Anda di halaman 1dari 122

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 OKTOBER – 28 NOVEMBER 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

INAYATUL WAHYUNI, S.Farm.


1306502522

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT ACTAVIS INDONESIA
JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR
PERIODE 6 OKTOBER – 28 NOVEMBER 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

INAYATUL WAHYUNI, S. Farm.


1306502522

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015

ii

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
iv
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas
berkat rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia yang dilaksanakan pada
periode 6 Oktober sampai dengan 28 November 2014. Penulisan Laporan ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia dan
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mendapatkan
gelarApoteker.
Kegiatan dan laporan PKPA ini dapat berjalan dengan baik atas kerjasama
dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih atas kesempatan, bimbingan serta kerjasama yang telah diberikan selama
maupun setelah masa pelaksanaan PKPA, kepada:
1. Bapak Andreas Halim sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia
2. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis
Indonesia
3. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT.
Actavis Indonesia
4. Ibu Riska Lestari sebagai Manager Quality Assurance PT. Actavis
Indonesia.
5. Mbak Sari Yuliana, Mbak Suchi Rahmadani, Mbak Stephany Vemira,
Mbak Afrisa Nurhayati, Mas Wahyu Hermawan, Mas Yudho Prabowo,
Mas Martrianto, Mutiara Jiwa Iskartama, Shinta Ayu Nurfaradilla, Dyah
Ayuwati Waluyo, Astri Kania Agustini, Lala Nurgayatin, dan seluruh staf
PT. Actavis Indonesia.
6. Dr. Mahdi Jufri, M.Si. sebagai dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia
7. Dr. Hayun, M.Si., Apt sebagai Ketua Program Profesi Apoteker

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


vi

8. Dr. Arry Yanuar, M.Si. selaku Pembimbing dari Program Profesi


Apoteker Fakultas Farmasi UI, atas bimbingan, arahan, dan nasehat yang
diberikan selama masa PKPA dan penyusunan laporan.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang
telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
10. Teman-teman Apoteker angkatan 79 atas semangat, dukungan, dan
kerjasama yang telah diberikan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam
praktek kerja hingga penyusunan laporan ini.
Penulis berharap Tuhan YME membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah banyak memberikan bantuan dalam kegiatan ini. Penulis menyadari bahwa
laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga
pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Penulis

Desember 2014

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
ABSTRAK

Nama : Inayatul Wahyuni, S.Farm


NPM : 1306502522
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis
Indonesia Jalan Raya Bogor Km 28 Jakarta Periode 6 Oktober –
28 November 2014

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia bertujuan untuk
memahami dan menilai bagaimana penerapan aspek-aspek Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) dalam suatu industri farmasi serta memahami tugas dan peran
profesi apoteker di industri farmasi. Tugas khusus bertujuan untuk memahami
cara pembuatan laporan Periodic Product Review (PPR) sediaan Tramadol 50 mg
kapsul yang ditinjau secara sistematis dan dapat menggambarkan produk yang
diproduksi telah memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang ditetapkan, dan
mengidentifikasi tindakan pencegahan dan perbaikan (CAPA) terhadap produk
dan proses jika dibutuhkan.

Kata Kunci : PT. Actavis Indonesia, peran Apoteker, Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB), Product Periodic Review
Tugas umum : viii + 92 halaman; 1 tabel; 1 lampiran
Tugas khusus : ii + 15 halaman; 2 tabel
Daftar Acuan Tugas Umum : 13 (1990-2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 2 (2012-2014)

viii
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
ABSTRACT

Name : Inayatul Wahyuni, S.Farm


NPM : 1306502522
Program Study : Apothecary Profession
Title : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Actavis
Indonesia Jalan Raya Bogor Km 28 Jakarta on October 6th-
November 28th 2014

Pharmacists Professional Practic (PKPA) at PT. Actavis Indonesia aims to


understand and assess how the implementation aspects of Good Manufacturing
Practice (GMP) in the pharmaceutical industry and understand the duties and role
of the pharmacist profession in the pharmaceutical industry. The spesific
assigment aims to understand how to make the Periodic Product Review (PPR) of
Tramadol 50 mg capsule reviewed systematically and it can describe that the
product fulfilled the requirements of quality and specification; and identifying
preventive action and corrective action (CAPA) for the product and process if
needed.

Keywords : PT. Actavis Indonesia, Apotechary roles, Good


Manufacturing Practice (GMP), Product Periodic Review
General Assigment : viii + 92 pages; 1 table; 1 appendix
Spesific Assigment : ii + 15 pages; 2 tables
Bibliography of General Assigment : 13 (1990-2013)
Bibliography of Spesific Assigment : 2 (2012-2014)

ix
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ........................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................ vii
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ....................................................................... 3
2.1 Industri Farmasi ...................................................................... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik .............................................. 5
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .................................................................... 14
3.1 Sejarah PT. Acatavis Indonesia ............................................... 14
3.2 Visi dan Misi ........................................................................... 15
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas ....................................................... 15
3.4 Sarana Penunjang ................................................................... 16
3.5 Produk dan Sertifikat GMP ..................................................... 17
3.6 Struktur Organisasi ....................................................................... 18
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 76
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 89
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 89
5.2 Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 90
LAMPIRAN ................................................................................................. 91
x

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Perbedaan n1 dan n2 .................................................................... 36

xi

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia ............................. 92

xii

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat merupakan komponen essensial
dari suatu pelayanan kesehatan dan sudah merupakan kebutuhan pokok
masyarakat. Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan,
khasiat dan mutunya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang meliputi
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang
dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman pembuatan
obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Dalam CPOB mencakup seluruh
aspek seperti manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan;
sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu, dan
persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan
kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis terhadap kontrak; dan
kulifikasi dan validasi. Industri farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian
kegiatan pembuatan obat wajib menerapkan CPOB. Oleh karena itu, salah satu
persyaratan untuk mendapatkan izin industri farmasi yaitu harus memenuhi
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan
sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun selama industri
farmasi masih memenuhi persyaratan (CPOB, 2012).
Penerapan CPOB di lingkungan industri farmasi dapat berbeda antara satu
industri dengan industri lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya
perbedaan fasilitas pendukung di setiap industri farmasi. Seorang apoteker di
industri farmasi mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk
menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut, antara lain

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


2

sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan dan


pemastian mutu.
Untuk mencapai peran dan tanggung jawab tersebut apoteker dituntut
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Salah satu sarana bagi
calon apoteker untuk dapat memahami, mengetahui, serta memberikan gambaran
singkat tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi yaitu dengan
diadakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dalam hal ini, Program
Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Actavis
Indonesia menyelenggarakan PKPA pada tanggal 6 Oktober 2014 – 28 November
2014.

