Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Serologi
Serologi ialah ilmu yang mempelajari reaksi antigen antibody secara invitro.
Untuk dapat menegakkan diagnose suatu penyakit infeksi kita harus dapat mengisolasi
atau menemukan kuman penyebabnya. Proses isolasi atau menemukan kuman tersebut
memakan waktu yang cukup lama dan sulit dalam pelaksanaannya. Apabila sebuah
kuman masuk kedalam tubuh kita maka kuman tersebut akan merupakan suatu antigen
(benda asing) bagi tubuh kita dan selanjutnya akan merangsang tubuh tubuh untuk
membentuk antibody terhadap kuman tersebut. Dengan dapat ditemukannya antibody
tersebut dalam tubuh kita, maka hal ini akan membantu kita dalam menegakkan diagnose
suatu penyakit infeksi. Proses untuk menemukan atau mendeteksi adanya antigen dan
antibody tersebut yang selanjutnya kita kenal dengan pemeriksaan serologi. Beberapa
contoh pemeriksaan serologi adalah: Widal, VDRL, Tubex-TF, NS-1, Imunologi DHF,
Leptospira, Toxoplasmosis, Hepatitis A dan B, AIDS, dsb.

Imunologi
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup
kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme.
Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan
sehat maupun sakit; malafungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit
autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft; karakteristik fisik,
kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo)
Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya
dipecah menjadi beberapa subdisiplin.

Imunoserologi
Imunoserologi adalah bidang ilmu kedokteran yang mempelajari: Identifikasi
terhadap antibodi yaitu protein yang dibuat dari sel darah putih yang berespon terhadap
antigen, protein asing di dalam tubuh. Investigasi masalah yang berhubungan dengan
2

sistem kekebalan tubuh seperti penyakit autoimunitas yaitu ketika sistem kekebalan
tubuh berubah melawan jaringan tubuh sendiri dan kelainan imunodefisiensi yaitu ketika
sistem kekebalan tubuh kurang aktif.

I.2 TUJUAN STASE


1.2.1 Tujuan Umum :
Laporan ini disusun untuk proses pembelajaran bagi pengembangan dan
pencapaian kompetensi sehingga peserta didik pada PPDS Mikrobiologi Klinik FK
Undip:
1) Mampu memahami, menjelaskan, dan mengevaluasi indikasi pemeriksaan
imunoserologi
2) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi teknik
pemeriksaan imunoserologi
3) Mampu menginterpretasi hasil pemeriksaan imunoserologi

1.2.2 Tujuan Khusus :


1) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi konsep lini
pertahanan tubuh, respon imun alamiah dan didapat:
a. Lini pertahanan tubuh
b. Komponen dan sifat respon imun alamiah
c. Komponen dan sifat respon imun didapat
2) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi respon
imunologi terhadap infeksi:
a. Imunologi pencegahan infeksi
Prinsip imunitas aktif dan pasif
Pencegahan infeksi menggunakan prinsip imunologi
Macam-macam vaksinasi
Prinsip pemeriksaan serologi dengan memperhatikan status imunitas
b. Imunologi eliminasi infeksi
Pengenalan PAMP oleh innate immunity
Respon imun oleh innate arm
3

Pengenalan antigen dan peptide oleh adaptive immunity


Respon imun oleh adaptive arm
3) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi indikasi
pemeriksaan serologi: Gambaran klinis dan temuan serologi berdasarkan waktu
perjalanan penyakit
a. Deteksi antigen
b. Deteksi antibody
c. Kelebihan serologi
d. Kekurangan serologi
4) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil
pemeriksaan kualitas sampel dan pemrosesan awal sampel pre-analitik
a. Evaluasi tipe dan volume sampel, masa perjalanan penyakit, dan
pemeriksaan serologi yang dimintakan.
b. Persiapan alat dan bahan
c. Melakukan prosedur pemisahan serum/plasma dari whole blood
5) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi Spesimen
dan metode pemeriksaan serologi rutin yang dilakukan di laboratorium klinik
6) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil
pemeriksaan uji diagnostik, sensitivitas, spesifitas, nilai duga positif, nilai duga
negatif dan penentuan validitas
7) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi pemeriksaan
imunologi DHF
a. Uji diagnostik
b. Sensitivitas, spesifitas,
c. Nilai duga positif, nilai duga negatif
8) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi pemeriksaan
VDRL
a. Persiapan alat dan bahan
b. Pemeriksaan VDRL
9) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi pemeriksaan
TPHA
a. Persiapan alat dan bahan
4

b. Pemeriksaan TPHA
10) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi pemeriksaan
Widal
a. Persiapan alat dan bahan
b. Pemeriksaan Widal
11) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi pemeriksaan
IgM Salmonella
a. Persiapan alat dan bahan
b. Pemeriksaan IgM Salmonella
12) Mampu memahami, menjelaskan, melaksanakan, dan mengevaluasi pemeriksaan
imunologi leptospira
1) Persiapan alat dan bahan
2) Pemeriksaan imunologi leptospira
13) Mampu memahami, menjelaskan, dan melaksanakan penetuan hasil pemeriksaan
dan menghubungkan hasil tes dengan kondisi klinik pasien
a. Membaca hasil
b. Mengaitkan hasil serologi dengan gambaran klinis pasien
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 PENGERTIAN SISTEM IMUN


Sistem imun terdiri dan sekelompok sel dan substansi yang ditemukan di dalam
tubuh yang mampu mempertahankan diri kita terhadap infeksi, penyakit kanker, dan
senyawa yang asing bagi tubuh manusia.1,2 Sebagian besar pemain utama dalam system
imun adalah sel-sel yang berasal dan prekursor di dalam sumsum tulang yang bersirkulasi
di dalam darah dan masuk ke dalam jaringan apabila dibutuhkan. Sel-sel ini terbentuk
dan sel-sel punca (stem cells) yang berdiferensiasi menjadi sel-sel matur berdasarkan tipe
turunan (lineage) seluler dan faktor pertumbuhan yang ada. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah
dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.1,2

II. 2 FUNGSI SISTEM IMUN


Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus,
serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh, menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau
rusak untuk perbaikan jaringan, mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.2
Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus, dimana leukosit merupakan sel imun
utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).1

II. 3 RESPONS IMUN


Mendeteksi dan mengenali benda asing, komunikasi dengan sel lain untuk
berespons, rekruitmen bantuan dan koordinasi respons, dan destruksi atau supresi
penginvasi.2,3

II. 4 JENIS-JENIS SISTEM IMUN


1. Sistem imun non spesifik natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan )
Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam melawan mikroorganisme. Disebut
nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Terdiri dari:1,3
6

a) Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan
mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak
misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan
meningkatkan resiko infeksi.
b) Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit,
kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen, mengandung bahan yang berperan
dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Asam HCL dalam cairan lambung,
lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu dapat melindungi tubuh
terhadap berbagai kuman gram positif dengan cara menghancurkan dinding
selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang
mempunyai sifat anti bakteri terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram
negatif dan hal tersebut diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin
dalam serum dapat mengikat zan besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman
pseudomonas.
c) Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara
humoral. Bahan-bahan tersebut adalah:
1) Komplemen
Sistem komplemen merupakan sekelompok protein serum yang
menghasilkan molekul efektor yang terlibat dalam proses inflamasi (C3a,
C5a),fagositosis (C3b) dan lisis sel (C5b-9). Proses ini secara bersama-sama,
membentuk pertahanan penting terhadap mikroonganisme khususnya bakteri
gram negatif. Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri
dan parasit karena:
a. Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri
b. Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat
bakteri
7

c. Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri


memudahkan makrofag untuk mengenal dan memfagositosis
(opsonisasi).
2) Interferon
Merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia
yang mengandung nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus.
Interferon mempunyai sifat anti virus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar
sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi resisten terhadap virus. Disamping itu,
interferon juga dapat mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK). Sel yang
diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada
permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian
membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.
3) C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan
komplemen. CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein
yang kadarnya cepat meningkat (100 x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi
akut. CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan
Ca++ dapat mengikat berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan
jamur.
d) Pertahanan seluler
Makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik
seluller.2,3,4
1) Makrofag
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel
utama yang berperan dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuklear
(monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan
sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt
sebagai berikut: Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), dan
membunuh. Kemotaksis adalah gerakan fagosit ketempat infekis sebagai respon
terhadap berbagai factor sperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang dilepas
pada aktivasi komplemen. Antibodi seperti pada halnya dengan komplemen
8

