Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN REUMATIK ARTHITIS”

Dosen Pengampu : Lailatun Ni’mah, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh:

Kelompok 7/A-3

1. Yunita A. Anggeline (131711133040)


2. Roihatus Siha (131711133019)
3. Indah Noer Aini (131711133058)
4. Adinda Reza W. (131711133131)
5. Nia Ramadhani (131711133154)
6. Neiska Galuh M. W. (131711133059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya

kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan

membahas “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Reumatik” dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa pula kami mengucapkan banyak

terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat

diselesaikan dengan baik, walaupun ada beberapa hambatan yang dialami dalam

penyusunan makalah ini. Namun, berkat motivasi yang disertai kerja keras dan

bantuan dari berbagai pihak akhirnya berhasil teratasi

Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan

bagi pembaca dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan,

kiranya pembaca dapat memakluminya. Akhir kata dengan kerendahan hati, kritik

dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Sekian dan

terima kasih.

Surabaya, 2 November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................ 2
C. TUJUAN ...................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. KONSEP DASAR MEDIS .......................................................................... 3
1. Definisi......................................................................................................... 3
2. Klasifikasi .................................................................................................... 4
3. Etiologi......................................................................................................... 4
4. Patologi ........................................................................................................ 5
5. Manisfestasi Klinis ...................................................................................... 6
6. Patofisiologi ................................................................................................. 8
7. Penatalaksanaan/Pengobatan ..................................................................... 10
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN ...................................................... 14
A. Pengkajian ................................................................................................. 14
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 15
C. Intervensi Keperawatan ............................................................................. 16
BAB III ................................................................................................................. 22
PENUTUP ............................................................................................................. 22
A. KESIMPULAN ......................................................................................... 22
B. SARAN ...................................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga
usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan
jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa
golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai
usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah
osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat
menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan
fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan
baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik.
Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya
dapat dimengerti.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom
dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup
banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut
kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai
keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada
sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta
adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan
gangguan gerak. (Soenarto, 1982)
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia
lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan
meningkat dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo,
1994)

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian reumatik ?
2. Apa penyebab reumatik ?
3. Bagaimana Patofisiologi reumatik?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari reumatik?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Reumatik?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian reumatik;
2. Mengetahui penyebab reumatik;
3. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari reumatik;
4. Mengetahui bagaimana manifestasi dari reumatik; dan
5. Mengetahu bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Reumatik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR MEDIS

2.1.1 Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi (Gordon, 2002).

Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat


sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit
jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui
sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif, walaupun episode
peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.

Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering


ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih
sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini
menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar
dilutut, panggul serta pergelangan tangan. (Muttaqin, 2006). Arthritis rheumatoid
adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–artikuler. (Smeltzer, 2001).

Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang


menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang
biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang
melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi
disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya,
ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih,

3
aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada
inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertropi dan menebal sehingga
menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon
inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi
yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan
inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat
merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.

2.1.3 Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai
faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-
faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995),
keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).

4
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi
jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann,
1998: Blab et al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
Manurung & Raenah, 2008).

2.1.4 Patologi
a) Kelainan pada synovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis.Pada tahap
awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia
disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma.Selanjutnya terjadi
pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan
kerusakan dalam ruang sendi.Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas membentuk
garis radial kearah bagian yang nekrosis.
b) Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat
menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.
c) Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun
istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

d) Kelainan pada jaringan ekstra artikular.

Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :

5
a. Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya
degenerasi serabut otot.
b. Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis
nekrotik.Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c. Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan
dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan
jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat.Nodul subkutan
hanya ditemukan pada 25% dari seluruh klien artritis reumatoid.Gambaran
ektra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul subkutan yang
merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis
reumatoid.
d. Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi,
hiperplasia folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan
proliferasi jaringan ikat yang mengakibatkan splenomegali.
e. Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal,
rekasi epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi
gangguan sensoris.
f. Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti
jantung dimana adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan
gangguan pada katub jantung. (Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal, 2006).

2.1.5 Manisfestasi Klinis


Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi
panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya

6
terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid mono-artikular. (Chairuddin,
2003).

Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987,


adalah:

1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada
persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-
kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau
persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran
tulang (hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendisecara
bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang
memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,
pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan
kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak
bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical
polyartritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang
dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor
rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil
positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan
sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi
pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

7
Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7
kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu.
(Mansjoer, 2001).

