Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa Hindia Belanda, Diawali pada Zaman Hindia Belanda sampai tahun 1942,
Kementerian Dalam Negeri disebut Departement van Binnenlands Bestuur yang bidang
tugasnya meliputi Jabatan Kepolisian, Transmigrasi, dan Agraria.

Pada masa Jepang, Zaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945). Departement van
Binnenland Bestuur oleh pemerintah Jepang diubah menjadi Badan Urusan Internal yang
bidang tugasnya meliputi juga urusan agama, sosial, kesehatan, pendidikan, pengajaran dan
kebudayaan. Badan Urusan Internal atau Kementrian Dalam Negeri berkantor di Jalan Sagara
nomor 7, Jakarta sampai Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 19 Agustus 1945, Naimubu dipecah menjadi:


1. Kementrian Dalam Negeri termasuk urusan agama, yang dalam perkembangan lebih
lanjut urusan agama dilepaskan dari Kementrian Dalam Negeri.
2. Kementrian Sosial
3. Kementrian Kesehatan.
4. Kementrian Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan.

Pada masa Kemerdekaan, Departeman Dalam Negeri adalah kelanjutan dari Kementrian
Dalam Negeri yang dibentuk pada saat Kabinet Presidensial yang pertama Negara Republik
Indonesia pada tahun 1945. Nama Departemen dipakai berhubungan dengan dikeluarkannya
surat Edaran Pertama pada tanggal 26 Agustus 1969 No.1/MPR/RI/1959. Departemen Dalam
Negeri dalam Kabinet Pembangunan, ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 183
tahun 1968.
Dan sejak berdirinya Depdagri yang bermula dari Kabinet Presidensial sampai
dengan Kabinet Indonesia Bersatu IIsudah sering berganti beberapa menteri yang memegang
Jabatan di Departemen Dalam Negeri. Sejak akhir 2009 seiring diterapkannya UU No. 39
Tahun 2008 dan Perpres No. 47 Tahun 2009, istilah "departemen" diubah kembali menjadi
"kementerian".

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam


Negeri, Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang
pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan

1
negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan
fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan
pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan,
pembinaan pemerintahan desa, pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan
daerah, pembinaan keuangan daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Dalam Negeri;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;
5. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Dalam Negeri di daerah;
6. Pengoordinasian, pembinaan dan pengawasan umum, fasilitasi, dan evaluasi atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
7. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pemerintahan dalam negeri;
8. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pemerintahan dalam
negeri;
9. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah
10. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan Menteri dalam pemerintahan nasional?
2. Bagaimana sejarah kementerian di Indonesia?
3. Bagaimana Perkembangan dalam kementrian pemerintahan nasional?
4. Menjelaskan analisis normatif dan informatif.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui kebijakan kebijakan menteri.
2. Mengetahui sejarah kementrian dalam pemerintahan nasional.
3. Mengetahui perkembangan dalam kementrian pemerintahan nasional.
4. Menganalisis secara normatif dan informatif kementrian dalam pemerintahan nasional.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan dan Menteri