C3b dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi). Antigen yang diikat antibodi


akan lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal tersebut
dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari immunoglobulin pada
permukaan fagosit.1,2
2) Fagositosis
Fagositosis adalah proses tiga-tahap yang meliputi memasukkan antigen
target ke dalam fagosom intrasel, menyatukannya (fusi) dengan granul
sitoplasma, dan membunuhnya dengan pemecahan oksidatif (oxidative burst).
Tipe-tipe sel yang terlibat dalam fagositosis meliputi:3,4
i. Makrofag ((MACs; Macrophages)
o Makrofag yang mengenali salah satu jenis gula yang tendapat
pada lapisan luar mikroonganisme meliputi lapisan luar gram-
negatif yang terdiri dan lipopolisakarida (LPS), dan dinding sel
asam teikoat (teichoic acid) gram-positif dimana zat ini dikenali
oleh reseptor pengenalan pola makrofag yang mengaktifkan
rangkaian sinyal yang memulai fagositosis mikroorganisme dan
peningkatan sel proinflamasi.
o Jaringan penting yang mengandung MAC meliputi:1
 Paru-paru: Makrofag alveoli
 Hepar: Sel Kupfer
 Sinusoid limpa: Sel RES
 Sinus medularis KGB: Sel dendritik
 Di seluruh membran basalis pembuluh darah
 Ginjal: Sel mesangial
 Kutit: Sel Langerhans
 Otak: Sel miknoglia
 Tulang: Osteoktast
 Jaringan konektif: Skistosit, sel raksasa (giant cell) atau sel
epiteloid
 Sel polimorfonuklear/neutrofi yang mengandung dua tipe
granul utama:
a. Granut azurofilik primer
9

 Mieloperoksidase
 Defensin
 Katepsin G
b. Granul spesifik sekunder
 Laktoferin
 Lisozim

ii. Natural Killer cell (sel NK)


Sel-sel natural killer (NK) menyebabkan destruksi nonspesifik
sel-sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor ganas dengan mensekresikan
sitokin dan apoptosis yang mengikat ligand Fas-Fas. Resepton sel NK
meliputi:1
o Killer-activating receptor yaitu mengenali sejumlah molekul
berbeda yang terdapat pada permukaan semua sel berinti. Jika
reseptor ini ditempati, suatu sinyal dikirimkan kepada sel NK
untuk menghancurkan sel tersebut.1,4
o Dalam sel normal, sinyal ini dibatasi oleh sinyal inhibisi yang
dikinim oleh killer-inhibitory receptor selelah pengenalan
molekul MHC kelas I.1
o Jika suatu sel terinfeksi oleh inikroorganisme atau jika sel berubab
menjadi sel ganas, molekul MHC I akan hilang dan keadaan ini
menginformasikan sel NK untuk menghancurkan sel tersebut.1
o Sel-sel NK dimobilisasi oleh sitokin IL.12 dan gama-interferon.1
o Reseptor Fc sel NK—Mengikat IgG (FcNKCR; Fc Natural Killer
Receptors) dimana reseptor ini menghubungkan sel NK pada sel
target yang terbungkus lgG. Sel-sel ini kernudian dibunuh oleh
sitotoksisitas seluler bergantung-antibodi (imunitas didapat).1

2. Sistem imun spesifik atau adaptasi


Imunitas adaptif terdiri dan unsur-unsur seluler dan humoral yang merespons
stimulus spesjfik. Imunitas ini mengakibatkan terbentuknya memori hospes yang
memungkinkan pengenalan lebih cepat dan respons imun berikutnya yang lebih kuat
10

ketika menghadapi mikroorganisme (respons sekunder).


a) Imunitas Seluler
Imunitas Seluler (Cell-mediated immunity ;CMI) adalah respons imun
yang meliputi aktivasi makrofag, produksi limfosit-T sitotoksik yang spesifik-
antigen, dan pelepasan berbagai sitokin sebagal respons terhadap suatu
antigen.1,4
1. Bakteri memasuki tubuh dan dimakan oleh makrofag.
2. Bakteri tersebut dipecah dan fragmennya, yang disebut antigen atau epitop,
diekspresikan pada permukaan makrofag bersama dengan protein MHC
kelas II.
3. Antigen dan protein MHC kelas II berinteraksi dengan reseptor spesifik-
antigen pada permukaan limfosit-T CD4.
4. Interleukin IL-I dan IL-2 menyebabkan aktivasi sel-l helper dan proliferasi
klonal sel-T helper yang spesifik-antigen ini.
5. Secara bersama-sama, limfosit-T dan makrofag menghancurkan agen yang
menyerang tubuh.
6. Dalam sel yang terinfeksi-vinus atau sel yang terinfeksi patogen intrasel,
sel-sel yang terinfeksi tersebut mengekspnesikan epitopnya dengan protein
MHC kelas I. Sel-I sitotoksik akan membunuh sel yang permukaannya
mereka kenali memiliki kombinasi yang sama dengan antigen MHC kelas
I plus virus.
b) Imunitas Humoral
Imunitas humonal menunjukkan nespons imun yang diperantarai
antibodi. Imunitas humonal ditujukan untuk penyakit yang menginduksi
pembentukan toksin, infeksi oleh mikroorganisme dengan kapsul polisakarida
(pneumokokus, meningokokus, H. influenzae) dan infeksi virus tertentu. Tipe
imunitas adaptif ini terutama bergantung pada kerja antibodi untuk melawan
agen infeksius dan produknya. Antibodi berfungsi tewat tiga mekanisme
penting, yaitu:1,3,4
1. Menetralkan toksin dan virus: mengikat dan mencegah petekatan.
2. Mengopsonisasi mikroorganisme: menyebabkan fagositosis
mikroorganisme menjadi lebih baik lagi.
11

3. Aktivasi komplemen: mengaktifkan opsoñisasi yang diperkuat


komplemen dan lisis.
Imunoglobutin diproduksi hanya sebagai hasil stimulasi oleh antigen
asing dalam proses yang dikenal sebagai respons antibodi, yang terdiri dan dua
respons berbeda. Respons primer terjadi ketika suatu antigen spesifik untuk
pertama kalinya berinteraksi dengan sistem imun, dan respons sekunder terjadi
setelah setiap pajanan antigen berikutnya.
i. Respons primer-Saat pertama kali antigen didapatkan
1. Suatu antigen (Ag) didapatkan dan diproses oleh APC.
Fragmen Ag dipresentasikan bersama dengan protein MHC
kelas II kepada sel-I helper dalam area-T pada KGB.
2. Sel-I helper ini memproduksi IL-2, IL-4 dan IL-5 yang
mengaktifkan sel-B agar mampu menghasilkan antibodi (Ab)
yang spesifik untuk Ag tersebut.
3. Sel-B yang aktif mengadakan proliferasi dan diferensiasi
membentuk sel plasma multipel yang menyekresikan
imunoglobulmn dalam jumlah besar; imunoglobulin ini akan
mencari dan berikatan dengan antigen spesifik yang terbentuk
saat sel hospes terinfeksi.
4. Antibodi pertama yang muncul selama respons primer adalah
IgM yang diikuti oleh IgG atau IgA.
ii. Respons sekunder-Terjadi selelah setiap pajanan ini mikroorganisme
berikutnya.1,4
1. Bukannya berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi saat pada respons primer, sebagian sel-
B tetap bertahan sebagai sel memori. Sel-sel ini
mempertahankan spesifisitasnya untuk antigen tertentu
tersebut dan memproduksi versi respons primer yang lebih
cepat dan lebih besar lagi pada pajanan antigen sekunder.
2. Pembentukan sel-B memori berlangsung dalam pusat
germinal.
3. Selama nespons sekunder, diproduksi IgG dalam jumlah yang
12

jauh lebih besar dan jumlah ini akan bertahan jauh lebih lama
dibandingkan selama respons primer.

Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:


a) Alamiah
 Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibodi atau sel darah putih
yang disensitisasi dari badan seorang yang imun ke orang lain yang imun,
misalnya melalui plasenta dan kolostrum dari ibu ke anak.
 Aktif
Imunitas alamiah aktif dapat terjadi bila suatu mikoorganisme secara
alamiah masuk kedalam tubuh dan menimbulkan pembentukan antibodi
atau sel yang tersensitisasi
b) Buatan
 Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum, antibodi,
antitoksin misalnya pada tetanus, difteri, gas gangren, gigitan ular dan
difesiensi imun atau pemberian sel yang sudah disensitisasi pada
tuberkolosis dan hepar.
 Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui
pemberian toksoid tetanus, antigen mikro organisme baik yang mati maupun
yang hidup.
Respons fase-akut adalah pertahanan tubuh bawaan yang terlihat saat mendenita
penyakit akut. Keberadaan benda asing (bakteri) di dalam tubuh atau kerusakan jaringan
akan memprovokasi respons inflamasi protektif (inflamasi akut) yang
mengakibatkan:1,2,4
• Peningkatan aliran darah.
• Peningkatan permeabititas kapiler pada lokasi cedera yang memungkinkan sel-
sel darah limfatik dan komponen serum masuk kejaringan yang sakit.

