diklasifikasikan menjadi Mudstone
(Dunham, 1962) dengan ciri termasuk batuan sedimen karbonat,
memiliki ukuran butir rata-rata 0,07-0,75 mm, bentuk butir termasuk
ke dalam golongan angular-subrounded, kekompakan buruk, sortasi
buruk, kemas mud supported. Tidak terdapat kontak antar butiran.
Selain itu, terdapat porositas sekunder tipe vuggy dan channel sebesar
6-8%. Adapun fragmen berupa foraminifera, moluska, mineral
glaukonit dan kuarsa monokristalin, terdapat matriks berupa mikrit
sebesar 75-82% total batuan dan semen berupa sparry calcite sebesar
3-5% total batuan (Lampiran Terikat 1, No Urut 1).

Foto 3.2.1.1. Cangkang gastropoda berupa mold di LP 60

Di samping itu, pengamatan napal yang menjadi sisipan secara


makroskopik ialah batuan sedimen klastik, berwarna fresh abu-abu
tua, concoidal, ukuran butir lempung, kekompakan soft, adanya
fragmen berupa moluska, karbonatan, struktur sedimen masif. Untuk
analisa lebih lanjut, dilakukan analisa kalsimetri sehingga didapatkan

35
dari grafik kalsimetri (Lampiran Terikat 2) dan berdasarkan diagram
binair persentase CaCO3 (Pettijohn, 1957 dalam Bahan Kuliah
Sedimentologi Dasar) ditentukan kadar karbonatnya sebesar 36,3%
(Tabel 3.2.1.2.).

Tabel 3.2.1.2. Tabel hasil analisis kalsimetri di LP 64


No. LP Berat Sampel Vol. CO2 % CaCO3 Rata-rata % CaCO3
0.5 9 45.8
LP 64 36.3
1 10.5 26.9

c. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Dasar penentuan umur satuan ini diperoleh dari data analisa
mikrofosil yang dilakukan terhadap LP 15 dengan mengacu pada
klasifikasi menurut Bolli dan Saunders (1985) untuk kandungan fosil
foraminifera planktonik. Dari hasil analisa, disimpulkan bahwa zona
selang umur satuan batugamping glaukonit adalah N17 atau pada
Miosen Akhir bagian atas (Tabel 3.2.1.3). Sedangkan untuk
penentuan bathimetri menggunakan foraminifera bentonik
berdasarkan klasifikasi menurut Fred B. Phleger (1951) dan Adi P.
Kadar, dkk (1996) dengan modifikasi, didapatkan lingkungan
pengendapan di Neritik Tengah (Tabel 3.2.1.4). Jika diacukan kepada
sekuen facies menurut Wilson (1975), batugamping yang masif dan
beberapa memiliki laminasi, litologi dominasinya tergolong fine grain
limestone menandakan fasiesnya berada di Deep Shelf Margin. Selain
itu, didukung juga kehadiran mineral glaukonit sebagai penciri
lingkungan pengendapan laut dengan energi yang rendah (Gambar
3.2.1.3.).

36
Tabel 3.2.1.3. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 15 untuk penentuan umur

Lokasi Pengamatan : LP 15
Litologi : Batugamping Klastik
Sampel Batuan :-
Zonasi : Bolli & Saunders, 1985
Z+B31:V34aman Tersier Kuarter
Miosen Pliosen
Pleistosen Holosen
Kala (Epoch ) Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir
N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globorotalia lenguaensis
Globigerinoides extremus

Tabel 3.2.1.4. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 15 untuk penentuan bathimetri

Lingkungan Neritik Batial


Transisi
Pengendapan Tepi Tengah Luar Atas Bawah
Foraminifera Kedalaman (m)
Bentonik 0 5 20 100 200 500 2000
Lenticulina rotulata
Bolivinellina translucens

37
Gambar 3.2.1.3. Penentuan facies karbonat untuk satuan batugamping glaukonit

38
d. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Hubungan stratigrafi satuan batuan ini dengan satuan batuan
yang lebih tua tidak diketahui karena menjadi satuan tertua di daerah
pemetaan. Berdasarkan ciri fisik, analisis mikroskopik dan penentuan
umur satuan dari kandungan fosil, kesebandingannya terhadap
stratigrafi regional dapat dikorelasikan dengan Formasi Ledok
(Datun, dkk., 1996).