Kebijakan yang bersifat bebas ditetapkan oleh pejabat administrasi negara berdasarkan
kewenangan kebebasan bertindak (freies ermessen). Kebijakan yang bersifat bebas ditetapkan
dan dijalankan oleh pejabat administrasi negara dalam rangka menyelesaikan suatu keadaan
(masalah konkret) yang pada dasarnya belum ada aturannya atau belum diatur dalam undang-
undang (peraturan perundang-undangan). Untuk menegakkan asas konsistensi, kebijakan
pejabat administrasi negara yang bersifat bebas tersebut perlu dituangkan dalam suatu bentuk
formal atau suatu format tertentu yang lazim disebut peraturan kebijakan. Dengan demikian
peraturan kebijakan merupakan produk kebijakan yang bersifat bebas yang ditetapkan oleh
pejabat-pejabat administrasi negara dalam rangka menyelenggarakan tugas pemerintahan.
Kebijakan pejabat administrasi negara tersebut kemudian dituangkan dalam suatu format
tertentu supaya dapat diberlakukan secara umum (berlaku sama bagi setiap warga negara).
Menurut Bagir Manan dengan adanya peraturan kebijakan tersebut akan terjamin
ketaatasasan tindakan administrasi negara dan untuk setiap peristiwa yang mengandung
persamaan, kepastian hukum dan tindakan-tindakan dapat dipercaya karena didasarkan pada
peraturan yang sudah tertentu. Jika kebijakan pejabat administrasi negara yang bersifat bebas
dituangkan dalam suatu peraturan kebijakan, setiap anggota masyarakat dapat dengan mudah
mengetahuinya sehingga setiap orang yang memenuhi syarat-syarat memiliki kesempatan dan
peluang 5 yang sama untuk memperoleh keuntungan-keuntungan yang mungkin dapat
diperoleh dari kebijakan tersebut. Pembentukan peraturan kebijakan dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan merupakan suatu hal yang lumrah terjadi.
Menurut Philipus M. Hadjon “pelaksanaan pemerintahan sehari-hari menunjukkan
betapa badan atau pejabat tata usaha negara acapkali menempuh berbagai langkah
kebijaksanaan tertentu, antara lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan
kebijaksanaan (beleidsregel, policy rule)”. dengan demikian, jelas ada hubungan yang erat
antara asas diskresi atau asas freies ermessen dengan peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan
adalah wujud formal kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat administrasi negara berdasarkan
asas diskresi tersebut. Bentuk formal peraturan kebijakan dalam hal tertentu sering tidak
berbeda atau tidak dapat dibedakan dari format peraturan perundang-undangan.

4
Menurut A. Hamid S Attamimi: “dilihat dari bentuk dan formatnya, peraturan kebijakan
sama benar dengan peraturan perundang-undangan, lengkap dengan pembukaan berupa
konsiderans “menimbang” dan dasar hukum “mengingat”, batang tubuh yang berupa pasal-
pasal, bagian-bagian dan bab-bab serta penutup, yang sepenuhnya menyerupai peraturan
perundang-undangan”. Selain memiliki persamaan dengan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dikemukakan diatas, ada juga peraturan kebijakan yang berbeda dengan
peraturan perundang-undangan dari segi bentuk formalnya. Oleh karena itu, peraturan-
peraturan kebijakan tersebut dengan mudah dibedakan dari peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini, format peraturan kebijakan tersebut tersebut lebih sederhana daripada
format peraturan perundang-undangan misalnya nota dinas, surat edaran, petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, pengumuman dan sebagainya. Meskipun ada bentuk peraturan
kebijakan yang memiliki persamaan dengan peraturan perundang-undangan, namun Bagir
Manan secara tegas mengemukakan bahwa 6 peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan
perundang-undangan: “peraturan kebijakan bukan peraturan perundang-undangan, meskipun
menunjukkan sifat atau gejala sebagai peraturan perundang-undangan. Mengapa pelaksanaan
kebijakan tersebut (beleidsvrijheid) tidak dituangkan dalam bentuk peraturan
perundangundangan? karena pembuat peraturan kebijakan tidak mempunyai kewenangan
perundang-undangan.”
Kedudukan Hukum Peraturan/Kebijakan Dibawah Peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Terkait dengan kondisi di Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas yaitu selain peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas terdapat pula beberapa dokumen yang bersifat
mengatur seperti:
a. petunjuk pelaksanaan/pedoman yang ditetapkan oleh pejabat eselon II yang ruang
lingkup pengaturannya internal berlaku di Unit kerja eselon II tersebut.
b. petunjuk pelaksanaan/pedoman yang ditetapkan oleh pejabat eselon II yang ruang
lingkup pengaturannya/internal berlaku di Kementerian PPN/Bappenas misalnya beberapa
edaran yang diterbitkan oleh Biro Sumber Daya Manusia.
c. petunjuk pelaksanaan/pedoman yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I yang ruang
lingkup pengaturannya internal berlaku di unit kerja eselon I tersebut, misalnya Kode Etik
Auditor yang berlaku untuk para auditor di lingkungan Inspektorat Utama.
d. Petunjuk Pelaksanaan/pedoman yang ditetapkan oleh pejabat eselon I yang ruang
lingkup pengaturannya internal berlaku di Kementerian PPN/Bappenas, misalnya pedoman

