Anda di halaman 1dari 17

BAB I

SKENARIO

Tn. Corpus, adalah petani yang terjatuh dri ketinggian 3 meter sewaktu

hendak mengambil kelapa dari pohonnya.

1
BAB II

KATA KUNCI

1. Trauma kapitis

2. Perdarahan

2
BAB III

PROBLEM

1. Apa yang menyebabkan adanya perdarahan?

2. Penyakit apa saja yang dapat menimbulkan munculnya perdarahan kepala?

3. Pada kasus ini bagaimana cara diagnosa pastinya?

4. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pada kasus tersebut?

5. Tanda-tanda apa saja yang dijelaskan kepada pasien dan keluarganya untuk

merujuk? Bagaimana cara menjelaskannya?

6. Apa yang sebaiknya dijelaskan oleh dokter kepada pasiennya dan keluarga

mengenai masalah ini?

3
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Definisi
Trauma Capitis (trauma kepala) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala
merupakan suatu trauma atau ruda paksa yang mengenai struktur kepala yang
dapat menimbulkan gangguan fungsional jaringan otak atau menimbulkan
kelainan struktural (Sastrodiningrat, 2007).
Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan tengkorak dan
otak (Pierce dan Neil, 2014).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala
merupakan kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun benturan fisik dari
luar, yang dapat mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan kerusakan fungsi
kognitif maupun fungsi fisik.

B. Etiologi
Penyebab cedera kepala dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang
terjadi akibat benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera sekunder
yaitu cedera yang terjadi akibat cedera saraf melalui akson meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea/hipotensi sistemik. Cedera sekunder
merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial
dan perubahan neurokimiawi (Hickey, 2003).

C. Epidemiologi
Cedera kepala merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian, terutama
pada dewasa muda. Di Amerika Serikat, hampir 10% kematian disebabkan karena

4
trauma, dan setengah dari total kematian akibat trauma berhubungan dengan otak.
Kasus cedera kepala terjadi setiap 7 detik dan kematian akibat cedera kepala
terjadi setiap 5 menit. Cedera kepala dapat terjadi pada semua kelompok usia,
namun angka kejadian tertinggi adalah pada dewasa muda berusia 15-24 tahun.
Angka kejadian pada laki-laki 3 hingga 4 kali lebih sering dibandingkan wanita
(Rowland et al, 2010). Penyebab cedera kepala di Indonesia mayoritas karena
kecelakaan lalu lintas yang dapat dilaporkan kecenderungannya dari tahun 2007
dengan 2013 hanya untuk transportasi darat, tampak ada kenaikan cukup tinggi
yaitu dari 25,9 persen menjadi 47,7 persen (RISKESDAS, 2013).

D. Mekanisme Cedera Kepala


Mekanisme Cedera Kepala Percobaan biomekanika cedera kepala telah
banyak dipelajari pada hewan coba, kadaver manusia, dan model eksperimental
tulang kepala dan otak. Pada tahun 1943, Holbourn menunjukkan efek kekuatan
rotasional dengan gel pada tengkorak manusia, dan 3 tahun kemudian, (Pudenz
and Shelden, 1947) merekam fenomena ini pada tengkorak monyet yang
digantikan dengan plastik transparan. Perkembangan teknologi memungkinkan
dengan Computed Tomography (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) mempelajari efek linier dan angular akselerasi pada otak pasien percobaan
(Bayly dkk, 2005).
Dengan mekanisme fisiologis pada cedera kepala akan dapat memperkirakan
dampak pada cedera kepala primer. Komponen utama diantaranya kekuatan
cedera (kontak atau gaya), jenis cedera (rotasional, translational, atau angular),
dan besar serta lamanya dampak tersebut berlangsung. Kekuatan kontak terjadi
ketika kepala bergerak setelah suatu gaya, sedangkan gaya inersia terjadi pada
percepatan atau perlambatan kepala, sehingga gerak diferensial otak relatif
terhadap tengkorak. Meskipun satu proses mungkin mendominasi, sebagian besar
pasien dengan cedera kepala mengalami kombinasi dari mekanisme ini.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan cedera kepala (Goldsmith, 1966);
benturan kepala dengan benda padat pada kecepatan yang cukup, beban impulsif
memproduksi gerak tiba-tiba kepala tanpa kontak fisik yang signifikan, dan statis