1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi ini bertujuan untuk:
a. Memahami penerapan CPOB di PT. Actavis Indonesia.
b. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di industri
Farmasi diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja
yang sesungguhnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1. Industri Farmasi


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik, industri farmasi didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki
izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau
bahan obat. Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi, yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.
Bahan baku obat merupakan bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam pengelolaan obat dengan standar mutu sebagai bahan
farmasi. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan
obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi,
pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk
didistribusikan.
Industri farmasi wajib memiliki izin usaha industri farmasi dari Menteri
Kesehatan sebelum memulai proses produksinya. Izin Usaha Industri Farmasi
diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB
yang berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Persyaratan
industri farmasi untuk mendapatkan izin industri farmasi adalah :
a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga
Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian
mutu, produksi, dan pengawasan mutu

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


4

e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Sebelum memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, suatu perusahaan harus
melewati tahap persetujuan prinsip yang diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Persetujuan prinsip diberikan
kepada industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan dan
usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi peralatan, dan lain-lain
yang diperlukan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama
jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan wajib
menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Setelah melaksanakan tahap persetujuan prinsip, industri farmasi dapat
mengajukan permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi
diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan
oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya
selama industri tersebut memproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk
industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. Industri farmasi dapat
membuat obat secara kontrak kepada industri farmasi lain yang telah menerapkan
CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan
paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi
persyaratan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi
penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan,
dan mutu obat.
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan jumlah dan nilai produksinya
sekali dalam enam bulan dan laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


5

setahun kepada Direktur Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan


Kementrian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala BPOM.
Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan bila industri farmasi yang
telah mendapat izin usaha industri farmasi:
a. Melakukan pindah tangan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau
dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah
sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu
tinggi. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi
dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personel yang
terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan
dipantau secara cermat.
Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan
Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi
Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan
terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan
Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


6

2.2.1. Manajemen Mutu


Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.
Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu
kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di
semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan
manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang
tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Tindakan
yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.

2.2.2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personel hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Seluruh personel harus memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur
organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi
penanggungjawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh
didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi
yang memadai.
Struktur organisasi perusahaan disusun dengan baik sehingga bagian
produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang
berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-
masing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


7

dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personel tersebut tidak mempunyai


kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi
kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi dan kepala
bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan
memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan
keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas
secara profesional. Kepala bagian produksi memiliki wewenang serta tanggung
jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu
adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal,
produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan
spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila
tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.
Industri farmasi harus memberikan pelatihan bagi seluruh personel yang karena
tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personel teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan
bagi personel lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personel baru harus mendapat
pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga
diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkal dan juga tersedia
program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing.

2.2.3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,
sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat. Letak bangunan dirancang sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran
dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta
dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


8

dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal


dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya
serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan
fasilitas harus dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci.

2.2.4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan didesain dan
dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan
dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan
reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan didesain sedemikian rupa agar
mudah dibersihkan. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.
Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau
pencemaran. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk.

2.2.5. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personel, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu
yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan
dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan
cukup efektif dan memenuhi persyaratan. Untuk menjamin perlindungan produk
dari pencemaran dan untuk keamanan, personel harus mengenakan pakaian
pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut.
Tangan operator dihindarkan bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


9

antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang
bersentuhan dengan produk.

2.2.6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk
yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar (registrasi). Produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang
kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis
dan bila perlu dicatat. Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi
proses (pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; sistem penomoran
bets/lot produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku
obat; pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk
obat jadi; monitoring; dan dokumentasi.
Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan
dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label
pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang
digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Semua prosedur
produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya didokumentasikan. Perubahan yang
penting dalam proses, baik itu penggantian alat maupun penggantian asal bahan
baku, hendaknya dilakukan validasi ulang. Hal ini untuk menjamin bahwa
perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan.

2.2.7. Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


10

kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis
yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang
dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan
dan produk serta metode pengujiannya.

2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit Persetujuan Pemasok


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan
CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari
perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif.
Manajemen harus membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam
bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak
ketiga juga dapat bermanfaat.
Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi
khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim
yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab
bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat
diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


11

2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan


Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Untuk menangani semua kasus yang mendesak, disusun suatu sistem, bila perlu
mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari
peredaran secara cepat dan efektif.
Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk dicatat yang mencakup
rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan
mendalam. Kepala Bagian Pengawasan Mutu dilibatkan dalam pengkajian
masalah tersebut.
Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka
dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain
juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets
yang cacat diselidiki.
Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan
keluhan mengenai suatu produk dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini
mencakup:
a. Tindakan perbaikan bila diperlukan;
b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan;
c. Tindakan lain yang tepat.
Badan POM harus diberitahukan apabila industri farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan
pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius
mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali mampu untuk dilakukan
segera dan tiap saat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan
Kembali, antara lain:
a. Tindakan penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui
ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang
merugikan;

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


12

b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, harus


dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan
kembali dengan segera. Penarikan kembali harus menjangkau sampai
tingkat konsumen;
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi harus
menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara
cepat, efektif dan tuntas; dan
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk dibuat untuk
memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan
cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah di


area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut.
Perkembangan proses penarikan kembali dicatat dan dibuat laporan akhir,
termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang
ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali dievaluasi
dari waktu ke waktu.

2.2.10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat
penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian
lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.
Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat.
Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


13

dokumen direvisi, dan dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan


dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.

2.2.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu).

2.2.12. Kualifikasi dan Validasi


CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di
industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan
dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk harus divalidasi. Pendekatan
dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi. Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur
utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam
Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis harus
merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Laporan yang mengacu
pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh,
tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi
perbaikan dibuat. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan
persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi
selanjutnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS

3.1. Sejarah PT. Actavis Indonesia


Watson Pharmaceuticals, Inc. adalah perusahaan farmasi terpadu yang
terkemuka di dunia. Watson melakukan pengembangan, produksi dan distribusi
produk obat generik dan obat bermerek khusus yang fokus pada Urologi dan
kesehatan wanita. Perusahaan tersebut juga mengembangkan produk biosimilar
pada kesehatan wanita dan Onkologi. Selain itu, Watson mendistribusikan obat
generik dan obat bermerek.
Pada tahun 2011, Watson menjadi perusahaan obat generik terbesar ketiga
di Amerika Serikat. Watson memiliki pengoperasian komersial di pasar
internasional utama yang mencakup Kanada, Eropa Barat, Asia Pasifik, Afrika
Selatan, dan Amerika Latin. Watson mendistribusikan secara langsung sekitar
8.500 unit penyimpanan di Amerika Serikat kepada lebih dari 60.000 pelanggan
melalui Divisi Distribusi.
Pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di Parsipanny,
New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global. Nama Actavis
Inc. resmi digunakan mulai tanggal 24 Januari 2013 yang ditandai dengan
berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York.
PT. Dumex Indonesia merupakan pabrik dari Actavis group yang pertama
kali berada di Indonesia, diresmikan pada tanggal 8 november 1969 oleh Presiden
Republik Indonesia Bapak HM. Soeharto. Pada tahun 1983 PT. Dumex Indonesia
diakusisi oleh Alpharma sehingga berubah nama menjadi PT. Dumex Alpharma
Indonesia, kemudian menjadi PT. Alpharma pada tahun 2001. Dengan akuisisinya
Divisi Internasional oleh Actavis, maka pada bulan Maret 2006 PT. Alpharma
berubah menjadi PT. Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari Actavis
Group.
PT. Actavis Indonesia sebagai bagian dari Actavis Global memiliki lebih
dari 100 jenis produk yang terdiri dari antibiotik, analgetik antipiretik,
multivitamin, tranquilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang
diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet),