5
pengawasan yang ditetapkan oleh Inspektur Utama, petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan
Anggaran dan kegiatan yang ditetapkan oleh Sekretaris Menteri/Sekretaris Utama.
e. Petunjuk Pelaksanaan/pedoman yang disusun kementerian Kementerian
PPN/Bappenas yang bukan dalam bentuk Peraturan Menteri PPN/ Kepala Bappenas dan
ruang lingkup pengaturannya berlaku eksternal untuk Kementerian/Lembaga lain, Pemerintah
Daerah, maupun pihak swasta. Contohnya adalah Pedoman Umum Rencana Aksi Daerah
Pemberantasan Korupsi, Pedoman Penurunan Gas Emisi Rumah Kaca.
f. Petunjuk Pelaksanaan/Pedoman yang disusun Kementerian PPN/Bappenas bersama
kementerian lain yang bukan dalam bentuk peraturan menteri dan ruang lingkup
pengaturannya berlaku eksternal untuk kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah maupun
pihak swasta. Contohnya Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan yang di susun Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Dalam
Negeri.
Dokumen yang bersifat mengatur diatas ditetapkan bukan dalam bentuk peraturan
melainkan beragam dokumen sebagai berikut:
a. memorandum;
b. surat edaran;
c. surat edaran bersama;
d. petunjuk pelaksanaan dengan mengadopsi format petunjuk pelaksanaan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri PAN Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Naskah
Dinas;
e. SOP;
f. Buku
Berikutnya dilihat dari ciri ketiga yaitu dibentuk oleh pejabat/lembaga yang diberikan
kewenangan atribusi atau delegasi oleh UUD atau UU atau peraturan perundang-undangan
lainnya, untuk membentuk aturan tertulis yang disebut peraturan perundang-undangan maka
terhadap dokumen yang bersifat mengatur di Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Bappenas selain peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas misalnya Petunjuk Pelaksanaan/pedoman yang ditetapkan oleh pejabat eselon I
yang ruang lingkup pengaturannya internal berlaku di Kementerian PPN/Bappenas, misalnya
pedoman pengawasan yang ditetapkan oleh Inspektur Utama, petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Anggaran dan kegiatan yang ditetapkan oleh Sekretaris Menteri/Sekretaris
Utama dapat dipastikan bukan dibentuk berdasarkan kewenangan atribusi dan kewenangan
delegasi peraturan perundang-undangan mengingat sejak awal petunjuk pelaksanaan/pedoman