5
beban kompresi statis atau kuasi kepala dengan kekuatan bertahap. Kekuatan
kontak biasanya mengakibatkan cedera fokal seperti memar dan patah tulang
tengkorak. kekuatan inersia terutama translasi mengakibatkan cedera fokal, seperti
kontusio dan Subdural Hematoma (SDH), sedangkan cedera rotasi akselerasi dan
deselerasi lebih cenderung mengakibatkan cedera difus mulai dari gegar otak
hingga Diffuse Axonal Injury (DAI).
Cedera rotasi secara khusus 8 menyebabkan cedera pada permukaan kortikal
dan struktur otak bagian dalam (Youmans, 2011). Percepatan sudut merupakan
kombinasi dari percepatan translasi dan rotasi, merupakan bentuk yang paling
umum dari cedera inersia. Karena sifat biomekanis kepala dan leher, cedera
kepala sering mengakibatkan defleksi kepala dan leher bagian tengah atau tulang
belakang leher bagian bawah (sebagai pusat pergerakan).

E. Morfologi Cedera Kepala


Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi atau area terjadinya
trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar
terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka.
Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak
atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009,
mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada
kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai
kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Cedera Kepala
Ringan Kehilangan kesadaran < 20 menit Amnesia post traumatic < 24 jam GCS
13 -15 Cedera Kepala Sedang Kehilangan kesadaran > 20 menit dan < 36 jam
Amnesia post traumatic > 24 jam dan < 7 hari GCS 9-12 Cedera Keapala Berat
Kehilangan kesadaran > 36 jam Amnesia post traumatic > 7 hari GCS 3-8 11
Secara morfologi cedera kepala data dibagi atas: (Pascual et al, 2008)

6
1. Laserasi Kulit Kepala
Luka laserasi adalah luka robek yang disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda tajam lukanya
akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh
tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Laserasi kulit kepala sering di dapatkan pada
pasien cedera kepala. Kulit kepala terdiri dari lima lapisan yang disingkat dengan
akronim SCALP yaitu skin, connective tissue, apponeurosis galea, loose
connective tissue dan percranium. Diantara galea aponeurosis dan periosteum
terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang.
Pada fraktur tulang kepala sering terjadi robekan pada lapisan ini.
2. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi:
a. Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata
pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala.
b. Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang
tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis
fraktur ini terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum
menyatu dengan erat.
c. Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih
dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
d. Fraktur impresi tulang pepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar
yang langsung mengenai tulang kepala. Fraktur impresi pada tulang
kepala dapat menyebabkan penekanan atau 12 laserasi pada duramater
dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi jika tabula
eksterna segmen tulang yang impresi masuk hingga berada di bawah
tabula interna segmen tulang yang sehat.
e. Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater yang melekat erat pada dasar tengkorak. pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan adanya rhinorrhea dan racon eyes sign pada fraktur

7
basis cranii fossa anterior, atau ottorhea dan battle’s sign pada fraktur
basis cranii fossa media.
3. Luka memar (kontusio)
Luka memar pada kulit terjadi apabila kerusakan jaringan subkutan dimana
pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya,
kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar
pada otak terjadi apabila otak menekan pembuluh darah kapiler pecah. Biasanya
terjadi pada tepi otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang
besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pada
kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang disebut
edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat menimbulkan penekanan hingga
dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
4. Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini
bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan
subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang
rusak.
5. Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas, tetapi
sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit
pada kranial terlepas setelah cedera (Mansjoer, 2010).

F. Klasifikasi Cedera Kepala


Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan
Teasdale pada tahun 1974.Cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
berdasarkan nilai GCS yaitu:
1. Cedera Kepala Ringan (CKR)
Dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan berdasarkan CT scan otak, tidak
memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di rumah sakit < 48 jam.

