2. Epidemiologi
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan sosok penyakit yang
sangat menakutkan dan masih menjadi masalah, baik di negara maju
maupun berkembang Di belahan negara dunia, penyakit jantung
merupakan penyebab kematian nomor satu pada orang Amerika dewasa.
Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 478000 orang meninggal karena
penyakit jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung,
407000 orang mengalami operasi peralihan, 300000 orang menjalani
angioplasti. Di Eropa diperhitungkan 20.000-40.-000 orang dari 1 juta
penduduk menderita PJK. Penyakit jantung, stroke, dan aterosklerosis
merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita
penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari
gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan
berubahnya pola hidup.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi
Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung
akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun
2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung
terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan
kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan
merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler pada
2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka
kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada
laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju
peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada
wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi
penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit
jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer satu di
dunia.
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks
dan beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit
degeneratif serta penyakit psikososial yang menjadikan Indonesia saat ini
yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap saja penyebab
angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner – "the
silence killer". Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit
jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka
tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka
kematian akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut
melonjak menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK diperkirakan
mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.
Di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan dari Rumah Sakit, kasus
tertinggi Penyakit Jantung Koroner adalah di Kota Semarang yaitu sebesar
4.784 kasus (26,00%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus
Penyakit Jantung Koroner di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Apabila
dilihat berdasarkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kabupaten
Klaten adalah 3,82%. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten
Banyumas yaitu sebesar 2.004 kasus (10,89%) dan apabila dibanding
dengan jumlah keseluruhan PTM lain di Kabupaten Banyumas adalah
sebesar 9,87%. Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten Tegal yaitu
2 kasus (0,01%). Sedangkan kabupaten Semarang dan Kabupaten Cilacap
belum melaporkan. Rata-rata kasus Jantung Koroner di Jawa Tengah
adalah 525,62 kasus.
Beberapa hasil penelitian telah dilakukan terkait dengan penyakit
jantung koroner dan factor-faktor yang berpengaruh. Salah satunya yaitu,
penelitian tentang Pengembangan Model Pengendalian Faktor Risiko
Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada Kelompok Pengambil Keputusan
(Lanjutan ). Para pejabat pengambil keputusan di Indonesia adalah
kelompok masyarakat penting karena kelompok inilah otak dari baik
tidaknya situasi dan kondisi pembangunan. Namun, kelompok ini sering
terpapar pada faktor risiko penyakit jantung koroner. Untuk mendapatkan
suatu model dalam menurunkan faktor risiko tersebut di atas telah
dilakukan suatu survei sehingga diperoleh data dasar mengenai keadaan
(a). fisik (elektrokardiografik = EKG dan tekanan darah); (b).
antropometrik (tinggi dan berat badan); (c). pemeriksaan darah terhadap
kadar kolesterol, gula darah, asam urat; dan (d). paparan asap rokok. Dari
hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa faktor risiko terhadap
terjadinya penyakit jantung koroner yang paling mencolok ditunjukan oleh
kadar kolesterol tinggi (70,4%) disusul oleh kegemukan (28,6%); kadar
asam urat tinggi (27,7%) dan EKG tidak normal (21,4%). Data tentang
kadar kolesterol darah tinggi, kegemukan, kadar asam urat darah tinggi
dan EKG tidak normal digunakan sebagai data dasar untuk membuat
model menurunkan faktor risiko terhadap terjadinya. (Ganda Siburian,
2001).
3. Penyebab
Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal :
a. Penyempitan (stenosis) dan penciutan (spasme) arteri koronaria, tetapi
penyempitan bertahap akan memungkinkan berkembangnya kolateral
yang cukup sebagai pengganti.
b. Aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK.
c. Penyempitan arteri koronaria pada sifilis, aortitis takayasu, berbagai
jenis arteritis yang mengenai arteri coronaria, dll.