Respons ini secara klinis ditandai oleh adanya gejala bengkak, merah, panas dan
13

nyeri pada tempat infeksi. Sel-sel pertama yang tiba di tempat cedera (neutrofil dan
makrofag) menyekresikan sejumlah molekul protein, yang disebut sitokin, ke dalam
aliran darah. Molekul sitokin ini berfungsi untuk merekrut sel-sel lamnnya dan meng-
hentikan invasi bakteri yang akan terjadi. Sitokin terpenting meliputi:1
• IL-1
 Disekresikan oleh makrofag.
 Mengaktifkan limfosit T dan -B, neutnofil dan fibroblast.
•IL-6
 Disekresikan oleh sel T dan makrofag.
 Menginduksi produksi protein fase akut oleh hati.
• TNF-alfa
 Dilepaskan oleh makrofag.
 Juga dikenal dengan nama cache ctin.
 Menstimulasi respons fase akut di dalam hati.
Sitokin yang bersirkulasi ini menimbulkan respons pada organ multipel:1
1) Hati
Merespons sitokin yang bersirkulasi (IL-6) dengan memproduksi sejumlah besar
protein (protein fase-akut). Protein ini diproduksi untuk menghadapi invasi
mikroorganisme maupun bentuk-bentuk kenusakan jaringan lainnya:
• Protein C-reaktif
 Globulin pentamer yang kadarnya meningkat secara dramatis dalam
beberapa jam selelah kerusakan jaringan atau infeksi.
 Mengikat fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan sel di banyak
bakteri, memfiksasi komplemen dan menginduksi fagositosis;
 Menginduksi pelepasan sitokin dan faktor jaringan (tissue factor) pada
monosit.
• Protein pengikat manosa (mannose-binding protein)
Mengikat permukaan bakteri dan meningkatkan aktivasi jalur komplemen
alternatif.
 Faktor koagulasi-Fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor von
Willebrand, plasminogen
 Faktor komplemen
14

2) Sumsum Tulang-Menstimulasi produksi colony-stimulating factor (CSF)


sehingga tenjadi leukositosis.
3) Hipotalamus-Sitokin perifer dapat bekerja pada hipotalamus untuk meningkatkan
suhu tubuh sehingga terjadi demam.
4) Lemak dan Otot-Sitokin meningkatkan mobilisasi simpanan energi untuk
menaikkan suhu tubuh.
5) Mobitisasi sel-T-Sel-T memperantarai berbagai reaksi, meliputi:
• Destnuksi sitotoksik bakteri dan sel-sel yang terinfeksi virus.
• Aktivasi makrofag.
• Hipensensitivitas tipe lambat (delayed hypersensitivity)
• Juga membantu sel-B memproduksi antibodi terhadap banyak antigen.
6) Mobilisasi sel-B-Produksi IL-4 dan IL-S oleh sel-I helper yang aktif akan
menghidupkan atau mengaktifkan sel-B yang memproduksi antibodi. Imunoglo-
bulin melindungi dan mikroorganisme metalui beberapa mekanisme, yaitu:1
• Menetralkan toksin.
• Lisis bakteri dengan adanya komplemen.
• Opsonisasi bakteri memfasilitasi fagositosis.
• Mengganggu pelekátan bakteri dan virus pada permukaan sel.

II. 5 ANTIGEN DAN ANTIBODI


II.5.1 Antigen
Antigen merupakan molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik
dari limfosit pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus,
bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenik juga ditemukan pada
permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan
sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan
yang berbeda namun saling melengkapi.3,4,5
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal,
sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat
dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama
dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga
berupa molekul Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan
15

polisakarida yang bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus,
protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.1,4
Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah
sebagai berikut:1,2
 Asing (berbeda dari self )
Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat
imunogenik, jadi untuk menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai
nonself.2,3
 Ukuran molekul
Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran
besar. Molekul dengan berat molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat
imunogenik dan yang berukuran sangat kecil seperti asam amino tidak bersifat
imunogenik.1,3
 Kompleksitas kimiawi dan struktural
Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya
homopolimer asam amino kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan
heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino yang berbeda.1,3
 Determinan antigenic (epitop)
Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibodi disebut dengan
determinan antigenic atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih
determinan. Suatu determinan mempunyai ukuran lima asam amino atau gula.1
 Tatanan genetic penjamu
Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda
terhadap antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.
 Dosis, cara dan waktu pemberian antigen
Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka
respon imun tersebut dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen
dengan cermat (termasuk jumlah dosis), cara pemberian dan waktu pemberian
(termasuk interval diantara dosis yang diberikan).1,3
Pembagian antigen dibagi menjadi:2,4
 Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).
 Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.
16

II.5.2 Antibodi
Antibodi adalah protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang
teraktifasi oleh antigen. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan
dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini
diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi
akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu. Antibodi memiliki beberapa fungsi antara
lain:1,3,4
 Untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.
 Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.
Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk membuat antibodi
spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas
dicermati. Proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya
dengan baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Dia mengetahui polanya
berdasarkan perasaan. Sulit bagi seseorang untuk mengingat pola kunci, walau cuma
satu, Akan tetapi, satu sel B yang sedemikian kecil untuk dapat dilihat oleh mata,
menyimpan jutaan bit informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya
dalam kombinasi yang tepat.1,3,4
Proses pembentukan antibodi adalah sebagai berikut :2,4
1) Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi
tersebut diwariskan dari ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibodi yang
dihasilkan pada bayi yang baru lahir titier masih sangat rendah, dan nanti antibodi
tersebut berkembang seiring perkembangan seseorang.
2) Pembentukan antibodi karena keterpaparan dengan antigen yang menghasilkan
reaksi imunitas, dimana prosesnya adalah:
Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri salmonella) masuk ke
dalam tubuh, maka tubuh akan meresponnya karena itu dianggab sebagai benda
asing. karena bakteri ini sifatnya interseluler maka dia tidak sanggup untuk di
hancurkan dalam makrofag karena bakteri ini juga memproduksi toksinsebagai
pertahanan tubuh. Oleh karena itu makrofag juga memproduksi APC yang
17

berfungsi mempresentasikan antigen terhadap limfosit.agar respon imun


berlangsung dengan baik.Ada dua limfosit yaitu limfosit B dan limfosit T.
Anribodi diklasifikasikan sebagai berikut:1,4,5
1. IgG (Imuno globulin G)
IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam
waktu beberapa hari, ia memiliki masa hidup berkisar antara beberapa
minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat
pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti aliran darah,
langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka
mempunyai efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka
melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang
terkandung dalam racun.
Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan
bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit.
Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat masuk ke
dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi.
Jika antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan
mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan
terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum
lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh
sampai anak itu lahir.
2. IgA (Imuno globulin A)
Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen
seperti air mata, air liur, ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah
lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut berhubungan langsung
dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media lembab
seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami
bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga
daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan
untuk melindungi daerah kritis.
Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam
kandungan. Setelah kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang bayi,
18

melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan


pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang
baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi
sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga
akan hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi
telah berumur beberapa minggu.
3. IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan
sel B. Pada saat organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM
merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan musuh.
Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam
bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit,
produksi IgM janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah
terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah.
4. IgD (Imuno globulin D)
IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel
B. Mereka tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan
menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T
menangkap antigen.
5. IgE (Imuno globulin E)
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini
bertanggung jawab untuk memanggil para prajurit tempur dan sel darah
lainnya untuk berperang. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi
pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang
mengalami alergi.

II.6 SISTEM KOMPLEMEN


Sistem komptemen merupakan sekelompok protein serum yang
menghasilkan molekul efektor yang terlibat dalam proses inflamasi (C3a,
C5a),fagositosis (C3b) dan lisis sel (C5b-9).1 Proses ini, secara bersama-sama,
membentuk pertahanan penting terhadap inikroonganisme, khususnya bakteri gram-
19

negatif. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi darah dalam keadaan
tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung
satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem
komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi
biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen. Aktivasi sistem
komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat
membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut seperti
pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-
antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan
dan dapat menimbulkan penyakit.1,2,3,4
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan
juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen
C l juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang
dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan disintesis di tempat dan
waktu terjadinya aktivasi. Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama
dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai
dengan urutan penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya.1,4,5

Komplemen diaktifkan oleh tiga mekanisme yang berbeda:1


1. Jalur klasik-Kompleks antibodi-antigen (respons imun didapat).
 Jalur ini dimulai dengan ikatan antibodi IgG atau IgM yang spesifik pada
antigen yang selanjutnya dikenali oleh komponen Cl yang bergantung
kalsium. Cl yang aktif menyerang C2 dan C4.
 C2 yang diserang terpecah menjadi fragmen kecil (C2b) dan besan (C2a) Se-
mentara C4 juga terpecah menjadi fragmen kecil (C4a) dan besar (C4b).
 C4b dan C2a bengabung dan melekat pada kompleks antigen-antibodi, mem-
bentuk konvertase C3.
 Konvertase C3 memecah C3 menjadi fragmen kecil (C3a) dan besar (C3b).
Sebagian C3b diendapkan pada membran, bekerja sebagai tempat pelekatan
untuk sel polimonf fagositik dan MAC, sementara sebagian lagi tetap terikat
dengan C4b dan C2a membentuk konvertase C5.
 Konvertase CS memecah CS menjadi C5a (kecil) yang bergabung dengan
20

