Anda di halaman 1dari 7

INDIKATOR MANAJEMEN MUTU RUMAH SAKIT

7 November 2015 Karya Ilmiah

Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur, contoh : petunjuk indikator atau tolok ukur status kesehatan
antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau indikator ini
(angka kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator adalah fenomena yang dapat diukur.

Mutu adalah tingkat kesempurnaan yang berupa sesuatu yang diobservasi atau tingkat pemenuhan
dengan standar yang ditentukan.

Manajemen mutu adalah sebuah upaya yang dilakukan terus menerus, sistematis, objektif dan
terintegrasi dalam identifikasi dan menentukan masalah dan penyebab masalah berdasarkan standar
yang ditetapkan, menetapkan dan mengimplementasikan pemecahan masalah menurut kapasitas yang
tersedia, dan mengkaji hasil dan memberikan tindak lanjut saran untuk lebih meningkatkan kualitas
pelayanan.

Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang
relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes. Sebagai contoh, indikator struktur: Tenaga
kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan sebagainya), Anggaran biaya yang tersedia untuk
operasional dan lain-lain, Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan, Metode
berupa adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya; indikator proses
berupa memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan
yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaimana
mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya
sesuai standar; indikator outcomes merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu
Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti: Angka Kesembuhan Penyakit,
Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.

Selanjutnya Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh: Indikator status gizi
dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan
kesehatan, kriteria ini adalah fenomena yang dapat dihitung.

Setelah kriteria ditentukan dibuatlah standar-standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang
biasanya mencakup hal-hal yang standar baik, misalnya: panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-
rata (standarnya) adalah 50 cm; berat badan bayi baru lahir yang sehat standar adalah 3 kg.
Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan memperhatikan
atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai
dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut.

Menurut Donabedian, model mutu pelayanan kesehatan yang diberikan sangat dipengaruhi oleh tiga
variabel yaitu:

1) Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan,
seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain.

2) Proses, ialah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat).
Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting

3) Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit diawali dengan mengukur dan memecahkan
masalah pada tingkat input dan proses maupun output. Rumah sakit diharuskan melakukan berbagai
prosedur dan standar sehingga dapat menilai diri sendiri (self-assesment). Untuk menilai keberhasilan
rumah sakit dalam menjaga maupun meningkatkan mutu diperlukan indikator-indikator tertentu.
Indikator ini telah disusun dengan WHO untuk menjadi modal bagi rumah sakit untuk melaksanakan
self-assesment tersebut.

1. Indikator Pelayanan Non Bedah, terdiri dari:

a. Angka Pasien dengan Dekubitus;

b. Angka Kejadian Infeksi dengan jarum infus.

c. Angka Kejadian penyulit/infeksi karena Transfusi Darah.

d. Angka Ketidak Lengkapan Catatan Medis.

e. Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat Darurat.

2. Indikator Pelayanan, yang terdiri dari

a. Angka Infeksi Luka Operasi.

b. Angka Komplikasi Pasca Bedah.


c. Waktu tunggu sebelum operasi effektif.

d. Angka Appendik normal.

3. Indikator Ibu Bersalin dan Bayi, terdiri dari

a. Angka Kematian Ibu karena Eklampsia Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan.

b. Angka Kematian Ibu karena Perdarahan Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan.

c. Angka Kematian Ibu karena Sepsis Kasus Rujukan dan bukan Rujukan.

d. Angka Kematian Bayi dengan BB Lahir <= 2000 gram Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan.

4. Indikator Mutu Pelayanan Medis

a. Angka infeksi nosokomial

b. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)

c. Kematian pasca bedah

d. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)

e. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)

f. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)

g. ADR (Anasthesia Death Rate)

h. PODR (Post Operation Death Rate)

i. POIR (Post Operative Infection Rate)

5. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS

6. Unit cost untuk rawat jalan

a. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien

b. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya

1) Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari

2) Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal pasien

a) Jumlah pelayanan dan tindakan medik

b) Jumlah tindakan pembedahan


c) Jumlah kunjungan SMF spesialis

d) Pemfaatan oleh masyarakat

e) Contact rate

f) Hospitalization rate

g) Out patient rate

h) Emergency out patient rate

7. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien

8. Indikator tambahan

a. Angka Kematian di IGD (IGD).

b. Angka Perawatan Ulang (Rekam Medis).

c. Angka Infeksi RS.

d. Reject Analisis (Radiologi).

e. Angka Ketidaksesuaian Penulisan Diet (Gizi).

f. Angka Keterlambatan waktu pemberian makan (Gizi).

g. Angka Kesalahan Pembacaan Hasil (laboratorium).

h. Angka Waktu Penyelesain Resep (Farmasi).

