NYERI PINGGANG
KET
NYERI
PINGGANG
MIOMA MOLAHIDA
UTERI TIDOSA
LEMBAR CEKLIS
Tanda &
gejala
Nyeri pada -
pinggang
sebelah kanan
Lemas
Lesu
Pengeluaran -
darah melalui
jalan lahir
berupa bercak-
bercak
kecoklatan.
Abdomen klien
terasa tegang
4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa klien merasakan nyeri pinggang pada daerah sebelah kanan ?
2) Mengapa keluar darah melalui jalan lahir berupa bercak-bercak kecoklatan
pada klien ?
3) Mengapa klien merasakan lemas dan lesu ?
4) Mengapa abdomen klien terasa tegang ?
5) Bagaimana penatalaksanaan keperawatan untuk nyeri ?
5. JAWABAN PERTANYAAN PENTING
1) Nyeri yang dirasakan pada pinggang sebelah kanan diakibatkan oleh hasil
nidasi yang semakin lama membesar dan akan mendesak lumen tuba.
Adanya pembesaran tersebut mengakibatkan vili korialis menembus
lapisan muskularis menuju peritoneum. Hal tersebut mengakibatkan ruptur
pada tuba fallopi sehingga menyebabkan perdarahan pada peritoneum.
Darah yang keluar ke peritoneum akan menumpuk dibelakang rahim
(kavum abdominal) dan akan membentuk massa pelvis. Massa pada pelvis
inilah yang akan menyebabkan nyeri terasa pada pinggang sebelah kanan
dan abdomen terasa tegang.
6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
1) Untuk mempelajari hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim
dengan kejadian kehamilan ektopik terganggu.
2) Hubungan antara usia, paritas, dan riwayat medic dengan kehamilan ektopik
terganggu
7. INFORMASI TAMBAHAN
1) Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau yang lebih
dikenal dengan Intrauterine Device (IUD) merupakan salah satu resiko
terjadinya kejadian kehamilan ektopik. Hal ini dibuktikan dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan, diantaranya adalah penelitian Xiong dkk
yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan IUD memiliki resiko
mengalami kehamilan ektipok 10,63 kali lebih tinggi daripada wanita yang
tidak mengguanakan IUD. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Karaer dkk
yang menunjukan wanita yang memakai IUD 3,2 kali lebih tinggi
mengalami kehamila ektopik daripada yang tidak memakai IUD. Namun
apabila terjadi kehamilan dengan AKDR in utero, maka resiko kehamilan
ini menjadi kehamilan ektopik meningkat. Mekanisme kerja IUD
menyebabkan perubahan suasana endometrium, infiltrasi leukosit ke rahim
dan akumulasi makrofag diduga menyebabkan kehamilan ekstrauterine
ketika ovulasi terjadi. Pada penelitian ini menunjukkan adanya pemakaian
alat kotrasepsi dalam rahim dengan kejadian kehamilan ektopik. Pemakaian
alat kontrasepsi dalam rahim meningkatkan kejadian kehamilan ektopik 9,3
kali dibandingkan dengan bukan pemakai.
2) Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu lebih banyak pada
sebaran usia 20-35 tahun dengan presentasi sebesar 51,4% dibandingkan
dengan ibu yang memilliki <20 dan >35tahun.
Hubungan antara kehamilan ektopik terganggu dengan paritas didapatkan
hubungan statistic yang bermakna dengan nilai P=0,0005. Kelompok paritas
pada ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu meningkat pada ibu
dengan status paritas ≥ 1 dengan presentasi 91,9% dengan paritas 1-3
berjumlah 33 orang dan paritas > 3 berjumlah 1 orang.
Hubungan antara kehamilan ektopik terganggu dengan riwayat medic
memiliki hubungan statistic yang sangat bermakna dengan nilai P=0,000.