C3a untuk menginduksi respons inflamasi (bekerjà pada sel mast, polimorf
dan otot polos) dan C5b (besar) yang memulai perakitan C6-9 dan kompleks
penyerang membran (attack complex membran).
2. Jalur alternative-Diaktifkan oleh toksin, dinding sel mikroba dan IgA
(respons imun bawaan).
 Jalur ini dimulai oleh berbagai toksin dan polisakanida dan sebagian antibodi
(IgA). tanpa antibodi, molekul yang secara alamiah merupakan karbohidnat
atau lipid, termasuk manosa dan lipopolisakanida (LPS) inikroba, dapat
mengaktifkan sistem komplemen. Jalur ini tidak bergantung pada ion
kalsium, komponen CI, C2 atau C4 (jalur klasik bergantung pada semua
komponen ini).
 Jalur alternatif memulai konversi C3 dengan produk bakteri atau IgA dan
menghasilkan kompteks faktor B dengan C3b.
 Selanjutnya, faktor D bekerja pada kompleks C3b-B, memproduksi enzim
konvertase C3bBb aktif.
 Protein menstabilkan kompteks C3b-B sehingga memungkinkan konversi C3
dan aktivasi enzim konvertase C5 selanjutnya. Jalun ini kemudian diikuti oleh
pembentukan kompleks penyerang membran (attack complex membran).
3. Jalur lisis-Mengakibatkan lisis langsung membran sel bakteri menghasilkan
kebocoran komponen intnasel dan kematian sel.
 Dimulal dengan pemecahan C5 oleh enzim konvertase (kiasik: C3b-C2a-
C4b; atau faktor alternatif. C3b properdin-Bb).
 Komponen C6-C8 serum menyatu dengan sepuluh atau lebih molekul C9
membentuk kompleks penyerang membran yang menyusup ke dalam
membran sel bakteri dan menimbulkan lisis sel.

II.7 SEL-SEL SISTEM IMUN


Sistem imun terdiri dan sekelompok sel dan substansi yang ditemukan di dalam
tubuh yang mampu mempertahankan din kita terhadap’ infeksi, penyakit kanker dan
senyawa yang asing bagi tubuh manusia. Sebagian besar pemain utama dalam system
imun adalah sel-sel yang berasal dan prekursor di dalam sumsum tulang yang bersirkulasi
di dalam darah dan masuk ke dalam jaringan apabila dibutuhkan. Sel-sel ini terbentuk
21

dan sel-sel punca (stem cells) yang berdiferensiasi menjadi sel-sel matur berdasarkan tipe
turunan (lineage) seluler dan faktor pertumbuhan yang ada.1,2,4

II.7.1. TURUNAN MIELOID


Sel-sel turunan mieloid berasal dari granulosit-prekursor umum monosit.
Sel-sel ini mampu berdiferensiasi menjadi sel-sel dalam seri mieloid berdasarkan
keberadaan faktor-faktor “pertumbuhan” atau faktor “penstimulasi-koloni”.1,4
a. Granulosit
Granulosit juga dikenal sebagai leukosit polimorfonuklear yang terdiri dari:
1) Neutrofil-Sel-sel polimonfonuklear yang paling banyak beredar dalam
darah.
1. Fagosit aktif
2. Sangat motil
3. Memiliki resepton untuk antibodi dan komplemen pada
permukaannya
4. Granut azurofitik mengandung mieloperoksidase (MPO) yang
menghasilkan asam hipoklorit.
2) Eosinofil-Granulosit ini bertanggung jawab dalam memerangi infeksi
oleh parasit di dalam tubuh. Mereka berjumlah hingga 1,5% dari jumlah
total sel darah putih.1
1. Granul eosinofll berwarna merah-kuning atau oranye terang dan
mengandung histamin serta zatzat kimia lainnya yang toksik bagi
parasit.
2. Mereka berperan dalam nespon alergi. (asma dan serum sickness).
3) Basofil-Granulosit yang paling sedikit, hanya berjumlah sekitar 1% dan
semua leukosit yang bersirkulasi.1,4
1. Menyimpan histamin dalam granulnya
2. Muncul pada jenis respons inflamasi yang spesifik (gejala alergi)
3. Memiliki resepton protein pada permukaan selnya yang mengikat
antibodi IgE.
4) Sel mast-Sel penghuni jaringan ikat yang mengandung banyak granul yang
kaya akan histainin dan heparin. Dua tipe sel mast terdiri dan sel mast
22

jaringan ikat dan sel mast mukosa.1,4


1. Memainkan peranan penting dalam reaksi alergi dan anafilaksis dan
terlibat dalam proses penyembuhan luka dan pertahanan terhadap
patogen.
2. Mengekspresikan reseptor dengan afinitas tinggi untuk IgE.
3. Degranulasi menyetunuh sel mast dapat mengakibatkan vasodilatasi
dan, apabila cukup berat, dapat mengakibatkan syok (anafltaksis)
yang mengancam nyawa.
b. Sel-Sel Mononuklear
Sel-sel mononuktear menghasilkan monosit yang akan berkembang
menjadi makrofag selelah bermigrasi ke dalam jaringan.1,4
 Makrofag (MACs;Macrophages) Ditemukan dalam jaringan dan rongga
senosa (inisalnya, pleura dan penitoneum), sel-sel ini memfagosit patogen.
MAC benasaldari sumsum tulang dan terdapat dalam dua bentuk:
1. Bebas-Monosit yang merupakan sel nukteoid terbesan dalam darah.
2. Terfiksasi dalam jaringan-Ditemukan dalam sebagian besar jaringan.

MAC tertarik ke tempat inflamasi oleh sitokin (C5a) yang bersirkulasi,


dan memiliki tiga fungsi utama:1
1. Fagositosis
2. Pnesentasi antigen-MAC menggunakan protein MHC ketas II
3. Produksi sitokin-IL-1 dan TNF-alfa.
 Sel-sel dendritic-Sel-sel dendnitik ditemukan dengan jumtah sedikit di
dalam jaringan yang tenpajan dengan lingkungan; termasuk kulit (tempat
meneka sering disebut sel-sel Langerhans), hidung, paru-paru, tambung
dan usus. Sel-sel ini bertindak sebagai sel-sel yang mempresentasi kan
antigen (antigen-presenting cells) dengan mengambil antigen dan
bermigrasi ke area sel I di dalam KGB atau limpa.

II.7.2 TURUNAN LIMFOID


Sel-sel punca timfoid dapat bendiferensiasi menjadi sel B dan sel I. Berbeda
dengan sel hematopoetik tainnya, timfosit tidak membetah (dalam keadaan
23

normal) kecuali jika terstimulasi oleh pajanan antigen dan faktor pertumbuhan.
 Sel B
Limfosit B memproduksi antibodi (Ab); yang merupakan reseptor
glikoprotein yang terdiri dan dua rantai berat (heavy chains) identik dan dua
rantai ringan (light chains) identik yang dihubungkan oleh ikatan disulfida
antar-rantai. Antibodi merupakan komponen dasar unsur humonal pada
imunitas adaptif. Komponen struktur antibodi yang penting metiputi:
1. Bagian ujung karboksil rantai berat dan ringan terdiri dan rantai yang
konstan.
2. Bagian ujung ainino rantai berat dan ringan terdiri dan bagian rantai yang
bervariasi.
3. Di laboratonium, papain (enzim proteolitik) digunakan untuk memecah
antibodi menjadi tiga bagian:
• Dua fragmen Fab identik
Setiap fragmen dengan satu lokasi yang dapat mengikat antigen O.
Terdiri dan rantai berat maupun rantai ringan
• Satu fragmen Fc
Fragmen ini tidak mengikat antigen dan terdiri dan rantai berat saja.

Begitu pula dengan pepsin (enzim proteolitik lain) yang memecah antibodi
tetapi pada lokasi yang benbeda dan menghasilkan dua fragmen:
• Fragmen Fc
• Fragmen 2 yang serupa dengan molekul induknya, fragmen ini dapat
mengikat dua antigen.

Variabilitas Antibodi
• Isotipe-Perbedaan pada regio konstan
1. Regio konstan rantai berat merupakan salah satu dan tima tipe
berbeda yang menentukan varian isotipik imunoglobulin: IgM,
IgA, IgD, IgG, IgE.
2. Begitu pula regio konstan rantai ringan membentuk varian
isotipik untuk setiap molekut Ig yang terdiri dan tipe kappa (K)
24

atau lambda (A), namun tidak pernah keduanya.


