Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN


KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VII MTS
NEGERI 2 KOTA PADANGSIDIMPUAN

PROPOSAL

Oleh:

Intan Parwati Pane


NIM 18205016

KONSENTRASI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Matematika
2. Kemampuan Awal Siswa
3. Pendekatan Learning Cycle “5e”
4. Pemahaman Konsep
5. Kemampuan Koneksi Matematis
6. Pembelajaran Konvensional
B. Kajian Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
B. Desain Penelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Variabel dan Data
E. Defenisi Operasional
F. Pengembangan Instrumen
G. Prosedur Penelitian
H. Teknik Pengumpulan Data
I. Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Selain itu,
pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan maju atau tidaknya seseorang.
Oleh karena itu, setiap orang harus senantiasa meningkatkan kualitas pendidikannya.
Peningkatan kualitas pendidikan erat kaitannya dengan kualitas pembelajaran. Jadi,
keberhasilan proses pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan termasuk di
dalamnya adalah proses pembelajaran matematika.
Sumarmo (2012), yang menyatakan pembelajaran matematika diarahkan untuk
mengembangkan “(1) kemampuan berpikir matematis, meliputi: Pemahaman, pemecahan
masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematis; (2) kemampuan berpikir kritis,
serta sikap yang terbuka dan obyektif, serta (3) disposisi matematis atau kebiasaan, dan
sikap belajar yang berkualitas tinggi. Hal ini sesuai dengan National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM) (2000) yaitu ada beberapa kemampuan-kemampuan standar yang
harus dicapai dalam pembelajaran matematika meliputi: (1) komunikasi matematis
(mathematical communication); (2) penalaran matematis (mathematical reasoning); (3)
pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (4) koneksi matematis
(mathematical connection); dan (5) representasi matematis (mathematical representation).
Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa kemampuan yang harus dikembangkan dalam
pembelajaran diantaranya kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa.
Matematika tersusun secara sederhana dan sistematis, baik dari segi proses maupun
bahasanya. Siswa yang dapat mengkomunikasikan ide atau gagasan matematisnya dengan
baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep yang dipelajari
dan mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep tersebut. Hal ini
disebabkan karena kemampuan pemahaman konsep merupakan dasar untuk mencapai
kemampuan matematika yang lebih tinggi, seperti penalaran, pemecahan masalah dan
komunikasi.
Pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika mengharuskan siswa tidak sekedar
mengenal dan mengetahui, tetapi mampu mengungkapkan kembali konsep yang telah
dipelajari dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti serta mampu mengaplikasikannya.
Dengan demikian pembelajaran matematika tidak hanya untuk memberikan pengetahuan
kepada siswa, akan tetapi untuk membantu siswa memahami konsep matematika dengan
benar.
Permasalahan koneksi matematis tidak kalah penting. Sumarmo (2012)
mengungkapkan, dalam berpikir dan belajar matematika siswa dituntut untuk
memahami koneksi antara ide-ide matematik, antara matematika dengan bidang
studi lainnya. Pengertian ini tidak bisa terpisah-pisah, harus saling berkaitan.
Beberapa peneliti menemukan rendahnya kemampuan pemahaman matematis dan
kemampuan koneksi matematis siswa. Priatna (dalam Sujatmikowati: 2010) menemukan
bahwa kualitas kemampuan pemahaman matematis berupa pemahaman instrumental dan
relasional masih rendah. Untuk kemampuan koneksi, Gordah (2009) menemukan bahwa
kelemahan yang paling banyak ditemui pada hasil jawaban siswa dalam kemampuan
koneksi matematis adalah siswa tidak dapat menjawab hubungan atau konsep matematika
yang digunakan.
Masalah tersebut terjadi pula di MTS N 2 Padangsidimpuan dalam kegiatan
pembelajaran masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengaitkan antara
konsep matematika satu dengan yang lain, dikarenakan pemahaman konsep serta
kemampuan koneksi yang masih rendah.Akibatnya ketika diberikan tes untuk mengukur
kemampuan kognitif masih ada sejumlah anak yang belum tuntas, jika dilihat dari Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan.
Keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah harus ditunjang oleh berbagai
aspek, tidak terkecuali oleh peran guru yang harus bisa menciptakan iklim kelas yang
kondusif untuk terciptanya proses pembelajaran yang baik. Kemudian model, metode, teknik
dan pendekatan pembelajaran yang digunakan pun harus sesuai dengan materi yang sedang
diajarkan.
Berdasarkan fenomena di atas kemudian muncul pertanyaan, pembelajaran seperti
apa yang dapat mengembangkan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi
matematis. Salah satu bentuk pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa
sehingga mencerminkan keterlibatan siswa secara aktif dan membuat pembelajaran
matematika menjadi lebih bermakna dan menyenangkan. Oleh karena itu, peneliti tertarik
menggunakan salah satu model pembelajaran untuk dijadikan sebagai bahan penelitian yaitu
model pembelajaran learning cycle 5E. Model pembelajaran learning cycle 5E, menurut
