PEMBAHASAN
Mekanisme pengendalian proses pengeringan bahan pangan bergantung pada struktur bahan
beserta parameter pengeringan: kadar air, dimensi produk, suhu medium pemanas, berbagai laju
perpindahan pada permukaan dan kesetimbangan kadar air.
Selain perbedaan tekanan uap yang mempengaruhi proses pengeringan, menurut Setyoko et
al., (2008), Proses pengeringan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara lingkungan,
kecepatan aliran udara pengering, kandungan air yang diinginkan, energi pengeringan dan
kapasitas pengeringan. Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan sehubungan
permukaan bahan terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan
air bahan menuju permukaan. Dan lebih lanjut, pengeringan cepat menyebabkan pengerasan
pada permukaan bahan sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Di
samping itu, kondisi pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak bahan.
Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan dilakukan dengan mem perhatikan kontak
antara alat pengering dengan alat pemanas (baik berupa udara panas yang dialirkan maupun alat
pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-pertim bangan standar gizi maka pemanasan
dianjurkan tidak lebih dari 850C.
2.5 Teknik Pengeringan
Munurut Murniyati dan Sunarman (2000), pada dasarnya, cara – cara pengeringam atau
pengurangan kadar air dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut:
a. Pengeringan Alami (natural drying)
b. Pengeringan Buatan (artificial drying) atau Pengeringan Mekanis (mechanical drying).
Pengeringan Alami
a. Pengeringan dengan Sinar Matahari
Menurut Handoyo et al., (2011), proses pengawetan yang sering dilakukan nelayan,
terutama di daerah Ujung Pandang, adalah dengan pengeringan tradisional setelah dibersihkan
dan digarami. Pengeringan dilakukan dengan menjemur ikan selama ± 3 hari jika cuaca cerah
dan membalik-balik ikan sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata. Pengeringan tradisional
ini memerlukan tempat yang luas karena ikan yang dikeringkan tidak bisa ditumpuk saat
dijemur. Pada saat udara luar terlalu kering dan panas, pengeringan dapat terjadi terlalu cepat
sehingga terjadi case hardening (permukaan daging ikan mengeras). Masalah lain adalah
kebersihan/higienitas ikan yang dikeringkan sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan
di tempat terbuka yang memungkinkan dihinggapi debu dan lalat.
Cara tersebut memang sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melaksanakannya
bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan penjemuran. Keuntungan pengeringan dengan
menggunakan sinar metahari tidak diperlukan penanganan khhusus dan mahal serta dapat
dikerjakan oleh siapa saja. Namun kelemahan dari pengeringan dengan menggunakan
sinarmatahari berjalan sangat lambat sehingga terjadi pembusukan sebelum menjadi kering.
Hasil pengeringan pun tidak merata dan pelaksanaan tergantung oleh alam. Jarang diperoleh ikan
kering yang berkualitas tinggi, selain itu memerlukan tempat yang luas dan udah terkontaminasi
(Adawyah, 2007).
Di dalam pengeringan alami yang hanya memanfaatkan sinar matahari dan angin, ikan
dijemur diatas rak – rak yang dipasang agak miring (±150) kearah datangnya angin, dan
diletakkan di bawah sinar matahari tempat angin bebas bertiup. Angin berfungsi memindahkan
uap air yang terlepas dari ikan ketempat lain, sehingga penguapan dapat berlangsung lebih cepat.
Tanpa ada pergerakan udara, misalnya jika penjemuran dilakukan pada tempat tertutup dan tidak
ada angin di tempat itu, maka pengerngan akan berjalan lambat. Bagitu halnya dengan intensitas
sinar matahari, Intensitas sinar matahari mempengaruhi kecepatan penguapan. Penguapan
berjalan lebih lambat apabila tidak ada sinar matahari (Murniyati dan Sunarman. 2000)
b. Pengeringan Rumah Kaca/Surya
Menurut Tapotubun dan fien (2008), Untuk mengetasi kontaminasi, pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan rumah pengering surya berpelidung kasa yang tembus
cahayapada bagian atas sehingga pengeringan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan untuk
bagian bawah dan samping digunakan kasa berwarna gelap atau hitam sehingga panas yang
masuk tidak langsung keluar tetapi terkumpul di rumah pengering sehingga proses pengeringan
berlangsung lebih cepat.