3. Masing-masing regio konstan dikode oleh sebuah gen.
• Regio variabel—Kelompok gen yang mengkode rantai ringan (K atau A)
dan rantai berat yang mengandung:
1. Kumpulan 50 gen regio variabel (V; Variable)
2. 5 gen terhubung (J; Joining)
3. Hanya rantai berat yang mengandung sebagian dan-25 gen yang
sangat vaniabel (D)

Baik regio variabel rantai-ringan K maupun A dikode oleh dua segmen gen
yang berbeda. Salah satu segmen V bergabung dengan salah satu segmen J dan
setiap regio vaniabel rantai-ringan, membentuk VAJA atau VldK. Setiap segmen
selanjutnya berikatan dengan segmen konstan (C; Constant), membentuk VJC.1

Kelas-kelas antibody:1.4
1. IgM
 Penanda (marker) infeksi primer, IgM merupakan antibodi pertama yang akan
disekresikan oleh sel-B yang baru saja diaktivasi.
 Di dalam serum, imunoglobulin ini membentuk pentamer melalui penyatuan
regio konstan IgM monomenik lewat rantai J.1,6
2. IgA
 IgA plasma bersifat monomerik sementara IgA sekretorik yang disekresikan
di dalam saliva, air mata, cairan hidung, keningat, kotostrum, paru-panu,
tnaktus urogenital dan gastrointestinal.1,4
 Dalam mukus, lgA sekretorik mengikat antigen yang yang larut dan
menghambat masuknya antigen tersebut ke dalam tubuh.
3. IgD
 Sebagian besar molekul IgD ditemukan menyatu dengan IgM pada
permukaan sel-B dan berfungsi bensama-sama untuk memfasilitasi aktivasi
atau supresi sel-B.
4. IgG
 IgG merupakan Ig terbanyak.
25

 IGg merupakan imunoglobulin utama jang disintesis selama respons Se-


kunden dan memiliki kemampuan untuk mengaktifkan jalur komplemen
klasik, juga menginduksi opsonisasi.
5. IgE
 IgE memiliki peranan penting dalam reaksi alergi dan dalam beberapa infeksi
parasit.
 Berkatan dengan reseptor yang berafinitas tinggi ke sel mast. Jika suatu
alergen terikat dengan imunoglobulin abnormal dalam peristiwa tersebut
akan mengakibatkan degranulasi sel mast dan pelepasan mediator inflamasi
dan senyawa vasoaktif. Jika hal ini terjadi secara sistemik, hipotensi berat dan
syok dapat tenjadi.

Epitop immunoglobulin-Epitop adalah bagian antigen yang dikenali oleh


reseptor antigen.1
1. Alotipe (potimonfik)-Dapat terletak pada rantai ringan atau berat; epitop
ini berbeda antara-anggota dan spesies yang sama.
2. Idiotipe-Ditentukan oleh tempat pengikatan antigen, idiotipe memiliki
sifat yang unik untuk suatu antigen tertentu.
3. Isotipe-Lazim terdapat pada kelas tunggal limunoglobulin (IgA-IgE)
yang ditentukan oleh rantai berat.

 Sel T
Limfosit T berdiferensiasi di dalam timus dan benfungsi khusus untuk
beropenasi terhadap sel-sel yang mengandung mikroorganisme intrasel.1,4
Limfosit ini menggunakan resepton sel-T (TCR; T-cell receptors) yang
mengenali antigen dan penanda permukaan sel yang dinamakan major
histocompatibility complex (MHC) pada permukaan sel hospes.
 Reseptor sel-T-Terdiri dani rantai a dan J3, dan pengodean reseptor
tersebut serupa dengan pengodean antibodi. Regio variabel tenbentuk
lewat penyusunan kembali secana acak kelompok segmen V, D (hanya
untuk rantai f3) dan J untuk membentuk V-DJ bagi setiap rantai.
 Sel-T helper-Bekerja pada respons antibodi dan seluler. Sel-sel ini
26

memiliki penanda permukaan CD4 dan mengikat MHC kelas II pada


antigen-presenting cells. Sel-T helper dapat dibedakan lebih lanjut
bendasarkan sitokin yang disekresikan dan komponen mana dan respons
imun adaptif yang menjadi tanget kenjanya.1,4
1. Sel Th1-Berperan dalam imunitas seluler, sel ini memproduksi gama-
interferon dan IL -2 yang mengaktiftan MAC dan sel-Tsitotoksik. Sel
ThI penting untuk mengeliminasi infeksi intrasel.
2. Sel Th2-Berperan dalam imunitas humoral, sel ini memproduksi IL-4
dan IL-5. Sel Th2 membantu sel B membuat antibodi yang ditujukan
terhadap benda asing, kapsul patogen dan toksin.
 Sel-T sitotoksik-Sel-sel ini memiliki penanda permukaan CD8 dan
membunuh sel-sel target selelah mengenali molekul peptida-MHC kelas I
pada membran sel target.1,4,5
1. Sel ini membunuh sel-sel yang virus.
2. Sel T cendenung membunuh dengan menyeknesikan perform dan
granzim yang mengaktifkan sel target untuk metakukan apoptosis
(kematian sel terprogram). Proses ini tengantung pada kalsium.

II.8 PENANDA PERMUKAAN SEL


Molekul permukaan sel sangat penting bagi interaksi seluler normal dengan
komponen sistem imun. Dimana molekul ini terdiri atas:
A. Major Histocompatibility Complex (MHC)
Molekul ini bekerja sebagai penanda permukaan sel yang memungkinkan
sel-sel terinfeksi untuk memberikan sinyal kepada sel-T sitotoksik dan sel-T
helper. Di samping itu, kemampuan sel-T untuk mengenali antigen bergantung
pada hubungan antigen tersebut dengan MHC. Secara klinis, interaksi ini
penting bagi keberhasilan transplantasi organ dan dalam penanganan gangguan
autoimun. Ada dua kelas utama MHC:1,4,5
1) Kelas I-terdapat pada semua sel berinti.
 Dikode oleh HLA-A, B, C.
 Molekulnya terdiri dan satu polipeptida dengan beta2-imunoglobulin.
2) Kelas II-Diekspresikan pada antigen-presenting cells (MAC, sel-B, sel
27

dendritik.)
 Dikode oleh HLA-DR, DQ, DP
 Molekulnya terdiri dan dua polipeptida, satu rantai alfa dan satu rantai
beta.
B. Cluster of Differentiation (CD)
Kelompok diferensiasi (CD; cluster of differentiation) terdiri dan
kumpulan (cluster) sel-sel monoklonal yang bereaksi dengan potipeptida yang
sama. Saat ini terdapat lebih dan 250 nomor CD yang sudah diketahui.1

II.9 REAKSI HIPERSENSITIVITAS


Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular
tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi
hipersensitivitas.1,4
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe,
yaitu tipe I hipersentivitas anafilaktik, tipe II hipersentivitas sitotoksik yang bergantung
antibodi, tipe III hipersentivitas yang diperani kompleks imun, dan tipe IV
hipersentivitas cell-mediated (hipersentivitas tipe lambat). Selain itu masih ada satu tipe
lagi yang disebut sentivitas tipe V atau stimulatory hipersensitivity. Pembagian reaksi
hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi
imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya seringkali keempat
mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan
mekanisme yang lainnya. Berikut merupakan penjelasannya:

1. Reaksi Hipersentivitas Tipe I


Reaksi hipersensitivitas tipe I atau anafilaksis atau alergi yang timbul
segera sesudah badan terpajan dengan alergen. Semula diduga bahwa tipe I ini
berfungsi untuk melindungi badan terhadap parasit tertentu terutama cacing. Istilah
alergi pertama kali diperkenalkan oleh Von Pirquet pada tahun 1906, yang
diartikan sebagai reaksi pejamu yang berubah. Pada reaksi ini allergen yang masuk
28

ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun dengan dibentuknya Ig E. Urutan


kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :1,2,4
a) Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.
b) Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pajanan ulang dengan antigen yang spesifik,
mastosit melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi.
c) Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek bahan-
bahan yang dilepas mastosit dengan aktivasi farmakologik.
IgE yang sudah dibentuk, biasanya dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh
mastosit/basofil. IgE yang sudah ada permukaan mastosit akan menetap untuk
beberapa minggu. Sensitasi dapat juga terjadi secara pasif apabila serum (darah)
orang yang alergik dimasukkan ke dalam kulit atau sirkulasi orang normal.

