Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hepatitis virus adalah infeksi hati yang disebabkan oleh beberapa virus.
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di
Indonesia, yang terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E sering
muncul sebagai kejadian luar biasa, ditularkan melalui fecal oral dan biasanya
berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan dapat
sembuh dengan baik. Sedangkan, hepatitis B ditularkan melalui cairan tubuh
seperti semen atau darah dari individu yang terinfeksi dengan virus hepatitis B
yang masuk kedalam tubuh individu yang tidak terinfeksi. . Virus hepatitis B 50-
100 kali lebih infeksius dibandingkan HIV dan sangat mudah ditransimisi selama
aktivitas seksual. Hepatitis C ditularkan melalui kontak dengan darah dari
individu yang terinfeksi melalui pemakaian jarum suntik bersamaan atau alat
suntik lainnya. Hepatitis C juga dapat ditularkan melalui alat-alat non steril
selama pemasangan tato dan tindik tubuh. Meskipun jarang, tetapi hepatitis C
dapat juga ditularkan melalui aktivitas seksual. dan D ditularkan secara parenteral,
dapat menjadi kronis dan menimbulkan sirosis dan lalu kanker hati.1

Hepatitis virus menyebabkan 1,34 juta kematian pada tahun 2015 di seluruh
dunia, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan kematian akibat HIV. Setiap waktu,
jumlah kematian akibat hepatitis virus meningkat sedangkan kematian akibat HIV
dan tuberculosis mulai menurun. Sebagian besar kematian hepatitis virus pada
tahun 2015 dikarenakan penyakit hati kronik (720.000 kematian akibat sirosis)
dan kanker hati primer (470.000 kematian akibat hepatocelullar carcinoma).1

Hepatitis B merupakan salah satu virus hepatitis yang paling sering terjadi.
Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240
juta orang diantaranya menjadi pengidap hepatitis B kronik, sedangkan untuk
penderita hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5
juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena hepatitis.1
Virus hepatitis B paling banyak mengenai negara region Africa dan barat.
Sedangkan virus hepatitis C lebih banyak mengenai regio Eropa dan Mediterania
Barat. Indonesia merupakan salah satu negara dengan endemisitas tinggi hepatitis
B, terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2014, studi dan uji saring
darah donor PMI maka diperkirakan diantara 100 orang Indonesia, 10 diantaranya
telah terinfeksi hepatitis B atau C. Sehingga saat ini diperkirakan terdapat 28 juta
penduduk Indonesia yang terinfeksi hepatitis B dan C, 14 juta diantaranya
menderita kanker hati.1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Lubuk Kambing Merlung
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 13 Agustus 2018

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas sejak ± 5 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut


kanan atas yang tidak menjalar hingga ke punggung atau bahu dan terasa seperti
tertusuk-tusuk sejak ± 5 hari SMRS. Nyeri dirasakan memberat saat pasien
beraktivitas dan berkurang saat pasien beristirahat. Nyeri perut yang dirasakan
tidak disertai sesak nafas dan batuk. Namun, nyeri perut kanan atas disertai mual
dan muntah berisi apa yang dimakan >5 kali dalam 1 hari sebanyak ± ¼ gelas
belimbing, serta kedua mata dan seluruh tubuh yang menguning. Selain itu pasien
mengeluhkan kedua kaki dan tangannya pegal, sulit digerakkan, dan timbul nyeri
saat dipegang. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri saat BAK, rasa panas saat
BAK (-), warna BAK kuning jernih, darah (-). Keluhan BAB (-), BAB hitam (-).
Muntah darah (-), batuk darah (-). Pasien tidak mengeluh pusing, muntah, nafsu
makan berkurang, pandangan kabur, ataupun kencing pada malam hari. Pasien
merupakan rujukan dari Puskesmas Merlung. Sesampainya di RS Raden Mattaher
pasien muntah 2 kali sebanyak ½ gelas belimbing, isi muntahan berupa cairan.

Sejak ± 7 hari SMRS, pasien juga mengeluh badannya mudah lemas,


pusing dan demam yang hilang timbul, mata dan badan kuning (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Pada ± 3 tahun yang lalu, pasien mengeluh kedua matanya tiba-
tiba menguning dan demam yang hilang timbul namun tidak
disertai nyeri perut kanan atas dan badan lemas. Os tidak pergi
berobat untuk mengatasi keluhan tersebut.
b. Riwayat kuning saat lahir (-)
c. Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
d. Riwayat penyakit kencing manis disangkal
e. Riwayat rawat inap sebelumnya (-)
f. Riwayat transfuse darah (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa
b. Riwayat ibu pasien memiliki keluhan serupa saat sedang
mengandung pasien (-)
c. Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
a. Pasien merupakan seorang laki-laki yang belum menikah.
b. Pasien merupakan seorang pekerja buruh sawit di Jambi sejak ± 6
bulan yang lalu.
c. Pasien berasal dari kota Medan dan sudah merantau di Jambi
selama ± 8 bulan yang lalu.
d. Pasien memiliki riwayat penggunaan alkohol jenis tuak sejak ± 3,5
tahun yang lalu dan sudah berhenti sejak ± 1 bulan yang lalu.
e. Pasien memiliki riwayat merokok sejak ± 14 tahun yang lalu.
Biasanya pasien merokok sebanyak 2 bungkus per hari.
f. Riwayat makan di sembarang tempat (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : 15 (E4 M6 V5)
Vital Sign
a. Tekanan Darah : 110/80 mmHg
b. Nadi : 80x/menit, reguler, isi cukup
c. Respirasi : 22x/menit, reguler
d. Suhu aksila : 37,00C
e. Saturasi Oksigen : 95%
Kulit
 Warna : Sawo matang
 Ikterus : (+)
 Efloresensi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Pertumbuhan Rambut : Normal, Alopecia (-)
 Pertumbuhan Darah : (-)
 Suhu : Teraba hangat
 Turgor : Kembali cepat
 Lainnya : (-)

Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Rambut : Warna hitam, tidak mudah rontok
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
 Simetris Muka : Simetris

Mata
 Kelopak : Edema (-/-)
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-)
 Sklera : Sklera Ikterik (+)
 Pupil : Bulat, Isokor, Diameter 3 mm, Reflek Cahaya
(+/+)
 Lensa : Normal
 Gerakan Mata : Normal
 Lapangan Pandang : Normal

Hidung
 Bentuk : Simetris
 Sekret : (-)
 Septum : Deviasi (-)
 Selaput Lendir : (-)
 Sumbatan : (-)
 Pendarahan : (-)

Mulut
 Bibir : Kering (+), Sianosis (-)
 Lidah : Atrofi papila lidah (-), Lidah berselaput (-), Tifoid
tongue (-)
 Gusi : Perdarahan (-)
 Gigi geligi : Kuning (+)
 Palatum : Kuning pada palatum mole dan durum (+)

Telinga
 Bentuk : Simetris
 Sekret : Sekret minimal (+/+)
 Nyeri tekan proc. Mastoideus : (-)
 Pendengaran : Normal

Leher
 JVP : 5+2 cmH2O
 Kelenjar Tiroid : tidak teraba pembesaran
 Kelenjar Limfonodi : tidak teraba pembesaran

Kelenjar
 Pembesaran Kelenjar Submandibula : (-)
 Pembesaran Kelenjar Submental : (-)
 Pembesaran Kelenjar Jugularis Superior : (-)
 Pembesaran Kelenjar Jugularis Inferior : (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba 2 jari di ICS V Linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, spider nevi (-),
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris, venektasi vena (-), darm contour (-), darm
steifung(-).
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) di kuadran kanan atas


Hepar : Teraba 1 jari dibawah arcus costae dengan tepi
tumpul, permukaan rata, nyeri tekan (+).
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut (+)
Punggung
Inspeksi : Simetris kanan = kiri, spider naevi (-),
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Nyeri ketok CVA : (-/-)
Ekstremitas
Superior
 Warna : Sawo matang
 Kuku : Pucat (-), Ikterik (+/+)
 Tremor : (-/-)
 Luka : (-/-)
 Palmar eritem : (-/-)
 Jari tabuh : (-/-)
 Sensibilitas : (+/+)
 Edema : (-/-)
 Akral : pucat (-/-)
Inferior
 Warna : sawo matang
 Kuku : Pucat (-/-), Ikterik (+/+)
 Luka : (-/-)
 Sensibilitas : (+/+)
 Edema : (-/-)
 Akral : Pucat (-/-)
 varises : (-/-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin (13/8/2018) Elektrolit (13/8/2018)


WBC : 21,6x109/L MCV : 77,7 fL Na : 127,4 mmol/L
RBC : 3,78 x1012/L MCH : 28 pg K : 4,44 mmol/L
HGB : 10,6 g/dL MCHC : 361 g/L Cl : 94,18 mmol/L
PLT : 358 x109/L HCT : 29,4% Ca : 1,0 mmol/L
GDS : 135 mg/dL

Kesan: Leukositosis, Anemia, Trombositosis

Hiponatremia, Hipokalsemia
Kimia darah (13/8/2018)
SGOT : 88 U/L
SGPT : 88 U/L
Ureum : 266 mg/dl
Kreatinin : 7,0 mg/dl
LFG : 17
Seromarker Hepatitis (13/8/2018)
HBV: HBsAG: (-)/negative

2.5 Diagnosa Kerja


Diagnosa Primer: Ikterik ec Susp. Hepatitis
Diagnosa Sekunder: Hiponatremia + Hipokalsemia, AKI
2.6 Diagnosa Banding
Susp. Penyakit hati alkoholik
Susp. Hepatoma
2.7 Anjuran Pemeriksaan
-USG abdomen
-Bilirubin Total, Direk, Indirek
2.8 Tatalaksana
a. Nonfarmakologi
- Diet Hati II
b. Farmakologi
2.9 Prognosis
a. Qua ad vitam :
b. Qua ad functionam :
c. Qua ad bonam :
2.10 Follow Up
Tabel 2.1 Follow Up Pasien
Tanggal Perkembangan
14/8/2018 S: Badan lemas, mual (-), muntah (-), badan kuning, nyeri perut
kanan atas

O: TD: 120/70mmHg N : 79x/menit RR: 20x/menit T:


36,8 C

Pemeriksaan generalisata:

Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (+), Palmar eritem (-)

Nyeri kuadran kanan atas (+)

A: Ikterik ec Susp. Hepatitis Kronik,


Hiponatremia+Hipokalsemia

P: - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


- Inj. Ranitidin 2x50 mg
- Inj. Ondansentron 3x1 mg
- Inj. Ceftriaxon 1x2 gr

15/8/2018 S: Badan lemas berkurang, mual (-), muntah (-), nyeri perut
kanan atas berkurang

O: TD: 120/70 N : 74x/menit RR: 18x/menit T : 36,6

Pemeriksaan generalisata:

Konjungtiva anemis (-),Sklera ikterik (+), Palmar eritem (-),


Nyeri kuadran kanan atas (+)

