Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

EFUSI PLEURA DEXTRA ET CAUSA TB PARU

PEMBIMBING:
dr. Arief Widya Taufik, Sp.BT(K)V

Disusun oleh
Ratri Puspitaningrum
11.2018.068

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


PERIODE 12 Agustus 2019 – 19 Oktober 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2

BAB I
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn.F
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Sunda
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Dasana Indah, Bojong Nangka Kelapa
Tanggal Periksa : 18 September 2019
Status Menikah : Belum menikah

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari Rabu tanggal 18
September 2019
Keluhan Utama : Sesak napas sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki (21 tahun) datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan sesak
napas sejak ± 2 minggu yang lalu. Sesak napas dirasakan pasien terus menerus, semakin hari
semakin memberat. Sesak napas dirasakan sepanjang hari, baik saat beraktifitas maupun saat
istirahat. Sesak sedikit berkurang dengan perubahan posisi yaitu jika pasien miring ke kanan.
Sesak tidak disertai bunyi mengi. Sesak tidak berkurang dengan penggunaan 3 bantal saat tidur.
Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk sejak ± 1 bulan yang lalu. Batuk tidak disertai
dahak dan tidak berdarah. Pasien juga mual dan terkadang sampai muntah sehingga susah
makan. Pasien mengeluh nafsu makan dan berat badan menurun. Pasien mengeluh badan terasa
lemah dan lemas. Terkadang pasien merasakan nyeri dada. Pasien juga mengalami demam yang
baru dirasakan 2 hari yang lalu. Keluhan keringat pada malam hari disangkal oleh pasien.
Keluhan nyeri kepala disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.

2
3

Pasien sebelumnya belum pernah pergi ke dokter atau mengkonsumsi obat apapun untuk
meredakan keluhan sesak yang dirasakannya. Sekitar 3 minggu yang lalu, pasien membeli obat
batuk di warung, kemudian batuk yang dirasakan sedikit berkurang, namun kemudian muncul
kembali.
Segera setelah tiba di IGD RSPAD Gatot Soebroto, pasien sudah mendapat terapi
oksigen dan infus. Kemudian, cairan di paru kanan pasien sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien
merasa sesaknya sudah berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Keluhan seperti ini tidak pernah dirasakan sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit jantung, hati,
hipertensi, DM, dan asma. Riwayat trauma dada juga disangkal. Tidak ada riwayat pengobatan
paru dengan OAT.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Tidak ada yang
mengalami batuk lama. Riwayat penyakit jantung, hati, hipertensi, DM, dan asma disangkal.
Riwayat alergi tidak ada di keluarga.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok, minum alkohol maupun narkoba. Pasien biasa mengendarai motor jika
pergi dan pulang bekerja pada malam hari, memakai helm dan masker. Teman kerja dan
tetangga pasien tidak ada yang mengalami batuk lama. Tempat tinggal pasien di perkampungan
yang padat penduduk, rumah memiliki ventilasi yang cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 102x/menit, irama teratur,isi cukup
Suhu : 36,8o C
Pernafasan : 24 x/menit, regular

3
4

Status Gizi : TB : 175 cm


BB : 63 kg
IMT : 20,58 kg/m2
Kepala : Normochepal, rambut tersebar merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : Ekspresi wajah simetris, tidak ada parese, tidak ada nyeri tekan sinus
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia +/+, nyeri tekan tragus dan anti tragus -/- , serumen +/+
minimal
Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak ada gigi karies
Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid
tidak teraba membesar, JVP 5-2cm𝐻2 𝑂
Thoraks :
Paru I : Bentuk dada normal, bintik kemerahan (-), luka (-), bekas luka (-),
benjolan (-), perubahan warna (-), memar (-), spider nevi (-), pelebaran
sela iga (-), kedua dinding dada simetris saat statis, dinding dada kanan
tertinggal saat dinamis.
P : Benjolan (-), nyeri tekan (-), perubahan suhu (-), vokal fremitus kanan
melemah dibanding kiri
P : Lapang paru kanan redup mulai ICS 4, lapang paru kiri sonor.
A : Vesikuler melemah pada paru kanan, ronkhi +/-, wheezing -/-
Jantung I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS 5 midclav sinistra
P : tidak ada pembesaran jantung
A : S1 S2 Normal reguler, murmur (-), galllop (-)