Lorsbach (2002), learning cycle adalah sebuah model pembelajaran dalam ilmu pendidikan
yang konsisten dengan teori-teori kontemporer tentang bagaimana individu belajar. Learning
Cycle (siklus belajar) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar
(student centered). Penelitian ini dilakukan dengan rumusan masalah, apakah terdapat
perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan koneksi matematis siswa antara yang
mendapat model pembelajaran learning cycle dan siswa yang mendapat model
pembelajaran konvensional.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan
berikut ini:
1. Siswa cenderung menerima informasi dari guru
2. Siswa cenderung untuk menghafal materi yang dipelajari
3. Guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkontruksi sendiri ide-ide
mereka dalam menemukan konsep
4. Siswa kurang bisa menghubungkan keterkaitan antara konsep-konsep matematika
dengan matematika itu sendiri dan keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-
hari
5. Pemahaman konsep dan kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah, hal ini
terlihat dari hasil tes pemahaman konsep dan kemampuan koneksi
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini lebih terarah dan terkontrol,
masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pemahaman konsep dan kemampuan koneksi
matematis melalui model pembelajaran Learning Cycle dengan memperhatikan kemampuan
awal siswa yaitu kemampuan awal tinggi dan rendah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar secara konvenaional?
2. Apakah pemahaman konsep matematis siwa yang berkemampuan awal tinggi yang
diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar
dengan model pembelajaran konvensional ?
3. Apakah pemahaman konsep matematis siwa yang berkemampuan awal remdah yang
diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar
dengan model pembelajaran konvensional ?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal dalam
mempengaruhi pemahaman konsep matematis siswa?
5. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional?
6. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang berkemampuan awal tinggi yang di
ajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar
dengan model pembelajaran konvensional ?
7. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang berkemampuan awal rendah yang
diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang
diajardengan model pembelajaran konvensional?
8. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal dalam
mempengaruhi koneksi matematis siswa ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar secara konvensional
2. Untuk mendeskripsikan pemahaman konsep matematis siswa yang berkemampuan awal
tinggi yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang
diajar dengan model pembelajaran konvensional
3. Untuk mendeskripsikan pemahaman konsep matematis siswa yang berkemampuan awal
rendah yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada
yang diajar dengan model pembelajaran konvensional
4. Untuk mendeskripsikan interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
dalam mempengaruhi pemahaman konsep matematis siswa.
5. Untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matemati siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional.
6. Untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa yang berkemampuan
awal tinggi yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada
yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
7. Untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa yang berkemampuan
awal rendah yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik
daripada yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
8. Untuk mendeskripsikan interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan koneksi
matematis siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi peneliti dalam memperbaiki pembelajaran
matematika.
2. Sebagai salah satu masukan model pembelajaran matematika bagi guru untuk
meningkatkan kemampuan mengajar guru dan belajar siswa
3. Sebagai salahsatu alternative bagi guru untuk mengembangkan kemampuan matematika
terutama pemahaman konsepdan kemampuan koneksi matematis siswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal matematika merupakan kemampuan yang dapat menjadi dasar
untuk menerima pengetahuan baru. Ausubel (dalam Depdiknas: 2006) menyatakan
bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan bermakna
tidaknya suatu proses pembelajaran. Itulah sebabnya para guru harus mengecek,
memperbaiki dan menyempurnakan pengetahuan para siswa sebelum membahas materi
baru.
Kemampuan awal juga membantu guru dalam mempersiapkan pembelajaran,
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Rusman (2012:158)
menyatakan bahwa pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
2. Model Pembelajaran Learning Cycle “5E”
Salah satu pembelajaran yang menerapkan model konstruktivismeadalah model
pembelajaran Learning Cycle (siklus belajar). Model Learning Cycle pertama
kalidiperkenalkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study
(SCIS). Siklus belajar merupakan suatu pengorganisasian yang memberikan kemudahan