6
ini tidak dibungkus dengan bentuk peraturan perundang-undangan karena Sekretaris
Menteri/Sekretaris Utama dan Inspektur Utama memang tidak memiliki kewenangan
perundang-undangan.
Dengan demikian, dokumen yang bersifat mengatur di Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Bappenas selain peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas tidak dapat digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan
karena tidak memenuhi keseluruhan ciri-ciri peraturan perundang-undangan terutama: (i)
dibentuk bukan dalam bentuk/kerangka peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam UU No.12 Tahun 2011 melainkan lewat beragam dokumen seperti: memorandum;
surat edaran; surat edaran bersama; petunjuk pelaksanaan; SOP; dan buku; (ii) dibentuk oleh
pejabat bukan berdasarkan 12 kewenangan atribusi dan kewenangan delegasi peraturan
perundang-undangan mengingat sejak awal dokumen yang bersifat mengatur di Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas selain peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas ini tidak dibentuk dengan bentuk peraturan
perundang-undangan.
Karena jika pembentukannya mendasarkan pada atribusi kewenangan atau delegasi
kewenangan peraturan perundangundangan maka bentuknya dapat dipastikan berupa
peraturan perundangundangan. Kedua, Jika tidak dapat digolongkan sebagai jenis peraturan
perundang-undangan maka termasuk jenis apakah dokumen yang bersifat mengatur di
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas selain peraturan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
Dengan melihat pejabat dan kewenangannya untuk membentuk, dan isi/substansinya
maka dokumen yang bersifat mengatur di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas selain peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
dapat digolongkan sebagai peraturan kebijakan, hal ini dikarenakan terpenuhinya ciri-ciri
peraturan kebijakan yaitu:
a. Dibentuk oleh badan/pejabat administrasi administrasi negara yang pelaksanaan
wewenang tersebut tidak didasarkan menurut kewenangan perundang-undangan (baik atribusi
maupun delegasi) tetapi didasarkan asas kebebasan bertindak (beleidsvrijheid atau
beoordelings vrijheid) atau lazim disebut freies ermessen. Pelaksanaan kebijakan tersebut
tidak dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dikarenakan pembuat
peraturan kebijakan tidak mempunyai kewenangan perundang-undangan (baik atribusi
maupun delegasi). Kewenangan yang dimiliki hanya dibatasi pada segi-segi pelaksanaan dan
tidak ada kewenangan mengatur (wetgever);

7
b. Isi peraturan tersebut pada dasarnya ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi
negara sendiri. Jadi yang pertama-tama melaksanakan ketentuan 13 yang termuat dalam
peraturan kebijakan adalah badan atau pejabat administrasi negara. Meskipun demikian,
ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai masyarakat umum.
c. Mengenai bentuk peraturan kebijakan adalah suatu maklumat yang dirumuskan
secara umum dan tertulis. Dua bentuk utama peraturan kebijakan, Pertama: peraturan
kebijakan yang dibuat dan berlaku bagi pembuat peraturan kebijakan itu sendiri.
Peraturan kebijakan yang dibuat dan berlaku bagi badan atau pejabat administrasi yang
menjadi bawahan pembuat kebijakan. Dalam praktek peraturan kebijakan menjelma dalam
berbagai bentuk atau jenis yaitu: keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-
lain, bahkan dapat dijumpai peraturan kebijakan yang berbentuk peraturan. Secara substantif
berbagai bentuk peraturan kebijakan dapat berisi pedoman, petunjuk pelaksanaan, petunjuk
teknis atau berupa aturan-aturan umum lainnya.

B. Sejarah

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI)


adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesiayang membidangi urusan dalam negeri.
Kementerian Dalam Negeri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kementerian Dalam Negeri dipimpin oleh seorang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang
sejak 27 Oktober2014 dijabat oleh Tjahjo Kumolo.
Kementerian Dalam Negeri merupakan salah satu dari tiga kementerian
(bersama Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan) yang disebutkan secara
eksplisit dalam UUD 1945. Kementerian Dalam Negeri tidak dapat diubah atau dibubarkan
oleh presiden.
Menteri Dalam Negeri secara bersama-sama dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri
Pertahanan bertindak sebagai pelaksana tugas kepresidenan jika Presiden dan Wakil Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan.

Pada masa Hindia Belanda, Diawali pada Zaman Hindia Belanda sampai tahun 1942,
Kementerian Dalam Negeri disebut Departement van Binnenlands Bestuur yang bidang
tugasnya meliputi Jabatan Kepolisian, Transmigrasi, dan Agraria.

8
Pada masa Jepang, Zaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945). Departement van
Binnenland Bestuur oleh pemerintah Jepang diubah menjadi Badan Urusan Internal yang
bidang tugasnya meliputi juga urusan agama, sosial, kesehatan, pendidikan, pengajaran dan
kebudayaan. Badan Urusan Internal atau Kementrian Dalam Negeri berkantor di Jalan Sagara
nomor 7, Jakarta sampai Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 19 Agustus 1945, Naimubu dipecah menjadi:

1. Kementrian Dalam Negeri termasuk urusan agama, yang dalam perkembangan lebih
lanjut urusan agama dilepaskan dari Kementrian Dalam Negeri.
2. Kementrian Sosial
3. Kementrian Kesehatan.
4. Kementrian Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan.

