STRATIGRAFI
Tabel 3.1. Stratigrafi regional oleh Pringgoprawiro, 1985 dan Datun, dkk., 1996
PRINGGOPRAWIRO, DATUN, DKK.,
UMUR ZONA
1985 1996
Aluvium Aluvium
Holosen
N 23
Formasi Formasi
Lidah Paciran
Pleistosen
N 22 Formasi
Formasi Selorejo Tambakromo
N 21
Formasi
Pliosen N 20 Selorejo
N 19 Formasi Mundu Formasi
Mundu
N 18
Formasi
Akhir
N 17
Formasi Ledok Ledok
N 16
Formasi Fprmasi
N 15
Madura Wonocolo
N 14 Fromasi Wonocolo
Tengah
N 13 Formasi Bulu
Miosen
N 12
N 11
N 10 Formasi Ngrayong Formasi Ngrayong
N9
N8
Formasi Tawun
Awal
N7
Formasi Tawun
N6
N5
N4
24
Tabel 3.2. Kolom Stratigrafi Regional Lembar Ngawi (Datun, dkk. 1996)
DATUN, DKK.,
UMUR ZONA
1996
Aluvium
Holosen
N 23
Pleistosen
N 22 Formasi
Tambakromo
N 21
Formasi
Pliosen N 20 Selorejo
N 19 Formasi
Mundu
N 18
Formasi
Akhir
N 17
Ledok
N 16
Formasi Fprmasi
N 15
Madura Wonocolo
N 14
Tengah
N 13
Miosen
N 12
N 11
N 10 Formasi Ngrayong
N9
N8
Formasi Tawun
Awal
N7
N6
N5
N4
Urutan stratigrafi tersebut diuraikan sebagai berikut dari tertua hingga termuda :
3.1.1. Formasi Tawun (Tmt)
Formasi Tawun dicirikan oleh batuan lunak (batulempung dan
batugamping dengan sisipan batupasir, batulanau dan kalkarenit).
Bagian bawah dari Formasi Tawun, terdiri dari batulempung,
batugamping pasiran, batupasir dan lignit, sedangkan pada bagian
atasnya (Anggota Ngrayong) terdiri dari batupasir yang kaya akan
25
moluska, lignit dan makin ke atas dijumpai pasir kuarsa yang
mengandung mika dan oksida besi. Penamaan Formasi Tawun diambil
dari desa Tawun, yang dipakai pertama kali oleh Brouwer (1957).
Formasi Tawun memiliki penyebaran luas di Mandala Rembang Barat,
dari lokasi tipe hingga ke Timur sampai Tuban dan Rengel, sedangkan
ke Barat satuan batuan masih dapat ditemukan di Selatan Pati.
Lingkungan pengendapan Formasi Tawun adalah neritik dangkal yang
terlindung, tidak terlalu jauh dari pantai dengan kedalaman 0 – 50 meter
di daerah tropis. Formasi Tawun merupakan reservoir minyak utama
pada Zona Rembang. Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi
Tawun diperkirakan berumur Miosen Awal bagian Atas sampai Miosen
Tengah.
26
3.1.3. Formasi Madura (Tmm)
Ciri litologi dari Formasi Madura terdiri dari batugamping koral
dan batugamping kepingan. Pada batugamping koral, keras, di beberapa
tempat berongga, mengandung foraminifera besar dan koral, pejal
berlapis. Pada batugamping kepingan, keras, di beberapa tempat
berongga, pejal kepingan berupa batugamping koral. Ditemukan
foraminifera besar seperti : Cyclocypeus indopacificus, C. inornatus,
Lepidocyclina angulosa, dan L. rutteni menunjukkan umur akhir
Miosen Tengah-awal Miosen Akhir dengan lingkungan neritic dangkal.
Satuan ini menjemari dengan Formasi Wonocolo.
27
Miosen Akhir bagian tengah (16-N17). Lingkungan pengendapan
neritic dalam. Tebal satuan 825 m. Tertindih selaras Formasi Kalibeng.
28
primalis, dan Sphaeroidinella dehiscens menunjukkan umur Pliosen
Awal (N18 – N19) dengan lingkungan pengendapan pada neritik dalam
hingga bathyal atas.
