Anda di halaman 1dari 3

ROLE PLAY RESIKO KEKERASAN

Prolog : Pagi hari pukul 09:30 WIB di suatu Rumah sakit Jiwa Banda Aceh, tepatnya di dalam
ruang perawatan pasien, sebelum masuk ke dalam ruangan, perawat yang bertugas
(dinas) di ruangan terseKakt mempersiapkan diri untuk berhadapan langsung dengan
pasien, yaitu kesiapan fisik, mental, pengetahuan serta teknis.

ORIENTASI
Perawat : “Assalamualaikum, Selamat pagi Kak, perkenalkan nama saya Safrizal, Kakak
bisa memanggil saya Rizal. Saya adalah mahasiswa praktik di rumah sakit ini,
jadi jika Kakak memerlukan bantuan, saya akan siap membantu....
ngomong-ngomong, nama Kakak siapa? senangnya dipanggil apa?”
Pasien :“Nada”
Perawat :“Iya Kak Nada, Bagaimana perasaan Kakak saat ini? Apakah masih ada
perasaan kesal atau marah?”
Pasien : (Diam)
Perawat : “Baiklah, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah
Kakak.
Berapa lama Kakak mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 10 menit?”
Pasien : “Jangan lama-lama, bosan saya di sini,”
Perawat : “Baik Kak, Kakak maunya kita bincang-bincang di mana? Bagaimana kalau
di sana saja?” (menunjuk ke taman)
Pasien : “Iya,”

(berpindah duduk dari dalam kamar pasien menuju tempat duduk di taman sambil
menggiring pasien)
FASE KERJA
Perawat : “Apa yang menyebabkan Kakak marah?”
Pasien : “Mereka itu tidak pernah menghargai perasaan orang. Saya tahu, saya hanya
anak angkat (yatim piatu) dan saya tidak tamat SD, tapi saya juga manusia,,
Bahkan saya tidak bisa sekolah karena uang orangtua kami dipakai buat
sekolahnya mereka. Harusnya mereka berterima kasih, saya sudah mau
berkorban untuk mereka, mereka malah menganggap saya beban dalam
keluarga, selalu menatap saya dengan tatapan sinis, seolah-olah saya
memang sudah tidak bisa apa-apa lagi.. yang jelas saya merasa tidak
dihargailah... Betul-betul kurang ajar mereka,”
Perawat : “Mereka itu Kakak tiri-nya Kakak ya?”
Pasien : “Dan istrinya,, sama saja tidak ada bedanya...”
Perawat : “Apakah sebelumnya Kakak pernah marah? Apakah penyebabnya sama
dengan sekarang?”
Pasien : “Iya”
Perawat : “Oh... Jadi Kakak marah karena tidak dihargai dalam keluarga. Pada saat
Kakak marah, apa yang Kakak rasakan? Apakah Kakak merasakan kesal
kemudian dada Kakak berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat,
dan tangan mengepal?”
Pasien : “Ya iya lah, namanya juga lagi marah,gimana sih kamu ini”
(muka meremehkan)
Perawat : “Setelah itu apa yang Kakak lakukan”
Pasien : “apa yang ada disekitar saya,saya lempar dan saya pecahkan,”
Perawat : “Oh..iya, jadi Kakak memecahkan barang-barang yang ada disekitar Kakak,
apakah dengan cara ini mereka akan lebih menghargai Kakak?”
Pasien : “Tidak, tapi rasanya puas,”
Perawat : “Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang Kakak lakukan?”
Pasien : “Mereka ketakutan. Mereka pikir saya pasti akan membunuh mereka semua,”
Perawat : “Betul, keluarga jadi takut kepada Kakak, barang-barang pecah, harus
mengeluarkan uang untuk membeli barang baru lagi. Menurut Kakak adakah
cara lain yang lebih baik?
Maukah Kakak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
Pasien : “Bagaimana?”
Perawat : ”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Kak. Bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu?”
Pasien : ”Iya,”
Perawat : ”Begini Kak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Kakak rasakan maka Kakak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup
perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba
lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5
kali. Bagus sekali, Kakak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
Pasien : “Agak lebih tenang,”
Perawat : “Nah, sebaiknya latihan ini Kakak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul Kakak sudah terbiasa melakukannya”

Anda mungkin juga menyukai