Pada penelitian ini kehamilan ektopik terganggu meningkat pada ibu yang
memiliki riwayat medic dengan presentasi sebesar 94,6% dengan riwayat
medic pernah melakukan oprasi sebelumnya berjumlah 28 orang. Riwayat
medic tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan penurunan
fungsi pada organ-organ reproduksi yang berpengaruh dalam proses
kehamilan sehingga dapat meningkatkan terjadinya resiko kehamilan
ektopik terganggu.
8. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Hubungan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dengan kejadian
kehamilan ektopik terganggu.
Oleh
Rosalina PradanaAyu,
JurnalPenelitian, 2012
ABSTRAK
LatarBelakang : kehamilan ektopik merupakan masalah dibidang
ginekologi di dunia yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal
yang tinggi. Pemakaian AKDR atau alat kontrasepsi dalam Rahim
merupakan salah satu factor risiko terjadinya kejadian kehamilan ektopik.
Kandungan progesterone yang ada dalam AKDR dapat meningkatkan
implantasi tuba. Perubahan suasana endometrium, infiltrasi leukosit
kedalam Rahim, dan akumulasi makrofag yang ditimbulkan oleh AKDR
dapat menimbulkan kehamilan ekstra uterin ketika ovulasi terjadi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko kejadian kehamilan ektopik
yang dihubungkan dengan pemakaian AKDR.
SubyekdanMetode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan studi kasus control. Subjek penelitian adalah 30
pasien dengan kehamilan ektopik dan 60 pasien dengan kehamilan normal
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Subyek dipilih dengan teknik fixed
disease sampling. Pengambilan data dilakukan dengan melihat rekam
medik.
Hasil : Wanita pemakai AKDR memiliki risiko untuk mengalami
kehamilan ektopik 9,33 kali lebih besar daripada tidak memakai AKDR.
Analisis yang digunakan sudah mengontrol umur factor perancu.
Simpulan : Terdapat hubungan yang secara statistic signifikan antara
pemakaian alat kontrasepsi dalam Rahim dengan risiko kejadian kehamilan
ektopik.
Kata kunci : AKDR, Kehamilan Ektopik
2) Hubungan antara usia, paritas, dan riwayat medic dengan kehamilan ektopik
terganggu
Oleh
AnnisaNabellaFitriany, dkk
JurnalPenelitian, 2013
Abstrak : Kehamilan ektopik terganggu (KET) merupakan kehamilan yang
terjadi di luar rongga uteri dan berakhir dengan rupture atau abortus. Faktor
risiko yang menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik terganggu
diantaranya usia, paritas, dan riwayat medik seperti riwayat operasi ataupun
penyakit ginekologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara usia, paritas dan riwayat medik dengan KET di RS Al-
islam Bandung periode 1 januari 2013 – 31 Desember 2014. Penelitian ini
adalah penelitian analitik observasional kasus control dengan pendekatan
retrospektif. Sampel yang digunakan sebesar 37 untuk sampel kasus dan 37
untuk sampel control dengan total sebesar 74 sampel. Data penelitian
dianalisis dengan menggunakan uji statistic Fisher exact. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa insidensi kehamilan ektopik terganggu sebesar
149 kasus. Karakteristik kehamilan ektopik terganggu berdasarkan usia 20-
35 tahun (51,4%), paritas ≥1 (91,9%) dan riwayat medik sebelumnya
(94,6%). Hasil menunjukan hubungan factor risiko berdasarkan usia>35
tahun (P=0,01), paritas (P=0,001) dan riwayat medik (P=0,000) dan dapat
disimpulkan bahwa ibu dengan usia >35 tahun, paritas ≥ 1 dan memiliki
riwayat medik lebih berisiko mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Kata Kunci : Kehamilan ektopik terganggu, paritas, riwayat medik, usia.
9. ANALISA DAN SINTESA
Pada kasus diatas kami mengangkat diagnose medis Kehamilan Ektopik
Terganggu karena keluhan yang diungkapkan pada kasus mengarah ke
penyakit tersebut dimana keluhan yang diraskan adalah nyeri dan
perdarahan berupa bercak-bercak kecoklatan.