A: Ikterik ec Susp. Hepatitis Kronik,


Hiponatremia+Hipokalsemia

P: - IVFD NaCl 3% per 24 jam

- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr

USG abdomen
Ulangi pemeriksaan elektrolit

16/8/2018 S: Badan lemas (-)

O: TD: 140/70 mmHg N : 74x/menit RR: 20x/menit T:


37 C

Pemeriksaan generalisata

Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (+)

A: Ikterik ec Susp. Hepatitis Kronik,


Hiponatremia+Hipokalsemia

P: Elektrolit:

Na: 142,24 mmol/L

K: 4,11 mmol/L

Cl: 103,97 mmol/L

Ca: 1,16 mmol/L

Kesan: Hipokalsemia

17/8/2018 S: Badan lemas (-)

O: TD: 130/60 mmHg N : 74x/menit RR: 20x/menit T:


36,1 C

Pemeriksaan generalisata

Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (+), Nyeri tekan kuadran


kanan atas berkurang

A: Ikterik ec Hepatitis kronik, Hiponatremia+Hipokalsemia

P: Hasil USG:

Kesan: Hepatomegali dengan gambaran kronik liver disease


Parenkim renal disease bilateral grade III

Lien, pancreas, kandung empedu , vesika urinaria, aorta tak


tampak kelainan

Pasien pulang atas permintaan sendiri.


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Hepatobilier
3.1.1 Anatomi Hati
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme
tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran
kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V
kanan dan batas bawah berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas
bawah menyerong keatas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior
hati berbentuk cekung dan terdapat celatransversal sepanjang 5 cm dari system
porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari system porta yang
mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta
terletak di depan vena kava dan di balik kandung empedu.2

Gambar 1. Anatomi Permukaan Hati2


Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran
kira-kira 2 lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung
empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan
sebuah daerah yang disebut sebagai ligamentum venosum pada permukaan
posterior. Hati terbagi dalamm 8 segmen dengan fungsi yang berbeda.. pada
dasarnya, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung
empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional dan dengan adanya
daerah dengan vaskularisasi relative sedikit, kadang-kadang dijadikan batas
reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8 segmen didasarkan pada pedicle
pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen. 2
Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli,
setiap lobules berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus
yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hati
terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan
arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang merupakan
system retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing
lain didalam tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh
terhadap serangan bakteri dan organ toksik. 2
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobules hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel
hati. 2

Gambar 2. Gambaran segmen-segmen fungsional hati. Hati dapat dibagi menjadi


8 segmen berdasarkan pada suplai darah dan saluran empedu.2
3.1.2 Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantung dengan bentuk seperti buah pir
dengan panjang 7 sampai 10 cm dan rata-rata kapasitas penyimpanan 30 sampai
50 ml. Ketika terjadi obstruksi, kandung empedu dapat terdistensi dan bisa
menampung sampai 300 ml. kandung empedu terletak di fossa pada permukaan
viseral hepar. Kandung empedu terbagi menjadi empat area, meliputi fundus,
korpus, infundibulum, dan neck. Fundus berbentuk melengkung yang normalnya
memiliki jarak 1 sampai 2 cm dari tepi hepar. Fundus merupakan area yang
memiliki paling banyak otot polos, sebaliknya korpus terdiri dari banyak jaringan
elastin sehingga berfungsi sebagai area penyimpanan. Neck akan semakin
membesar sampai menjadi infundibulum atau Hartmann’s pouch.3

Gambar 3. Anatomi bilier aspek anterior3


Keterangan gambar: g. Arteri gaster sinistra
a. Duktus hepatik dextra h. Duktus biliaris komunis
b. Duktus hepatik sinistra i. Fundus kantung empedu
c. Duktus komunis hepatik j. Badan kantung empedu
d. Vena porta k. Infundibulum
e. Arteri hepatik l. Duktus sistikus
f. Arteri gastroduodenal m. Arteri sistikus
n. Arteri superior pankreatikduodenal
Kandung empedu dapat menampung ± 50 ml cairan empedu dengan
ukuran panjang 8-10 cm dan terdiri atas fundus, korpus dan kolum. Lapisan
mukosanya membentuk cekungan kecil dekat dengan kolum yang disebut kantong
Hartman, yang bisa menjadi tempat tertimbunnya batu empedu.2
Kandung empedu dilapisi oleh epitel kolumnar selapis yang mengandung
kolesterol dan lemak. Mukus yang disekresi ke dalam kandung empedu berasal
dari kelenjar tubuloalveolar yang berada di mukosa yang melapisi infundibulum
dan neck kandung empedu. Kelenjar tubuloalveolar ini tidak ditemukan di korpus
dan fundus kandung empedu. 2
3.1.3 Anatomi Duktus Bilier
Duktus bilier ekstrahepatik terdiri dari duktus hepatica dextra dan sinistra,
common hepatic duct, cystic duct, dan common bile duct (choledochus). Common
bile duct masuk ke duodenum melalui sfingter Oddi. Duktus hepatica sinistra
lebih panjang daripada duktus hepatika dextra dan cenderung mengalami dilatasi
jika terjadi obstruksi distal. Common hepatic duct memiliki panjang 1 sampai 4
cm dengan diameter sekitar 4 mm. Common bile duct memiliki panjang 7 sampai
11 cm dan diameter 5 sampai 10 mm. Duktus empedu ekstrahepatika dilapisi oleh
mukosa kolumnar dengan sejumlah kelenjar mukus pada common bile duct.
Terdapat jaringan fibroareolar yang mengandung sel otot polos yang mengelilingi
mukosa. 3