untuk penguasaan konsep-konsep baru dan untuk menata ulang pengetahuan
mahasiswa, (Santoso, 2005:34).
Pada awalnya model Learning Cycle terdiri atas tiga tahap: eksplorasi
(exproration), pengenalan konsep (concept introduction) dan penerapan konsep
(concept application). Pada proses selanjutnya tiga tahap tersebut megalami
pengembangan. Menurut Lorsbach (dalam Wena, 2009:171),tiga tahap siklus
dikembangkan menjadi lima tahap: pembangkitan minat (engagement), eksplorasi
(exploration), penjelasan (explanation), elaborasi (elaboration/extention), dan evaluasi
(evaluation).
Adapun fase-fase yang terdapat pada model pembelajaran Learning Cycle menurut
Made Wena (2009) adalah sebagai berikut:
1) Fase Pembangkitan Minat (Engagement)
Fase ini bertujuan untuk mempersiapkan diri siswa agar terkondisi dalam
menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-
ide mereka, minat dan keingintahuan siswa tentang topic yang akan diajarkan
berusaha dibangkitkan (Fajaroh dan Dasna, 2008).
2) Fase Eksplorasi (Eksploration)
Pada tahap eksplorasidibentuk kelompok-kelompok kecil antara 2-4 orang
siswa, kemudian diberi kesempatanuntukbekerja sama dlam kelompokkeciltanpa
pembelajaranlangsung dari guru. padatahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan
motivator (Wena, 2009:171).
Fase eksplorasi menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menggunakan
pengetahuan awalnya dalam mengobservasi, memahami, serta
mengkomunikasikannya pada orang lain berdasarkan konsep-konsep yang telah
mereka ketahui. Fase eksplorasi bertujuan untuk melibatkan siswa secara aktif
dalam suatu aktivitas yang dapat menumbuhkan ras ingin tahu dan motivasi belajar
(Dahar, 1989:198).
3) Fase Penjelasan (Explanation)
Pada fase penjelasan, siswa mendapat penjelasan tentang konsep
yangditemukan dan memperoleh informasi yang berhubungan dengan konsep yang
dipelajari dengan kehidupan sehari-hari (Adnyana, 2011:3). Tahap penjelasan akan
mendorong tercapainya beberapa indikator kemampuan pemahaman konsep dan
koneksi matematis siswa diantaranya adalah menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematis, menggunakan dan memanfaatkan serta memilih
prosedur atau operasi tertentu, dan menuliskan masalah kehidupan sehari-hari ke
dalam bentuk model matematika.
4) Fase perluasan (Elaboration)
Pada tahap elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah
dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Dengan demikian siswa
akan menerapkan konsep yang baru dipelajarinya dalam situasi baru (Wena,
2009:172). Siswa mengerjakan soalyang diberikan oleh guru secara individu. Soal
yang diberikan merupakan soal pemahaman konsep dan soal koneksi matematika
dimama siswa mengaitkannya dnegan konsep yang telah diketahui sebelumnya,
sehingga siswa tetap ingat akan konsep yang diterimanya dalam menyelesaikan
masalah.
5) Fase Evaluasi (Evaluation)
Pada fase evaluasi, guru mendorong siswa melakukan evaluasi diri, memahami
kekurangan/kelebihannya dalam kegiatan pembelajaran. Dengan melakukan
evaluasi diri,siswa dapat mengambil kesimpulan lanjut atas situasi belajar yang
dilakukannya (Wena, 2009:175). Pada fase ini, dilakukan pengoreksian bersama
terhadap hasil pekerjaan siswa yang telah dikerjakan siswa pada fase elaborasi.
Guru bersama siswa juga melakukan pengambilan kesimpulan untuk kompetensi
yang telah dipelajari.
Model pembelajaran Learning Cycle didasari pada pegalaman belajar yang dimiliki
siswa. Jean Piaget menyatakan bahwa dalam proses belajar, anak akan membangun
sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalamannya (Suparno,
1997). Learning Cycle melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara
aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan
lingkungan fisik maupun sosial.
3. Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman konsep merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran
matematika, karena dengan memahamisuatu konsep, siswa dapat memahami
kemampuan matematis lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2011:89)
menyatakan bahwa “Konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan
terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami
oleh subjek didik”. Dalam proses pembelajaran, pemahaman konsep siswa tidak hanya
dituntut hafal tentang konsep yang diberikan tetapi siswa diharapkan dapat
menggunakan konsep tersebut dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
ada.
Herman (1998:153) menyatakan ”pembelajaran matematika itu memerlukan
pemahaman konsep”. Konsep-konsep itu akan melahirkan teorema atau rumus. Agar
konsep-konsep dan teorema-teorema itu dapat diaplikasikan ke situasi yang lain, perlu
adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep tersebut.
Menurut Depdiknas dalam Wardhani (2008:10) indikator memahami konsep
matematika adalah, siswa mampu:
1. Menyatakan ulang sebuah konsep
2. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.
3. Member contoh dan bukan contoh dari suatu konsep
4. Menyajikan konsep dalamberbagi bentuk representasi matematis
5. Mengembangkan syarat perlu atau syaratcukup darisuatu konsep
6. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilihprosedur atauoperasi tertentu
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