2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II


Reaksi hipersensitivitas tipe II atau sitotoksis terjadi karena dibentuknya
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik
sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan
elemen jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi
komplemen atau sel mononuklear. Mungkin terjadi sekresi atau stimulasi dari suatu
alat misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah merah
akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan
jaringan pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :1
a) Fagositosis sel melalui proses apsonic adherence atau immune
adherence.
b) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai
reseptor untuk Fc.
c) Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen.
29

3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III


Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi yang terjadi
bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding
pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen. Antibodi yang bisa digunakan
sejenis IgM atau IgG sedangkan komplemen yang diaktifkan kemudian melepas
faktor kemotatik makrofag. Faktor kemotatik yang ini akan menyebabkan
pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis kompleks-
kompleks imun. Reaksi ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular
yang berasal dari granula-granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan
enzim-enzim pembentukan kinin.
Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman patogen
yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan
alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi
dapat disertai dengan antigen dalam jumlah berlebihan, tetapi tanpa adanya respons
antibodi yang efektif.

4. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV


Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif
immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin
yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi
karena sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada
permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat
disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar
seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di
permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.2,4
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan
asing (seperti reaksi allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri,
dll). Protein atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan bergabung dengan
protein yang berfungsi sebagai carrier. Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat
dirangsang oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang telah
berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini
30

menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target). Kerusakan
sel atau jaringan yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli,
herpes), infeksi jamur (candidiasis, histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa
(leishmaniasis, schitosomiasis).2,4,5
Pemeriksaan serologi bertujuan untuk mendeteksi respons imun terhadap
patogen. Diagnosis ditegakkan dengan mengidentifikasi kenaikan atau penurunan
kadar antibodi pada beberapa spesimen yang pengambilannya terpisah selang
waktu lebih dan seminggu, keberadaan IgM spesifik atau antigen spesifik.1
1) Aglutinasi: mendeteksi antigen kapsuler bakteri pada cairan serebrospinal.
2) Fiksasi komplemen.
3) Netralisasi virus.
4) Radioimmunoassay (RIA) - Digunakan untuk mengukur kuantitas tiap
substansi yang dapat diberi label isotop radioaktif termasuk imunoglobulin
atau kapsul mikroba.
5) Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) - Mengukur antigen atau
antibodi.
6) Reaksi Quellung-Kapsul bakteri berkapsul akan menggelembung apabila ten-
dapat antiserum homolog. Mikroorganisme mi meliputi:
 S. pneumonia
 Neisseria meningitidis
 Haemophilus influen:ae
 Klebsiella pneumoniae
7) Zat warna fluoresens-Antibodi yang spesifik terhadap patogen diberi label
dengan penanda (marker) fluoresens. Ketika dilihat di bawah sinar
ultraviolet, antibodi yang terikat akan bersinar sebagai cahaya fluoresens
yang terang.

Diagnosis RSV
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang
bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila melekat
pada protein tubuh kita yang dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut
31

lolos dari barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi
tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan
antibodi.2,4
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan
molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk
berfungsi sebagai reseptor antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan
menyisipkan dalam membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah
pengenalan spesifik untuk antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk
immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang
sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi
yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya.2,4 Sifat molekul antigen
yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan
molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas.
Gambaran reaksi antigen-antibodi :1,3,5
1. Reaksi ini bersifat sangat spesifik
2. Seluruh molekul bereaksi, bukan hanya fragmennya
3. Tidak terjadi denaturasi antigen atau antibodi selama terjadinya reaksi
4. Ikatan ini terjadi pada permukaan antigen sebab permukaan antigenlah yang
bersifat imunologis
5. Ikatan yang terjadi bersifat kokoh tetapi reversible. Daya ikatan ini dipengaruhi
oleh sifat afinitas dan aviditas. Afinitas adalah intensitas daya tarik antara
molekul-molekul antigen dan antibodi. Aviditas ialah kekuatan ikatan sesudah
terjadi pembentukan kompleks antigen antibodi
6. Baik antigen maupun antibodi keduanya berperan pada aglutinasi atau presipitasi
7. Reaksi ini bersifat sangat spesifik
8. Seluruh molekul bereaksi, bukan hanya fragmennya
9. Tidak terjadi denaturasi antigen atau antibodi selama terjadinya reaksi
10. Ikatan ini terjadi pada permukaan antigen sebab permukaan antigenlah yang
bersifat imunologis
11. Ikatan yang terjadi bersifat kokoh tetapi reversible. Daya ikatan ini dipengaruhi
oleh sifat afinitas dan aviditas. Afinitas adalah intensitas daya tarik antara
32

molekul-molekul antigen dan antibodi. Aviditas ialah kekuatan ikatan sesudah


terjadi pembentukan kompleks antigen antibodi
12. Baik antigen maupun antibodi keduanya berperan pada aglutinasi atau presipitasi

Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain:1,2

1. Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan
antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop.
2. Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:
1) Netralisasi
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen
menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat
toksin bakteri, antibodi mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang
rentan.
2) Aglutinasi
Digunakan untuk antigen berukuran besar, pada reaksi ini antibodi
dikontakkan dengan antigen yang merupakan bagian permukaan suatu
material misalnya eritrosit, mikroorganisme atau partikel anorganik
(polystyrenelatex) yang telah dicoated dengan Ag. Reaksi Ab-Ag membentuk
agregat yang dapat diamati atau aglutinasi.
3) Presipitasi
Presipitasi terjadi antara molekul Ab dan Ag pada bentuk solubel. Pada
pengujian ini antigen berbentuk koloidal. Laju presipitasi sangat tergantung
pada proporsi antigen dan antibodi pada campuran.
4) Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu
mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis
korban yang mengandung antigen tersebut.
5) Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel
pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer
33

cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi
sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.
3. Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi
antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.

Berikut merupakan reaksi antigen-antibodi yang digunakan pada serologi


diagnostik: 1,4,5
1. Uji Litik
Uji ini tergantung pada proses lisis dari darah atau bakteri dari suatu sistem yang
mengandung antigen, direaksikan dengan antibodi dan komplemen. Antigen
yang digunakan berupa :
 Sel (uji litik langsung)
 Bahan yang diadsorbsikan pada eritrosit atau lekosit (uji litik tidak
langsung)
2. Serological Inhibition Test
Untuk mendeteksi netralisasi antigen dan antibodi dengan mendemonstrasikan
hambatan pada reaksi tertentu yang secara normal terjadi pada antigen atau
organisme. Aplikasi:
 Deteksi antistreptolisin O
 Animal protection test
 Viral haemagglutination inhibition
 Viral neutralization test menggunakan CPE pada kultur
3. Immunoflourescence
Cat flourescence atau rhodamin diikatkan pada antibodi tanpa merusak
spesifitasnya. Suatu konjugat dikombinasi dengan antigen (misalnya potongan
jaringan) dan diikat oleh antibodi akan tampak dengan mikroskop UV, distribusi
Ag pada jaringan atau sel.
4. Skin Test
Memanfaatkan reaksi kulit sebagai indikator sistem. Ada dua cara:
 Pasif, bila antigen dan serum diinokulasikan, misalnya menguji toksin-
antitoksin
34

 Aktif, bila status immunologik diuji


Skin test digunakan untuk mengetahui adanya:
 Antibodi terhadap bakteri
 Reaksi alergi
5. Antigen Binding Techniques
Metode ini digunakan untuk mengethui level antibodi dengan menentukan
kapasitas antiserum dalam kompleks dengan antigen radioaktif, atau dengan
mengukur jumlah immunoglobulin yang mengikat larutan antigen yang
diberikan. Ada dua macam cara pada metode ini yaitu radioimmunoassay dan
teknik sandwich.
35

BAB III
KEGIATAN STASE

Kegiatan yang dilakukan pada Stase Serologi di Laboratorium Mikrobiologi


Klinik RSUP dr Kariadi pada tanggal 12 November s.d 07 Desember 2018 antara lain
pemeriksaan serologi DHF, Tubex-TF, pemeriksaan demam tifoid, pemeriksaan serologi
VDRL-TPHA, Berikut adalah kegiatan selama stase serologi-imunologi :

PEMERIKSAAN SEROLOGI DHF

Dibagian serologi, pemeriksaan DHF dilakukan dengan rapid test menggunakan


Dengue Duo Cassette dan NS- 1.

1. PEMERIKSAAN DENGUE NS-1

Pemeriksaan dengue NS1 (merk PANBIO) dilakukan dengan prosedur :

a) Dengan menggunakan pipet sekali pakai yang telah disediakan, teteskan 3 tetes
serum,plasma,atau darah ke dalam tempat sampel dan sample dan tunggu 20
menit.
b) Jika pada kolam bertanda C (Control) dan T (Test) keluar garis berwarna merah
maka dinyatakan positive demam berdarah (dalam masa akut)
c) Jika hanya satu garis pada kolom C (Control) saja maka pasien dinyatakan
negative demam berdarah. Jika dalam colom C tidak keluar garis maka hasil
test dinyatakan invalid.