Dijelaskan pula dalam penelitian Handoyo et al., (2011), proses pengeringan ikan di
beberapa negara di Afrika, seperti di Negara Sao Tome and Principe, Negeria dan Congo telah
menggunakan pengering surya terutama setelah adanya kampanye untuk memperhatikan
kesehatan (terkait pengeringan tradisional yang kurang higienis) yang diadakan oleh kaum
wanita pada akhir tahun 2001. Pengering surya mempunyai keuntungan: sederhana, biaya rendah
dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Waktu proses pengeringan dengan pengering surya
dapat berkurang sebanyak 65% dibanding pengeringan tradisional yang hanya menggunakan
sinar matahari di tempat terbuka. Dengan pengering surya, ikan yang telah dikeringkan punya
kualitas lebih baik dan bahkan harga jual meningkat 20% dibanding sebelumnya di Sao Tome
and Principe. Pengering surya untuk ikan dapat berupa ruang kaca yang memanfaatkan efek
rumah kaca (green-house effect) dan dapat pula menggunakan kolektor surya yang dihubungkan
dengan ruang pengering.
Suhu dalam ruangan dapat ditingkatkan dengan penggunaan bidang warna hitam. Bidang
hitam (misalnya:lembaran plastic hitam) bersifat menyerap panas lebih cepat. Lembaran plastic
warna hitam ini dapat dijadikan sebagai alas rak – rak penjemur ikan dan dapat juga diletakkan
di sebagian dinding. Sisi yang hitam diletakkan di bagian barat pada pagi hari dan di bagian
timur pada sore hari. Pengering rumah kaca ini sangat bermanfaat dalam upaya peningkatan
hygiene. Gangguan lalat, kontaminasi debu, dan kotoran dapat diminimalisasi. Manfaat lain
adalah ketika musim hujan, air hujan tidak akan membasahi ikan dan kita tidak perlu
memindahkan ikan ketempat yang teduh (Zaelanie et al., 2004).
Pengeringan Buatan
a. Pengeringan mekanis
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), karena banyaknya kesulitan- kesulitan yang
didapat pada pengeringan secara alami, maka manusia telah mencoba membuat peralatan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien. Alat pengering mekanis berupa
suatu ruang atau cabinet dengan udara panas yang ditiupkan didalamnya. Hal – hal pokok yang
membuat pengeringan mekanis ini lebih baik daripada pengeringan alami ialah:
1. Suhu, kelembapan, dan kecepatan angin dapat diukur
2. Sanitasi dan hygiene dapat lebih mudah dikendalikan
Disambung penjelasan menurut Zaelanie (2004), pemanasan udara dalam pengering
mekanis (dryer) dapat dilakukan menggunakan:
· Pipa-pipa yang berisi uap panas didalamnya
· Logam atau batu yang dipanaskan dengan api
· Elemen pemanas listrik
· Pemindahan panas dengan mesin pendingin
Udara dalam dryer disirkulasikan dengan blower (kipas angin) yang terletak didalam
ruangan atau di dinding. Kecepatan udara yang optimal adalh 70 – 100 m/menit. Semua iakn
dalam dryer diusahakan mengalami pengeringan yang merata.
b. Pengeringan vakum
Pengeringan vakum merupakan salah satu cara pengeringan bahan dalam suatu ruangan yang
tekanannya lebih rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Pengeringan dapat berlangsung
dalam waktu relatif cepat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan atmosfir.
Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu
rendah (Astuti, 2008).
Ditambahkan penjelasan menurut Zaelanie et al., (2004), Ikan bisa juga dikeringakan
dengan menggunakan suhu di bawah titik beku. Dalam hal ini, air dalam tubuh ikan terlebih
dahulu dibekukan kemudian disublimasikan dengan bantuan pompa hampa. Jadi ikan
dikeringkan dalam keadan beku hampa. Kelebihan dari metode ini adalah ikan lebih ringan
karena lebih banyak air yang keluar dan tahan lama, serta proses pengeringan berjalan lebih
cepat. Akan tetapi metode vakum belum bias dijalankan secara ekonomis karena alatnya yang
relative mahal. Cara kerja dari pengeringan metode vakum ini sebagai berikut:
- Ikan yang akan dikeringkan, dimasukkan kedalam ruang pengeringan.