Dalam penelitian ini, indikator pemahaman konsep yang digunakan untuk


mengetahui pemahaman konsep siswa yaitu indikator: 1. menyatakan ulang sebuah
konsep; 2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifa-sifat tertentu sesuai dengan
konsepnya); 3. Menggunakan prosedur atau operasi tertentu; 4. Menyajikan konsep
dalam berbagai bentuk representasi matematis.
4. Kemampuan Koneksi Matematis
Koneksi matematika (mathematical connection) merupakan salah satu dari lima
kemampuan standar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika ditetapkan
dalam NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) (200:29) yaitu
kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning),
kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection),
dan kemampuan representasi (representation).
Kemampuan koneksi mtematik adalah kemampuan seseorang dalam
memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika,yang meliputi: koneksi
antar topic matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan koneksi dengan
kehidupan sehari-hari (Kusuma, 2008).
Menurut NCTM (2000:64), indikator untuk kemampuan koneksi matematika yaitu:
1. Mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasandalam
matematika
2. Memahami berbagai gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan
mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhankoheren
3. Mengenali dan menerapkan matematika dalam konteks-konteksdi luar matematika
Siswa dikatakan memiliki kemampuan koneksi matematisyang baik jika siswa
sudah menunjukkan ketercapaian indikator kemampuan koneksi matematis. Adapun
indikator-indikator kemampuan koneksi matematis yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah mengenal hubungan antara ide-ide matematika, memahami
bagaimana ide-ide matematis saling berhubungan dan menggunakan hubungan antara
ide-ide matematika.
5. Pembelajaran Konvensional
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konvensional artinya “pemufakatan atau
kelaziman atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan. Menurut Nasution (2008:209)
pembelajaran konvensional memiliki cirri-ciri sebagaiberikut:
a. Bahan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat diukur.
b. Bahan pembelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan
tanpa memperhatikan siswa secaraindividual
c. Bahan pembelajaranumum disajikan dalam bentukceramah, kuliah, tugas
tertulisdan media lain menurut pertimbangan guru.
d. Berorientasi pada kegiatan gurudan mengutamakan kegiatan mengajar.
e. Siswa kebanyakan bersikap pasif mendengar uraian.
f. Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru.
g. Penguatan umumnya sebagai penyebar dan penyalur informasi utama.
h. Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang
dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan itulah nilai rapor yang
diisikan.
Jadi, Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sering dilakukan oleh guru
dan dilakukan secara klasikal dengan metode ceramah dan pemberian tugas secara
individu.
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas atau
latihan serta pekerjaan rumah, dimana pembelajaran ini berorientasi pada guru.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Loria Wahyuni (2010) dengan judul “Penggunaan Model Learning Cycle dalam
Pembelajaran MatematikaSiswa Kelas VII SMP N 9” menyimpulkan bahwa hasil belajar
siswa dengan menggunakan model ini lebih baik daripada hasil belajar dengan model
konvensional. Pada penelitian ini yang dilihat adalah haisl belajar siswa secara keseluruhan
pada materi lingkaran. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan sekarang hasil belajar
ditinjau dari kemampuan matematis siswa yaitu pemahaman konsep dan kemampuan
koneksi matematis yang dipengaruhi oleh kemampuan awal siswa pada materi Relasi dan
Fungsi.
Eka Winda (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Learning Cycle
terhadap Capaian Kompetensi Dasar Kimia 3.1dan 3.2 siswa kelas XI IPA MA UMMATAN
WASATHAN-Pekanbaru”. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa capaian kompetensi
kimia siswa yang mengikuti model pembelajaran Learning Cycle lebih tinggi dibandigkan
dengan hasil belajar kimia siswa yang mengikuti mode pembelajaran konvensional.
Ending Susilowati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan
Pembelajaran Siklus Belajar Learning Cycle Diintervensi peta Konsep Bermedia Komputer
pada Mata Kuliah Kimia Fisika 1”. Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1) model
pembelajaran siklus belajar Learning Cycle yang diintervensi peta konsep bermedia
computer dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep Kimia
Fisika1. 2) tingkat ketuntasan meningkat 70,24%. 3) model pembelajaran siklus belajar
Learning Cycle yang diintervensi pada konsep mampu meningkatkan peran serta mahasiswa
dalam perkuliahan Kimia Fisika 1.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu, peneliti tertarik meneliti
lebih lanjut untuk mengetahui apakah model pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman
konsep dan kemampuan koneksi matematis siswa.

C. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran Learning Cycle merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa
secara aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran Learning Cycle dalam
penelitian iniditerapkan dalam bentuk kelompok, sehingga siswa berkemampuan tinggi bisa
membatu teman-teman dalam kelompoknya dalam memahami konsep dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Siswa dilatih untuk berpikir sendiriterlebih dahulu sehingga mereka
akan terbiasa memecahkan masalah sehingga pemahaman konsep siswa akan lebih mantap.
Proses pembelajaran Learning Cycle dilaksanakan bukan hanya sekedar siswa memahami
materi yang diberikan tetapi siswa juga dituntut untuk mengkoneksikan ide-ide matematik
pada konsep yang telah dipelajari.
Keterkaitan model pembelajaran dengan pemahaman konsep matematis dan
kemampuan koneksi matematissiswa dapat diketahui dari hubungan antara indikator
pemahaman konsepdan kemampuan koneksi matematik dengan tahap-tahap model
pembelajaran Learning Cycle. Pemahaman konsep dan kemampuan koneksi matematis
siswa akan meningkat pada tahap eksplorasi, penjelasan dan elaborasi. Pada tahap eksplorasi
siswa membuat prediksi baru, mencoba alternative baru, mencatat pengamatan, serta
mengembangkan ide-ide baru, menunjukkan bukti dan mencoba member penjelasan
terhadap konsep yang ditemukan, kemudian melakukan pembuktian terhadap konsep yang
diajukan dengan menggunakan kalimat mereka sendiri. Pada tahap ini siswa menemukan
istilah-istilah dari konsep yang dipelajari. Hal ini akan mendorong tercapainya indikator
pemahaman konsep matematis, khususnya kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi dan menggunakan serta memilih prosedur atau operasi tertentu.
Pada tahap penjelasan, kegiatan siswa adalah mencoba member penjelasan terhadap
konsep yang ditemukan, menggunakan pengamatan dan catatan dalam member penjelasan,
serta melakukan pembuktian terhadap konsep yang diajukan dengan cara diskusi. Guru
mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri. Hal ini akan
mendorong tercapainya indikator koneksi matematis, khususnya kemampuan menuliskan
konsep yang mendasari jawaban.
Pada tahap elaborasi, kegiatan siswa adalah menerapkan konsep dan keterampilan
dalam situasi baru dan menggunakan label dan definisi formal, bertanya, mengusulkan
pemecahan, membuat keputusan, melakukan percobaan dna pengamatan. Guru ,engingatkan
siswa pada penjelasan alternative, mendorong dan memfasilitasi siswa mengaplikasikan
konsep/keterampilan dalam situasi yang baru. Hal ini akan mendorong tercapainya indikator
pemahaman konsep khususnya mengaplikasikan konsep pada pemecahan masalah. Dengan
demikian, melalui tahap elaborasi dapat membuat siswa aktif mengkomunikasikan ide
matematika baik secara lisan maupun tulisan.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pemahaman konsep matematis siswa menggunakan model pembelajaran Learning
Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan model pembelajaran konvensional
2. Pemahaman konsep matematis siswa yang berkemampuan awal tinggi yang diajar
dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan
model pembelajaran konvensional
3. Pemahaman konsep matematis siswa yang berkemampuan awal rendah yang diajar
dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan
model pembelajaran konvensional
4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal dalam
mempengaruhi pemahaman konsep matematis siswa.
5. Kemampuan koneksi matemati siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning
Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
6. Kemampuan koneksi matematis siswa yang berkemampuan awal tinggi yang diajar
dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan
model pembelajaran konvensional.
7. Kemampuan koneksi matematis siswa yang berkemampuan awal rendah yang diajar
dengan model pembelajaran Learning Cycle lebih baik daripada yang diajar dengan
model pembelajaran konvensional.
8. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal dalam
mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen). Penelitian
ini melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang akan memperoleh perlakuan
dengan pendekatan Reciprocal Teaching, sedangkan kelas control menggunakan
pembelajaran konvensional. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu
pendekatan Reciprocal Teaching, variabel terikat yaitu pemahaman konsep dan pemecahan
masalah , dan variabel moderator yaitu kemampuan awal siswa.
B. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Group Only Design
yang digambarkan sebagai berikut:
Tabel: Rancangan penelitian
Kelas Treatment Test
Eksperimen X T
kontrol 0 T
Sumber: Sugiyono (2009, Hal 76)
Berdasarkan rancangan yang digunakan, maka hubungan antar variabel dalam penelitian
ini adalah:
Tabel: Rancangan Penelitian
pembelajaran Model Pembelajaran (X)
Pendekatan Learning Cycle (X1) Pembelajaran Konvensional (X2)
Pemahaman Kemampuan Pemahaman Kemampuan
kemampuan Konsep Koneksi Konsep Pemecahan
Awal (Y) (X11) Matematis (X21) Masalah
(X12) (B22)
Tinggi (Y1) Y1X11 Y1X12 Y1X21 Y1X22
Rendah (Y2) Y2X11 Y2X12 Y2X21 Y2X22