29
atas terdapat sedimen fasies gunungapi yang terdiri dari breksi dan
batupasir gunungapi. Satuan formasi ini mengandung fosil
Pithecantropus mojokertensis dan umurnya Plistosen Awal.
30
3.1.15. Endapan Aluvium (Qa)
Terdiri dari lempung, lanau, pasir dan kerikil. Terendapkan
sepanjang dataran banjir K. Lusi, K. Madiun, K. Wulung dan Bengawan
Solo.
31
Tabel 3.3. Tabel stratigrafi daerah pemetaan
32
3.2.1. Satuan batugamping glaukonit
Dasar penamaan satuan ini berdasarkan kepada dominasi litologi
batugamping glaukonit dan di beberapa lokasi pengamatan adanya litologi
napal dengan sisipan batugamping glaukonit (Tabel 3.2.1.1.).
Kenampakan litologi batugamping glaukonit di lapangan cenderung fresh
walaupun ada beberapa yang sudah lapuk.
b. Litologi
Secara keseluruhan, satuan batugamping glaukonit memiliki
arah kedudukan dan kemiringan lapisan N84oE/29o dan N62oE/20o
serta terdapat litologi napal dengan sisipan batugamping glaukonit
33
yang memiliki arah kedudukan dan kemiringan lapisan berkisar
N22oE/21o, N45oE/36o dan N38oE/23o.
34
(Gambar 3.2.1.2). Bagian atas dicirikan kontak batugamping
glaukonit terhadap satuan selanjutnya dengan tebal lapisan ±30 cm.
Pengamatan makroskopik batugamping glaukonit ialah batuan
sedimen klastik, warna fresh putih dan lapuk putih kecoklatan,
memiliki ukuran butir pasir sedang-halus, kekompakan hard, kemas
grain supported, matriks pasir sangat halus, struktur sedimen masif
serta ditemukannya fosil berupa cangkang gastropoda (Foto 3.2.1.1.)
sedangkan secara mikroskopik, diklasifikasikan menjadi Mudstone
(Dunham, 1962) dengan ciri termasuk batuan sedimen karbonat,
memiliki ukuran butir rata-rata 0,07-0,75 mm, bentuk butir termasuk
ke dalam golongan angular-subrounded, kekompakan buruk, sortasi
buruk, kemas mud supported. Tidak terdapat kontak antar butiran.
Selain itu, terdapat porositas sekunder tipe vuggy dan channel sebesar
6-8%. Adapun fragmen berupa foraminifera, moluska, mineral
glaukonit dan kuarsa monokristalin, terdapat matriks berupa mikrit
sebesar 75-82% total batuan dan semen berupa sparry calcite sebesar
3-5% total batuan (Lampiran Terikat 1, No Urut 1).
35
dari grafik kalsimetri (Lampiran Terikat 2) dan berdasarkan diagram
binair persentase CaCO3 (Pettijohn, 1957 dalam Bahan Kuliah
Sedimentologi Dasar) ditentukan kadar karbonatnya sebesar 36,3%
(Tabel 3.2.1.2.).
36
Tabel 3.2.1.3. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 15 untuk penentuan umur
Lokasi Pengamatan : LP 15
Litologi : Batugamping Klastik
Sampel Batuan :-
Zonasi : Bolli & Saunders, 1985
Z+B31:V34aman Tersier Kuarter
Miosen Pliosen
Pleistosen Holosen
Kala (Epoch ) Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir
N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globorotalia lenguaensis
Globigerinoides extremus
37
Gambar 3.2.1.3. Penentuan facies karbonat untuk satuan batugamping glaukonit
38
d. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Hubungan stratigrafi satuan batuan ini dengan satuan batuan
yang lebih tua tidak diketahui karena menjadi satuan tertua di daerah
pemetaan. Berdasarkan ciri fisik, analisis mikroskopik dan penentuan
umur satuan dari kandungan fosil, kesebandingannya terhadap
stratigrafi regional dapat dikorelasikan dengan Formasi Ledok
(Datun, dkk., 1996).