Gambar 4. Sfingter Oddi 3


3.2 Fisiologi
3.2.1 Fisiologi Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta
yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam
fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam
lemak. 2
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati
mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari kedalam usus halus. Unsure
utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu. Walaupun bilirubin
(pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak
mempunyai peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran
empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang
berhubungan dengannya.2
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen
dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai glukosa
secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan
sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalaam otot) atau lemak (yang
disimpan dalam jaringan subkutan).2
Fungsi metabolisme protein adalah menghasilkan protein plasma berupa
albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid),
protrombin, fibrinogen dan faktor bekuan lainnya. Hati juga berfungsi sebagai
sistem imunologi karena sel Kuppfer merupakan sel yang sangat penting dalam
menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan
antigen tersebut kepada limfosit.2
Tabel 1. Fungsi Hati2
Fungsi hati
Metabolisme Karbohidrat
Apolipoprotein
Asam lemak
Asam amino transaminase dan
deminasi
Simpanan vitamin larut dalam lemak
Obat-obatan dan konjugasinya
Sintesis Urea
Albumin
Faktor pembekuan
Komplemen C3 dan C4
Ferritin & transferin
Protein C reaktif
Haptoglobin
α1-antitripsin
α-fetoprotein
α2-makroglobulin
Seruloplasmin
Ekskresi Sintesis empedu
Metabolit obat
Endokrin Sintesis 25-hidroksilase vitamin D
Imunologi Perkembangan limfosit B fetus
Pembuangan kompleks imun sirkulasi
Pembuangan limfosit T CD8 teraktivasi
Fagositosis dan presentasi antigen
Produksi lipopolysaccharide-binding
protein
Penglepasan sitokin, seperti TNFα,
interferon
Transport immunoglobulin A
Lain-lain Kemampuan untuk regenerasi sel-sel
hati
Pengaturan angiogenesis

3.2.2 Fisiologi Sistem Bilier


Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorpsi lemak,
ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam
berat. Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu primer)
dan kolangiosit yang terletak sepanjang duktulus empedu. Epitel bilier berperan
dalam menghasilkan 40% dari 600 ml produksi empedu setiap hari.2
Tabel 2. Komposisi Empedu2
Komposisi Empedu
Konstituen Komentar
Asam empedu Berikatan dengan taurin, glisin atau
 Asam kolat sulfat
 Asam kemodeoksilat Terutama efisien pada sirkulasi
 Asam deoksikolat enterohepatik

 Asam ursodeoksikolat
Bilirubin Terutama berikatan dengan glukoronid
Kolesterol Sepertiga direabsorbsi kembali di usus
Trace metal Besi, mangan, zink, tembaga dan
timbal
Metabolit obat Cenderung mempunyai berat molekul
yang lebih besar dibandingkan yang
diekskresikan dalam urin.
Metabolit lipofilik yang berkonjugasi.
Asam-asam empedu dibentuk dari kolesterol didalam hepatosit,
diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat
konjugasi dengan glisin, taurin dan sulfat. Asam empedu mempunyai kegunaan
seperti deterjen dalam mengemulsi lemak, membantu kerja enzim pancreas dan
penyerapan lemak intraluminal. Konyugasi garam-garam empedu selanjutnya
direabsorbsi oleh transport aktif spesifik dalam ileum terminalis, walaupun sekitar
20% empedu intestinal dikonjugasi oleh bakteri ileum. Empedu yang tidak
direabsorbsi akan memetabolismee bakteri dalam kolon ± 30% akan direabsorbsi
kembali. 2
Gambar 5 . Metabolisme Bilirubin2
Mekanisme bilirubin berlangsung dalam 3 fase:4
a. Fase prehepatik
1. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg biliburin terbentuk
setiap harinya, 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang
matang. Sedangkan sisanya 20- 30% (early labeled bilirubin) dari
protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang
dan hepar. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan
produk antara biliverdin dengan perantara enzim hemeoksigenasi.
Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi
bilirubin. Pembentukan early labeled bilirubin meningkat pada
beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif.4
2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, sehingga transport
bilirubin tak terkonjugasi dalam plasma terikat dengan albumin dan
tidak dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul
dalam urine. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis,
dan pemakaian antibiotika tertentu. 4
b. Fase intrahepatik
3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hepar
memerlukan protein sitoplasma atau protein penerima, yang diberi
simbol sebagai protein Y dan Z.4
4. Konyugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hepar
mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin
diglukuronida atau bilirubin konyugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini
yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil transferase
menghasilkan bilirubin yang larut air. 4
c. Fase Pascahepatik
5. Eskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam
kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus flora bakteri
men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen
dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi
warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam
empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai
urobilinogen. 4

Peranan Traktus Biliaris


Sesaat setelah empedu diekskresi oleh hepatosit, empedu tersebut akan
mengalami modifikasi tersebut meliputi, penarikan air melalui proses osmosis
paraseluler kedalam empedu, pemisahan glutation menjadi asam amino yang
dapat direabsorbsi kembali (Seperti glukosa dan beberapa asam organic) dan
sekresi bikarbonat dan ion-ion klorida secara aktif ke empedu oleh mekanisme
yang bergantung pada regulator transmembran fibrosis sistik (RTFC).4
Kandung empedu mempunyai peranan penting dalam pencernaan lemak.
Kandung empedu menampung ± 50 ml empedu yang dapat dibuat kembali dalam
merespons pencernaan makanan. Dalam keadaan puasa kira-kira setengah dari
empedu secara terus-menerus dialirkan kedalam kandung empedu untuk
disimpan. Selama empedu berada dalam kandung empedu, maka akan terjadi
peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorbsi ion-ion
natrium, kalsium, klorida dan bikarbonat., diikuti oleh difusi air sehingga terjadi
penurunan pH intrasistik. Kandung empedu mampu menurunkan volumenya jika
diisi empedu 80-90%.4
3.3 Obstruksi Jaundice
3.3.1 Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya
(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat
adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena
kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena
trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai
penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas,
tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum
hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan
gangguan aliran empedu.5
3.3.2 Klasifikasi dan Etiologi
Penyebab ikterik dibagi menjadi 3 tipe:
a) Ikterik pre-hepatik
Ikterus pre hepatik disebabkan karena kelebihan pemecahan sel-sel
darah merah dan kelebihan produksi bilirubin. Produksi bilirubin lebih cepat
dibandingkan eksresi akibatnya meningkatkan kadar serum dan gambaran
klinik ikterik. Terutama terjadi peningkatan bilirubin indirek. Etiologi ikterus
pre-hepatik dibagi menjadi:
a. Penyebab kongenital
Penyebab kongenital ikterik hepatik:
1. Sferositosis
2. Eliptositosis
3. Defisiensi congenital LCAT
4. Talasemia
5. Anemia sel sabit
6. Stomatositosis
7. Akantositosis
8. Ekinosit
9. Defisiensi sintesis GSH
10. Defisiensi kinase piruvat
11. Defisiensi G6PD
12. Fetalis eritroblastosis
b. Penyebab didapat
Penyebab didapat pada ikterik pre-hepatik:
1. Resorpsi hematoma
2. Hemolisis autoimun
3. Reaksi transfuse
4. Trauma
5. Mikroangiopati
6. Sindrom uremik hemolitik
7. Pelari jarak jauh
8. Defisiensi asam folat
9. Disseminated intravascular clot
10. Infeksi, mis. Malaria, dll.
11. Racun, mis. Gigitan ular, dll.
12. Kimia mis. Nitrit, aniline dyes
13. Paroxysmal nightly hemoglobinuria
14. Thrombotic thrombocytopenic purpura
15. Hipofosfatemia
16. Defisiensi vitamin B12
b) Ikterik intra hepatik
Penyebab ikterik intrahepatik dibagi menjadi 2:
a) Penyebab congenital
Penyebab congenital ikterik intrahepatik:
a. Penyakit Wilson
b. Sindrom Rotor
c. Hemokromatosis
d. Crigler Najar syndrome
e. Gilbert’s syndrome
f. Dubin-Johnson’s syndrome
b) Penyebab didapat
Penyebab didapat ikterik intrahepatik:
a. Hepatitis virus
b. Hepatitis alkoholik
c. Hepatitis autoimun
d. Hepatitis imbas obat
e. Sepsis
f. Kehamilan
g. Penyakit sistemik
h. Malnutrisi
i. Trauma fisik
Penyebab tersering adalah virus hepatitis, alkohol, keracunan obat (drug
induced hepatitis), dan kelainan autoimun merupakan penyebab yang
tersering. Peradangan intrahepatik menganggu transport bilirubin konyugasi
dan menyebabkan ikterus. Alkohol juga bisa mempengaruhi gangguan
pengambilan empedu dan sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis.
Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan perlemakan
(steasosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan
hati ditandai dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-
kadang bisa menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi
gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih
berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase
yang tinggi. Selain itu, penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun
yang sering mengenai kelompok muda terutama perempuan.
c) Ikterik post-hepatik
a) Penyebab congenital
a. Atresia bilier
b. Fibrosiskistik
c. Dilasi duktus komuni di leher
d. Kista koleadokal
b) Penyebab didapat:
a. Biliopati portal
b. Kolesistitis
c. Trauma
d. Pancreatitis
e. Striktur
f. Koledokulithiasis
g. AIDS