14 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


15

semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rectal tube. Produk-
produk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, jugadipasarkan untuk pasar
luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT. Actavis Indonesia mempunyai
sistem manajemen terintegrasi bersertifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan
OHSAS 18001:2007.

3.2. Visi dan Misi


Visi dari PT. Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat
didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan
didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang
menyatukan bagaimana PT. Actavis Indonesia bertindak dan bekerja.
a. Challenge : Berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat,
mengembangkan solusi kreatif, dan melaju lebih jauh.
b. Connect : Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan
memberikan praktek terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan sumber
daya global, merupakan mitra pilihan.
c. Commit : Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang
dijanjikan.

Misi dari PT. Actavis Indonesia adalah:


a. Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi.
b. Telah memenuhi kebutuhan konsumen saat ini dan masa mendatang melalui
investasi yang cerdas di R&D.
c. Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi.
d. Merayakan beragam budaya di tim global.
e. Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja.
f. Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.

3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas


PT. Actavis Indonesia mempunyai dua kantor yang terdiri dari kantor
Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT. Actavis Indonesia terletak di
Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav.
22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT. Actavis Indonesia
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


16

berlokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat berdiri
diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik di dalamnya, dengan 40% dari
luas area digunakan untuk area produksi, dan sisanya digunakan untuk fasilitas
lainnya.
Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu :
a. Gedung produksi penisilin non steril (Beta Lactam Facility)
b. Gedung produksi non penisilin dan cair (Multi Product Facility)
c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility)
d. Gudang bahan baku dan bahan kemas
e. Gudang produk jadi
f. Gedung engineering dan workshop
g. Laboratorium Pengawasan Mutu dan laboratorium pengembangan
produk (Product Development)
h. Perkantoran (bagian Pemastian Mutu, personalia, dan keuangan)
i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)

3.4 Sarana Penunjang


Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT. Actavis Indonesia, sarana-
sarana tersebut anatara lain:
a. Sumber energi
PT. Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik yang berasal dari PLN
dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrik
padam.
b. Sumber air
PT. Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolah
lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM.
c. Udara tekan (Compressed air)
PT. Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik.
Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesin
produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara kering ke
dalam kabinet mesin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


17

d. Air Handling Unit (AHU)


AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-masing
ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang.

3.5 Produk dan Sertifikat GMP


PT. Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP
dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk produk
sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat,
sehingga produk-produk PT. Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa, serta
sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari
Ukrainian Authority di tahun 2008.
PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 14 sertifikat CPOB yang
didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia
(23 November 2011), untuk produk antara lain:
a. Fasilitas multi produk (Multi Product Facility) non steril dan fasilitas
topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak
bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras,
larutan oral non antibiotik, dan enema non antibiotik, serta salep atau krim
non antibiotik.
b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak
bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral
antibiotik.
c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin
dari Ukrainian Authority (2008).
d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management
System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut:
1. ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality
Management System).
2. ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan
(Enviromental Management System).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


18

3. OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan


dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System).

Produk-produk PT. Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan


distribusi atau distributor dengan skala nasional, yang saat ini ditunjuk adalah 3
perusahaan, yaitu:
a. PT. Anugrah Argon Medika (AAM)
b. PT. Mensa Bina Sukses (MBS)
c. PT. Sawah Besar Farma (SBF)

3.6 Struktur Organisasi


PT. Actavis dipimpin oleh seorang Presiden Direktur dengan dibantu oleh 5
orang direktur (lampiran 1), yaitu Direktur Operasional, Direktur Penjualan
Ekspor, Bisnis Toll dan Distribusi, Direktur Scientific Affairs (SCA), Direktur
Sumber Daya Manusia, dan Direktur Keuangan.
Direktur Operasional membawahi 7 departemen, yaitu Departemen
Produksi, Departemen Mutu dan Operasional, Teknik (Departemen Engineering
dan EHS), Technology Transfer, IT, Supply Chain, dan MFG Controller. Masing-
masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh
beberapa supervisor.

3.6.1 Departemen Produksi


Departemen Produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang
bertanggung jawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer Produksi dibantu
oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh
administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang
supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap
penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi
kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan
dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC.
Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen
produksi berkaitan erat dengan departemen Pemastian Mutu dan Pengawasan
Mutu untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


19

Kegiatan produksi di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu


produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk
sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan
bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan sirup
kering). Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas,
yaitu Fasilitas Multiproduk, Fasilitas Beta laktam, dan Fasilitas Topikal.
Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat
berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang
dikeluarkan oleh bagian Pengembangan Produk dan Produksi. Departemen ini
akan bekerja sama dengan departemen pemastian mutu dengan melakukan
kegiatan validasi dan kualifikasi agar produk yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan.
Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB seperti
yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis
ruangan di PT. Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area E
dan area F. Area E (grey area) yaitu ruang untuk bahan obat, obat dan bahan
pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan terbuka, atau
masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang penimbangan bahan
baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan
contoh bahan baku. Area F (black area) yaitu ruang untuk bahan obat, obat, dan
bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder
dan daerah lain di luar ruang produksi misalnya gudang. PT. Actavis tidak
memiliki area A-D karena tidak memproduksi produk steril. Produksi produk
steril dari PT. Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out
Manufacturing).
Untuk memasuki area E harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu
khusus, topi yang menutupi rambut, dan masker. Untuk membatasi pertukaran
udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang
antara (Buffer room/Airlock). Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat
kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak
sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