39
a. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan napal berada di bagian tengah, timur, barat dan sebagian
utara daerah pemetaan dan memiliki penyebaran ±60% dari
keseluruhan luas daerah. Satuan ini dapat dijumpai pada sepanjang
sungai utama Desa Beku, Desa Tambakselo, Desa Jatitengah hingga
Desa Ledok maupun anak sungai Desa Mojorebo. Ketebalan satuan
ini adalah ±600 m.
b. Litologi
Tersusun oleh dominasi litologi napal dan pada lokasi
pengamatan tertentu terdapat litologi napal dengan sisipan
batugamping klastik yakni pada bagian tengah daerah pemetaan, yang
memiliki kedudukan lapisan berkisar N40oE-N110oE dengan
kemiringan berkisar 4o-26o.
Gambar 3.2.2.1. Profil singkapan satuan napal di LP 61 (bagian bawah) (skala 1:25)
40
Gambar 3.2.2.2. Profil singkapan satuan napal dengan kenampakan batugamping klastik
melensis di LP 73 (skala 1:25)
Gambar 3.2.2.3. Profil singkapan satuan napal di LP 66 (bagian atas) (skala 1:25)
41
Gambar 3.2.2.4. Profil singkapan satuan napal dengan kenampakan sisipan batugamping
klastik di LP 26 (bagian tengah) (skala 1:25)
42
c. Umur dan Lingkungan Pengendapan
Dasar penentuan umur satuan ini diperoleh dari data analisa
mikrofosil yang dilakukan terhadap LP 61 dengan mengacu pada
klasifikasi Bolli dan Saunders (1985) untuk kandungan fosil
foraminifera planktonik. Dari hasil analisa, disimpulkan bahwa zona
selang umur satuan napal adalah N18 atau pada Pliosen Awal bagian
bawah (Tabel 3.2.2.3). Sedangkan untuk penentuan bathimetri
menggunakan foraminifera bentonik berdasarkan klasifikasi menurut
Fred B. Phleger (1951) dan Adi P. Kadar, dkk (1996) dengan
modifikasi, didapatkan lingkungan pengendapan di Neritik Luar
(Tabel 3.2.2.4).
43
Tabel 3.2.2.3. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 61 untuk penentuan umur
Lokasi Pengamatan : LP 61
Litologi : Napal
Sampel Batuan : Napal
Zonasi : Bolli & Saunders, 1985
Z+B31:V34aman Tersier Kuarter
Miosen Pliosen
Pleistosen Holosen
Kala (Epoch ) Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir
N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globoquadrina dehiscens
Globigerinoides ruber
Globigerinoides trilobus
44
3.2.3. Satuan batugamping klastik
Dasar penamaan satuan ini berdasarkan litologi dominan berupa
batugamping klastik yang mempunyai kenampakan relatif lebih fresh
(Tabel 3.2.3.1).
45
b. Litologi
Tersusun oleh dominasi batugamping klastik dengan kisaran
arah kedudukan dan arah kemiringan lapisan N62oE/20o dan
N105oE/25o (Gambar 3.2.3.1).
46
Gambar 3.2.3.3. Profil singkapan satuan batugamping klastik di LP 39 yang menunjukkan
kenampakan parallel bedding (bagian tengah) (skala 1:25)
47
Foto 3.2.3.2. Mold valve pelecypoda dengan branchia di LP 68
48
subangular-subrounded, porositas berupa porositas primer
(intragranular) dan sekunder tipe vuggy sebesar 5-6%, semen berupa
sparry calcite sebesar 7-8% juga matriks berupa mikrit sebesar 30-
32%. Adanya kontak antar butiran berupa point contact dengan kemas
berupa grain supported dengan sortasi sedang (Lampiran Terikat 1,
No Urut 6).
49
Tabel 3.2.3.2a. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 51 untuk penentuan umur
Lokasi Pengamatan : LP 51
Litologi : Batugamping Klastik
Sampel Batuan : Wackestone
Zonasi : Bolli & Saunders, 1985
Z+B31:V34aman Tersier Kuarter
Miosen Pliosen
Pleistosen Holosen
Kala (Epoch ) Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir
N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globorotalia miocenica
Pulleniatina obliquiloculata
Sphaeroidinella dehicens
Globorotalia dutertrei
50
Tabel 3.2.3.3a. Tabel hasil analisis mikrofosil di LP 51 untuk penentuan bathimetri
51
Gambar 3.2.3.7. Penentuan facies karbonat untuk satuan batugamping klastik
52