Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Badan Usaha Miliki Negara

Landasan hukum dari suatu keberadaan Badan Usaha


Milik Negara dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 19 Tahun 1960
tentang Perusahaan Negara, Undang-undang Nomor 19
Tahun 1969 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1969
tentang Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara menjadi
Undang-Undang. Kemudian terjadi suatu perubahan lagi
tentang BUMN, yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam pasal 1 butir 1 UU No. 19 Tahun 2003 disebutkan
bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang
dipisahkan. Dalam perjalanannya, BUMN berperan sebagai
penghasil barang dan jasa dalam sistim perekonomian
nasional yang diperlukan untuk mewujudkan kemakmuran
rakyat dengan sebesar-besarnya.
BUMN termasuk ke dalam salah satu pelaku ekonomi
dalam system perekonomian secara nasional yang didirikan
dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan memenuhi kebutuhan diberbagai sektor. Ciri-ciri Badan
Usaha Miliki Negara adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah memegang hak atas segala kekayaan dan
usaha
2. Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham
dalam pemodalan perusahaan
3. Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam
menetapkan kebijakan perusahaan
4. Pengawasan dilakukan oleh alat pelengkap Negara
yang berwenang
5. Selain mencari keuntungan, BUMN juga melayani
kepentingan umum
6. Sebagai stabilisator perekonomian dalam rangka
menyejahterakan rakyat
7. Sebagai sumber pemasukan Negara
8. Modalnya secara keseluruhan/sebagian dimiliki oleh
Negara
9. Modalnya berupa saham atau obligasi bagi
perusahaan yang go public
10. Dapat menghimpun dana dari pihak lain,baik berupa
bank maupun non bank
11. Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMN, dan
mewakili BUMN di Pengadilan

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :


1. Pada umumnya memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional dan pada
khususnya sebagai penerimaan Negara
2. Untuk mengejar keuntungan
3. Menyelenggarakan suatu manfaat yang umum berupa
penyediaan barang dan jasa yang bermutu dan
memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak
4. Sebagai perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum
dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan
kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi
dan swasta

Sejarah Badan Usaha Milik Negara


Badan Usaha Milik Negara telah lama dikenal di
Indonesia bahkan sejak Indonesia belum memproklamasikan
kemerdekaannya. Seperti yang telah diketahui, pada masa
penjajahan Belanda terdapat perusahaan kereta api
(Spoorwagen-SS), perusahaan timah Belitung
(Gomeenschappelike Mijnbow Maatschapij Biliton – GMB),
pegadaian dan lainnya. Sedangkan setelah proklamasi
kemerdekaan beberapa BUMN seperti Bank Industri Nasional
(BIN) yang sekarang menjadi Bank Pembangunan Indonesia
(Bapindo) dan terakhir demerger dengan Bank Mandiri, yang
dimana perusahaan-perusahaan tersebut didirikan oleh
pemerintah untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh
Belanda.
Jumlah Perusahaan Negara menjadi semakin
meningkat karena pada akhir tahun 1950-an Presiden
Soekarno, dalam pelaksanaan perekonomian nasional,
mempergunakan konsep ekonomi terpimpin dimana
Perusahaan Negara sebagai sarana utama untuk
meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Sebelum tahun 1960 Perusahaan Negara di Indonesia
diatur oleh beraneka ragam peraturan perundang-undangan
seperti; Indonesische Bedrijven Wet (IBW), atau Undang-
Undang perusahaan Negara, Indonesische Comptabliteits Wet
(ICW) atau Undang-Undang Perbendaharaan Negara dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta Hukum Dagang.
Keanekaragaman ketentuan tersebut menimbulkan kesulitan
administrasi dan pengawasan bagi pemerintah, sehingga
dalam rangka reorganisasi alat-alat produksi dan distribusi
yang sesuai dengan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945,
pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 19 tahun 1960 yang
memberikan definisi Perusahaan Negara secara seragam,
yaitu semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya
untuk seluruhnya merupakan kekayaan Negara Republik
Indonesia kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan
undang-undang.
Secara garis besar perkembangan BUMN dapat dibagi
dalam 4 periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan, periode
tahun 1945-1960, periode tahun 1960-1969 dan periode 1969
sampai dengan sekarang :
a. Periode sebelum kemerdekaan
Pada periode ini, Badan Usaha Milik Negara diatur
oleh ketentuan IBW dan ICW. Di Indonesia pada saat itu
terdapat 20 BUMN yang tunduk pada IBW yang bergerak
dalam berbagai bidang ekonomi, meliputi bidang Listrik,
Pelabuhan, Timah, Garam, Perkebunan, PT, Kereta Api,
Topografi, Batubara, dan Pegadaian.