20

dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga
tekanan udara positif didalam ruang pertama.
b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki
tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang.
c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki
tekanan udara positif terhadap ruang kedua.
Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur
udara antara area F dengan area E.
Kegiatan departemen Produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari
bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian
PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist
sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk
pelaksanaan produksi. Departemen Produksi melaksanakan produksi dibawah
pengawasan Pengawasan Mutu (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke
ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya
dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor.
Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Catatan Bets, yaitu
mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data
penimbangan bahan baku,daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi,
catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu
pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder.
Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus
sesuai dengan yang ada di dalam catatan betsdan tercatat di dalam catatan bets.
Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua
mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama
pembersihnya, tanggal pembersihan,nama alat, produk sebelumnya, nomor batch
produk sebelumnya dan berlaku sampai kapan.
Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan
harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan.
Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


21

dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal
dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah
terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan
yang tidak semestinya.
Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas
dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin
Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu:
a. Pembersihan antar produk (Major Cleaning)
Merupakan proses pembersihan yang dilakukan apabila memproduksi
produk yang berbeda dari sebelumnya dan produk sama yang telah di
produksi 5 batch berturut-turut.Pembersihan dilakukan secara total agar
produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya.
b. Pembersihan antar bets (Minor Cleaning)
Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu
dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu
dengan bets berikutnya dengan kekuatan berbeda untuk produk yang sama
maksimal 5 batch berturut-turut.
c. Pembersihan akhir hari
Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja.Status
pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus
didokumentasikan di dalam catatan bets dan logbook. Selain itu, kegiatan
pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti
pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan
suhu, pemantauan relative humidity (RH), pemantauan mikroba, dan
pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh
bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap
satu minggu sekali dan dilakukan pengambilan sampel oleh petugas dari
departemen Pengawasan Mutu.
Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi
akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen Pengawasan Mutu.
Pengambilan sampel dilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


22

serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang
diedarkan dimasyarakat.

3.6.1.1 Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF)


Fasilitas multi produk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area
penimbangan (dispensing), area produksi sediaan padat, area produksi sediaan
cair, serta area pengemasan primer dan sekunder. Bagian MPF dikepalai oleh
seorang koordinator produksi dengan dibantu oleh lima orang supervisoryang
bertanggung jawab di masing-masing area.
Bangunan fasilitas multi produk merupakan bangunan beton berbentuk
huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi,
pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair,
dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan
koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada
area padat memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan
udara positif. Sebaliknya pada area cair, pengaturan tekanan diatur sebaliknya
dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki
tekanan udara negatif. Hal tersebut dikarenakan asumsi bahwa area padat
mengandung partikel sedangkan area cair tidak mengandung partikel. Perbedaan
tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur antara 10-30 kPa. Setiap ruangan
dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur 15-25°C, pengatur
tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%, listrik, penerangan, dan
fasilitas pendeteksi asap.
Suatu proses produksi pada bagian fasilitas multi produk dilakukan
berdasarkan atas lembar kerja yang telah dibuat. Alur proses produksi diawali
dengan kegiatan penimbangan bahan baku olehbagian dispensing. Bagian
dispensing melakukan penimbangan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh
bagian perencanaan produksi (PPIC). Setelah penimbangan selesai, bahan baku
tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang
penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian
dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang di ruang
penimbangan. Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear
Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


23

200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven dan IBC Bin Blender Servolift
(kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebutdapat digunakan untuk proses
granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan
spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi skala
kecil untuk melakukan proses uji coba maupun proses produksi dalam
jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi skala kecil terdapat beberapa mesin,
yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan,
Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40
kg.
Setelah proses granulasi selesai, dilakukan proses penambahan fase luar
dan proses pencampuran terakhir, dilakukan menggunakan mesin IBC Blender
Servolift. Produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang
WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In
Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara
(granulat) yaitu pemeriksaan kadar air pada granulat yang dihasilkan dan berat
hasil granulasi. Pengujian laju alir, keseragaman kandungan, dan distribusi ukuran
partikel tidak dilakukan karena semua proses produksi yang dilakukan sudah
tervalidasi. Granul yang sudah siap untuk dicetak dimasukkan kedalam ruang
pencetakan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet
yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20
(kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S(kapasitas 31 station), dan Manesty BB4
(kapasitas 27 station), Fette Compacting 1200i (kapasitas 24 station). Untuk
mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-100N dan Sejong SF-
100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula tiga
mesin penyalut tablet/coating, yaitu NicomacElite-100 (kapasitas maks. 100 liter),
Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) dan Ohara Film Coating
Machine (kapasitas maks. 100 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan
proses penyalutan.
Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar
kerja/MPPCR untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet
atau kapsul dikirim ke bagian Pengawasan Mutu untuk dilakukan pemeriksaan
terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


24

siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang
saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai
dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam
bentuk blister. Mesin yang terdapat pada line 1 sampai dengan 3 adalah Googer,
Hoong-A, Uhlman B12. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada
line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas
secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan
bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Mesin yag terdapat
pada line tersebut adalah Uhlmann AHS 80, Siebler 90, dan MST Marchesini.
Pada line 8 dilakukan proses pengemasan tablet ke dalam kemasan botol plastik
dengan menggunakan mesin Autopacker. Mesin-mesin yang digunakan pada
proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan
untuk mengemas produk tablet maupun kapsul.
Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi cair.
Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan sirup.
Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses
produksi dilakukan dengan cara pelabelan terlebih dahulu pada kemasan tube dan
kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Pada
line ini mesin yang digunakan adalah Comadis C960 Imaje. Untuk sediaan berupa
sirup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu
pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki
pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk
untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan
2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000
liter, dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter dan tiga buah
tangki penyimpanan dengan kapasitas 500 liter. Untuk proses penangas air dan
pendingin air purified water maka menggunakan Bowling Vessek 200 liter.
Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH.
Sediaan sirup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan
kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol
dengan menggunakan mesin Filling dan Capping Tamaru. Untuk sediaan cair
yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


25

pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque) dan
kebocoran. Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke
dalam box.

3.6.1.2 Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/BLF)


Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab
pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam. Produksi sediaan beta laktam
dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada beta laktam mempunyai
ruang gudang, ruang timbang, area produksi, area pengemasan, ruang printing
kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, mushola dan toilet yang khusus
digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas beta laktam.
Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan
sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri
dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder,
laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area
produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan
ruang administrasi dan supervisor.
Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area kebersihan, yaitu grey area dan
black area. Grey area terdiri dari ruang penimbangan, area pencampuran
(granulasi), ruang pencetakan tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian
tablet/kapsul/granul ke dalam botol, ruang pengemasan primer, ruang
penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas yaitu ruang work in
process (WIP), dan ruang pengawasan selama proses atau in process control
(IPC). Black area terdiri dari area pengemasan sekunder, ruang printing kemasan
sekunder, laboratorium kimia, kantin, ruang admin dan area ganti baju. Area
produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga (air lock), dimana
letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan ruang penyangga material
mencakup bahan baku, material pengemasan primer maupun sekunder. Terdapat
passbox yaitu fasilitas yang terletak di dinding partisi yang bersih dan fungsinya
akan menjadi daerah penyangga untuk mentransfer barang antara di dalam dan di
luar bangunan yang bersih sehingga, fungsinya dapat mencegah gangguan aliran

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


26

udara dan tekanan udara dalam ruangan yang bersih. Selain itu, fasilitas beta
laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri.
Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet,
kapsul dan sirup kering. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan
tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer
untuk sediaan tablet, kapsul dan sirup kering. Produksi sediaan solid di fasilitas
beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama
dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF).
Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan
pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan
TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif
golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas
beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada
ruang dispensing di MPF.
Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan
dan tamu, dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas
betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk
digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamuyang
akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan
menggunakan sabun khusus (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu
di Area Produksi BLF, 2013), yang bertujuan untuk memecah cincin beta laktam.
Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik
sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara
terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih
dahulu, sampah direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam
(SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan
terhadap seluruh bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan
di ruang cuci area BLF.

3.6.1.3 Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF)


Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisoryang bertanggung
jawab pada seluruh proses produksi TPF. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu black
area dan abu-abu. Black area terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


27

sepatu untuk black area, baju seragam lengkap dengan penutup kepala), toilet dan
tempat cuci tangan, ruang administrasi, area pengemasan sekunder, printing room
dan airlock untuk bahan kemas sekunder atau produk jadi. Grey area terdiri dari
ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu grey area dan lengkap
dengan masker dan penutup kepala), area pencampuran, area pengisian, WIP,
ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di grey area adalah
18-25°C; RH maksimal 75%.
Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak
dan fase air dalam tangki pencampur. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki
hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase
minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara
divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70°C, pada
bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam).
Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dicampur langsung atau
didispersikan ke dalam fase krimnya. Setelah proses pencampuran selesai
dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan,
suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35°C dan untuk membantu
proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki.
Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan
untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya
busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian.
Setelah massa krim dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu
dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum.
Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label produk
ruahan (warna ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu
sampai massa krim terbentuk sebelum dilakukan proses pengisian ke dalam tube.
Pada proses pengemasan primer, dilakukan pengisian produk ke dalam
tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan,
serta pemeriksaan kebocoran tube. Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube,
setiap 15 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin
dan ketepatan pengisian. Pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


28

cetakan nomor bets, label, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan primer
dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum bahan kemas sekunder digunakan,
dilakukan pencetakan nomor bets, HET/tube, mfg tanggal dan tanggal kadaluarsa.
Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas
kerja.

3.6.2 Departemen Mutu (Quality Operation Department)


Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan,
bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu,
departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang
dihasilkan. Departemenmutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 departemen
yaitu Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC), Departemen
Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA), dan Departemen Perkembangan
Metode Analisis (Analitical Method Development/AMD).
Departemen Mutu juga bertanggung jawab terhadap penolakan dan
pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan
dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah seseorang yang
memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani
pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap
semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu,
dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP)
bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk
dipasarkan atau tidak.

3.6.2.1 Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)


Berdasarkan CPOB, pengawasan mutu berhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian untuk memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
serta produk yang belum diluluskan tidak dijual sebelum mutunya dinilai dan
dinyatakan memenuhi syarat. Departemen pengawasan mutu di PT. Actavis
Indonesia berada di bawah departemen Quality Operation (QO). Standard
Operating Procedure (SOP/ Protap) yang diterapkan pada departemen

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


29

Pengawasan Mutu sebelumnya telah melalui persetujuan dari Head of Quality


Operations. Departemen Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Manajer
Pengawasan Mutu (QC Manager) dan membawahi General Laboratory QC
Supervisor; Chemical Laboratory BLF Supervisor; Micro Lab Group Leader;
Stability Program and Trend Analysis Supervisor; dan Sampling and Packing
Material Inspection Supervisor.
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk
memastikan bahwa tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Departemen Pengawasan Mutu
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan
pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk
ruahan dan produk jadi; serta memberikan pelatihan yang berkaitan dengan
pengawasan mutu; merencanakan pembelian peralatan serta melakukan perawatan
dan kalibrasi peralatan yang telah ada; membuat dan melakukan revisi protap di
departemen Pengawasan Mutu; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan
dan peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang
telah maupun akan beredar di masyarakat.
Tugas utama bagian Pengawasan Mutu adalah mengontrol kualitas dari
bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak masuk ke gudang hingga
menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan berupa
pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini bertanggung jawab dalam
menganalisa semua bahan baku dan produk jadi menggunakan metode analisis
yang telah divalidasi oleh departemen AMD. Seluruh hasil kerja yang dilakukan
didokumentasikan pada suatu lembar kerja (Worksheet).
Tugas bagian Pengawasan Mutu yang lainnya yaitu menangani hasil
pengujian yang tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Setelah
dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun
mikrobiologi, ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi
persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status
produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana
ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal tersebut dikenal dengan penyelidikan Hasil

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


30

Uji di Luar Spesifikasi (HULS). Penyebab HULS dapat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses
(kesalahan operator, kegagalan alat produksi, atau kesalahan pengambilan sampel)
serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi.
Langkah yang dilakukan jika terjadi HULS yaitu:
1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahan di laboratorium dan
kesalahan pengambilan sampel, misalnya preparasi sampel, pengenceran,
perhitungan, peralatan yang tidak terkalibrasi dan lain-lain.
2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan investigasi
diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-data lain, atau
kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi.
Apabila terjadi HULS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan
adalah melakukan investigasi kesalahan laboratorium dan menyiapkan laporan
tertulis mengenai hasil investigasi. Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai
hasil pemeriksaan yang diperoleh, antara lain:
1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang
sudah rilis.
2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau
analis yang berbeda.
3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan metode uji dan
metode kompendial.
Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan
investigasi ke proses produksi mengenai asal dan penyebab utamanya. Setelah
penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan
tindakan pencegahan (preventive action) oleh Pemastian Mutu. Bila hasilnya
masih menyimpang baik itu HULS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat
laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation).

a. Laboratorium Umum QC (General Laboratory QC)


Laboratorium umum QC dipimpin oleh seorang supervisor. Tugas dari
laboratorium umum QC adalah untuk melakukan analisis rutin secara fisika dan
kimia sampel yang dapat berupa bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi.
Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari analisa