Abdomen I : Datar, luka (-), bekas luka (-), benjolan (-), perubahan warna (-), memar
(-), spider nevi (-).
P : Nyeri tekan (-), benjolan (-), Hepar dan lien tidak teraba membesar
P : Timpani, shifting dullness (-)
A : bising usus (+) normal
−/−
Ektremitas : akral hangat, edema −/− , clubbing finger (-)

4
5

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap


PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI NILAI NORMAL
Hemoglobin 14.5 13-18 g/dL
Hematokrit 43% 40- 52 %
Eritrosit 5,3 4.3- 6.0 juta/uL
Leukosit 7810 4.800- 10.800/uL
Trombosit 276000 150. 000-400.000/u
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 2 1-3%
Neutrofil 64 50-70%
Limfosit 22 20-40%
Monosit 12 2-8%
MCV 81 80- 96 fL
MCH 28 27-32 pg
MCHC 34 32-36 g/dL
RDW 11.40 11.5 – 14.5%

Foto Rontgen Thoraks

18 September 2019

5
6

Kesan :
- Efusi Pleura Dextra
- Infiltrate pada lapang atas kedua paru yang tervisualisasi optimal, suspek TB paru
- Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung

Resume
Pasien laki-laki (21 tahun) datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan sesak
napas sejak ± 2 minggu yang lalu yang dirasakan terus-menerus, semakin hari semakin
memberat, dan sedikit berkurang jika pasien miring ke kanan. Pasien juga mengeluh batuk-batuk
sejak ± 1 bulan yang lalu tanpa dahak dan darah. Nyeri dada (+), mual (+), muntah (+). Demam
(+) sejak 2 hari yang lalu. Pasien sudah mendapat terapi oksigen dan infus. Cairan di paru kanan
pasien sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien merasa sesaknya sudah berkurang. Dari
pemeriksaan fisik, didapatkan pasien compos mentis, tampak sakit sedang, TD 100/70 mmHg,
HR 102x/menit, RR 24x/menit, suhu afebris. Dari pemeriksaan fisik paru, didapatkan
pergerakan dada kanan tertinggal saat dinamis, vocal fremitus kanan melemah, redup pada paru
kanan mulai ICS 4, dan suara napas vesikuler melemah pada paru kanan. Status generalis lain
dalam batas normal. Hasil foto rontgen thorax menunjukkan kesan efusi pleura dextra dengan
TB paru.

Diagnosis Kerja
Efusi pleura dextra ec TB paru

Penatalaksanaan
- Pemberian oksigen menggunakan nasal canule 2 liter/menit
- Infus RL 500cc/8 jam
- Seftriakson 1x1 gr iv
- Dexametason 3x1
- Omeprazole 40 mg iv
- Ondancentron 1 ampul iv
- PCT
- Telah dilakukan pemasangan cystofic, keluar cairan kuning jernih sebanyak ±500
cc

6
7

Prognosis
• Quo ad vitam: dubia ad bonam

• Quo ad fungsional: dubia ad bonam

• Quo ad sanationam: dubia ad bonam

Follow Up

 19 September 2019
S : Batuk berkurang, dahak (-), sesak (-)
O : Ku/Kes : TSS / CM
TTV : TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/m, RR: 20 x/m, Suhu : 36 0C
Mata : CA -/-, SI -/-
Toraks :
Cor : BJ I – II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SD Vesikuler , Rh +/- Wh -/-, terdapat bagian redup di paru
Kanan bawah (-), suara napas normal
Abdomen : Datar, supel, BU  N, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A : Efusi Pleura dextra e.c TB paru
P:
- IVFD RL 20 Tpm
- Inj. Cefriaxon 1x1 gr
- Inj ranitidin 2x1
- Inj. Dexametason 2x1
- PCT
- Codipront

 23 September 2019
S : Tidak ada keluhan
O : Ku/Kes : TSS / CM
TTV : TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/m, RR: 18 x/m, Suhu : 36 0C
7
8

Mata : CA -/-, SI -/-


Toraks :
Cor : BJ I - II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SD Vesikuler , Rh -/- Wh -/-,
Abdomen : Datar, supel, BU  N, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A : Efusi pleura dextra e.c TB paru
P:
- IVFD RL 20 Tpm
- Inj. Cefriaxon 1x1 gr
- Inj ranitidin 2x1
- Inj. Dexametason 2x1
- Codipront
- PCT