3.2.2. Satuan napal


Dasar penamaan satuan ini berdasarkan litologi dominan berupa
napal dengan di beberapa lokasi pengamatan terdapat sisipan batugamping
klastik (Tabel 3.2.2.1.). Kontak satuan ini terhadap satuan batuan
sebelumnya terlihat jelas namun dalam kondisi lapuk. Pada umumnya,
kenampakan litologi napal tersebut di lapangan relatif dalam kondisi
lapuk.

Tabel 3.2.2.1. Kolom litologi satuan napal (tanpa skala)

39
a. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan napal berada di bagian tengah, timur, barat dan sebagian
utara daerah pemetaan dan memiliki penyebaran ±60% dari
keseluruhan luas daerah. Satuan ini dapat dijumpai pada sepanjang
sungai utama Desa Beku, Desa Tambakselo, Desa Jatitengah hingga
Desa Ledok maupun anak sungai Desa Mojorebo. Ketebalan satuan
ini adalah ±600 m.

b. Litologi
Tersusun oleh dominasi litologi napal dan pada lokasi
pengamatan tertentu terdapat litologi napal dengan sisipan
batugamping klastik yakni pada bagian tengah daerah pemetaan, yang
memiliki kedudukan lapisan berkisar N40oE-N110oE dengan
kemiringan berkisar 4o-26o.

Gambar 3.2.2.1. Profil singkapan satuan napal di LP 61 (bagian bawah) (skala 1:25)

40
Gambar 3.2.2.2. Profil singkapan satuan napal dengan kenampakan batugamping klastik
melensis di LP 73 (skala 1:25)

Bagian bawah satuan ini tersusun oleh napal dengan ketebalan


bervariasi, sekitar 25-180 cm (Gambar 3.2.2.1.). Di bagian tengah,
muncul napal dengan sisipan batugamping klastik dengan ketebalan
lapisan napal sebesar 70-300 cm sedangkan batugamping memiliki
ketebalan 17-25 cm (Gambar 3.2.2.2. dan Gambar 3.2.2.4.). Bagian
atas lapisan napal dengan ketebalan 50-150 cm (Gambar 3.2.2.3.).

Gambar 3.2.2.3. Profil singkapan satuan napal di LP 66 (bagian atas) (skala 1:25)

41
Gambar 3.2.2.4. Profil singkapan satuan napal dengan kenampakan sisipan batugamping
klastik di LP 26 (bagian tengah) (skala 1:25)

Secara makroskopik, napal memiliki sifat fisik yaitu batuan


sedimen klastik dengan kondisi fresh warna abu-abu kekuningan,
lapuk berwarna abu-abu muda, ukuran butir lempung, kekompakan
soft, fragmen berupa cangkang moluska, karbonatan, struktur sedimen
masif.
Dilakukan analisis lebih lanjut menggunakan analisa kalsimetri
sehingga berdasarkan diagram binair persentase CaCO3 (Lampiran
Terikat 2) menunjukkan besar kadar karbonat berkisar 38,2%-56,9%
yang dikategorikan sebagai napal (Pettijohn, 1957 dalam Bahan
Kuliah Sedimentologi Dasar) (Tabel 3.2.2.2).

Tabel 3.2.2.2. Tabel hasil analisis kalsimetri di LP 61, LP 26, LP 66


No. LP Berat Sampel Vol. CO2 % CaCO3 Rata-rata % CaCO3
0.5 14 72.34
LP 61 56.9
1 16 41.5
0.5 11 56.4
LP 26 43.6
1 12 30.9
0.5 8 40.4
LP 66 38.2
1 14 36.17

42
c. Umur dan Lingkungan Pengendapan
Dasar penentuan umur satuan ini diperoleh dari data analisa
mikrofosil yang dilakukan terhadap LP 61 dengan mengacu pada
klasifikasi Bolli dan Saunders (1985) untuk kandungan fosil
foraminifera planktonik. Dari hasil analisa, disimpulkan bahwa zona
selang umur satuan napal adalah N18 atau pada Pliosen Awal bagian
bawah (Tabel 3.2.2.3). Sedangkan untuk penentuan bathimetri
menggunakan foraminifera bentonik berdasarkan klasifikasi menurut
Fred B. Phleger (1951) dan Adi P. Kadar, dkk (1996) dengan
modifikasi, didapatkan lingkungan pengendapan di Neritik Luar
(Tabel 3.2.2.4).

d. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan


Dari peta geologi, berdasarkan kedudukan perlapisan batuan,
satuan batuan ini diketahui menumpang di atas satuan batugamping
glaukonit. Satuan batugamping glaukonit berumur N17, dan satuan
napal berumur N18. Oleh karena itu, kedua satuan ini memiliki
hubungan selaras. Kemudian berdasarkan umurnya, satuan napal yang
berumur N18 dapat dikorelasikan dengan Formasi Mundu (Datun,
dkk., 1996).