2.1.6 Patofisiologi
Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang
melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya terjadi pembentukan pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan
degeneratif dengan menghilangnya kemampuan elastisitas pada otot dan kekuatan
kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002). B. Manisfestasi Klinis RA pada umumnya
sering di tangan, sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Nyeri dan bengkak
pada sendi dapat berlangsung dalam waktu terus-menerus dan semakin lama gejala
keluhannya akan semakin berat. Keadaan tertentu, gejala hanya berlangsung selama
beberapa hari dan kemudian sembuh dengan melakukan pengobatan (Tobon et al.,
2010).

Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan teorinya
masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait,
antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran imunitas selular,
humoral, peran sitokin, dan berbagai mediator keradangan. Semua peran ini, satu
sam lainnya saling terkait dan pada akhirmya menyebabkan keradangan pada
sinovium dan kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin
merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan pertumbuhan,
diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses keradangan. Berbagai sitokin berperan
dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang terutama dihasilkan oleh monosit
atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim seperti sel fibroblast
sinovium, osteoklas, kondrosit serta merangsang pengeluaran enzim penghancur
jaringan, enzim matrix metalloproteases (MMPs) (Putra dkk,2013).

8
Proses keradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan dari pemeriksaan
laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor) dan anti-CCP dalam darah.
RF adalah antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan
antibodi terhadap antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar,
kemungkinan virus atau bakteri. RF didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA,
yang dikatakan sebagai seropositive. Anti-CCP didapatkan pada hampir 2/3 kasus
dengan spesifisitasnya yang tinggi (95%) dan terutama terdapat pada stadium awal
penyakit. Pada saat ini RF dan anti-CCP merupakan sarana diagnostik penting RA
dan mencerminkan progresifitas penyakit (Putra dkk,2013).

Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA.
Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17,
yaitu sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah peradangan
pada membran sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan
sel B berperan melalui pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian
menghancurkannya. Kerusakan sendi diawali dengan reaksi inflamasi dan
pembentukan pembuluh darah baru pada membran sinovial. Kejadian tersebut
menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi yang terdiri dari sel
fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Pannus
tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh sinoviosit
dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses lokal tersebut, dapat
juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah
pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit
jantung, osteoporosis serta mampu mempengaruhi hypothalamic-
pituitaryadrenalaxis, sehingga menyebabkan kelelahan dan depresi (Choy, 2012).

Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di bawah
sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan
pembuluh darah oleh sel radang dan trombus. Pada RA yang secara klinis sudah
jelas, secara makros akan terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang
sendi dengan pembentukan vili. Secara mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi
sel sinovia dan terlihat kumpulan residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh
darah fokal atau segmental berupa distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah

9
trombosis dan pendarahan perivaskuler. Pada RA kronis terjadi kerusakan
menyeluruh dari tulang rawan, ligamen, tendon dan tulang. Kerusakan ini akibat
dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang mengandung zat penghancur dan
akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya Pannus (Putra dkk,2013).

WOC

2.1.7 Penatalaksanaan/Pengobatan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi

10
dan kemampuan mobilisasi penderita. Adapun penatalaksanaan umum pada
rheumatoid arthritis antara lain :

a. Pencegahan

Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menekan faktor risiko:

1. Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mengurangi risiko


peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses Health Study AS yang menggunakan
1.314 wanita penderita RA didapatkan mengalami perbaikan klinis setelah rutin
berjemur di bawah sinar UV-B.

2. Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi. Gerakan-


gerakan yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-bangun, menarik kaki ke
belakang pantat, ataupun gerakan untuk melatih otot lainnya. Bila mungkin, aerobik
juga dapat dilakukan atau senam taichi.

3. Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja lebih berat
untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat badan dengan diet makanan dan
olahraga dapat mengurang risiko terjadinya radang pada sendi.

4. Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong, jeruk,


bayam, buncis, sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu vitamin A,C, D, E juga
sebagai antioksidan yang mampu mencegah inflamasi akibat radikal bebas.

5. Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas pada sendi
juga terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air dalam jumlah
yang cukup dapat memaksimalkan sisem bantalan sendi yang melumasi antar sendi,
sehingga gesekan bisa terhindarkan. Konsumsi air yang disrankan adalah 8 gelas
setiap hari. (Candra, 2013)

6. Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa merokok


merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah satu upaya pencegahan RA

11
yang bisa dilakukan masyarakat ialah tidak menjadi perokok akif maupun pasif.
(Febriana, 2015).

b. Penanganan

Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan


pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan
pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas,
mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut (Kapita
Selekta,2014).

1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)


Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang
dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak,
dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi
dan tulang dari proses destruksi.

2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)

Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh
Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat,
sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan
tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).

3. Kortikosteroid

Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai


“bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek DMARDs
yang baru muncul setelah 4-16 minggu.

4. Rehabilitasi

12
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat
dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui 15 pemakaian tongkat,
pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai
dilakukan fisioterapi.

