BAB I
PENDAHULUAN
oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal
kerja para penyelenggara negara untuk kurun waktu satu tahun yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran
c. Nilai tukar
1
Nota Keuangan dan APBN dari berbagai edisi.
2
kondisi, antara lain berimbang, surplus dan defisit. Anggaran negara yang
berimbang memang terlihat sebagai kondisi paling ideal bagi pemerintah karena
sedikit ekonom yang menentang hal di atas karena kondisi tersebut tidak optimal
Menurut Mankiw (2000), kebijakan fiskal yang optimal pada suatu negara
karena setidaknya ada tiga alasan, yaitu alat stabilisasi, tax smoothing dan
krisis global, dan pengeluaran berlebih karena inflasi. Kebijakan defisit anggaran
anggaran yang terlihat dari penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) mulai dari rezim Orde Baru hingga tahun 2000, pemerintah selalu
3
dan dinamis, namun sebenarnya lebih bersifat politis (agar sesuai dengan GBHN),
karena secara konseptual dan faktual APBN selalu mengalami defisit (Basri,
menjaga konsistensi defisit anggarannya dibawah 3 persen dari PDB, seperti yang
4
3.5
3
2.5
2
BUDEF (% PDB)
1.5
1
0.5
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
persen dari nilai PDB. Seperti pada tahun 1999, persentase defisit anggaran
terhadap PDB mencapai 3,9 persen dan berfluktuasi menurun hingga tahun 2005
mendekati 0,5 persen. Namun setelah tahun 2005, terus mengalami kenaikan
4
dari pro dan kontra mengenai waktu dan pembiayaan terhadap defisit tersebut
adalah kebijakan anggaran yang terlalu besar dan dalam jangka waktu yang lama
inflasi yang tinggi, defisit current account yang besar, kewajiban utang yang
besar dan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Pada negara industri maju,
dikaitkan dengan bagaimana defisit anggaran tersebut dibiayai dan untuk berapa
lama terjadi (Hossain dan Chowdhury, 1998). Sedangkan menurut Lozano (2008),
dibiayai oleh penciptaan uang (money creation) sehingga sering disebut inflasi
anggaran) dengan mencetak uang (money creation), tentu saja pembiayaan ini
supply (M1 dan M2) yang dapat berimbas pula pada tingkat inflasi. Seperti yang
terjadi pada tahun 1960 hingga 1970, tingkat inflasi Indonesia yang terus naik
5
hingga mencapai lebih dari 1000 persen atau bisa dikatakan hyperinflation yang
disebabkan oleh kebijakan fikal pemerintah yang terlalu ekspansif dan tidak
secara berlebihan untuk membiayai defisit anggaran yang sangat besar (proyek-
dengan solusi alternatif pembiayaan defisit anggaran, yaitu berupa pinjaman luar
(Net Claim on Government) di Bank Indonesia. Hal ini berarti Bank Indonesia
hanya sebagai pemegang rekening pemerintah dan tidak akan mengeluarkan dana,
jika pemerintah tidak memiliki dana di rekeningnya (Maryatmo, 2004). Selain itu,
kerangka yang dikenal dalam literature ekonomi dan praktek di bank-bank sentral
Prinsip dasar dari ITF adalah sasaran akhir dari kebijakan moneter
diutamakan untuk mencapai dan memlihara laju inflasi yang rendah dan stabil.
Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan pokok yaitu laju inflasi yang tinggi
menimbulkan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat dan kebijakan
6
pada pertumbuhan ekonomi (Warjiyo, 2004). Hal ini sesuai dengan pendapat
Friedman dalam Mishkin (2001) yang menyatakan bahwa pergerakan ke atas pada
tingkat harga adalah sebuah fenomena moneter yang hanya akan terjadi apabila
merupakan fenomena moneter dan sumber dari segala inflasi adalah pertumbuhan
Agar sasaran akhir utama ITF yaitu tingkat inflasi yang rendah dan stabil
dapat diterapkan, maka ITF memiliki beberapa syarat yang salah satunya adalah
tidak adanya dominasi sektor fiskal (fiscal dominance). Hal tersebut berarti Bank
kebijakan moneter dalam mempengaruhi dan mencapai sasaran inflasi yang telah
uang, dan inflasi selalu menjadi isu penting dalam literatur ekonomi moneter di
sebab-akibat antara pembiayaan defisit anggaran dan tingkat harga secara umum.
Secara teori, paling tidak ada empat pandangan yang berbeda untuk melihat
dengan dasar teori kuantitas uang menjelaskan bahwa bila terjadi perubahan pada
7
kuantitas uang secara nominal akan menyebabkan perubahan yang sama pada
tingkat harga dan perubahan kuantitas uang bisa disebabkan karena penciptaan
Kedua, The Fiscal Theory of Price Level (FTPL) atau yang dikenal
sebagai teori kuantitas utang pemerintah, menjelaskan dimana tingkat harga bisa
dipengaruhi oleh aksi kebijakan fiskal sehingga defisit anggaran merupakan salah
satu faktor perhitungan inflasi dalam jangka panjang dengan pertumbuhan uang
yang tidak berperan dalam sistem tersebut. Ketiga, pandangan kaum Keynesian
dimana berkesimpulan inflasi yang tinggi tidak disebabkan oleh kebijakan fiskal
saja tetapi banyak faktor yang lain dan lebih memfokuskan pada efek defisit
anggaran yang temporer pada tingkat inflasi dan bukan seperti inflasi pada
dimana defisit anggaran pemerintah bersifat netral atau tidak akan berpengaruh
moneter berupa pertumbuhan uang dan tingkat inflasi, maka penelitian tentang
hubungan defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi menarik untuk diteliti.
(kebijakan fiskal ekspansif) tetap dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dan
tingkat inflasi, antara lain seperti adanya jangka waktu (lag of time) antara
8
menunjukkan bahwa era fiscal dominance sudah tidak akan terjadi lagi di
Indonesia.
9
inflasi di Indonesia?
jangka panjang inflasi, pertumbuhan uang, dan defisit anggaran. Menganalisis dan
pertumbuhan uang dan inflasi di Indonesia. Hasil dari penelitian ini dapat
dan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter. Selain itu, penelitian ini diharapkan
lebih lanjut. Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan wadah pembelajaran
Pertanian Bogor.