43
Tabel 3.2.2.3. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 61 untuk penentuan umur
Lokasi Pengamatan : LP 61
Litologi : Napal
Sampel Batuan : Napal
Zonasi : Bolli & Saunders, 1985
Z+B31:V34aman Tersier Kuarter
Miosen Pliosen
Pleistosen Holosen
Kala (Epoch ) Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir
N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globoquadrina dehiscens
Globigerinoides ruber
Globigerinoides trilobus

Tabel 3.2.2.4. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 61 untuk penentuan bathimetri

Lingkungan Neritik Batial


Transisi
Pengendapan Tepi Tengah Luar Atas Bawah
Foraminifera Kedalaman (m)
Bentonik 0 5 20 100 200 500 2000
Lenticulina suborbicularis
Nodosaria abyssorum
Bolivina vadescens
Nodosaria decepta
Dentalina mutsui

44
3.2.3. Satuan batugamping klastik
Dasar penamaan satuan ini berdasarkan litologi dominan berupa
batugamping klastik yang mempunyai kenampakan relatif lebih fresh
(Tabel 3.2.3.1).

Tabel 3.2.3.1. Kolom litologi satuan batugamping klastik (tanpa skala)

a. Penyebaran dan Ketebalan


Satuan batugamping klastik berada di utara daerah pemetaan
dan memiliki penyebaran ±25% dari keseluruhan luas daerah. Satuan
ini dapat dijumpai pada sepanjang sungai utama Desa Kundenbarat
dan Desa Kranggan, anak sungai Desa Mojorebo-Sumberejo hingga
bukit Desa Pateh. Ketebalan satuan ini berdasarkan penarikan
penampang adalah ±193 m.

45
b. Litologi
Tersusun oleh dominasi batugamping klastik dengan kisaran
arah kedudukan dan arah kemiringan lapisan N62oE/20o dan
N105oE/25o (Gambar 3.2.3.1).

Gambar 3.2.3.1. Profil singkapan satuan batugamping klastik di LP 51 (skala 1:25)

Bagian bawah dan bagian tengah satuan ini dicirikan


batugamping klastik, parallel bedding dengan tebal 40-100 cm.
Bagian atas satuan ini dicirikan batugamping klastik

Gambar 3.2.3.2. Profil singkapan satuan batugamping klastik di LP 68 yang menunjukkan


kenampakan parallel bedding (bagian bawah) (skala 1:25)

46
Gambar 3.2.3.3. Profil singkapan satuan batugamping klastik di LP 39 yang menunjukkan
kenampakan parallel bedding (bagian tengah) (skala 1:25)

Secara makroskopik, batugamping memiliki ciri fisik yaitu


batuan sedimen klastik, warna fresh putih dan lapuk coklat muda,
memiliki ukuran butir pasir kasar-sedang, kekompakan hard, kemas
grain supported, matriks pasir halus, keterdapatan mineral kuarsa,
struktur sedimen berlapis (parallel laminasi) dan ditemukan fragmen
berupa cangkang moluska yaitu gastropoda (Foto 3.2.3.1.) dan
pelecypoda (Foto 3.2.3.2 dan 3.2.3.3.).

Foto 3.2.3.1. Mold pecahan cangkang gastropoda di LP 67

47
Foto 3.2.3.2. Mold valve pelecypoda dengan branchia di LP 68

Foto 3.2.3.3. Mold valve pelecypoda di LP 68

Analisa mikroskopik menunjukkan bahwa batugamping klastik


berupa Wackestone (Dunham, 1962), diklasifikasikan dalam batuan
sedimen karbonat, terdapat fragmen oleh foraminifera, moluska,
byrozoa, kuarsa monokristalin, ukuran butir 0,125-0,8 mm, matriks
yang terlihat berupa mikrit sekitar 50-55% total batuan. Semen berupa
sparry calcite sebesar 10-15% total batuan.. Porositasnya terbagi
menjadi porositas primer (intragranular) dan sekunder tipe vuggy
sebesar 2-4% total batuan dengan tanpa kontak antar butiran.
Kekompakan sedang dengan sortasi yang buruk. Kemas berupa mud
supported dan memiliki bentuk butir termasuk ke dalam golongan
subangular-subrounded (Lampiran Terikat 1, No Urut 4 dan 5).
Sedangkan didapatkan pula berupa Packestone (Dunham, 1962),
diklasifikasikan dalam batuan sedimen karbonat, terdapat fragmen
foraminifera, moluska, kuarsa monokristalin dengan ukuran butir