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


31

bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan program stabilitas untuk
produk obat yang merupakan obat non beta laktam.
Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas
pengambilan sampel bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor
Pengambilan Sampel dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan
baku melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang
diterima tersebut dengan daftar yang tersedia. Sampel dan daftar diperiksa
kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama
sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama
analis, semua dicatat pada log book yang tersedia.
Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat
dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika
sampel tidak langsung dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan
tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai
jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak
produksi. Ruang penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga
melalui pemantauan suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari
sampel. Bahan baku yang telah di sampling oleh QC diberi label “QC Hold”.
Setiap hasil analisis ditinjau kembali oleh Quality Control Supervisor atau
Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem QAD. Hal-hal
yang ditinjau meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor bets seluruh parameter
yang dianalisis, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah ditinjau
oleh supervisor selanjutnya laporan analisis diserahkan ke manajer laboratorium
untuk melalui otorisasi sehingga bahan baku dapat ditampilkan (release) pada
QAD dan mencetak label berwarna hijau “APPROVED” yang merupakan
penandaaan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses
produksi. Namun apabila setelah ditinjau ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya
dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia peralatan yang
digunakan maupun prosedur pengambilan sampel. Berdasarkan hasil investigasi
kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


32

terhadap status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak maka dibuatkan
label merah “REJECTED”.
Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya
pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi
juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan daftar
pengambilan sampel, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses
analisis sesuai yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan
sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang
diperoleh di tinjau oleh supervisor kemudian diberikan kepada manajer
laboratorium untuk diotorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk
hingga laporan keluar maksimal selama 7 hari.
b. Laboratorium Kimia BLF (BLF Chemical Laboratory)
Laboratorium kimia BLF dipimpin oleh seorang supervisor laboratorium
yang dibantu 2 orang analis. Pada laboratorium kimia BLF dilakukan segala
proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan
program stabilitas untuk produk-produk yang mengandung cincin beta laktam.
Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum,
hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak
mencemari produk lainnya yang merupakan obat non beta laktam.

c. Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologi dikepalai oleh seorang group leader dibantu
oleh dua orang analis. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan
uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan, maupun
obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan uji potensi
pada antibiotik dan vitamin. Laboratorium biologi juga membantu dalam proses
validasi dalam hal pemantauan mikroba dalam ruangan produksi.
Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan
lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium
mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara permukaan maupun uji
kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus
diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


33

ruang, menggunakan aliran udara laminair air flow, dan biohazard cabinet untuk
bahan-bahan yang toksik.
d. Stability Program and Trend Analysis
Stability Program and Trend Analysis dikepalai oleh seorang supervisor.
Stability Program and Trend Analysis menangani pengujian stabilitas, tindak
lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sudah dipasarkan (on going
stability). Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu
kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi
penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua
cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang.
Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia selain
memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa
karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas
dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan
aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), bets validasi
proses, bets dengan penyimpangan kritis atau mayor, produk transfer, stabilitas
produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 bets
per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product).
Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas,
yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber
tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya
yaitu 40°C ± 2°C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini
dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3
dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan.
Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term
stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV
untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi
pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30°C ± 2°C dan tingkat
kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25°C ±
2°C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


34

setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan
selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan.
Contoh pertinggal diambil dari tiap bets bahan baku (kecuali pelarut dan
cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh
pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan
peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan
sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari konsumen. Sampel
pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat
tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil
contoh pertinggalnya.
Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap bets harus mencukupi
untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada
kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu 15-25°C. Wadah tersebut dapat
berupa botol, wadah plastik atau alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi
label dilengkapi dengan nama bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta
paraf. Contoh pertinggal didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book)
sesuai jenis dan nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan
selama 11 tahun. Jika penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh
pertinggal dapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang sampel
pertinggal dan disimpan di rak berdasarkan nama/kode produk dan jenisnya.
Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang
sampel pertinggal.
Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada
farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European
Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh Departemen Pengembangan
Produk, master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau
pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, ditinjau
oleh Manajer Pengawasan Mutu dan disetujui oleh Manager Pemastian Mutu.
Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam
sistem dan didistribusikan.
Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama
lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


35

Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen
siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya
akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku.
Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan
disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi.
Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan
sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan
metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope
edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus
disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan
farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika
ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan
limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi.
Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode
analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada
spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru.
Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi terhadap
kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan
perubahan dalam bentuk “Change Control”. Setelah Change Control disetujui,
spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka
departemen Pegawasan Mutu akan memberikan usulan perbaikan untuk
ditinjaklanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective
Action Preventive Action).
e. Sampling and Packaging Material Inspection
Dimulai sejak diterimanya daftar penerimaan barang dari gudang, yang
kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk
keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan
baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan
analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat dirilis atau ditolak.
Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar
dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu pengambilan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


36

sampel dilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan
waktu tunggu maksimal 5 hari.
Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas
pengambilan sampel. Sebelum melakukan pengambilan sampel, petugas
menerima daftar dari bagian gudang. Selanjutnya petugas melakukan perencanaan
dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah
dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari
semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari
sampel yang telah diambil. Hasil pengambilan sampel kemudian dimasukkan ke
sistem QAD dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi
syarat maka dapat diberikan label “RELEASE”dengan label warna hijau.
Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara
acak. Prosedurnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah
wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung
berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection
Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah
kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin.

Tabel 3.1. Perbedaan n1 dan n2

No n1 n2
1 Pemasok baru Pemasok lama yang telah terbukti 5
2 Desain baru kali pengiriman lolos inspeksi.
3 Produk baru
4 Pemasok lama yang tidak lolos
inspeksi pada pengiriman
sebelumnya
Bahan kemas yang sedang
diinspeksi tetapi ditemukan cacat
5 lebih besar dari acceptance
number-nya, diambil contoh ulang
sebanyak n2.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


37

Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan


contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan
sanitasi. Pembersihan ini pun perlu dilakukan validasi oleh departemen Pemastian
Mutu. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari
cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain
yang dapat mengubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan
bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan
tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil
contohnya.
Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu
pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam
kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan
meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada
LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan
sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna
seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti
riboflavin. Setelah selesai sanitasi maka diberi penandaan/label “BERSIH”
pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja
maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya
pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas yaitu pemeriksaan
terhadap bahan kemas baik primer maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer
yaitu kapsul, botol, aluminium foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton
atau box obat. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat.
Parameter yang diperiksa dari kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan
informasi, besar huruf, warna, kesesuaian rancangan serta berat dari kertas.
Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk
menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil
pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam
keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh
digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal
kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut,
dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


38

Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur


Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan
operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini
juga untuk menghindari adanya kesalahan.
Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker,
kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku
pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label
informasi mengenai nama zat, nama penyalur, kadar, tanggal bahan datang, dan
jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB.
Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah
sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain
ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang
terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta
laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi
dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat.

3.6.2.2 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA)


Departemen Pemastian Mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4
bagian yaitu bagian GMP Compliance, Validasi, Pelulusan produk dan Kontrol
Dokumen yang masing-masing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini
bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan
bahan baku dan kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk
didalamnya yaitu pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan
berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual
Standard serta peraturan otoritas lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang
Manajer Pemastian Mutu yang bertanggung jawab kepada kepala bagian QO
(Quality Operation).
Tujuan departemen Pemastian Mutu antara lain untuk menjamin bahwa
sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang
mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan
menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar
berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen
Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


39

kebijakan mutu perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar
sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa
seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan
kebijakan tersebut.
Departemen Pemastian Mutu juga bertanggung jawab dalam
pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di
dalamnya antara lain:
- Kontrol Dokumen meliputi penanganan terhadap dokumen dan APR
- GMP compliance meliputi SOP, pelatihan, keluhan konsumen, penarikan
kembali, audit, CAPA dan Approved Supplier List (ASL)
- Validasi meliputi validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi alat
- Pelulusan produk meliputi penanganan terhadap Non Conformance, Technical
Agreement, dan kontrol perubahan
Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan
tanggung jawab departemen Pemastian Mutu, antara lain sebagai berikut:
a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance
Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam
hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang
sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen
registrasi (Priyambodo, 2007).
Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007):
1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP)
2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi)
3. Catatan pengolahan bets/Catatan pengemasan bets
4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets)
5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, penolakan)
6. Protokol dan laporan validasi
7. Dokumen registrasi
8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


40

9. Dokumen kontrol perubahan, yaitu dokumen berisi perubahan-perubahan


yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin,
atau proses, dan lain-lain.
Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah
berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar
bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-lain (Priyambodo, 2007).
Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu
perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut, pengembangan,
komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya
berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada
pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan
sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu di implementasikan pada
kegiatan sehari-hari secara berkelanjutan. Pada pelaksanaan yang berkelanjutan
perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan
dengan benar. Jika terdapat penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan
evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut. Selain itu
perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian
terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga
ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang
menyangkut pembaruan informasi dan perubahan dikomunikasikan kepada
seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapkan. Segala hal yang
telah dilakukan kemudian didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberi
identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan.
b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation
Procedure/SOP)
Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga
sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah
disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas
yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi juga
berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, misalnya pengoperasian,
pemeliharaan, pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan
inspeksi diri (Priyambodo, 2007).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


41

Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap


kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses
dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan
pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan
membantu melatih petugas/karyawan baru.
SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi.
Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan
bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen Pemastian Mutu dan
departemen lain yang berhubungan. Departemen Pemastian Mutu bertanggung
jawab mengkoordinasi penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap
yang ada.
Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk konsep terlebih dahulu yang diajukan
pada departemen Pemastian Mutu untuk ditinjau dan disesuaikan dengan
kebijakan perusahaan dan aturan yang ditetapkan oleh otoritas. Setelah pengajuan
SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangani, dicetak pada lembar kertas dan
diberikan pada departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab
terhadap pelatihan SOP baru. Bila SOP sudah diefektifkan, maka akan
didistribusikan kepada departemen-departemen yang terkait menggunakan lembar
ditribusi, kemudian SOP yang lama akan ditarik dan digantikan dengan SOP versi
terbaru.
Pada SOP berisi judul SOP, tujuan, ruang lingkup, tanggung jawab dan
wewenang, definisi, lingkungan kesehatan dan keselamatan kerja, prosedur,
referensi, lampiran, riwayat revisi dan dokumentasi.Pada PT. Actavis Indonesia
SOP yang telah dibuat akan di upload ke sistem doccompliance yang terintegrasi
dengan actavis global.
c. Penanganan Personil (Training)
Pelatihan (training) merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk
membentuk, meningkatkan dan memelihara pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang
kerja sesuai dengan aspek CPOB serta nilai-nilai perusahaan serta kepedulian
terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


42

Departemen Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi


perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan
terhadap standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut
serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk
kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang
sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis,
pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh
karyawan PT. Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan
yang dipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi
Manufacturing PT Actavis Indonesia (SOP Training, 2014). Sejalan dengan hal
tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan
pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS.
Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-GMP serta
pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-GMP antara
lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan
fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan
GMP dari regulatori. Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi,
kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri.
Semua kegiatan pelatihan didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran
masing-masing personil yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6
tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD
sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun.
d. Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Periodic Product Rewiew/PPR)
PPR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian kegiatan
dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam keterkaitannya dengan
persyaratan CPOB (c-GMP) dan bertujuan untuk menentukan kebutuhan
perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol.
Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang
telah disetujui. PPR merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara
berkala atau periodik biasanya tahunan.
Data-data yang diperlukan dalam PPR yaitu:
1. Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat produk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


43

2. Critical in process controls dan hasil produk jadi


3. Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi
4. Data deviasi, Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS)
5. Hasil pemeriksaan tahunan sampel tertinggal (retained sample)
6. Semua perubahan terkait dengan produk
7. Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak
8. Hasil dari program stabilitas
9. Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi terkait
10. Status kualifikasi dan validasi
Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh Pemastian Mutu yang
nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi
standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya tindakan perbaikan
seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses
pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi.
Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk ekspor,
lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan produk tahunan
ini akan disimpan oleh departemen Pemastian Mutu selama 6 tahun dan
selanjutnya akan dimusnahkan.
e. Kualifikasi dan Validasi
Kualifikasi merupakan bagian dari validasi. Sebelum dilakukan kegiatan
validasi, salah satu syaratnya adalah fasilitas, utilitas, dan mesin telah
terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua alat/mesin dan utilitas yang
ada di PT. Actavis Indonesia. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi
rancangan, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja.
Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi
juga dilakukan kualifikasi ulang (revalidasi) terhadap alat atau mesin lama yang
telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi keluaranatau produk yang
dihasilkan. Kualifikasi dilakukan untuk mengetahui kehandalan dari suatu alat.
Dalam kualifikasi, perlu dilakukan pula kalibrasi.
Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara
yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan,
atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