Pada kasus diatas klien tersebut berumur 26 tahun. Namun faktor usia yang
menyebabkan Kehamilan Ektopik Terganggu adalah usia yang lebih dari 35
tahun tahun. Usia yang lebih dari 35 tahun tersebut karena proses penuaan
dan penurunan fungsi organ-organ reproduksi yang dialami seiring dengan
bertambahnya usia. Jadi usia pada klien bukan faktor penyebab terjadinya
Kehamilan Ektopik Terganggu. Namun kemungkinan faktor paritas yang
menyebabkan KET tersebut karena ibu dengan multipara karena berkaitan
dengan kondisi segmen bawah rahim yang telah rapuh dan banyak
pembuluh darah kecil yang mengalami keruskan akibat riwayat persalinan.
10. LAPORAN DISKUSI
KONSEP MEDIS
A) DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan
ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau
rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar
biasa misalnya dalam cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter
rahim.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena
tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh
kembang mencapai aterm.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul
gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur
yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. (K & ZH, 2013)
B) ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam
bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab
kehamilan ektopik terganggu :
1) Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang
dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain :
- Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebab kan aglutinasi
silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembent
ukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba
sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada
tuba falopii.
- Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba atau penyempitan lumen
- Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium
asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
- Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia
- Penggunaan IUD
2) Faktor Fungsional
Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal, Refluks menstruasi, Berubahnya motilitas tuba
karena perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron
3) Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang
dibuahi.
4) Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.
(Karlina, Ermalinda, Pratiwi, 2016)
C) MANIFESTASI KLINIS
Kehamilan Ektopik yang Tidak Ruptur :
1) Gejala awal kehamilan (bercak-bercak atau perdarahan yang tidak
teratur, perdarahan pervaginam, amenorea, mual, pembengkakan
payudara, vagina dan serviks menjadi kebiruan, perlunakan serviks,
uterus sedikit membesar, peningkatan frekuensi berkemih)
2) Nyeri abdomen dan panggul
Kehamilan Ektopik yang Ruptur :
1) Pucat
2) Kolaps dan kesadaran menurun/ lemah
3) Denyut nasi cepat dan lemah (110x/menit atau lebih)
4) Hipotensi
5) Syok Hipovolemia
6) Nyeri akut pada abdomen dan panggul
7) Distensi abdomen
8) Perut kembung (adanya cairan bebas intra abdomen)
9) Ruptur tuba (Sofian, 2011)
D) KLASIFIKASI
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi
dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut :
1) Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba
fallopi.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus
dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial
(17%), atau pun pada interstisial (2%) dari tuba.Tuba fallopi mempunyai
kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar
akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-40 hari.
2) Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh
kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.
Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar
daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya
mengalami ruptur pada tahap awal.
3) Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang
sekali terjadi.Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan
tumbuhnya telur, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi
masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
4) Kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat
rupture atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga
abdomen Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur
cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati
sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan
makanan kurang sempurna.
Kehamilan Abdominal ada 2 macam :
- Primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam
rongga perut.
- Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain
misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya
berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari
tempat asalnya. Hampir semua kasus
5) Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi
bersama dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat
langka, terjadi satu dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.
Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :
- Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu
kehamilan yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan
kehamilan intrautrin normal.
- Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu
terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi
kehamilan ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehamilan
intrauterin yang terjadi kemudianberkembang seperti biasa
6) Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars
interstitialis tuba Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual
(kehamilan intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu,
yang kaya akan pembuluh darah). Karena lapisan myometrium di sini
lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3
atau ke 4.Kehamilan interstisial merupakan penyebab kematian utama
dari kehamilan ektopik yang pecah.
7) Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba
yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal
ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh
vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh
membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan
kehmilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan
ektopik dalam tuba yang pecah.
8) Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan
implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi
secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.
9) Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula
megadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara beangsur
mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.
Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat
pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium. (Karlina, Ermalinda,
Pratiwi, 2016)
E) PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari
lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-
kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu;
tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus
luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek,
endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada
endometrium yaitu; sel epitel membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi,
lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang
abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma
mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui
mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi
Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi
kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang
dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan
pelepasan desidua yang degeneratif.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan
antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil
konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :
Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah
oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara
plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae
tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan
berhenti dan gejala-gejala menghilang.
Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur
tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang
terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat
terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada
koitus dan pemeriksaan vagina.
F) KOMPLIKASI
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat
kesalahan diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana.
Kegagalan penegakkan diagnosis secara cepat dan tepat dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi
kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan massif, syok, DIC,
dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah
perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter,
dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan
anastesi
G) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis
kehamilan ektopik menurut Sarwono Prawirohardjo (2006: 330-331):
1) Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam rongga
perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak
perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
2) Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba
sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol
dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu
kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi
pelvik.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus janis tidak
mendadak biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa
penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan
bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari
infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes
kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi, tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena
kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
produksi human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dan
menyebabkan tes negatif.
4) Dilatasi dan kerokan
Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis
kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat
dikemukakan :
Kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan
ektopik
Hanya 12 sampai 19% kerokan pada kehamilan ektopik
menunjukkan reaksi desidua
Perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-Stella tidak khas
untuk kehamlan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan
bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales,
hal itu dapat memperkuat diagnosis kehamilan ekktopik terganggu.
5) Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu
Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan
dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan
pada kain kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan
merupakan :
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
- Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,
atau yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan
adanya hematokel ratrouterin.
6) Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis
pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di
dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ±
5% kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hal ini masih harus
diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada
kasus uternus bikornis.
7) Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik
yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan
bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus,
ovarium, tuba, kavum Douglas, dan ligamentum latum. Adanya darah
dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan,
tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
8) Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak
paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra
Ibu.
9) Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,
dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis
kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono
Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine) (1,4,8,15). Trias
klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore. (Sofian, 2011)
H) PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan Medis
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan
untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada
penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan
bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate
diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan
terminasi kehamilan tersebut.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis
multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2
(intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah
sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-
7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam
regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan
diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel
tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan
dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula
diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil
konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik
paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki
syarat-syarat berikut ini :
- Keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan dari
tuba
- Tidak ada aktivitas jantung janin
- Diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi
- Diameter massa ektopik < 3,5 cm
- Kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml
- Harus ada informed consent dan mampu mengikuti follow up, serta
- Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate
2) Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu.
Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus
dilakukan secepat mungkin.
Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil
konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di
sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear
sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di
perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan
yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit
kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi
saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum
terganggu.
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali
bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal
prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.
Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
- Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
- Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
- Terjadi kegagalan sterilisasi,
- Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
- Pasien meminta dilakukan sterilisasi,
- Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
- Kehamilan tuba berulang,
- Kehamilan heterotopik, dan
- Massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. (Karlina, Ermalinda,
Pratiwi, 2016)
PATHWAY
Pengaruh factor fungsional
Perubahan hormonal
Hipotensi
Peristaltic tuba menjadi lambat Terbentuk massa
pelvis
A) PENGKAJIAN
1) Data Demografi
a) Identitas Klien
Nama : Seorang Perempuan
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 Tahun
Suku : Tidak dikaji
Agama : Tidak dikaji
Pendidikan : Tidak dikaji
Pekerjaan : Tidak dikaji
Alamat : Tidak dikaji
b) Keluhan Utama : Nyeri hebat tiba-tiba pada daerah
pinggang sebelah kanannya disertai dengan pengeluaran darah
melalui jalan lahir berupa bercak-bercak kecoklatan
Riwayat keluhan utama : Klien mengungkapkan sudah
beberapa kali mengalami nyeri namun tidak pernah memeriksakan
kondisinya ke RS.
c) Riwayat Kesehatan
Riwayat Haid
Menarche : Tidak dikaji
Siklus : Tidak dikaji
Banyaknya: Tidak dikaji
Lamanya : Tidak dikaji
Sifat darah : Tidak dikaji
HPHT : 2 Januari 2017
TP : 9 Oktober 2017
Riwayat Perkawinan : Tidak dikaji
Riwayat hamil bersalin dan nifas yang lalu : Tidak dikaji
Riwayat kehamilan sekarang
Tanda-tanda kehamilan : Klien sebelumnya sudah
memeriksa menggunakan test pack kehamilan dan hasilnya
positif (+).