Pada masa Kemerdekaan, Departeman Dalam Negeri adalah kelanjutan dari Kementrian
Dalam Negeri yang dibentuk pada saat Kabinet Presidensial yang pertama Negara Republik
Indonesia pada tahun 1945. Nama Departemen dipakai berhubungan dengan dikeluarkannya
surat Edaran Pertama pada tanggal 26 Agustus 1969 No.1/MPR/RI/1959. Departemen Dalam
Negeri dalam Kabinet Pembangunan, ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 183
tahun 1968.
Dan sejak berdirinya Depdagri yang bermula dari Kabinet Presidensial sampai
dengan Kabinet Indonesia Bersatu IIsudah sering berganti beberapa menteri yang memegang
Jabatan di Departemen Dalam Negeri. Sejak akhir 2009 seiring diterapkannya UU No. 39
Tahun 2008 dan Perpres No. 47 Tahun 2009, istilah "departemen" diubah kembali menjadi
"kementerian".

C. Perkembangan Kementerian
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Kementerian Negara kembali digelar pada tanggal 14 Juli 2004 lalu di gedung DPR. Kali ini
anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Kementerian Negara melakukan RDPU dengan
berbagai elemen masyarakat yang meminta kesempatan dengar pendapat berkaitan dengan
dibahasnya RUU Kementerian Negara oleh Pansus DPR yang saat ini masih terus dalam
tahap penyempurnaan draf.
Para pihak yang diajak dengar pendapat tersebut adalah unsur dari Deputi Bidang
Pengembangan Ekonomi, Sosial dan Budaya Kementrian PPKTI, Badan Kerja sama Pusat

9
Studi Lingkungan, Perhimpunan Anak Transmigrasi RI, Himpunan Kerukunan Tani
Indonesia, Presidium Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam, Parliament Watch Eks-
Keresidenan Surakarta, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Masyarakat Pariwisata
Indonesia, dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Sumatera Utara.
Dalam RDPU tersebut berkembang diskusi mengenai perlunya dibuat sebuah
kementerian khusus yang mengatur mengenai permasalahan anak. Kebutuhan terhadap
kementerian tersebut dirasakan mendesak mengingat persoalan yang menyangkut anak saat
ini sudah dianggap cukup mengkuatirkan.
Berikutnya anggota Pansus juga akan menjadualkan kembali RDPU dengan tim calon
presiden (Capres) pemilihan umum (Pemilu) tahun 2004. Berbeda dengan RDPU sebelumnya
yang dilakukan dengan kelima tim Capres dengan segala keterbatasannya karena
ketidaksiapan para capres dan timnya, RDPU berikutnya ini hanya akan dilakukan dengan
kedua tim Capres yang melaju ke putaran kedua Pemilu presiden yang akan dilaksanakan
pada bulan September 2004.
Jika pada RDPU sebelumnya tim Capres yang hadir dianggap belum siap memaparkan
visi dan misi mereka mengenai kabinet yang akan mereka bentuk karena sibuk
mempersiapkan kampanye pemilihan mereka dan juga karena topik ini masih terlalu dini
untuk mereka bawa sebagai bahan kampanye, maka untuk RDPU kedua ini diharapkan visi
dan misi kedua tim capres yang lolos ke putaran kedua akan lebih jelas dan matang. Hal ini
berangkat dari asumsi bahwa ketika mereka telah lolos ke putaran kedua Pemilu, gambaran
mengenai kabinet yang akan mereka bentuk ketika nantinya terpilih sudah ada dan cukup
matang bahkan bisa jadi telah dijadikan bahan “jualan” selama kampanye Pemilu presiden
putaran kedua berlangsung nantinya. Dengan gambaran yang diberikan oleh para Capres dan
masukan yang diterima dari mereka ketika RDPU, diharapkan dapat membantu Pansus dalam
merumuskan RUU Kementerian negara yang dianggap ideal.
Kesekretariatan Negara Pada Bulan Agustus berdasarkan sumber dari staf
kesekretariatan DPR, RUU Kementerian Negara sudah akan masuk ke Sekretariat Negara
(Sekneg) untuk kemudian menunggu Amanat Presiden (Ampres) pada bulan Agustus segera
setelah Masa Persidangan I Tahun Sidang 2004-2005 dimulai. Meski begitu, kapan persisnya
RUU tersebut disampaikan ke Setneg belum juga diketahui. Pengiriman yang akan dilakukan
sesegera mungkin ini dilakukan mengingat RUU ini ditargetkan akan selesai dalam satu masa
persidangan saja, yaitu dalam Masa Persidangan I Tahun Sidang 2004-2005, agar dapat
segera diterapkan begitu presiden terpilih pada Pemilu putaran kedua nantinya mulai bekerja.