Keterangan :
Y1X11 : Pemahaman konsep siswa berkemampuan awal tinggi yang mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan Learning Cycle.
Y2X11 : Pemahaman konsep siswa berkemampuan awal rendah yang mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan Learning Cycle.
Y1X12 : Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan awal tinggi yang
mengikuti pembelajaran dengan pendekatan Learning Cycle.
Y2X12 : Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan awal rendah yang
mengikuti pembelajaran dengan pendekatan Learning Cycle.
Y1X21 : Pemahaman konsep siswa berkemampuan awal tinggi yang mengikuti
pembelajaran konvensional.
Y2X21 : Pemahaman konsep siswa berkemampuan awal rendah yang mengikuti
pembelajaran konvensional
Y1X22 : Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan awal tinggi yang
mengikuti pembelajaran konvensional
Y2X22 : Kemampuan koneksi matematis siswa berkemampuan awal rendah yang
mengikuti pembelajaran konvensional.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu ditetapkan populasi penelitian.
Menurut Arikunto (2006:130) populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTS N 2
Padangsidimpuan yang terdaftar pada tahun 2018/2019, yang terdiri dari lima kelas.
2. Sampel
Sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah dua kelas yaitu kelas
eksperimen yang diajar dengan menggunakan pendekatan Learning Cycle dan kelas
control ynag diajar dengan pembelajaran konvensional. Sebelum menentukan kelas
sampel maka diuji kesamaan rata-rata data nilai tes matematika siwa kelas VII MTS N 2
Padangsidimpuan Tahun Pelajaran 2018/2019, kemudian dianalisis menggunakan uji
ANAVA satu arah. Sebelum melakukan uji ANAVA satu arah, terlebih dahulu
diperiksa persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas variansi.
D. Defenisi Operasional
Untuk menggambarkan ruang lingkup yang menjadi batasan penelitian, maka
dikemukakan defenisi operasional sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Learning Cycle
Model Pembelajaran Learning Cycle adalah salah satu model pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivis. Pada penelitian ini proses/ tahap model Learning Cycle terdiri
dari lima tahap yaitu: pembangkitan minat (engagement), eksplorasi (explorasi),
penjelasan (explanation), elaborasi (elaboration) dan evaluasi (evaluation).
2. Pemahaman konsep
Pemahaman konsep adalah proses individu menguasai dengan cara menerima dan
memahami informasi yang diperoleh dari pembelajaran yang dilihat melalui
kemampuan bersikap, berpikir dan bertindak yang ditunjukkan oleh siswa dalam
memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi matematika
dan kemampuan dalam memilih serta menggunakan prosedur secara efisien dan tepat.
3. Kemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan dalam menghubungkan konsep
matematika, baik antara konsep matematika itu sendiri maupun dengan bidang lainnya
(dengan mata pelajaran lain dan dengan kehidupan nyata).
4. Kemampuan Awal
Kemampuan awal adalah kemampuan prasyarat awal atau kemampuan dasar siswa yang
menjadi suatu gambaran kesiapan siswa yang dijadikan sebagai bekal siswa dalam
menerima materi pembelajaran matematika yang lebih tinggi konsepnya
E. Prosedur Penelitian
Ada tiga tahap yang dilalui dalam penelitian ini yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap akhir. Pertama, persiapan yang dilakukan adalah menentukan jadwal
penelitian, menyiapkan perangkat pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum yang
berlaku, mempersiapkan kisi-kisi soal uji coba tes pemaham konsep dan kemampuan
koneksi matematis dan menyusun pembentukan kelompok. Kedua, pada tahap pelaksanaan
dilaksanakan pembelajaran pada kedua kelas sampel yang dilakukan menggunakan model
pembelajaran yang berbeda. Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran learning
cycle sedangkan kelas kontrol diterapkan model pembelajaran konvensional. Ketiga, pada
tahap penyelesaian yang dilakukan adalah memberikan tes akhir terhadap kelas sampel
untuk melihat pemahaman konsep dan kemampuan koneksi matematis siswa, menganalisis
data yang diperoleh, menyimpulkan hasil analisis data dan menyusun laporan penelitian.
F. Pengembangan Instrumen
Penelitian ini menggunakan beberapa instrument untuk mengumpulkan data yaitu tes
kemampuan pemahaman konsep dan
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaan penelitian, untuk memperoleh data maka dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Memberikan tes kemampuan awal kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Sebelum soal diberikan kepada siswa, maka terlebih dahulu soal divalidasi oleh
validator dan diuji cobakan.
2. Memberikan tes akhir pada kimen dan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum
soal ini diberikan kepada siswa, terlebih dahulu soal diuji cobakan pada kelas yang
sama karakteristiknya dengan sampel penelitian.

H. Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dilakukan. Sebelum data
dianalisis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas terhadap data tes pemahaman konsep dan kemampuan koneksi di kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Analisis data dibantu dengan SPSS 16 For Windows. Secara
manual langkah-langkah sebagai berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data sampel berdistribusi normal
atau tidak. Uji normalitas yang dapat digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov dengan
hipotesis statistiknya adalah sebagai bariut:
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan bantuan software SPSS.
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika nilai sig. > taraf nyata (0,05) dan tolak H0
Jika nilai Sig. < taraf nyata (0,05)
2. Uji Homegenitas
Uji homogenitas variansi digunakan untuk melihat apakah kedua kelompok sampel
mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan
uji Levene dengan hipotesis sebagai berikut.
𝐻0 ∶ 𝜎12 = 𝜎22
𝐻1 ∶ 𝜎12 ≠ 𝜎22
Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan bantuan software SPSS.
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika nilai Sig. > taraf nyata (0,05) dan
sebaliknya tolak H0 jika nilai Sig. < taraf nyata (0,05)
3. Uji Hipotesis
uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pemahaman
konsep dan kemampuan koneksi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pengujian analisis data pada penelitian dilakukan pada taraf nyata 0,05. Adapun
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Hipotesis Pertama :
𝐻0 ∶ 𝜇𝑋11 𝑋1 = 𝜇𝑋21 𝑋2

𝐻1 ∶ 𝜇𝑋11 𝑋 > 𝜇𝑋21 𝑋2

𝑋11 𝑋1 : pemahaman konsep matematis siswa menggunakan model pembelajaran


Learning Cycle
𝑋21 𝑋2 : pemahaman konsep matematis siswa menggunakan pembelajaran
konvensional

Hipotesis kedua :
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌1 𝑋11 = 𝜇𝑌1 𝑋21
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌1 𝑋11 > 𝜇𝑌1 𝑋21
𝜇𝑌1 𝑋11 : pemahaman konsep matematis siwa berkemampuan awal tinggi
menggunakan model pembelajaran Learningm Cycle
𝑌1 𝑋21 : pemahaman konsep matematis siswa berkemampuan awal tinggi
menggunakan pembelajaran konvensional

Hipotesis ketiga:
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌2 𝑋11 = 𝜇𝑌1 𝑋21
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌2 𝑋11 > 𝜇𝑌1 𝑋21
𝑌2 𝑋11 : pemahaman konsep matematis siwa berkemampuan awal rendah
menggunakan model pembelajaran Learningm Cycle
𝑌1 𝑋21 : pemahaman konsep matematis siswa berkemampuan awal tinggi
menggunakan pembelajaran konvensional