b. Periode tahun 1945-1960


Pada periode tahun 1945-1960 juga didirikan
beberapa Badan Usaha Milik Negara lainnya selain yang
telah disebutkan diatas, diantaranya yaitu Sera dan
Vaksin, Bank Industri Negara, dan PT. Natour Ltd.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1958
telah dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
swasta eks milik Negara Belanda di Indonesia yang
beroperasi dalam hampir semua sektor perekonomian
Negara yang mencakup lapangan perbankan,
perkebunan, perdagangan, dan jasa.

c. Periode tahun 1960-1969


Jumlah Badan Usaha Milik Negara pada tahun 1960-
1969 seluruhnya menjadi berjumlah 822 perusahaan. Hal
tersebut merupakan akibat dari nasionalisasi perusahaan
yang dilakukan pada periode sebelumnya. Kemudian
setelah dilakukan penataan kembali, jumlah perusahaan
pada tahun 1989 turun menjadi sekitar 200 perusahaan.

d. Periode tahun 1969 sampai sekarang


Peran Badan Usaha Milik Negara pada periode
setelah tahun 1969 semakin meningkat dalam menunjang
Pembangunan Nasional sejalan dengan pelaksanaan
pembangunan sejak Pelita I.

Pada tahun 1983 pemerintah menetapkan PP


No.3/1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan
Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum
(PERUM), dan Perusahaan Perseroan (PERSERO). Akibat
dari adanya PP tersebut, pemerintah menjadi memiliki
wewenang yang besar dalam mengelola BUMN dan
membatasi kewenangan manajemen yang mengelola BUMN
yang dilaksanakan oleh dua Departemen yaitu Departemen
Keuangan sebagai wakil pemegang saham dan Departemen
teknis sebagai kuasa wakil pemegang saham. PP ini
memberikan dampak negatif dalam manajemen karena
ternyata dalam rekruitmen direksi dan dewan komisaris,
peranan dan kepentingan kedua departemen yang berbeda itu
menjadi sangat dominan. Mereka hanya bertindak untuk
kepentingan dan keuntungan dari Departemen yang menunjuk
dan mengangkat mereka. Sehingga menghilangkan suatu
profesionalisme dan kemandirian manajemen BUMN sebagai
suatu lembaga.
Dalam perkembangannya, peran BUMN sebagai
pelaku ekonomi nasional menjadi berkurang akibat
keterbatasan dukungan pemerintah karena jatuhnya harga
minyak bumi pada tahun 1986. Sehingga untuk
mengembalikan peranan BUMN, pemerintah menetapkan PP
No. 55 Tahun 1990 tentang Perusahaan Perseroan
(PERSERO) yang menjual sahamnya kepada masyarakat
dengan melalui pasar modal. Penetapan ini sebagai bentuk
perwujudan dari keinginan pemerintah untuk meningkatkan
kemandirian dan kemampuan BUMN sebagai pelaku ekonomi
yang harus menghadapi era perdagangan bebas yang dapat
memberikan perubahan yang cukup mendasar terutama bagi
BUMN yang “go public”.
Akibat dari adanya PP tersebut membuat hubungan
antara pemerintah dan pemegang saham dapat berjalan lebih
professional. BUMN lebih cenderung menyesuaikan dan
menerapkan prinsip-prinsip usaha swasta dan juga mengubah
status yang dulu sebagai Perjan berubah menjadi Perum dan
seterusnya meningkat menjadi Persero. Seiring berjalannya
waktu, perkembangan ekonomi dunia semakin terbuka dan
kompetitif, oleh karena itu BUMN diharuskan mampu untuk
menumbuhkan korporasi dan profesionalisme demi
mengoptimalkan peran dan mempertahankan keadaannya di
ekonomi dunia. Meningkatkan korporasi dan profesionalisme
tersebut dapat dilakukan melalui pembinaan pengurusan dan
pengawasannya yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
efisiensi dan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik.
Salah satu contohnya yaitu dengan dilakukannya
restrukturisasi dalam bentuk privatisasi atau korporatisasi.

Suwardi, S.H., M.H. 2015. Hukum Dagang Suatu Pengantar.


Yogyakarta. Deepublish. Desember, 2015

Anda mungkin juga menyukai