10
Dari sumber yang sama, diketahui bahwa sehubungan dengan target penyelesaian yang
terhitung sangat singkat, Pansus RUU Kementerian Negara saat ini sedang mencoba
mengagendakan dilakukannya pembahasan selama masa reses DPR berlangsung (Masa Reses
IV Tahun Sidang 2003-2004 berlangsung dari tanggal 16 Juli 2004 dan akan berakhir pada
tanggal 16 Agustus 2004). Kepastian mengenai jadi tidaknya keputusan ini masih menunggu
persetujuan dari pimpinan DPR.
Memang, jika Pansus ini dapat bekerja selama masa reses yang berlangsung lebih
kurang satu bulan tersebut, maka setidaknya waktu tambahan tersebut dapat membantu para
anggota DPR bekerja lebih maksimal dalam menyelesaikan RUU ini. Tentu saja ini dengan
catatan, proses menunggu turunnya Ampres tidak akan berlangsung berlarut-larut seperti yang
sering terjadi.

D. analisis perbandingan normatif dan informatif


Teori informatif atau teori informasi adalah salah satu teori komunikasi dan cabang
matematika yang menggambarkan bagaimana ketidakpastian seharusnya dihitung,
dimanipulasi, dan disajikan.Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa teori informasi dimulai
pada tahun 1948 ketika Claude Shannon mempublikasikan artikelnya yang berjudul A
Mathematical Theory of Communication dalam Bell System Technical Journal. Shannon
memperlihatkan bagaimana informasi dapat dihitung dengan presisi yang absolut dan
mendemonstrasikan kesatuan unit seluruh media informasi.
Menurut Stephen W. Littlejohn (2009), teori informasi adalah studi kuantitatif
mengenai transmisi sinyal. Dalam teori komunikasi manusia, teori informasi berperan sebagai
sebuah metafora bagi transmisi komunikasi antara pengirim pesan kepada penerima pesan
yang berlangsung secara linear.
Berbicara tentang struktur kekuasaan negara dari segi relasi antara cabang-cabang
pemerintahan yang ditentukan oleh konstitusi,khususnya relasi antara eksekutif dan legislatif.
Dengan kata lain, relasi eksekutif-legislatif merupakan esensi dari “bentuk pemerintahan”.
Relasi atau interaksi itu berbeda pada setiap negara yang tentu saja hanya dapat dipahami
secara mendalam dengan mengkaji pula sistem kepartaian negara itu, termasuk sistem
pemilihan yang dianutnya. Tetapi titik berat pembicaraan sekarang hanyalah pada ciri-ciri
umum setiap jenis “bentuk pemerintahan” yang ada dalam praktek demokrasi di dunia.
Bentuk pemerintahan pada dasarnya menekankan relasi yang berbeda antara eksekutif
dan legislatif dalam dua jenis bentuk pemerintahan: dalam hal eksekutif bertanggung jawab
terhadap legislatif, dan karena itu tergantung pada, legislatif maka kita memperoleh