IDENTITAS PASIEN :

Nama : F A R/ 1 Tahun
No RM : C658269/P.G II VIP LT.3
Diagnosis : Febris - Diare
Sampel : Darah/serum
36

Sampel : serum Kit yang digunakan yang digunakan


untuk pemeriksaan Dengue Duo Cassette

Prosedur test Dengue Duo Cassette

a) Tambahkan 10 μl serum/plasma /darah utuh ke bulatan pada rapid test dengue duo
cassete menggunakan mikropipet.
b) Tambahkan 2 tetes buffer pada area persegi pada duo cassete.
c) Diamkan selama 15 menit.
d) Amati munculnya strip merah pada C (control), G (Ig G), dan M (Ig M). Infeksi
primer ditandai strip merah pada C dan M. Infeksi sekunder ditandai dengan strip
merah pada C,M dan G atau pada C dan G saja. Sedangkan jika hanya pada C saja.
Hasil invalid jika tidak muncul strip merah pada C.

Interpretasi hasil :

IgG (-) dan IgM (-)


37

2. PEMERIKSAAN DENGUE DUO CASSETE

Identitas pasien :
Nama : HMP/33 TH
No RM : C721456/KPD LT.DSR
Diagnosis : Febris
Sampel : Darah/serum

Sampel : serum Kit yang digunakan yang digunakan untuk


pemeriksaan Dengue Duo Cassette

a) Tambahkan 10 μl serum/plasma /darah utuh ke bulatan pada rapid test dengue duo
cassete menggunakan mikropipet.
b) Tambahkan 2 tetes buffer pada area persegi pada duo cassete.
c) Diamkan selama 15 menit.
d) Amati munculnya strip merah pada C (control), G (Ig G), dan M (Ig M). Infeksi
primer ditandai strip merah pada C dan M. Infeksi sekunder ditandai dengan strip
merah pada C,M dan G atau pada C dan G saja. Sedangkan jika hanya pada C saja.
Hasil invalid jika tidak muncul strip merah pada C
38

Interpretasi hasil :

IgG (-) dan IgM (-)

3. PRINSIP TUBEX® TF

TUBEX® TF mendeteksi adanya antibodi anti 09 dalam serum pasien dengan


menilai kemampuan untuk menghambat reaksi antara reagen coklat di lapisi antigen
dan reagen biru dilapisi antibodi . Tingkat inhibisi sebanding dengan konsentrasi
antibodi anti 09 dalam sampel. Pemisahan diaktifkan oleh gaya magnet. Hasil dibaca
secara visual dengan skala warna.5,6
TUBEX® TF ini secara spesifik mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen
lipopolisakarida 09 S.typhii. Antigen ini sangat spesifik terhadap S.typhi dan bakteri
Salmonella serogrup D, karena adanya gula (-D-tyvelose). Antibodi IgM anti-09 ini
normalnya tidak ada pada individu yang sehat.
39

IDENTITAS PASIEN :

Nama : CDP/ 14 Tahun


No.RM : C649129/Poli Anak
Diagnosis : Susp. Thypoid
Sampel : (22207) Darah/serum

Sampel : serum Kit yang digunakan yang digunakan untuk


pemeriksaan Tubex TF

Prosedur test Tubex TF


40

PROSEDUR TEST TUBEX TF

1. Tempatkan TUBEX® TF pada well strip reaksi tegak lurus. Tambahkan 45 ul


TUBEX® TF Brown Reagen (reagen coklat) di tiap-tiap well.
2. Tambahkan sampel 45 ul, kemudian dihomogenkan sebanyak 10 kali.
3. Inkubasi selama 2 menit.
4. Tambahkan 90 ul TUBEX® TF reagen biru pada tiap-tiap well
5. Tutup well strip TUBEX® TF dengan plester tape. Dan ditekan kuat plastik
tapenya untuk mencegah kebocoran.
6. Mencampur harus sesuai dengan prosedur :
 Pegang well strip TUBEX® TF disatukan dengan menggunakan ibu jari dan
jari telunjuk.
 Miringkan well strip TUBEX® TF horizontal (900) untuk menunjukkan
dinding well maksimum untuk campuran.
 Kocok well strip TUBEX® TF secara cepat bolak balik selama 2 menit.
7. Tempatkan well strip TUBEX® TF di skala wana TUBEX® TF . Diamkan selama
5 menit untuk mendapatkan supernatan yang jelas.
Interpretasi hasil menurut TUBEX® TF adalah :
≤2 : Negatif
3 : Bordeline
4-5 : Indikasi infeksi demam typoid
≥6 : Indikasi kuat infeksi demam typoid.
Interpretasi hasil :

≤ 2 : NEGATIF
41

PEMERIKSAAN WIDAL
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. DNY/ 24 Tahun
No RM : C7244777/ OBSTETRI
Diagnosis : Hamil dg Obs Febris,
Maternal Takikardi
Sampel : Serum (1W)

Sampel : serum Persiapan alat dan bahan :


Reagen, serum dan lempeng serta timer

Prinsip pemeriksaan Widal Memeriksa reaksi antara antibodi


aglutinin dalam serum penderita yang
telah mengalami pengenceran berbeda-
beda terhadap antigensomatik (O) dan
flagela (H) yang ditambahkan dalam
jumlah yang sama sehingga terjadi
aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang
masih menimbulkan aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dalam serum.
Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan
dengan menggunakan uji hapusan (slide
test) atau uji tabung (tube test).
42

Reagen widal untuk pemeruksaan :

 Salmonella typhi O
 Salmonella paratyhphi AO
 Salmonella paratyhphi BO
 Salmonella typhi H
 Salmonella paratyhphi AH
 Salmonella paratyhphi BH

Prosedur test Widal Slide Aglutinasi

 Pipet ipet serum sebanyak 20 ul


dan diletakkan pada slide test.
 Ditambahkan 1 tetes antigen pada
slide tersebut.
 Kemudian goyangkan “slide”
selama 1 menit.
 Perhatikan adanya reaksi
aglutinasi dalam 1 menit.
Reaksi positif bila terjadi
aglutinasi.

Interpretasi hasil : Jika reaksi positif akan tampak aglutinasi


Jika reaksi negatif tidak tampak
aglutinasi

Hasil : negatif

Jika hasil positif maka pemeriksaan Prosedurnya :


dilanjutkan dengan uji kuantitatif Dengan mengurangi volume sampel (10 ul
dan 5 ul)
20 ul sampel positif  titer 1:80
10 ul sampel positif  titer 1:160
5 ul sampel positif  titer 1:320
43

4. PEMERIKSAAN SEROLOGI VDRL – TPHA


PEMERIKSAAN VDRL

VDRL Carbon Antigen digunakan pada test Non- Treponema untuk


mendeteksi sifilis kualitatif dan semikuantantif menggunakan serum (dipanaskan
atau tidak dipanaskan) dan plasma. Sifilis adalah penyakit kelamin (Venereal) yang
disebabkan oleh mikroorganisme spirochaete Treponema Pallidum. Karena
organisme ini tidak dapat di kultur pada media buatan, Pada diagnosis sifilis
tegantung hubungan data klinis dengan mendeteksi antibodi spesifik oleh test
serologi.

Identitas Pasien :
Nama : Ny. DNY/ 24 Tahun
No RM : C7244777/ OBSTETRI
Diagnosis : Hamil dg Obs Febris,
Maternal Takikardi

Sampel : Serum (1W)

Sampel : serum
44

Pemeriksaan VDRL dilakukan dengan a. Masukkan satu tetes 50 ul sampel


menggunakan VDRL Carbon Antigen dari (plasma, serum) pada sumuran
Plasmatec Laboratory Product. Prosedur pada slide.
Pemeriksaan secara Kualitatif untuk b. Kocok antigen dan tambahkan satu
manual slide test dengan rapid test tetes 20 ul pada sampel.
tersebut diatas adalah sebagai berikut : c. Letakkan pada rotator dengan
kecepatan 100 rpm selama 8 menit.
d. Amati dengan mikroskop.

No 1 :Hasil Negatif
No 2 : Hasil Positif

Interpretasi Hasil
Kualitatif
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan
non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif

1) REAKTIF : Bila tampak


gumpalan sedang atau besar
2) REAKTIF LEMAH : Bila
tampak gumpalan kecil-kecil
3) NON REAKTIF : Bila tidak NON REAKTIF NO 1
tampak flokulasi/gumpalan

REAKTIF NO 2
45

Hasil Positif dilanjutkan dengan pemeriksaan semi kuantitatif

a. Siapkan serial dilusi sampel dari 1 : 2 sampai 1 : 32.


b. Letakaan 50 ul dari tiap dilusi pada lingkaran slide terpisah.
c. Ratakan sampel satu persatu dengan pengaduk sampai memenuhi seluruh
sumuran.
d. Kocok antigen dan tambahkan 20 ul pada sampel.
e. Letakkan pada rotator dengan kecepatan 100 rpm selama delapan menit.
f. Amati dengan mikroskop.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya agglutinasi, Pada hasil negatif tampak
gambaran halus dan rata tanpa adanya agglutinasi.
Hasil Positif pada sampel diatas pada pengenceran 1:16

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


1. Apabila specimen yang diterima adalah cairan otak maka specimen tersebut harus
disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm salam 5-10 menit.
2. Apabila serumnya lipemik baiknya disentrifuge pada kecepatan tinggi yaitu 10000
rpm selama 10 menit.
3. Serum yang lipemik dan lisis tidak boleh diperiksa.

PEMERIKSAAAN TPHA

Pemeriksaan TPHA dilakukan dengan menggunakan rapid test TPHA


haemagglution dari Fortress Diagnostics.

Identitas Pasien :
Nama : Ny. DNY/ 24 Tahun
No RM : C7244777/ OBSTETRI
Diagnosis : Hamil dg Obs Febris,
Maternal Takikardi

Sampel : Serum (1W)


46

Sampel : serum

Prosedur untuk a. Siapkan tiga sumur mikro untuk tiap sampel.


pemeriksaan TPHA b. Tambahkan 190 ul diluent pada sumuran I.
Haemagglutination c. Tambahkan 10 ul sampel pada sumuran I dan
mencampurkannya.
d. Pindahkan 25 ul dari sumuran I ke sumuran 2 dan 3.
e. Siapkan test cells dan control cells yang tercampur rata
f. Tambahkan 75 ul control cells ke sumuran 3.
g. Tambahkan 75 ul test cells ke sumuran 2.
h. Tepuk plate dengan lembut untuk mencampur isinya.
i. Tutup plate dan inkubasi selama 45- 60 menit
47

Interpretasi Hasil
A. Uji Kualitatif
Hemaglutinasi positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah dipermukaan
sumur, hasil negatif terlihat seperti titik berwarna merah di tengah dasar sumur
Tingkatan aglutinasi:
+4 : bulatan merah merata pada seluruh permukaan sumur
+3 : bulatan merah terdapat di sebagian besar permukaan sumur
+2 : bulatan merah yang terbentuk tidak besar dan tampak seperti cincin
+1 : bulatan merah kecil dan tampak cincin terang
+/- : tampak cincin dengan warna bulatan merah yang samar
- : Tampak titik berwarna merah didasar sumur
Hasil diatas untuk:
1 : Negatif
2 : + 4 Bulatan merah merata pada seluruh sumur

Hasil Positif dilanjutkan dengan pemeriksaan semi kuantitatif


48

PEMERIKSAAN SEMI KUANTITATIF

a. Satu sampel membutuhkan sembilan sumuran dalam microtitration plate.


b. Tambahkan 190 ul dilutent ke sumuran 1.
c. Tambahkan 25 ul dilutent ke sumuran 4 sampai 9
d. Buat pengenceran 1/20 dengan menambahkan 10 ul serum ke sumuran I,
campurkan
e. Pindahkan 25 ul dari pengenceran 1/20 ke sumuran 2,3,dan 4.
f. Campurkan pengenceran 1/40 pada sumuran 4 dan memindah 25 ul ke
sumuran 5.
g. Ulangi langkah ini sampai serial dilusi selesai, buang 25 ul dari sumuran
terakhir.
h. Pastikan bahwa test cells dan control cells telah tercampur rata.
i. Tambahkan 75 ul test cells ke sumuran 3,4,5,6,7,8,9.
j. Tambahkan 75 ul control cells ke sumuran 2.
k. Tepuk plate dengan lembut untuk mencampur isinya.
l. Tutup plate dan inkubasi selama 45-60 menit.
Interprestasi dari pemeriksaan TPHA positif jika tampak sebaran sel memenuhi seluruh
sumuran, dan negatif jika tampak bulatan padat pada dasar sumuran.
Titer : pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi

Sumur 1 2 3 4 5 6 7 8
Titer (Control 1 : 1 : 1 : 1 : 1 : 1 : 1 : 5120
Cell) 80 160 320 640 1280 2560
49

BAB IV
PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN SEROLOGI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK

PERMINTAAN PEMERIKSAAN SEROLOGI LABORATORIUM


MIKROBIOLOGI KLINIK RSDK PERIODE 12 NOVEMBER -07
DESEMBER 2018
100
93
80
60
40 32
16 16
20 3 1
0
Dengue blot TPHA/VDLR Tubex TF Dengue blot Widal NS-1

PERMINTAAN PEMERIKSAAN SEROLOGI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RSDK PERIODE 12


NOVEMBER -07 DESEMBER 2018

Dilaboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Dr. Kariadi melayani 7 jenis


pemeriksaan serologi yaitu Dengue Blot, NS-1, Tubex TF, VDRL,TPHA dan Widal.
Data yang dikumpulkan penulis dalam periode 12 November s.d 07 Desember 2018
Jumlah keseluruhan pemeriksaan sampel serologi selama satu bulan yang dikumpulkan
penulis berjumlah 145 sampel. Dari keseluruhan sampel serologi, permintaan terbanyak
adalah TPHA VDRL sebanyak 93 sampel, Tubex TF 32 sampel dan Dengue blot
sebanyak 16 sampel.

PEMERIKSAAN SEROLOGI DENGUE BLOT 12 NOVEMBER S.D 07


DESEMBER 2018

20
17

15

10
6
5

Jumlah kasus Kasus Positif (IgG-IgM)


50

Pada pemeriksaan serologi DHF dilakukan dengan rapid test menggunakan


dengue duo cassette 16 Sampel dan NS-1 ada 1 sampel. Jumlah keseluruhan pemeriksaan
sampel untuk dengue blot (dengue duo cassette) selama satu tahun sejak 12 November
s.d 07 Desember 2018 berjumlah 17 sampel. Dengan demikian perlu menjadi perhatian
di bagian laboratorium mikrobiologi untuk mempersiapkan kit serta reagen untuk
pemeriksaan tersebut.

PEMERIKSAAN SEROLOGI DEMAM TYPHOID TUBEX TF

32

27

TOTAL PEMERIKSAAN TUBEX POSITIF TUBEX NEGATIF TUBEX

Total Positif Negatif

Tubex TF adalah pemeriksaan serologis yang lebih sensitif dan lebih specifik dari
pada widal. 5,6 Tubex TF memiliki nilai sensitifitas 100% dan spesifitas 100%, sedangkan
widal sensitifitasnya 81,3%, spesifitasnya 43,3%. Pemeriksaan Tubex TF merupakan
pemeriksaan serologi cukup banyak yang sering dilakukan. Jumlah total pemeriksaan
ada 32 sampel dan hasil positif pada 5 sampel dengan memberikan hasil positif 4 – 5
(indikasi infeksi demam tifoid), sedangkan hasil yang negative 27 sampel.
51

PEMERIKSAAN TPHA DAN VDRL

100 87
80 63
60
40
20 6 6
0
TPHA VDLR
Positif Negatif

umlah permintaan pemeriksaan serologi VDRL – TPHA selama satu bulan sebanyak 93
sampel. Sebagian besar permintaan dari obsgin dan sisanya dari bagian kulit dan
penyakit dalam.
52

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan pada stase laboratorium serologi pada


tanggal 12 November s.d 07 Desember 2018 di laboratorium RSUP Dr Kariadi,
penulis menyimpulkan:
 Pemeriksaan serologi yang dilaksanakan selama stase di laboratorium
mikrobiologi RSUP Dr. Kariadi Semarang meliputi pemeriksaan serologi Dengue
blot, NS-1, Tubex TF, Widal, dan VDRL – TPHA.
 Pemeriksaan serologis sangat membantu dalam diagnostic pasien secara cepat dan
akurat. Tetapi pemeriksaan serologis juga memili keterbatasan yaitu kemungkinan
positif palsu dan negative palsu, sehingga dalam pengerjaan pemeriksaan harus
dikerjakan secara teliti.

SARAN

 Perlu dikembangkan pemeriksaan serologi untuk jamur


 Sistem pencatatan hasil perlu jadi perhatian lagi janggan sampai terjadi
kesalahan.
53

DAFTAR PUSTAKA

1. Sears B.W, Spear L, Saenz R. Hardcore Microbiology and Immunology.


Lippincott Williams&Wilkins. 2007.
2. Subowo,. Imunobiologi edisi 2. Sagung Seto. 2009
3. Gupte, Satish. Mikrobiologi Dasar edisi ketiga. 1990. Bina aksara : Jakarta.
4. Balley & Scott’s. Diagnostic Microbiology. Twelfth Edition. Mosby : USA.2010.
5. Cheesbrough, monica. Medical Laboratory Manual for Tropical Countries.
Volume 11. United States Library of Congress
6. Yan Meing, dkk.,Combined Rapid (TUBEX) Test for Typhoid-Paratyphoid A
Fever Based on Strong Anti-O12 Response: Design and Critical Assessment of
Sensitivity
7. Karnen Garna Baratawidjaja, Iris Rengganis, Imunologi Dasar Edisi-XI Badan
Penerbit FK-UI Jakarta 2014

Anda mungkin juga menyukai