- Tekanan dalam ruang pengering kemudian diturunkan dengan pompa hampa kira – kira
menjadi 2mmHg. Penurunan tekanan ini menyebabkan penurunan temperature sehingga
ikan membeku, sebab dengan tekanan tersebut sehu menjadi -100C
- Ikan yang beku mengalami pengeringan karena es di dalam tubuh ikan merubah menjadi
uap air (menyublim) sebagai akibat tekanan yang rendah. Akhirnya ikan akan menjadi lebih
ringan
- Uap air yang terjadi masuk kedalam kondensor dan dirubah menjadi es dengan bantuan dari
Refrigerator.
2.6 Pengunaan Suhu Tinggi (Kering, Basah)
Pengolahan pangan dengan suhu tinggi ialah pengolahan pangan yang menggunakan panas
diatas suhu normal (suhu ruang). Yang dimaksud dengan suhu ruang adalah suhu dalam keadaan
ruang yaitu berkisar 27C hingga 30C. Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun
dalam pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara
pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih
lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan
pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh
sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman
karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium
botulinum.
Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan
dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh
sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan
pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya. Misalnya untuk
susu dilakukan pasteurisasi yaitu pemanasan sekitar 62 oC selama 30 menit.
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan,
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Blanching biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan suatu proses pengolahan. Proses
pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan pemanasan pendahuluan dengan blanching,
antara lain adalah pembekuan, pengeringan dan pengalengan. Sebagai medium blanching biasa
digunakan air, uap air atau udara panas dengan suhu sesuai yang diinginkan. Suhu dan lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada bahan dan tujuan blanching.
Umumnya blanching dilakukan pada suhu kurang dari 100C selama beberapa menit.
Kebanyakan bahan pangan, biasanya blanchingdilakukan pada suhu 80C.
Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya maka blanching dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan.
b. Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pengalengan.
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari l00C, tetapi
dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa menit tergantung pada
tingginya suhu yang digunakan. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang
dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi adalah untuk
menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, mikroba pembentuk toksin maupun mikroba
pembusuk atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan
penyakit perut lainnya. Pemanasan dalam proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air, air panas atau udara panas. Tinggi suhu dan lamanya waktu pemanasan
yang dibutuhkan dalam proses pasteurisasi tergantung dari ketahanan mikroba terhadap panas.
Namun perlu diperhatikan juga sensitivitas bahan pangan yang bersangkutan terhadap panas.
Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang
terbaik untuk suatu bahan pangan.
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode l) Low Temperature Long Time atau
disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short Time yang disingkat HTST. Metode LTLT
dilakukan pada suhu 62,8C selama 30 menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 7I,7C
selama 15 detik.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan
bakteribakteri
patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat,
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan
menginaktifkan enzim.
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi
dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama. Contohnya : susu
yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan
bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan,
pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan
pendinginan.
2. Pasteurisasi singkat atau HTST (High Temperature Short Time) yaitu pemanasan dilakukan
pada suhu tinggi dengan waktu yang relatif singkat. Suhu yang digunakan yaitu sekitar 72ºC
selama 15 detik.
3. Pateurisasi dengan UHT (Ultra High Temperature) yaitu proses sterilisasi yang banyak
diaplikasikan pada pengolahan bahan pangan (contoh aplikasi : Susu UHT Ultra), memiliki
berbagai kelebihan dibandingkan dengan proses sterilisasi yang biasa dilakukan pada proses
pengalengan. Suhu yangdigunakan yaitu sekitar 134-150ºC selama 2-5 detik. Tujuannya
membunuh semua mikroba patogen dan pembusuk sehingga masa simpannya sangat panjang.
3. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat mengawetkan.
Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang menghasilkan kondisi steril dalam
bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau langkah atau usaha yang dilakukan untuk
membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan. Apabila dilihat dari kata steril
maka tujuan utama dari proses sterilisasi adalah membunuh semua mikroba yang dapat hidup
dalam bahan pangan. Dengan terbebasnya bahan pangan dari kehidupan semua mikroba maka
diharapkan bahan pangan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Biasanya daya tahan simpan
makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi
biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat
organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin dilakukan
sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga
mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba
han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu
:
Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala
macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan,
Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat
patogen dan pembentuk racun telah mati.
4. Pemasakan/pemanasan
Pemanasan bahan pangan selain dengan blanching, pasteurisasi dan sterilisasi dapat juga
dilakukan dengan cara pemasakan. Pemanasan dengan cara pemasakan ini bertujuan untuk
meningkatkan cita rasa atau kelezatan produk pangan.Pemasakan dapat juga dianggap sebagai
salah satu cara pengawetan bahan pangan, sebab bahan pangan yang dimasak dapat ditahan dan
disimpan lebih lama dari pada bahan mentahnya.
Apabila dilihat dari cara dan bentuk pemasakan, maka dapat dibedakan menjadi 3 macam cara
pemasakan, yaitu:
Pemasakan dengan menggunakan cara kering pada suhu 100C atau lebih.
Pemasakan dengan menggunakan media air panas atau uap air pada suhu 100C atau lebih.
Pemasakan dengan menggunakan media minyak panas pada suhu 100C atau lebih, biasa
dikenal dengan istilah penggorengan.
Setiap penurunan suhu sebesar 8OC maka kecepatan reaksi metabolisme berkurang setengahnya.
Semakin rendah suhu maka semakin lama rusaknya. Jika bahan pangan dibersihkan terlebih
dahulu sebelum didinginkan. Hal ini dimaksudkan agar bahan pangan yang akan disimpan
sedapat mungkin terbebas dari kontaminan awal terutama mikroorganisme dari golongan
psikofilik yang tahan suhu dingin.
Cara pengawetan dengan menggunakan suhu rendah dikelompokkan menjadi 2 yaitu
pendinginan (cooling) dan pembekuan (freezing)
Tidak semua bahan tahan terhadap suhu dingin atau suhu beku. Ketahanan bahan terhadap
pendinginan atau pembekuan sangat dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik bahan. Bahan-
bahan hasil pertanian yang diproduksi di daerah sub tropis (dingin) umumnya lebih tahan bila
dibandingkan dengan yang diproduksi di daerah tropis (daerah panas).
Pendinginan dan pembekuan juga dapat menghambat proses metabolisme mikroorganisme dan
reaksi-reaksi enzimatis dan reaksi-reaksi kimia lainnya pada bahan. Pendinginan dan pembekuan
sifatnya pertumbuhan mikroorganisme tersebut dimungkinkan dapat aktif kembali apabila bahan
tersebut dikeluarkan dari tempat pendinginan. Jumlah mikroorganisme pada bahan yang
didinginkan atau dibekukan sangat ditentukan pada perlakuan pendahuluan sebelum bahan
tersebut didinginkan atau dibekukan. Contoh perlakuan pendahuluan pada proses pendinginan
atau pembekuan adalah :
1. Pencucian atau pembersihan
2. Blanching
3. Sterilisasi
4. Pasteurisasi
Tujuan dari perlakuan pendahuluan adalah untuk menekan jumlah mikroba dan menghambat
reaksi-reaksi enzimatis sebelum bahan didinginkan atau dibekukan.
Pengaruh Pembekuan Pada Bahan
1. Pengaruh pembekuan terhadap jaringan bahan
Titik beku bahan makanan adalah suhu saat terbentuknya kristal es pada bahan. Titik
beku bahan sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat didalam bahan dan komponen
lain yang terlarut didalamnya. Pada bahan yang mengandung cairan pekat memerlukan suhu
lebih rendah daripada cairan yang encer. Terbentuknya kristal es yang besar atau kecil
merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap kualitas bahan yang dibekukan. Pada
pembekuan lambat ukuran kristal es yang terbentuk besar sehingga dapat merusak sel bahan dan
apabila dilakukan pencairan cairan sel banyak yang keluar karena akibat pecahnya sel.
Teknik Pendinginan
Kecepatan bahan menjadi dingin dikenal dengan laju pendinginan yaitu waktu yang dibutuhkan
dalam pendinginan/pembekuan bahan sehingga suhu bagian tengah bahan sama dengan suhu
pendiginan/beku.
Factor yang mempengaruhi laju pendinginan antara lain :
Kecepatan pindah panas dari bahan ke medium pendingin
Perbedaan suhu antara bahan dengan medium pendingin
Kecocokan antara medium pendingin dengan bahan
Kecepatan medium pendingin
Sifat medium pendingin
Prinsip pendinginan yaitu udara yang berada didekat es akan dingin, karena udara dingin
mempunyai berat jenis lebih besar, maka udara akan bergerak ke bawah dan kontak dengan
bahan yang didinginkan. Udara dingin tersebut selanjutnya akan mendapat panas dari bahan.
Sebaliknya udara dingin yang telah membawa panas dari bahan berat jenisnya menjadi lebih
kecil sehingga udara tersebut akan bergerak keatas dan berhubungan lagi dengan es. Demikian
proses ini berulang-ulang sampai bahan menjadi dingin.
Teknik Pembekuan
1. Pembekuan dengan penghembusan udara dingin
Proses pembekuan bahan dilakukan dengan menggunakan media pendingin berupa udara dingin
yang berusuhu -10 sampai -40OC. udara dingin akan membawa panas yang dikeluarkan oleh
bahan. Pembekuan dengan hembusan udara dingin dapat diterapkan untuk segala bentuk produk.
Kelemahan teknik ini bahan yang didinginkan kadang-kadang dapat menjadi kering akibat udara
dingin yang digunakan harus menjangkau keseluruh permukaan bahan.
2. Pembekuan kontak atau plat
Teknik pembekuan ini hanya bagi produk yang mempunyai bentuk tertentu atau tahan terhadap
tekanan. Bahan yang dibekukan diletakkan diatas plat yang telah didinginkan lebih dahulu.
Khusus bahan bentuk pasta dan butiran tidak dapat dibekukan dengan cara ini.
3. Pembekuan kontak tidak langsung
Teknik pembekuan ini sangat cocok untuk produk berbentuk pasta. Pada cara ini proses
pembekuan dilakukan dua tahap. Pertama bahan dibekukan secara tepat (beberapa detik)
selanjutnya bahan dipak. Tahap kedua bahan yang telah dipak kemudian dibekukan lagi dengan
cara menghembuskan udara dingin dengan pembekuan emersi (dicelupkan atau disemprotkan
dengan medium pendingin)
4. Perendaman langsung dengan cairan pendingin
Perendaman produk secara langsung pada cairan pendingin atau dengan menyemprotkan cairan
pendingin diatas produk. Contoh media pendingin yang digunakan adalah nitrogen cair dan
CO2 cair. Penggunaan nitrogen cair dengan titik didih -196OC dan CO2 dengan titik didih -88OC
dapat menyebabkan proses pembekuan terjadi sangat cepat. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan yang jauh antara titk beku bahan dengan titik didih medium pendingin.
1. Suhu
Daya tahan bahan terhadap suhu dingin/beku sangat bervariasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
sifat atau karakteristik dari bahan yang didinginkan atau dibekukan.
2. Kualitas bahan
Bahan yang memiliki kualitas yang baik lebih tahan lama disimpan dari pada bahan yang cacat dan
rusak. Hal ini karena bahan yang cacat atau rusak biasanya telah ditumbuhi mikroorganisme.
3. Perlakuan pendahuluan
Perlakuan pendahuluan sebelum bahan didinginkan/dibekukan bertujuan untuk menjaga bahan
agar tidak mengalami perubahan selama dalam penyimpanan dingin/beku.
6. Metode pembekuan
Metode pembekuan akan berpengaruh terhadap kristal yang terbentuk dan kenampakan dari
bahan tersebut. Pada pembekuan cepat penampakan bahan lebih cerah karena refleksi dari kristal
yang terbentuk.
7. Kemasan yang digunakan
Pembekuan yang dilakukan pada bahan yang sel-selnya terbuka diperlukan pengemasan untuk
melindungi bahan dari proses penguapan. Bahan pangan yang tidak dilindungi dengan kemasan
akan mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berada diruang pendingin.
8. Aliran udara
Aliran udara didalam ruangan pendingin berfungsi untuk meratakan suhu dan akan mencegah
terjadinya pengumpulan uap air. Dengan adanya sirkulasi udara yang cukup, maka penyebaran
suhu pada bahan akan merata. Penggunaan suhu beku tidak sama untuk setiap komoditas. Ada
kecenderungan makin rendah suhu pendingin daya simpannya makin tinggi.
4. Denaturasi protein
Sifat-sifat protein sangat dipengaruhi oleh keadaan air. Perubahan keadaan air.
Perubahan keadaan air pada bahan yang didinginkan/dibekukan dapat menimbulkan terjadinya
denaturasi protein artinya putusnya ikatan-ikatan air dan berkurangnya perubahan rasa dan bau.
Khusus untuk daging menjadi lebih liat
DAFTAR PUSTAKA
http://dicki25.blogspot.com/2012/11/sistem-pengeringan-pangan.html
http://www.grainsysteminternational.com
http://blogkuaabsinaga.blogspot.com/2013/06/modul-menerapkan-teknik-penggunaan-suhu.html
https://farelsumigar.blogspot.com/2017/11/pengolahan-bahan-pangan-dengan-suhu.html?m=1