9. Angka Kesalahan Pemberian Obat (Farmasi).

10. Angka Banyaknya Resep yang Tidak Terlayani (Farmasi).

a. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus

b. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur

c. BOR (Bed Occupancy Rate)

d. BTO (Bed Turn Over)

e. TOI (Turn Over Interval)

f. ALOS (Average Length of Stay)

g. Normal Tissue Removal Rate


1. Surat pembaca di koran

2. Surat kaleng

3. Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya

4. Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi

2. Pasien diberi obat yang salah

3. Tidak ada obat/alat emergensi

4. Tidak ada oksigen

5. Tidak ada alat penyedot lendir

6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran

7. Pemakaian obat tidak sesuai standar

8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan manajemen RS (quality of
services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan
oucome dari manajemen manjaga mutu di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali
mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka
adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur RS dengan melibatkan semua staf SMF
RS.

Sumber :

https://viesaputri.wordpress.com/2010/07/10/indikator-mutu-rumah-sakit/

http://ppmrs.org/indikator-mutu-rumah-sakit/

http://bp-creator.com/manajemen-mutu-rumah-sakit/

http://klikharry.com/2012/03/30/model-manajemen-mutu-rumah-sakit/
PROGRAM PENGENDALI MUTU
PELAYANAN PUSKESMAS 2008
Posted on Januari 20, 2011

PROGRAM PENGENDALI MUTU


PELAYANAN PUSKESMAS 2008

I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional, maka upaya kesehatan diselenggarakan melalui
upaya kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat, serta rujukan upaya kesehatan. Mengingat
hal tersebut, dapat dipahami bahwa Puskesmas mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu
sebagai pusat pengembangan peran serta masyarakat, pusat pembinaan kesehatan masyarakat
dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat.
Kondisi Puskesmas secara umum dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Demikian juga
yang dialami ole Puskesmas Mantup. Tidak dapat dipungkiri oleh berbagai pihak, selama tahun-
tahun terakhir ini Puskesmas Mantup berkembang cukup pesat. Baik dari segi fisik bangunan
Puskesmas, maupun dari segi program, pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

Visi Puskesmas mantup


”pelayanan prima menjadi budaya kerja”.
Misi Puskesmas Mantup adalah
” melakukan terobosan/inovasi dalam setiap kegiatan atau program kesehatan”,
” memberikan pelayanan yang aman, nyaman, terjangkau dan profeasional”,
” mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan
yang berwawasan kesehatan” ,
” meningkatkan kemampuan, tanggung jawab dan kerjsama provider”.

Untuk mewujudkan semua itu diperlukan kerja keras dan kerjasama yang baik antara sesama
petugas Puskesmas, lintas sektor maupun dengan masyarakat. Perkembangan yang dicapai oleh
Puskesmas mantup saat ini dirasa belum sepenuhnya dapat mewujudkan visi Puskesmas. Masih
banyak kekurangan dan kelemahan yang harus terus kita perbaiki.Disamping itu, keinginan dan
harapan masyarakat untuk mutu Puskesmas terus berkembang secara dinamis.
Untuk meningkatkan pelayanan yang bermutu sehingga tercapai pelayanan prima yang terus
meningkat dan dalam rangka membina petugas Puskesmas untuk bekerja sama dalam tim
sehingga dapat melaksanakan fungsi Puskesmas dengan baik, maka dirasa perlu dibentuk
”PROGRAM PENGENDALI MUTU PELAYANAN PUSKESMAS” yang akan menjadi acuan
peskesmas dalam melayani pelanggan.
Agar memudahkan dalam memonitor, mengevaluasi, serta meningkatkan kwalitas standar
pelayanan maka dipakai ASPEK KEPUASAN yang dinamakan DIMENSI MUTU
PELAYANAN yang terdiri dari 8 DIMENSI
1. Dimensi mutu KEAMANAN.
2. Dimensi mutu KENYAMANAN
3. Dimensi mutu EFEKTIFITAS
4. Dimensi mutu EFISIENSI
5. Dimensi mutu KONTINUITAS
6. Dimensi mutu KEMUDAHAN
7. Dimensi mutu HAM
8. Dimensi mutu AKSES

Anda mungkin juga menyukai