Pergerakan fetus : Tidak dikaji
Keluhan yang di rasakan : Nyeri pada pinggang sebelah
kanan yang disertai dengan pengeluaran darah melalui jalan lahir
berupa bercak-bercak kecoklatan
Riwayat kesehatan ibu dan keluarga : Tidak dikaji
d) Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi
Sebelum hamil : Tidak dikaji
Saat hamil : Tidak dikaji
Eliminasi
Sebelum hamil : BAB : Tidak dikaji BAK : Tidak dikaji
Saat hamil : BAB : Tidak dikaji BAK : Tidak dikaji
Istirahat
Sebelum hamil : Tidak dikaji
Saat hamil : Tidak dikaji
Personal hygiene
Sebelum hamil : Tidak dikaji
Saat hamil : Tidak dikaji
Aktivitas atau olah raga
Sebelum hamil : Tidak dikaji
Saat hamil : Tidak dikaji
Seksualitas dan kontrasepsi
Sebelum hamil : Tidak dikaji
Saat hamil : Tidak dikaji
Imunisasi : Tidak dikaji
e) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Klien tampak lemah dan lesu serta mengeuh
nyeri dengan skala nyeri 7
Tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,7oC
Berat Badan
Sebelum hamil : Tidak dikaji
Saat hamil : Tidak dikaji
Tinggi badan : Tidak dikaji
LILA : Tidak dikaji
- Rambut : Tidak dikaji
- Mata : Tidak dikaji
- Konjungtiva : Tidak dikaji
- Hidung : Tidak dikaji
- Mulut dan gigi : Tidak dikaji
- Telinga : Tidak dikaji
- Leher : Tidak dikaji
- Dada : Tidak dikaji
- Payudara : Tidak dikaji
- Abdomen : Saat di palpasi perut klien terasa tegang
- Punggung : Tidak dikaji
- Genetalia : Keluar darah melalui jalan lahir berupa
bercak-bercak kecoklatan
- Ekstremitas : Tidak dikaji
f) Pemeriksaan laboratorium : Tidak dikaji
g) Data tambahan : Saat di palpasi abdomen klien terasa
tegang. HPHT klien 2 Januari 2017 dengan TP 9 Oktober 2017.
Klien sebelumnya sudah memeriksa menggunakan test pack
kehamilan dan hasilnya positif (+).
B) DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengeluh nyeri hebat tiba- - TD: 100/70 mmHg
tiba pada daerah pinggang - Frekuensi Nadi : 92x/menit
sebelah kanannya - Frekuensi Nafas : 24x/menit
- Klien mengeluh terjadi - Suhu 36,70C
pengeluaran darah melalui jalan - Klien tampak lemas dan lesu
lahir berupa bercak-bercak - Saat di palpasi abdomen klien
kecoklatan terasa tegang
- Klien mengungkapkan sudah - Skala nyeri 7
beberapa kali mengalami nyeri - HPHT klien 2 Januari 2017
namun tidak pernah - Klien sebelumnya sudah
memeriksakan kondisinya ke RS. memeriksa menggunakan test
pack kehamilan dan hasilnya
positif (+).
C) ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
Kolaborasi :
6. Kolaborasikan dengan ahli gizi
untuk perencanaan diet guna
meningkatkan asupan makanan
yang kaya energy.
Rasional : untuk
pemenuhan nutrisi dalam
meningkatkan energy