Hipotesis keempat:

𝐻0 ∶ 𝜇𝑋12 𝑋1 = 𝜇𝑋22 𝑋2

𝐻1 ∶ 𝜇𝑋12 𝑋 > 𝜇𝑋22 𝑋2

𝑋12 𝑋1 : pemahaman konsep matematis siswa menggunakan model pembelajaran


Learning Cycle
𝑋22 𝑋2 : pemahaman konsep matematis siswa menggunakan model pembelajaran
konvensional

Hipotesis kelima:
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌1 𝑋12 = 𝜇𝑌1 𝑋22
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌1 𝑋12 > 𝜇𝑌1 𝑋22

𝑌1 𝑋12 : kemampuan koneksi matematis siwa berkemampuan awal tinggi


menggunakan model pembelajaran Learningm Cycle
𝑌1 𝑋22 : kemampuan koneksi matematis siwa berkemampuan awal tinggi
menggunakan model pembelajaran konvensional

Hipotesis keenam:
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌2 𝑋12 = 𝜇𝑌2 𝑋22
𝐻0 ∶ 𝜇𝑌2 𝑋12 > 𝜇𝑌2 𝑋22
𝑌2 𝑋12 : kemampuan koneksi matematis siwa berkemampuan awal rendah
menggunakan model pembelajaran Learningm Cycle
𝑌2 𝑋22 : kemampuan koneksi matematis siwa berkemampuan awal rendah
menggunakan model pembelajaran konvensional

Jika data berdistribusi normaldan mempunyai variasi yang homogen, maka


digunakan uji t. adapun criteria pengujiannya adalah bila harga 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka
H0 diterima dan H1 ditolak, senaliknya jika harga 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka H1 diterima dan
HO ditolak dengan 𝑑𝑘 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2. Jika data tidak berdistribusi normal maka
digunakan uji nonparametric yaitu Mann-Whitney U. Adapun criteria pengujiannya
menurut Santoso (2013:398) adalah jika nilai Sig. > 0,05 maka H0 diterima dan jika nilai
Sign. <0,05 maka H0 ditolak. Dalam penelitian ini, uji statistic yang digunakan untuk
hipotesis lima adalah uji t, dan untuk hipotesis satu, dua, tiga, empat dan enam
digunakan uji U.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, Gede Putra. 2011. Model Siklus Belajar (Learning Cycle).


Putradnyanagede.blogspot.com/2011/model-siklus-belajar-learning-cycle.html.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Depdiknas
Fajaroh dan Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Learning Siklus Belajar .
http://lubusgrafura.wordpress.com/2007/09/20/ pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-
learning-cycle. (on line). Diakses 1 Desember 2018.
http://journal.uad.ac.id/index.php/IJEME/article/view/5698/pdf_6
http://journal.uad.ac.id/index.php/IJEME/article/view/5698/pdf_6
http://kalamatika.matematika-uhamka.com/index.php/kmk/article/view/8/8
http://pubs.sciepub.com/education/6/11/8/index.html
http://www.sciepub.com/EDUCATION/abstract/7625
https://doi.org/10.15294/ujme.v3i2.4469
https://doi.org/10.15294/ujme.v3i3.4479
https://doi.org/10.15294/ujme.v4i3.9053
https://www.researchgate.net/publication/321803645_Kemampuan_Koneksi_Matematis_Connec
ting_Mathematics_Ability_Siswa_dalam_Menyelesaikan_Masalah_Matematika [accessed
Dec 2 2018].
Kusuma, Dianne Amor. 2008. Meningkatkan KemampuanKoneksi Matematik dengan
Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme. http://pustaka.unpad.ac.id/archives/19033. (on
line). diakses 30 November 2018.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
Rajawali Pers.
S. Nasution. 2008. Berrbagai Pendekatandalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT. Bina
Aksara.
Santoso, Slamet.2005. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara
Sugiman, Koneksi Matematika dalam Pembelajaran Matemtika di Sekolah Menengah Pertama, (
2008) Jurnal, vol. 4, No.1
Suparno, Paulo.1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Kanisius: Yogyakarta
Trianto, 2011, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media
Group.
Sumarmo, U. (2012). Berfikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Bandung :
Jurusan Pendidikan Mtematika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai