Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIAL

DI SUSUN OLEH:

EKA NURFADILLAH ISLAMIAH

201601012

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU


LAPORAN PENDAHULUAN
1. KONSEP TEORITIS
A. DEFINISI
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut otot
polos bronkus.Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus (Elizabeth, 2000).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma merupakan
penyempitan jalan napas yang disebabkan karena hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu.

Sedangkan Asma Bronkhial merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi
obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan
ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.

B. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau.
3. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada.Disamping gejala Asma yang
timbul harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma.Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
5. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

C. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible.Obstruksi
disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran
napas, pembengkakan membrane yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus
yang kental.Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap
didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru.Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat (SRS-A).Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa,
dan pembentukan mucus yang sangat banyak.Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik
dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik
yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP).Stimulasi reseptor α- mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan
oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan
tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada
individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan
mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan
wheezing.Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan
lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang
mendorong pasien unutk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.ada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru -paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis serta diafragma yang menurun.
2. Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
4. Spirometer
Alat pengukur faal paru selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
5. Peak Flow Meter
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Eleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal!dalam menegakkan diagnosis asma
diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEVI atau PFM). Spirometer
lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV
untuk diagnosis obstruksi saluran napas PFM mengukur terutama saluran
napas besar PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostic, APE dapat
digunakan dalam diagnosisuntuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan
FEV1.
6. X-ray Dada dan Thora
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
7. Pemeriksaan ige
uji tusuk kulit (skin prick test ) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE, spesifik
pada kulit. uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. uji
alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.
8. Petanda Inflamasi
D e r a j a t b e r a t a s m a d a n p e n g o b a t a n n y a d a l a m k l i n i k s e b e n a r n ya
t i d a k b e r d a s a r k a n a t a s penilaian obyektif inflamasi saluran napas.5ejala klinis
dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi.penilaian semi-kuantitatif
inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru pemeriksaan sel
eosinofil dalam sputum dan kadar oksida nitrit udara yangd i k e l u a r k a n d e n g a n
n a p a s . A n a l i s i s s p u t u m ya n g d i i n d u k s i m e n u n j u k k a n h u b u n g a n
a n t a r a jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein(ECP) dengan inflamasi
dan derajat berat asma.

F. PENATALAKSANAAN
1) Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala gejala yang timbul
saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah
pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin
10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit
sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau
intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%.
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera
atau dalam serangan sangat berat
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2) Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik.
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

G. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin
timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps
paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lainnya,misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak.Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak).Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau
merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya
lendir.

2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1) Primer
a. Airway
Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing pada
jalan nafas (bekas muntahan, darah dan sekret yang tertahan), adanya edema pada
mulut, faring, laring, disfagia, suara stridor, gurgling atau wheezing yang
mendadak adanya masalah pada jalan nafas.
b. Breathing
Kaji keefektifan pola nafas, Respiratory Rate, upnormalitas pernafasan, pola
nafas, bunyi nafas tambahan, penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping
hidung, saturasi oksigen.
c. Circulation
Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refil, akral, suhu tubuh,
warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika ada.
d. Disability
Berisi pengkajian kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan reaksi pupil.
e. Exposure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain. Kondisi
lingkungan yang ada disekitar klien.
2) Sekunder
Fokus pengkajian keperawatan adalah head to toe, Hal-hal perlu dikaji pada pasien
asma meliputi (Musliha, 2010)
a. Riwayat kesehatan yang lalu :
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya. Apakan ada
anggota keluarga yang mempunyai penyakit serupa.
1. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat atau faktor lingkungan
mungkin terdapat alergi debu, bulu binatang ataupun juga makanan
2. Kaji riwayat pekerjaan pasien. Apakah setiap hari berhubungan dengan zat
allegen, jika berhubungan sarankan pada penderita untuk memproteksi dirinya
misalnya dengan menggunakan masker.
b. Pernafasan
1. Dipnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
2. Nafas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
3. Menggunakan obat alat bantu pernafasan, misalnya : meninggikan bahu,
melebarkan hidung atau posisi penderita misalnya dengan posisi semi fowler.
4. Kaji suara nafas apakah ada bunyi nafas mengi (wheezing).
5. Adanya batuk berulang.
c. Hubungan sosial
1. Keterbatasan mobilitas fisik.
2. Susah bicara atau bicara terbata-bata.
3. Adanya ketergantungan pada orang lain.
d. Aktivitas
1. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas.
2. Adanya penurunan melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Tidur dalam posisi duduk tinggi modifikasi dengan semi fowler.
e. Sirkulasi
1. Adanya peningkatan tekanan darah.
2. Adanya peningkatan frekuensi jantung.
3. Warna kulit atau membran mukosa normal atau sianosis.
4. Kemerahan atau keringetan.
f. Asupan nutrisi
1. Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernafasan.
2. Penurunan berat badan karena anoreksia.

B. Diagnosa keperawatan
Menurut Marni, 2014 :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan respon alergenik dan
inflamasi pada percabangan bronkial.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konstriksi bronkus.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan gastrointestinal.
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
saluran pernafasan.

C. Intervensi
1. Bersiham jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan respon alergenik dan
inflamasi pada percabangan bronkial.
Tujuan : bernafas dengan mudah dan tanpa dipsnea.
Kriteria Hasil : mampu menunjukan vemtilasi dengan baik.
Intervensi :
a. Kaji keluhan pasien.
b. Lakukan fisioterapi dada untuk mengeluarkan sekret.
c. Ajarkan latihan pernafasan.
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian nebulizer.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan konstriksi bronkus.
Tujuan : akan meningkatkan pertukaran gas.
Kriteria Hasil : berkurangnya mengi dan retraksi, berkurangnya batuk, warna kulit
agak kemerahan, waktu pengisian kapiler 3 sampai 5 detik dan berkurangnya
kegelisahan.
Intervensi :
a. Kaji pola pernafasan.
b. Beri posisi semi fowler dan beri oksigen.
c. Anjurkan dan ajarkan untuk batuk efektif dan latihan nafas dalam setiap 2 jam.
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan bronkodilator atau
steroid.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
Tujuan : untuk memandirikan pasien.
Kriteria Hasil : mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda hipoksia atau hiperkapnia, termasuk gelisah, agitasi,
sianosis, peningkatan frekuensi pernafasan.
b. Berikan posisi yang nyaman
c. Dorong aktivitas sesuai dengan kondisi dan kemampuan.
d. Kolaborasi dengan keluarga dalan aktivitas klien.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
gastrointestinal.
Tujuan : berkurangnya mual dan muntah.
Kriteria Hasil : klien dapat menghabiskan porsi makanan.
Intervensi :
a. Kaji keluhan mual muntah.
b. Berikan makanan yang lunak.
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering.
d. Kolaborasi dalam pemberian antiemetik.
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
saluran pernafasan.
Tujuan : Resiko kekurangan cairan teratasi.
Kriteria Hasil : Turgor kulit yang baik dan keluaran urin 1-2 ml/kg BB/jam.
Intervensi :
a. Kaji turgor kulit.
b. Menghitung balance cairan.
c. Anjurkan banyak minum air putih.
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan parenteral untuk memenuhi
kebutuhan cairan.

D. Implementasi
Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan tindakan yang nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah. Pada
tahap implementasi ini terdiri atas beberapa kegiatan yaitu validasi rencana keperawatan,
menuliskan atau mendokumentasikan rencana keperawatan serta melanjutkan
pengumpulan data.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan perawat, pasien dan
tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi untuk menilai apakah dalam rencana
keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang (Padila, 2009).

Anda mungkin juga menyukai