24 September 2019

Kesan :
- Efusi pleura dextra
- Tb paru

8
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Efusi Pleura

3.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam rongga dada
yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral
menempel di paru, bronkus dan fisura mayor, sedangkan pleura parietal melekat di
dinding dada bagian dalam dan mediastinum. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh rongga
kedap udara yang berisi cairan lubrikan. Kedua lapisan pleura bersatu didaerah hilus dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus , arteri dan vena bronkialis, serabut
saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial,
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. 5

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan semitransparan. Luas


permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70
kg. Pleura parietal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan
dengan iga dan otot-otot intercostal, pleura diafragmatik, pleura servikal sepanjang 2-3
cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoideus,
dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.5

9
10

Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di
pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura
parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal
yang terbuka langsung menuju sistem limfatik.5
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan napas
akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan mempengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi.6
Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru,
saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum.
Jumlah cairan pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler di
pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Senyawa-
senyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura melalui
penyaliran limfatik ini. Seseorang dengan berat badan 60 kg akan memiliki nilai aliran
limfatik dari masing-masing sisi rongga pleura sebesar 20 mL/jam atau 500 mL/hari.6

3.1.2. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan di dalam rongga
pleura.6
3.1.3 Epidemiologi

Estimasi prevalensi efusi pleura ada;ah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara
industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya. Secara
umum, kejadian efusi pleura sama antara laki-laki dan perempuan. Namun, penyebab tertentu

10
11

memiliki kecenderungan seks.Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi pada
perempuan.Efusi pleura ganas berhubungan secara signifikan dengan keganasan payudara dan
ginekologi.Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi
pada wanita dibanding pria.1

3.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko6


 Gagal jantung kongestif
 Sirosis hati
 Sindrom nefrotik
 Dialisis peritoneum
 Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
 Perikarditis konstriktiva
 Keganasan
 Atelektasis paru
 Pneumotoraks.
 TB paru

3.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung dari keseimbangan antara cairan
dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe sekitar paru. Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat.6
Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang
oleh kuman piogenik akan terbentuk pus / nanah, sehingga terjadi empiema / piotoraks.
Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Efusi cairan yang berupa transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan
pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada :6
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

11
12

4. Menurunnya tekanan intrapleura

Penyebabnynya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh
berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah
menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.
Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium
tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti
parapneumonia, parasit, jamur, pneumonia atipik, keganasan paru, proses imunologik
seperti pleuritis lupus, pleuritis reumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti
pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.6

3.1.6 Klasifikasi 6
1. Transudat

– (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural
terganggu  ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik.

– Biasanya hal ini terdapat pada:

• Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

• Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal

• Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

• Menurunnya tekanan intra pleura

• Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

– Gagal jantung kiri (terbanyak) Sindrom nefrotik

– Obstruksi vena cava superior

– Asites pada sirosis hati

• Eksudat

– merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang


permeable abnormal dan berisi protein transudat  akibat inflamasi oleh produk
bakteri atautumor yang mengenai permukaan pleural.
12
13

– Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

– infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura,infark paru, karsinoma


bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis).

• Hidrotoraks dan pleuritis eksudativa terjadi karena infeksi

• Rongga pleura berisi darah  hemotoraks

• Rongga pleura berisi cairan limfe  kilotoraks

• Rongga pleura berisi pus/nanah  empiema/piotoraks

• Rongga pleura berisi udara  pneumotoraks

3.1.7 Manifestasi klinis 1,7


Gejala
 Sesak napas
 Batuk
 Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
Tanda
 Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
 Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

3.1.8. Diagnosis
Anamnesis1,7
 Sesak napas
 Batuk
 Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
Perlu ditanyakan faktor resiko dan gejala dari etiologi penyakit, seperti gejala-gejala pada :
 Gagal jantung kongestif
 Sirosis hati
 Sindrom nefrotik
 Dialisis peritoneum
 Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
 Perikarditis konstriktiva
 Keganasan
13
14

 Atelektasis paru
 Pneumotoraks.
 TB paru

Pemeriksaan fisik1,7
Pada pemeriksaan fisik paru, dapat didapatkan :
 Inspeksi : pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Ruang
interkostal menonjol (efusi pleura berat)
 Palpasi : fremitus vocal dan raba berkurang pada bagian yang terkena.
 Perkusi : perkusi meredup di atas efusi pleura
 Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura

Pemeriksaan Penunjang
Foto Thoraks (X-Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti
kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya
horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal
dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Terkadang sulit membedakan antara bayangan cairan
bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan
posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura juga
dapat tidak membentuk kurva karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat
pada daerah bawah paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini
dinamakan efusi subpulmonik. Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi
lobus paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi
parenkim lobus, dapat juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam foto
sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi jantung sehingga terlihat
sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi, gambaran seperti
bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor
paru. Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Disamping itu, gambaran foto dada dapat
juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar,
adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses
paru.6