48
subangular-subrounded, porositas berupa porositas primer
(intragranular) dan sekunder tipe vuggy sebesar 5-6%, semen berupa
sparry calcite sebesar 7-8% juga matriks berupa mikrit sebesar 30-
32%. Adanya kontak antar butiran berupa point contact dengan kemas
berupa grain supported dengan sortasi sedang (Lampiran Terikat 1,
No Urut 6).

c. Umur dan Lingkungan Pengendapan


Dasar penentuan umur satuan ini diperoleh dari data analisa
mikrofosil yang dilakukan terhadap LP 51 (Tabel 3.2.3.2a) dan LP 68
(Tabel 3.2.3.2b) dengan mengacu pada klasifikasi menurut Bolli dan
Saunders (1985) untuk kandungan fosil foraminifera planktonik. Dari
hasil analisa, disimpulkan bahwa zona selang umur satuan
batugamping klastik adalah N19 - N21 atau pada Pliosen Awal bagian
atas hingga Plisoen Akhir bagian atas. Selain itu, didapatkan
penentuan bathimetri pengendapan berdasarkan foraminifera
bentonik dengan mengacu klasifikasi Fred B. Phleger (1951) dan Adi
P. Kadar, dkk (1996) dengan modifikasi, satuan ini ialah pada
lingkungan Neritik Tengah (Tabel 3.2.3.3a dan Tabel 3.2.3.3b.). Jika
diacukan kepada sekuen fasies menurut Wilson (1975), ciri
batugamping klastik dengan dominan parallel laminasi, litologinya
dominan ber-grain type fossil wackstone dan adanya kemunculan
moluska menandakan fasiesnya berada di Open Sea Shelf (Gambar
3.2.3.7.)

d. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan


Dari peta geologi, berdasarkan kedudukan perlapisan batuan,
satuan batuan ini diketahui terendapkan di atas satuan napal yang
berumur N18, dengan hubungan selaras. Sehingga, satuan
batugamping klastik berumur N19-N21 dapat dikorelasikan dengan
Formasi Selorejo (Datun, dkk., 1996).

49
Tabel 3.2.3.2a. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 51 untuk penentuan umur
Lokasi Pengamatan : LP 51
Litologi : Batugamping Klastik
Sampel Batuan : Wackestone
Zonasi : Bolli & Saunders, 1985
Z+B31:V34aman Tersier Kuarter
Miosen Pliosen
Pleistosen Holosen
Kala (Epoch ) Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir
N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globorotalia miocenica
Pulleniatina obliquiloculata
Sphaeroidinella dehicens
Globorotalia dutertrei

Tabel 3.2.3.2b. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 68 untuk penentuan umur


Lokasi Pengamatan : LP 68
Litologi : Batugamping Klastik
Sampel Batuan :-
Zonasi : Bolli & Saunders, 1985
Z+B31:V34aman Tersier Kuarter
Miosen Pliosen
Pleistosen Holosen
Kala (Epoch ) Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir
N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globigerinoides immaturus
Globigerinoides extremus
Orbulina universa
Sphaeroidinella dehicens

50
Tabel 3.2.3.3a. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 51 untuk penentuan bathimetri

Lingkungan Neritik Batial


Transisi
Pengendapan Tepi Tengah Luar Atas Bawah
Foraminifera Kedalaman (m)
Bentonik 0 5 20 100 200 500 2000
Cibicidoides mexicanus
Uvigerina peregrina

Tabel 3.2.3.3b. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 68 untuk penentuan bathimetri

Lingkungan Neritik Batial


Transisi
Pengendapan Tepi Tengah Luar Atas Bawah
Foraminifera Kedalaman (m)
Bentonik 0 5 20 100 200 500 2000
Planulina ariminensis
Uvigerina peregrina

51
Gambar 3.2.3.7. Penentuan facies karbonat untuk satuan batugamping klastik

52

Anda mungkin juga menyukai