4. Patofisiologi
Penyakit Jantung Koroner sering terjadi pada orang yang memiliki satu
atau lebih faktor resiko seperti: obesitas, merokok, hipertensi, dll. Faktor-
faktor ini menyebabkan interaksi fibrin dan patelet sehingga menimbulkan
cidera endotel pembuluh darah koroner. Interaksi tersebut menyebabkan
invasi dan akumulasi lipid yang akan membentuk plak fibrosa. Timbunan
plak menimbulkan lesi komplikata yang dapat menimbulkan tekanan pada
pembuluh darah dan apabila rupture dapat terjadi thrombus. Thrombus
yang menyumbat pembuluh darah menyebabkan aliran darah berkurang,
sehingga suplai O2 yang diangkut darah kejaringan miokardium berkurang
yang berakibat penumpukan asam laktat. Asam laktat yang meningkat
menyebabkan nyeri dan perubahan PH endokardium yang menyebabkan
perubahan elektro fisiologi endokardium, yang pada akhirnya
menyebabkan perubahan sistem konduksi jantung sehingga jantung
mengalami disritmia. Iskemik yang berlangsung lebih dari 30 menit
menyebabkan kerusakan otot jantung yang ireversibel dan kematian otot
jantung (infark). Miokardium yang mengalami kerusakan otot jantung atau
nekrosis tidak lagi dapat memenuhi fungsi kontraksi dan menyebabkan
keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh darah yang dapat dideteksi
dengan pemeriksaan laboratorium. Otot jantung yang infark mengalami
perubahan selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung yang mengalami
infark tampak memar dan siarotik karena darah di daerah sel tersebut
berhenti.
Dalam jangka waktu 2-4 jam timbul oedem sel-sel dan terjadi respon
peradangan yang disertai infiltrasi leukosit.Infark miokardium akan
menyebabkan fungsi vertrikel terganggu karena otot kehilangan daya
kontraksi. sedang otot yang iskemik disekitarnya juga mengalami
gangguan dalam daya kontraksi secara fungsional infark miokardium
akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada daya kontraksi, gerakan
dinding abnormal, penurunan stroke volume, pengurangan ejeksi
peningkatan volume akhir sistolik dan penurunan volume akhir diastolik
vertrikel.Keadaan tersebut diatas menyebabkan kegagalan jantung dalam
memompa darah (jatuh dalam dekompensasi kordis) dan efek jantung ke
belakang adalah terjadinya akumulasi cairan yang menyebabkan
terjadinya oedem
Paru-paru dengan manifestasi sesak nafas. Sedangkan efek ke depan
terjadinya penurunan COP sehingga suplay darah dan oksigen sistemik
tidak adekuat sehingga menyebabkan kelelahan. Bila terjadi peningkatan
kebutuhan jaringan aliran yang tadinya mencukupi menjadi berkurang.
Hal ini akan menyebabkan hipoksia jaringan yang akan menghasilkan
peningkatan hasil metabolisme misalnya asam laktat. Akan menimbulkan
manifestasi klinis nyeri dada, rasa berat, rasa tertekan, panas, rasa
tercekik, tak enak dada, capek kadang – kadang seperti masuk angin.
Manifestasi angina yang timbul setelah aktivitas fisik disebut effort
angina. Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian
Cardiovascular Societyf sebagai berikut:
1. Angina Pektoris stabil
5. Pathway
Arterisklerosis
Trombosit
Kontruksi arteri koronia
Aliran darah dari jantung
menurun
O2 dan nutrisi menurun
Jaringan Miocard
Gangguan
perfusi jaringan Gagal Jantung
8. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit jantung koroner meliputi perubahan gayahidup, obat-
obatan dan prosedur khusus.
- Perubahan gaya hidup :
a. Diet sehat, mencegah atau menurunkan tekanan darah tinggi ,
kolesterol tinggi dan mempertahankan berat badan sehat
b. Berhenti merokok
c. Olahraga
d. Kurangi berat badan bila overweigh atau obesitas
e. Kurangi stress
- Obat-obatan :
Beberapa obat mengurangi beban kerja jantung dan menyembuhkan
keluhan penyakit jantung koroner. Obat lain mengurangi resiko
serangan jantung atau kematian mendadak.
a. Obat penurun kolesterol
b. Anti koagulan
c. Aspirin membantu mencegah terbentuk clot di dalam arteri
d. Penyekat ACE
e. Penyekat BETA
f. Penyekat kalsium
g. Nitrogliserin
h. Nitrat
i. Obat trombolitik
- Prosedur khusus :
a. Angioplasti : prosedur ini membuka arteri koroner yang tertutup
atau menyempit. Prosedur ini meningkatkan aliran darah ke otot
jantung, menyembuhkan sakit dada, dan mencegah serangan
jantung.
b. Coronary Arteri By Pass Sugery / operasi by pass : prosedur ini
menggunakan arteri atau vena dari bagian tubuh lain untuk
melewati / bypass arteri koroner yang menyempit. Prosedur ini
menyembuhkan sakit dada dan mencegah serangan jantung.
c. Latihan/exercise
g. Sistim Respirasi
Pada klien PJK ditemukan dispnea dengan atau tanpa aktivitas,
batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan
kronis. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan
respirasi, pucat atau cianosis, suara nafas wheezing cracekes atau
juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
h. Sistem Kardio Vaskuler
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit Jantung Koroner, CHF,
tekanan darah tinggi dan diabetes militus. Tekanan darah mungkin
normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya
capilary refill time, disrimia.
Suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan
terjadinya kegagalan jantung/ventrikel kehilangan
konteraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan insufisiensi katup
atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin
meningkat atau mengalami penurunan.
Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal, edema pada
jubular vena distension, odema anarsarka, crackles mungkin juga
timbul dengan gagal jantung.
i. Sitem Genito Urinaria
Pada klien ini mengalami penurunan jumlah produksi urine dan
frekuensi urine.
j. Sistem Gastrointestinal
Pada saluran pencernaan terjadi gangguan. Gejalanya nafsu makan
menurun, mual dan munta, nyeri perut, serta turgor kulit menurun,
penurunan atau tidak adanya bising usus.
k. Sistem Muskuluskeletal
Pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan otot sehingga
timbul ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau
aktifitas yang biasanya dilakukan.
l. Sistem Endokrin
Biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.
m. Sistem Persyarafan
Biasanya timbul gejala rasa berdenyut, vertigo disertai tanda-tanda
dengan perubahan orientasi atau respon terhadap rangsang, gelisa,
respon emosi meningkat dan apatis.
n. Pemeriksaan Diagnostik
ECG menunjukkan adanya S-T elevasi yang merupakan
tanda dari iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injuri dan gelombang Q yang mencerminkan
adanya nikrosis.
Enzim dan isoenzim pada jantung: CPR-MB meningkat
dalam 4-12 jam dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan
SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidak seimbangan yang memungkinkan
terjadinya konduksi jantung dan kontraktilitas jantung.
Kolesterol atau trigliserid.
Analisa gas darah menunjukkan adanya hipoksia atau
proses penyakit paru yang kronis atau akut.
Chest x ray, mungkin normal atau adanya kardeomegali,
CHF, aneorisma ventrikuler
Exercise stress test: menunjukkan adanya kemanpuan
jantung beradaptasi terhadap suatu stress atau aktivitas
E. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk
menentukan masalah penderita. Analisa merupakan proses
intelektual yang meliputi kegiatan menyeleksi data,
menklarisfikasikan, mengelompokkan data, mengaitkan dan
menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan
standart, menginterprestasikan serta akhirnya membuat diagnosa
keperawatan. (lismidar 1990)
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul baik aktual maupun
potensial adalah sebagai berikut:
1) Gangguan rasa nyaman atau nyeri
2) Intoleransi aktifitas
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
4) Penurunan curah jantung
3. Rencana Tindakan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional TTD
yang mungkin hasil
muncul
1. Gangguan rasa Setelah 1. Pantau 1. Variasi penampilan
nyaman atau diberikan asuhan karakteristik nyeri, dan perilaku pasien
nyeri keperawatan…..
berhubungan x24 jam catatan laporan karena nyeri terjadi
dengan ……. diharapkan nyeri verbal, petunjuk sebagai temuan
yang ditandai berkurang
non verbal dan pengkajian
dengan….. dengan KH : 2. Membantu dalam
respon
1. Nyeri penurunan persepsi
hemodinamik
berkurang 2. Bantu melakukan atau respon nyeri
dengan skala 3. Hipotensi atau
teknik relaksasi
1-0 depresi pernafasan
misalnya : nafas
2. Ekspresi dapat terjadi
dalam perlahan
wajah tenang sebagai akibat
3. TTV dalam perilaku distraksi
3. Periksa TTV pemberian
rentan
sebelum atau narkotik
normal
TD : 120/80 sesudah 4. Membantu proses
mmHg penggunaan obat penyembuhan
N : 60-
narkotik pasien
100x/menit 4. Berikan obat
R : 16-
analgetik sesuai
20x/menit
indikasi
T : 37,5oC
2.Tingkat
kelelahan
berkurang
dengan skala
4
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan
a. Mandiri
Aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan.
b. Delegatif
Tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan
yang berwenang.
c. Kolaboratif
Tindakan keperawatan dan petugas kesehatan yang lain dimana didasarkan
atas keputusan bersama.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi diterapkan sesuai dengan implementasi diatas dan sesuai dengan
SOAP.
S : (Subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan diberikan.
O : (Objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A : (Analis) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
P : (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Barbara. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses,
dan praktik edisi 7. Jakarta : EGC
Potter, Patricia A. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Viana Destian. 2017 . Laporan Pendahuluan PJK. Tersedia pada :
https://id.scribd.com/document/342131600/LAPORAN-PENDAHULUAN-
PJK . Diakses pada Kamis, 11 Oktober 2018.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER
OLEH :
17.321.2697
A11-A