11
pemerintahan parlementer, sedangkan sebaliknya kemandirian kekuasaan eksekutif terhadap
legislatif merupakan ciri khas pemerintahan presidensial.
Kementerian dalam sejarah di Indonesia selalu berubah- ubah setiap pergantian
presiden, bahkan ada juga presiden yang mengganti para menterinya sebelum masa
jabatannya habis. Begitu juga dengan kementeriannya. Contohnya kementerian Negara
otonomi daerah yang dihapuskan sehingga urusan otonomi daerah dimasukkan ke
kementerian dalam negeri pada era Gus Dur, kementerian Tenaga kerja, dan kementerian
lainnya.
Selanjutnya, pada masa Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jokowi,
perubahan kementerian hampir tidak ada, karena susunan kabinet atau kementerian yang
dibuat sudah sangat ramping dan lebih baik dari sebelum-sebelumnya, tetapi yang menjadi
permasalahannya, dalam kepemimpinan presiden saat ini, presiden telah mengganti
(reshuffle) para menterinya sebanyak tiga kali. Hal ini membuat para menteri terlihat seperti
kurang maksimal dalam menjalankan tugas – tugasnya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebijakan yang bersifat bebas ditetapkan oleh pejabat administrasi negara berdasarkan
kewenangan kebebasan bertindak (freies ermessen). Kebijakan yang bersifat bebas ditetapkan
dan dijalankan oleh pejabat administrasi negara dalam rangka menyelesaikan suatu keadaan
(masalah konkret) yang pada dasarnya belum ada aturannya atau belum diatur dalam undang-
undang (peraturan perundang-undangan). Untuk menegakkan asas konsistensi, kebijakan
pejabat administrasi negara yang bersifat bebas tersebut perlu dituangkan dalam suatu bentuk
formal atau suatu format tertentu yang lazim disebut peraturan kebijakan. Dengan demikian
peraturan kebijakan merupakan produk kebijakan yang bersifat bebas yang ditetapkan oleh
pejabat-pejabat administrasi negara dalam rangka menyelenggarakan tugas pemerintahan.
Kebijakan pejabat administrasi negara tersebut kemudian dituangkan dalam suatu format
tertentu supaya dapat diberlakukan secara umum (berlaku sama bagi setiap warga negara).
Kementerian di Indonesia selalu diubah setiap periodenya, dengan mengusahakan agar
kementerian Indonesia semakin ramping sehingga bisa bekerja secara optimal dan dapat
menghemat anggaran.
3.2. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis memberikan saran agar
makalah ini dapat digunakan sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang kementerian di
Indonesia. Penulis juga menyarankan agar kementerian yang ada di Indonesia lebih di
rampingkan lagi dan urusan – urusannya juga lebih di efektif dan di efisienkan lagi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Munasef, 1985. Sistem Pemerintahan di Indonesia. Jakarta : Gunung Agung


Ndraha, Taliziduhu, 1983. Metodologi Pemerintahan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Rabina Yunus, Anto Hidayat, Siti Aisyah. Sistem Pemerintahan Indonesia. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka, 2017.
Suryaningrat, Bayu, 1980. Mengenal Ilmu Pemerintahan. Jakarta : Aksara Baru
Thoha, Miftah. 1991. Perspektif perilaku birokrasi, jakarta : Rajawali.
Van Ylst, Franciscus, 1998. Hakekat Ilmu Pemerintahan. Depok : UI
Arif Christiono Soebroto, SH.,Msi, KEDUDUKAN HUKUM PERATURAN/KEBIJAKAN
DIBAWAH PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL/KEPALA BAPPENAS diakses dari
http://birohukum.bappenas.go.id/data/data_presentasi/WORKSHOP%20Peraturan%20kebijak
an%20di%20Kementerian%20PPN%20%20bappenas.pdf . diakses pada 14 april 2019.
PARLEMEN.NET, 19 Juli 2014, sekilas perkembangan terakhir RUU kementrian negara
diakses dari https://parlemen.net/?p=1814 pada 14 april 2019

14

Anda mungkin juga menyukai