Gambar 6. Klasifikasi Ikterik

3.3.3 Manifestasi Klinis


Gejala awal terjadinya kolestasis adalah adanya perubahan warna urin
yang menjadi lebih kuning, gelap, tinja pucat, dan gatal (pruritus) yang
menyeluruh. Pada kolestasis kronik bisa menimbulkan pigmentasi kulit
kehitaman, ekskoriasi karena pruritus, perdarahan diathesis, sakit tulang, dan
endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma).
Penderita dengan ikterik prehepatik/hemolitik mengalami anemia, sclera
kuning, urin berwarna kuning kecoklatan, kulit menguning dan kadar bilirubin
meningkat. Gambaran klinis ikterik intra hepatik terdiri dari nyeri perut, demam,
mual dan muntah, disertai komplikasi seperti perdarahan gastrointestinal, diare,
anemia, edema, penurunan berat badan dan lemas. Selain itu juga terdapat
gangguan mental seperti kernikterus, koma, atau kematian. Pada ikterik post
hepatic biasanya urin berwarna gelap, feses pucat dan pruritus di seluruh tubuh.
Adanya riwayat demam kolik bilier, berat badan menurun, nyeri perut, massa di
abdomen. Ikterik post hepatic dapat menyebabkan komplikasi seperti kolangitis,
pancreatitis, gagal ginjal dan jantung.
3.3.4 Diagnosis
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Tanyakan riwayat penggunaan obat-obatan, alkohol dapat membantu
diagnosis ikterik intrahepatik seperti penyakit hati alkoholik, hepatitits virusn
penyakit hati karena obat. Gejala demam dan gejala virus prodromal biasanya
gejala awal pada hepatitis virus, demam dan penurunan berat badan. Pada ikterik
toksik/intra hepatik adanya riwayat obat-obatan, keracunan zat kimia, suhu
biasanya meningkat, ikterik didapatkan sedang, adanya nausea, anemia,
pembesaran hepar biasanya dirasakan keras, lien tidak dapat diraba, feses pucat
dan urin gelap.
Pada ikterik obstruksi/post hepatic adanya riwayat kolik bilier, penurunan
berat badan, kehilangan nafsu makan, adanya kalkulus, atau neoplasma pancreas
atau gaster. Suhu biasanya normal atau abnormal. Adanya ikterik , nausea tidak
didapatkan, anemia dapat ada atau tidak, hepar biasanya mengalami pembesaran
sedikit, dan masa karsinoma metastasis yang teraba.
Pada pemeriksaan fisik harus dievaluasi penyakit yang medasari
ensefalopati seperti pemeriksaan asteriksis dan perubahan status mental; evaluasi
tanda-tanda penyakit hepar kronik termasuk spider angoma, palmar eritema, dan
ginekomastia. Pemeriksaan lengkap abdomen untuk evaluasi hepatomegali,
splenomegali, dan nyeri kuadran kanan atas dan asites.
Regio hipokondria kanan harus diperiksa apakah hati teraba, lokasi,
ukurannya, dan nyeri tekan. Epigastrium harus dipalpasi untuk menyingkirkan
kemungkinan curiga malignansi gaster. Hipokondria kiri juga untuk
mengidentifikasi splenomegali. Pembesaran glandular harus dicari apakah anemia
terjadi bersamaan dengan tanda-tanda neurologis atau perubahan lidah.

Gambar 7. Evaluasi Ikterik pada Dewasa

b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan alanin transaminase dan aspartat transaminase
mengindikasikan kerusakan hepatoseluler. Peninggian nilai fosfatase alkali,
yang diakibatkan terutama peningkatan sintesis daripada karena gangguan
ekskresi, namun tetap belum bisa menjelaskan penyebabnya. Nilai
aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya, namun
seringkali meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan tinggi sangat mungkin
karena proses hepatoseluler, namun kadang terjadi juga pada kolestasis
ekstrahepatik, terutama sumbatan akut yang diakibatkan oleh adanya batu di
duktus koledokus. Peningkatan serum amilase menunjukkan sumbatan
ekstrahepatik.
Tabel 3. Diagnosa Pemeriksaan Penunjang Ikterik

Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin
disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang
jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin.
Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin
yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin
lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan
sel- sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses
menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen
usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin
terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada
kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu
hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna
ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat
10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai
normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan
kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali
fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.1
2) Pencitraan
a. USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan
penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan
lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang
melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan
sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran
kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak
ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan
penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran
saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.
Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris,
mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan
informasi lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung
empedu, perubahan parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan
akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang
berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga
dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur
yang mengelilinginya.
b. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatgraphy)
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatgraphy) dan PTC
(Percutaneus Transhepatic Cholangiography) menyediakan visualisasi langsung
level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi
seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.
c. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography)
MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography) merupakan
teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal
ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.
3) Biopsi Hati
Biopsi akan menjelaskan diagnosis pada kolestasis intrahepatik. Pada keadaan
obstruksi ekstrahepatik yang berkepanjangan harus dilakukan pemeriksaan
pencitraan sebelum biopsi. Biopsi dianjurkan jika pada pemeriksaan USG tidak
ditemukan pelebaran saluran empedu.
3.4 Hepatitis
3.4.1 Definisi
Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. Peradangan ini
ditandai dengan meningkatan kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan
adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Ada dua faktor penyebabnya
yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor penyebab infeksi antara lain
virus hepatitis dan bakteri. Selain karena virus Hepatitis A, B, C, D, E dan G
masih banyak virus lain yang berpotensi menyebabkan hepatitis misalnya
adenoviruses , CMV , Herpes simplex , HIV , rubella ,varicella dan lain-lain.
Sedangkan bakteri yang menyebabkan hepatitis antara lain misalnya bakteri
Salmonella typhi, Salmonella paratyphi , tuberkulosis , leptosvera. Faktor non-
infeksi misalnya karena obat. Obet tertentu dapat mengganggu fungsi hati dan
menyebabkan hepatitis.
3.4.2 Epidemiologi
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang didiagnosis
hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada,
menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun 2007
dan 2013.
Gambar 8 . Prevalensi Hepatitis Menurut Provinsi Tahun 2007 dan 2013
Dari grafik diatas dapat dilihat pada tahun 2007, lima provinsi dengan
prevalensi Hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
Aceh, Gorontalo dan Papua Barat sedangkan pada tahun 2013 lima provinsi
dengan prevalensi tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Pada tahun 2013 ada 13 provinsi yang
memiliki angka prevalensi diatas rata-rata nasional yaitu Nusa Tenggara Timur,
Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Utara, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera
Utara, Kalimantan Selatan.
3.4.3 Etiologi
Penyebab Hepatitis Virus diklasifikasikan kedalam 2 grup menjadi
hepatitis transmisi melalui enterik dan darah:
a. Transmisi secara enterik
Terdiri atas virus hepatitis A (HAV) dan virus Hepatitis E (HEV):
1. virus tanpa selubung
2. tahan terhadap cairan empedu
3. ditemukan di tinja
4. tidak dihubungkan dengan penyakit kronik
5. Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier
intestinal
Virus hepatitis A (HAV)
a. Digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai
hepatovirus
b. Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik
c. Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier: 7,5 kb
d. Pada manusia terdiri atas satu serotype, tiga atau lebih genotype
e. Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal
f. Mengandung 3 atau 4 polipeptida virion di kapsomer
g. Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat
bukti yang nyata adanya replikasi di usus
Virus Hepatitis E (HEV)
a. Diameter 27-34 nm
b. Mlekul RNA linier: 7,2 kb
c. Genome RNA dengan tiga overlap ORF (open reading frames)
mengkode protein structural dan non-struktural yang terlibat pada
replikasi HEV, RNA replicase, heplicase, cystein protease,
methyltransferase
d. Pada manusia hanya terdiri atas 1 serotipe, 4 sampai 5 genotipe
utama
e. Dapat menyebar pada sel embrio diploid paru
f. Replikasi hanya terjadi pada hepatosit
b. Transmisi melalui darah
Terdiri atas virus Hepatitis B (HBV), virus Hepatitis D (HDV) dan virus
Hepatitis C (HCV):
1. Virus dengan selubung (envelope)
2. Rusak bila terpajan cairan empedu/detergen
3. Tidak terdapat dalam tinja
4. Dihubungkan dengan penyakit kronik
5. Dihubungkan dengan viremia yang persisten
Virus Hepatitis B (HBV)
a. Virus DNA hepatotropik, hepadnaviridae
b. Terdiri atas 6 genotipe (A sampai H) tergantung derajat beratnya
dan respon terhadap terapi
c. 42 nm partikel sferis dengan:
d. Inti nukleokapsid, densitas electron, diameter 27 nm
e. Selubung luar lipoprotein dnegan ketebalan 7 nm
f. Inti HBV mengandung, ds DNA partial dan:
1. Protein polymerase DNA dengan aktivitas reverse transcriptase
2. Antigen hepatitis B core (HbcAg), merupakan protein
structural
3. Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non structural yang
berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif HBV
g. Selubung lipoprotein HBV mengandung: Antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg), dengan tiga selubung protein: utama, besar
dan menengah
Virus Hepatitis D (HDV)
a. Masa inkubasi diperkirakan 4-7 minggu
b. Endemis di mediterania dan Semenanjung Balkan
c. Viremia sinkat (infeksi akut) atau memanjang (infeksi kronik)
d. Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan risiko infeksi
HBV (koinfeksi atau superinfeksi):
1. IVDU
2. Homoseksual atau Biseksual
3. Resipien donor darah
4. Pasangan seksual
e. Cara penularan
1. Melalui darah
2. Transmisi seksual
3. Penyebaran maternal-neonatal
Virus hepatitis C
a. Masa inkubasi 15-160 hari (puncak pada sekitar 50 hari)
b. Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum
dijumpai
c. Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik,
sirosis, kanker hati
d. Cara transmisi:
1. Darah (predominan): IVDU dan penetrasi jaringan, resipien
produk darah
2. Transmisi seksual: efisiensi rendah, frekuensi rendah
3. Maternal-neonatal: efisiensi rendah, frekuensi rendah
4. Tidak terdapat bukti transmisi fekal oral
3.4.4 Patogenesis
Tiga fase dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik:
1) Fase imunotoleransi
Pada masa anak-anak atau masa dewasa muda, sistem imun tubuh toleran
terhadap VHB sehingga kadar virus dalam darah dapat sedemikian tingginya,
tetapi tidak terjadi peradanga hati yang berarti. Dalam keadaan itu, VHB ada
dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif, anti
HBe negative, titer DNA VHB tinggi dan kadar ALT relatif normal.
2) Fase imunoaktif
Pada sekitar 30% individu dengan persistensi VHB akibat terjadinya
replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak
dari kenaikan kadar ALT. pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi
imun terhadap VHB.
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel
hati yang terinfeksi VHB. Pada fase ini, sekitar 70% individu dapat
menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang
berarti.
3) Fase non replikatif
Pada keadaan ini titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang negative dan
anti HBe yang menjadi positif secara spontan, serta kadar ALT yang normal
menandai terjadinya fase non replikatif atau fase residual. Sekitar 20-30% pasien
Hepatitis B Kronik dalam fase residual dapat mengalami reaktivasi dan
menyebabkan kekambuhan.
3.4.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu:
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (Hepatitis B Kronik Aktif). HBsAg
positif dengan DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml didapatkan kenaikan
ALT yang menetap atau intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-
tanda penyakit hati kronik. Pada biopsy hati didapatkan gambaran
peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien dikelompokkan
menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan Hepatitis B kronik HBeAg
negative.
2. Carrier VHB inaktif (Inactive HBV Carrier State). Pada kelompok ini
HBsAg positif dengan titer DNA VHB yang rendah yaitu < 105 kopi/ml.
pasien menunjukkan kadar ALT normal dan tidak didapatkan keluhan.
Pada pemeriksaan histopatologi terdapat kelainan dan jaringan yang
minimal.
Parameter untuk mengukur replikasi VHB yang biasa dipakai adalah HBeAg
dan anti-HBe serta kadar DNA VHB. Hepatitis B kronik HBeAg negative sering
ditandai dengan perjalanan penyakit yang berfluktuasi dan jarang mengalami
remisi spontan. Karena itu pasien dengan HBe negative dan kadar DNA VHB
tinggi merupakan indikasi terapi antiviral.
3.4.6 Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
a. Serologis
a. HBV
- IgM anti HBc dan HBs Ag
 HBsAg mendahului IgM anti HBc
 HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa
secara rutin
 HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa
minggu sampai bulan setelah kemunculan, sebelum
hilangnya IgM anti HBc
- HbeAg dan HBV DNA
HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg
Kedua petanda tersebut menghilang dalam beberapa
minggu atau bulan tersebut menghilang dalam beberapa
minggu atau bulan pada infeksi yang sembuh sendiri.
selanjutnya

 HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HBsAg


 Kedua petanda tersebut menghilang dalam beberapa
minggu atau bulan pada infeksi yang sembuh sendiri
b. Biopsi Hati
Tujuan dari biopsi hati adalah untuk menilai derajat kerusakan
hati serta menyingkirkan kemungkinan penyebab lainnya. Sebuah
panel internasional dari para pakar merekomendasikan diagnosis
histopatologi hepatitis kronik harus termasuk etiologi, derajat
aktivitas nekroinflamasi dan derajat/luas fibrosis. Hasil temuan
gambaran histologi dapat membantu memperkirakan prognosis.
Namun demikian, harus diketahui bahwa gambaran histologi hati
dapat membaik secara bermakna pada pasien yang merespons terapi
anti virus secara menetap atau serokonversi pada yang HBeAg
secara spontan. Gambaran histologi hati dapat memburuk secara
cepat pada pasien dengan eksaserbasi berulang atau hepatitis flare.
Pada umumnya, biopsi hati tidak diperlukan kecuali kalau
dipertimbangkan untuk diberikan pengobatan dengan indikasi
tertentu. Klasifikasi histology untuk menilai aktivitas peradangan
Histological Activity Index (HAI):

1. Aktivitas peradangan portal dan lobular


Grade Patologi
0 Tidak ada peradangan portal atau peradangan portal minimal
1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular
tanpa nekrosis
2 Limiting plate necrosis ringan (Interface hepatitis ringan)
dengan atau nekrosis lobular yang bersifat fokal
3 Limiting plate necrosis sedang atau interface hepatitis sedang
dan atau nekrosis fokal berat
4 Limiting plate necrosis berat (interface hepatitis berat) dan
atau bridging necrosis

2. Fibrosis
Stage Patologi
0 Tidak ada fibrosis
1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar
2 Pembentukan septa periportal atau septa portal-portal dengan
arsitektur yang masih utuh
3 Distorsi arsitektur (fibrosis septa bridging) tanpa sirosis jelas
4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

Tabel. Hubungan Antara Skor HAI dengan Derajat Hepatitis Kronik dengan
Menyingkirkan Fibrosis
HAI Diagnosis
1-3 Minimal
4-8 Ringan
9-12 Sedang
13-18 Berat
3.4.7 Tatalaksana
Tujuan utama dari pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk
mengeliminasi atau menekan secara permanen HBV. Hal ini akan mengurangi
patogenitas dan infektivitas, dan akhirnya menghentikan atau mengurangi
nekroinflamasi hati. Tujuan jangka panjang adalah mencegah terjadinya hepatitis
flare yang dapat menyebabkan dekompensasi hati, perkembangan ke arah sirosis
dan/atau HCC, dan pada akhirnya memperpanjang usia.
Dua kelompok terapi untuk hepatitis B kronik:
1. Kelompok Imunomodulasi
a. Interferon (IFN) alfa
IFN merupakan suatu pilihan untuk pasien hepatitis B kronik
nonsirotik degan HBeAg positif dengan aktivitas peyakit ringan
sampai sedang.
Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan
HBeAg positif adalah 5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu.
Kontraindikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata, depresi atau
riwayat depresi diwaktu lalu dan adanya penyakit jantung berat. IFN
diberikan sampai 6 bulan.
2. Kelompok Terapi Anti Viral
Indikasi terapi antiviral dianjurkan untuk pasien hepatitis B kronik
dengan ALT >2x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif. Untuk
ALT <2x nilai normal tertinggi tidak perlu terapi antiviral.
a. Lamivudin
Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase
yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang
terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB
baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum
terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang terinfeksi karena
pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan
convalent closed circulav (cccDNA).
Lamivudin diberikan dosis 100 mg tiap hari, lamivudin akan
menurunkan kadar DNA VHB sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1
minggu. Lamivudin diberikan sampai 3 bulan setelah serokonversi
HBeAg.
b. Adefovir Dipivoksil
Adefovir dipivoksil adalah suatu nukelosid oral yang menghambat
enzim reverse transcriptase. Pemberian Adefovir dengan dosis 10 atau
30 mg tiap hari selama 48 minggu menunjukkan penurunan kadar
DNA VHB, penurunan kadar ALT serta serokonversi HBeAg. Dosis
yang dianjurkan adalah 10 mg tiap hari.
3.4.8 Edukasi
Pengidap hepatitis B harus diberi pengarahan sebab berisiko menularkan
kepada orang lain. Konseling harus termasuk pencegahan penularan melalui
hubungan seksual, perinatal, dan risiko penularan akibat kecerobohan melalui
tetesan darah yang mengkontaminasi lingkungan. Anggota keluarga yang berisiko
terinfeksi HBV harus divaksinasi HBV jika ditemukan hasil HBsAg (-) dan anti
HBs (-) pada pemeriksaan serologi. Skrining harus dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs B jika ditemukan seronegatif.
Pada wanita hamil seyogyanya diperiksa HBsAg pada trimester kadar HBV-DNA
tinggi lebih infeksius, terbukti pada penularan daripertama dan ketiga.
3.4.9 Prognosis
Sekitar 55% penderita hepatitis kronik aktif menyebabkan sirosis.
Penyebab kematian adalah gagal hati.

Anda mungkin juga menyukai