14
15

15
16

Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum
abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc
pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum
diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intrapleura yang tinggi dapat
menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. 6
Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:
- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).
- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
- Emboli udara (jarang terjadi)
- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya
cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi
emboli udara. Untuk mencegah emboli ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga
udara tersebut dapat terperangkap diatrium kanan. 6

Berikut ini adalah aspek-aspek yang dinilai dalam menegakkan diagnosis cairan pleura:
Warna cairan . biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan ( serous-santokrom).
Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran
aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila
merah kecoklatan, ini menunjukkan adanya abses karena amuba.6
Biokimia. Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3
Kadar protein dalam efusi <0.5 >0.5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (I.U) <200 >200
Kadar LDH dalam efusi <0.6 >0.6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi <1.016 >1.016

16
17

Rivalta Negatif positif

Sitologi . pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk diagnostik penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel tertentu.
o Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut
o Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna
o Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat , ini menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit
o Sel mesotel maligna : pada mesotelioma
o Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid
o Sel L.E : pada lupus eritematosus sistemik
o Sel maligna : pada tumor paru / metastasis

Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung


mikroorganisme, apalagi bilacairannya purulen (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen
dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. 6
Biopsi pleura. Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50 – 75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila
ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan.
Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hematotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada. 6

gambar pleural effusion7

17
18

3.1.9 Tatalaksana
Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak yang
dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan mencegah
kekambuhan.8
a) Aspirasi cairan pleura
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik.Berikut ini cara melakukan torakosentesis :
 Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan dalam posisi tidur terlentang.
 Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
 Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.
 Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada
sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock
(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-
paru mengembang terlalu cepat.8

Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:


- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).
- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
- Emboli udara (jarang terjadi)
- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat.
Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke
vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara.Untuk mencegah emboli ini
terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi kiri
dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara
tersebut dapat terperangkap diatrium kanan.

18
19

Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD).Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak lebih dari
1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara
mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-tiba dapat
menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan
hipotensi.9
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat namun aman dan
sempurna. Pemasangan WSD dapat dilakukan sebagai berikut:
 Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya diruang sela iga 7, 8
atau 9 linea aksilaris media atauruang sela iga 2 atau 3 linea
medioklavikularis
 Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis
 Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang
 Jaringan subkutis dibebaskan dengan klem sampai menemukan pleura
parietalis
 Selang dan trokar dimasukkan kedalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik
 Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks
 Setelah posisi benar, selang dijepit dengan klem dan luka kulit dijahit
dengan serta dibebat dengan kassa dan plester
 Selang dihubungkan dengan dengan botol penampung cairan pleura
 Ujung selang sebaiknya diletakkan dibawah permukaan air sedalam
sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk kedalam rongga
pleura

WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah mengembang.Untuk
memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto toraks.Selang toraks dapat dicabut
jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah mengembang, ditandai

19
20

dengan terdengarnya kembali suara napas dan terlihat pengembangan paru pada foto
toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi maksimum.9
Indikasi pemasangan WSD:
- Hemotoraks, efusi pleura
- Pneumotoraks > 25 %
- Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
- Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontraindikasi pemasangan WSD:


- Infeksi pada tempat pemasangan
- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

b) Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga
pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.Pleurodesis merupakan penanganan
terpilih pada efusi keganasan.Bahan kimia yang lazim digunakan adalah sitostatika
seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adriamisin dan
doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika
(misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak
perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis
obliteratif yang menghilangkan rongga pleura sehingga mencegah penimbunan kembali
cairan didalam rongga tersebut. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan adalah
tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan
mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan kedalam 3050 ml larutan garam faal,
kemudian dimasukkan kedalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan
larutan garam faal, kemudian ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml untuk
membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan
oleh obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan 11.5 jam sebelum pemberian tetrasiklin
juga berguna juga untuk mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama
sekitar 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata
diseluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24-48 jam cairan tidak keluar lagi,
selang toraks dapat dicabut.10

20
21

c) Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi
pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan
pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi
duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium, kedua pembedahan ini terutama
dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada kelenjar
limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah dilakukan
pleurodesis.10

3.1.10 Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi tergantung pada penyakit yang mendasari.Morbiditas dan
mortalitas pada pasien efusi pleura berhubungan langsung dengan etiologi, stadium penyakit,
dan hasil pemeriksaan biokimia cairan pleura.Pasien dengan efusi pleura maligna biasanya
memiliki prognosis yang buruk.10

21
22

BAB III
ANALISIS KASUS

Kasus Pasien :

Pasien laki-laki (21 tahun) datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan sesak
napas sejak ± 2 minggu yang lalu yang dirasakan terus-menerus, semakin hari semakin
memberat, dan sedikit berkurang jika pasien miring ke kanan. Pasien juga mengeluh batuk-batuk
sejak ± 1 bulan yang lalu tanpa dahak dan darah. Nyeri dada (+), mual (+), muntah (+). Demam
(+) sejak 2 hari yang lalu. Pasien sudah mendapat terapi oksigen dan infus. Cairan di paru kanan
pasien sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien merasa sesaknya sudah berkurang. Dari
pemeriksaan fisik, didapatkan pasien compos mentis, tampak sakit sedang, TD 100/70 mmHg,
HR 102x/menit, RR 24x/menit, suhu afebris. Dari pemeriksaan fisik paru, didapatkan
pergerakan dada kanan tertinggal saat dinamis, vocal fremitus kanan melemah, redup pada paru
kanan mulai ICS 4, dan suara napas vesikuler melemah pada paru kanan. Status generalis lain
dalam batas normal. Hasil foto rontgen thorax menunjukkan kesan efusi pleura dextra dengan
TB paru kasus baru

Pembahasan :

Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di


indonesia. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu penyakit, sebab itu hendaknya
dicari penyebabnya. Tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura yang bukan karena
tuberkulosis dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura karena
tuberkulosis. Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara
efusi pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak bisa dibedakan, sebab itu
pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat
dibuktikan melalui pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat
dan transudat dan akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis
sudah ditegakkan maka pengelolaannya menjadi tidak masalah, efusi ditangani seperti
efusi pada umumnya, sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada
umumnya.

22
23

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai
akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan
permeabilita membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan
neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan
disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di
pleura viseralis yang bertekanan rendah. Disamping sirkulasi dalam pembuluh darah,
pembuluh limfe pada lapisn subepitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai
peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang
berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umunya ialah kenaikan tekanan
hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan
kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma
di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala
demam, berat badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas dalam,
sehingga pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan
pada hemitoraks yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu
permulaan pleuritis, disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk pada umumnya nonproduktif dan
ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.

23
24

BAB IV
KESIMPULAN

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai akibat
transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilita
membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan neoplasma. Pada
keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan
kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis
terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala demam, berat
badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas dalam, sehingga pernapasan
penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemitoraks yang sakit
menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis, disebabkan karena nyeri
dadanya dan apabila jumlah cairan meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk pada
umumnya nonproduktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di
parunya.
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura pada
umumnya, yaitu dengan melakukan torakosintesis agar keluhan sesak penderita menjadi
berkurang, terutama untuk efusi plaura yang berisi penuh. Sedangkan tuberkulosisnya diterapi
dengan OAT seperti tuberkulosis paru, dengan syarat terus menerus, waktu lama dan kombinasi
obat.

24
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, SA. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC;2005.)
2. Ahmad, Zen. 2002. Tuberkulosis Paru. Dalam : Hadi H, Rasyid A, Ahmad Z, Anwar J.
Naskah Lengkap Workshop Pulmonology Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Penyakit
Dalam, Sumbagsel. Lembaga Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI, hlm: 95-119.
3. Herryanto, dkk. 2004. Riwayat Pengobatan Penderita TB Paru Meninggal di Kabupaten
Bandung. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1. hlm:1-6.
4. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura. Tennessee :
Lippincott Williams & Wilkins, 2007
5. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.2, Physiology of the Pleural Space.
Tennessee : Lippincott Williams & Wilkins, 2007
6. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2009
7. Carolyn J. Hildreth,et.al. Pleural Effusion. The Journal of the American Medical
Association. JAMA, January 21, 2009—Vol 301, No. 3
8. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2009
9. Kasper, Braunwald, Et Al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine Vol II. 16th Ed.
2005. Mcgraw-Hill: New York
10. Steven A. Sahn. The Pathophysiology of Pleural Effusions. Department of
Medicine,Division of Pulmonary and Critical Care Medicine, Medical University of
South Carolina, Charleston, South Carolina 29425

25

Anda mungkin juga menyukai