8
2. Cedera Kepala Sedang (CKS)
Dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan
tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam.
3. Cedera Kepala Berat (CKB)
Bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma, score GCS < 9 (George, 2009).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi kranium
Untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran
sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik eksternal yang
menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau tanda neurologis fokal
lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien yang tidak sadar
menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang disebabkan oleh robekan
arteri meningea media (Ginsberg, 2007).
2. CT scan kranial
Segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika
terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda neurologis
fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan
kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom
subdural (Pierce & Neil, 2014).

9
BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

1. Fraktur Basis Cranii


Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada
dasar tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan
robekan pada duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua
lokasi anatomi tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar.

2. Trauma Capitis
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan
gangguan neurologis.

10
BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Tabel 6.1 Analisis Differential Diagnosis

Trauma Kapitis Fraktur Basis Cranii

Trauma (+) (+)

Perdarahan Telinga, Hidung (+) (+)/Cairan

Halo Test (-) (+)

Kesadaran Menurun Menurun

Raccoon Eye (-) (+)

Battle Sign (-) (+)

Pupil Normal Anishokor

11
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)
Menurut kelompok kami, diagnosa akhir dari kasus ini:

Trauma kapitis suspect Fraktur Basis Cranii

12
BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS
Identitas pasien
Nama : Tn. Corpus
Umur : 40 tahun
Alamat : Desa Made Surabaya
Pemeriksan Fisik

Tanda vital
- Tensi: 100/80 mmHg
- Suhu: 37oC
- Nadi: 88x/menit/bisa bradikardi
- RR: 20x/menit

Anamnesa Kesadaran: Somnolen Pemeriksaan


Pemeriksaan kepala: Penunjang
KU : Perdarahan
RPS : - A/I/C/D (-/-/-/-) - Halo test
- Mata: dbn - CT-Scan kepala
- Perdarahan 1 jam - Lidah: dbn
yang lalu - Hidung: tampak keluar darah tanpa kontras
- Telinga: tampak darah kering
- Jatuh dari
Pemeriksaan kulit: dbn
ketinggian
Pemeriksaan leher: dbn

Pemeriksaan dada: dbn

Pemeriksaan abdomen: dbn

Pemeriksaan ekstrimitas: dbn

DD : Trauma Kapitis dan Fraktur Basis Cranii

DX : Trauma Kapitis suspect Fraktur Basis Cranii

13
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

Manajemen Tatalaksana

1. Operasi : bila didapatkan lesi intrakranial yang indikasi untuk

dilakukan operasi (perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan

intraserebral)

2. Konservatif :

- Pastikan jalan nafas pasien clear, berikan oksigenasi 100% dan jangan

banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat

disingkirkan, bila perlu intubasi.

- Head up elevasi 300

- Berikan cairan secukupnya (normal saline) untuk resusitasi korban

agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan

transfuse darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.

- Berikan neuro protector (pirazetam, sitikolin)

- Suspect fraktur basis cranii: berikan Antibiotika cephalosporine

generasi ke-3

- Berikan obat analgetik: Ketorolak 30 mg 2x prn

- Berikan obat antiemetik: metoclopramide, ranitidine, cimetidine

14
KIE Keluarga

Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:


Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat

15
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Prognosis

Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status neurologis awal
- Jarak antara trauma dan tindakan bedah
- Edema cerebri
- Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan
hematom epidural
- Faktor ekstrakranial
- Mechanism of Injury

Tanda untuk merujuk

- Jika dengan tindakan konservatif gagal dan cairan liquor keluar terus atau
tidak ada ahli bedah saraf di RS yang bersangkutan.
- Pasien mengalami cedera otak sedang dan berat langsung dirujuk

16
DAFTAR PUSTAKA

Hernandes DT, Levisohn MP, Naritoku DK. 2004. Posttraumatic epilepsy and
neurorehabilitation. In: Traumatic brain injury rehabilitation treatment
and case management. Second Edition.CRC Press. 2004:27-47.
Langlois JA, Rutland-Brown W, Thomas KE. 2004. Traumatic Brain Injury in the
United States: Emergency Department Visits, Hospitalizations, and
Deaths. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention, National
Center for Injury Prevention and Control; 2004.
Soertidewi L, Misbach J, Sjahrir H, Hamid A, Jannis J, Bustami M. 2006.
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis Dan Trauma Spinal.
Jakarta: Perdossi; 2006.

17

Anda mungkin juga menyukai