5. Pembedahan

Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka
dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta,
2014)

Tabel 1. DMARD untuk terapi RA

OBAT ONSET DOSIS Keterangan


Sulfasalazin 1-2 bulan 1x500mg/hari/io Digunakan
ditingkatkan setiap sebagai lini
minggu hingga pertama
4x500mg/hari
Metotreksat 1-2 bulan Dosis awal 7,5-10 Diberikan pada
mg/ minggu/IV kasus lanjut dan
atau peroral 12,5- berat. Efek
17,5mg/minggu samping: rentan
dalam 8-12 minggu infeksi,
intoleransi GIT,
gangguan fungsi
hati dan
hematologik
Hidroksiklorokuin 2-4 bulan 400 mg/hari Efek samping:
penurunan tajam
penglihatan,
mual, diare,
anemia hemolitik

13
Asatioprin 2-3 bulan 50-150 mg/hari Efek samping:
gangguan hati,
gejala GIT,
peningkatan TFH
D-penisilamin 3-6 bulan 250-750mg/hari Efek samping:
stomatitis,
proteinuria, rash

2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan
organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.

1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya
ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan

14
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi, ketergantungan.
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran
mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

15
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/
mengingat,kesalahan interpretasi informasi

2.1.3 Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke
dalam program kontrol nyeri.

Intervensi dan Rasional:.

a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor
yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal. Membantu
dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan
program.

b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat


tidur sesuai kebutuhan/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar
akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat
tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri

c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan


trokhanter, bebat, brace. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan
mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan
nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi.
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan

16
yang menyentak. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan
sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada
waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu
air kompres, air mandi, dan sebagainya. Panas meningkatkan relaksasi
otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di
pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal
dapat disembuhkan.
f. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman
imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. Meningkatkan
relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping
g. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi
individu.Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk. Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
(R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi
kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
j. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan Rasa dingin dapat
menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan
kontraktur.
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari
dan/ atau konpensasi bagian tubuh.

17
c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada
sendi. Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/
resolusi dari peoses inflamasi.
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal
aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus
dan tidur malam hari yang tidak terganmggu
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan
resistif dan isometris jika memungkinkan latihan tidak adekuat
menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi
d. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter,
bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko
cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan
kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
e. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher, mencegah fleksi leher.
f. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri, dan berjalan, memaksimalkan fungsi sendi dan
mempertahankan mobilitas
g. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. Berguna dalam
memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan
pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten
dengan kemampuan individual.
b. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.

18
c. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/
eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang
diantisipasi.
b. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri.
Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. Berguna untuk
menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis;
memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu,
menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan
dengan evaluasi setelahnya.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/
mengingat,kesalahan interpretasi informasi.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
b. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk
modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau
pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.
Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit
melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan
istirahat. Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi
sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan
mencegah deformitas

19
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang
realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi
fisik, dan manajemen stres. Memberikan struktur dan mengurangi
ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau
antasida pada waktu tidur. Membatasi irigasi gaster, pengurangan
nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan mengurangi kekakuan
di pagi hari
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus,
perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik.
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi
penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter.
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang
banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi.
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan
informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan.
j. Berikan informasi mengenai alat bantu, mengurangi paksaan untuk
menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta
secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri
untuk mempersiapkan makanan dan mandi. Mencegah kepenatan,
memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat
istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya
menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan
bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat
pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada
mengangkat benda jika memungkinkan.

20
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit
lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian
bantalan yang tepat.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris.Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang
menyerang berbagai sistem organ.Penyakit ini adalah salah satu dan
sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh
imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya.Biasanya terjadi destrukti sendi
progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti
walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap.
penyakit ini belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor
genetik. Namun, berbagai faktor termasuk kecendrungan genetik bisa
memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah
jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan
lingkungan (Noer S, 1996).

3.2 SARAN
Arthritis rheumatoid dapat menyerang segala usia maka
penanganan penyakit inidiupayakan secara maksimal dengan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melaluitenaga kesehatan,
prasarana dan sarana kesehatan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius


FKUI:Jakarta.

Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta:
EGC.
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.

Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client
Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.

Masyeni, Ketut Ayu Manik. 2018. Rheumatoid Arthritis. Denpasar. Universitas


Udayana. Jurnal diakses melalui
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7ecfc9533b3d0c63
e52385ece00081a8.pdf pada 26 November 2018.

Chabib, Luthfi dkk. 2016. Review Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi,


Potensi Kurkumin dan Analognya, serta Pengembangan Sistem
Nanopartikel. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Diakses melalui
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=404194&val=8182&t
itle pada 26 November 2018

23

Anda mungkin juga menyukai