44

mencapai hasil yang diinginkan. Untuk semua prosedur produksi dan analisis
serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk
membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses
pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
PT. Actavis Indonesia memiliki Validation Master Plan (VMP) atau
rencana induk validasi yang di review 3 tahun sekali. Turunan dari VMP adalah
Validation Project Plan (VPP) yang dibuat terpisah untuk masing-masing plant
dan setiap jenis validasi. VPP ini merupakan rencana validasi untuk 6 bulan
hingga 1 tahun ke depan, mengenai info secara umum validasi yang akan
dilakukan dituangkan dalam Validation Plan (VP). Penjelasan lebih detail
mengenai aktivitas validasi yang akan dilakukan, termasuk di dalamnya
pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan, kriteria penerimaan, dan lokasi
pengambilan sampel terdapat di dalam protokol validasi. Sebelum dilakukan
kegiatan validasi, departemen terkait membuat protokol validasi yang akan dikaji
oleh Pemastian Mutu, Pengawasan Mutu, Produksi, Pengembangan Produk, dan
Departemen Teknik. Setelah disetujui oleh Manajer Pemastian Mutu terkait,
kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan.
Beberapa jenis validasi yang dilaksanakan oleh PT Actavis Indonesia, yaitu:
1. Validasi fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang, dengan
melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung
seperti water system, compressed air, HVAC, dll.
2. Validasi alat, meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah
terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis.
3. Validasi metode analisis, dilakukan terhadap produk baru dan bila terdapat
perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode analisis ini barulah
validasi proses boleh dilakukan. Tanggung jawab validasi metode analisa ini
dipegang oleh departemen Pengembangan Produk.
4. Validasi proses, dilakukan terhadap produk baru, alat/mesin baru, perubahan
ukuran bets, perubahan proses produksi serta perubahan pemasok bahan
baku terutama bahan aktif.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


45

5. Validasi pembersihan, yang memerlukan validasi pembersihan yaitu


ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat dan
mengemas produk obat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan
bahwa prosedur pembersihan tersebut tepat dan efektif untuk
menghilangkan sisa produk sebelumnya sehingga tidak terjadi kontaminasi
silang, serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari
kontaminasi mikroba.
6. Validasi komputer merupakan kegiatan verifikasi secara terdokumentasi
untuk menunjukan bahwa semua sistem baik perangkat keras maupun
perangkat lunak telah diinstal sesuai dengan spesifikasinya dan dapat
dioperasikan sesuai dengan desain yang telah ditetapkan.
Setelah kegiatan validasi selesai, departemen yang bersangkutan membuat
laporan validasi. Semua berkas asli dari validasi harus didokumentasikan di
Pemastian Mutu dan bila diperlukan akan didistribusikan salinannya kepada
departemen lain yang membutuhkan dan dicatat dalam lembar distribusi,
sedangkan dokumen asli disimpan di Departemen Pemastian Mutu selama
minimum 6 tahun. (SOP Pedoman Validasi, 2009). Apabila terjadi perubahan,
maka perlu dibuat kontrol perubahan dan dilakukan juga revisi terhadap VP.
f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control)
Kontrol perubahan merupakan suatu sistem yang mendokumentasikan
perubahan yang terjadi pada seluruh aspek. Perubahan yang dimaksud adalah
perubahan yang berdampak pada sistem mutu, kualitas dari produk dan/atau status
registrasi produk mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi,
spesifikasi, metode analisa, premises, utilitas, mesin, instrumen, sistem pemasok
bahan baku dan bahan kemas, deskripsi kerja dari personel utama dan struktur
organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang mencakup
perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi tidak tercakup dalam
prosedur usulan perubahan.
Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun perubahan
minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki dampak substansial
terhadap keamanan produk, kualitas dan/atau efikasi, dokumen registrasi, metode
analisa atau EHS. Sedangkan perubahan minor meliputi perubahan yang memiliki

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


46

dampak minimal atau tidak signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan
atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS.
Perubahan yang menyebabkan perlu dilakukannya kontrol perubahan pada
PT. Actavis Indonesia dikelompokkan dalam beberapa jenis sebagai berikut:
a. Perubahan spesifikasi dan metode analisa
b. Perubahan proses produksi dan formula
c. Perubahan bahan pengemas
d. Perubahan pemasok bahan baku
e. Perubahan dokumen
f. Perubahan alat, bangunan, fasilitas, serta sistem penunjang
g. Perubahan lain-lain yang terkait CPOB
Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk menganalisa
efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sistem kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani
semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan,
prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status
validasi dari sistem, alat, proses maupun produk.
Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam change
management PT. Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan menindaklanjuti
usulan perubahan digunakan software electronic system yang tervalidasi, yaitu
process compliance (proC). ProC ini mencakup perubahan yang ada pada PT.
Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain atau terkait
pelaporan ke pihak luar.
Sebelum memasukkan usulan perubahan ke dalam ProC, change initiator
mengisi dan melengkapi info pada tampilan awal usulan perubahan dalam ProC
dan nomor usulan perubahan dari ProC diinformasikan kepada QA representative.
Bersama dengan change owner, change initiator melakukan persiapan dan
mengkomunikasikan dengan semua departemen terkait sebelum diajukan ke proC.
Usulan perubahan yang diajukan oleh change initiator ke dalam proC ditinjau dan
disetujui/ditolak oleh supervisor apakah usulan tersebut diproses lebih lanjut ke
proC atau tidak melalui konfirmasi dari Pemastian Mutu.
Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


47

dilampirkan dalam proC. Kekurangan dokumen pendukung dapat menyebabkan


usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak memadai. Supervisorlah
yang akan memilih change owner, sehingga supervisor merupakan atasan
langsung dari change owner. Change owner lalu membentuk tim Head of
Departement (HOD) dan QA Representative yang akan meninjau dan menyetujui
atau menolak usulan tersebut. Change owner haruslah orang yang memiliki
pengetahuan yang memadai mengenai usulan terkait. Jika disetujui maka usulan
perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut ke QA representative dan evaluator.
QA representative akan meninjau dan mengevaluasi setiap keputusan evaluator.
Setiap tugas sebagai efek usulan perubahan harus diselesaikan dan
diimplementasikan oleh personil terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah
ditentukan.
Status semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai
maka kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir dan
menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka change owner
akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan verifikasi apakah
diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui oleh change owner, kontrol
perubahan akan diproses QA representative dan jika tidak disetujui, dikembalikan
ke Actionee untuk diselesaikan. Evaluasi berkala terhadap status perubahan
(change control) dilakukan setiap 3 bulan oleh departemen Pemastian Mutu.
Supervisor akan melakukan koordinasi dengan departemen terkait, departemen
SCA dan QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap
kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek dari perubahan atau
dokumen atau sistem yang terkena efek dari perubahan tersebut.
g. Mengadakan Audit Internal dan External
Dalam kegiatan audit ini, Pemastian Mutu dapat berperan sebagai auditor
(yang mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit dikoordinasikan
oleh bagian Pemastian Mutuselanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai
auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri dan audit pemasok.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


48

h. Inspeksi Diri (Self Inspection)


Pada PT. Actavis Indonesia, pelaksanaan inspeksi diri dimulai dengan
persiapan, persetujuan jadwal inspeksi diri, dan pendistribusian jadwal tersebut
kepada kepala departemen terkait. Departemen yang tekait adalah gudang (bahan
baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), Produksi
(produksi dan kemas), Pengawasan Mutu (laboratorium kimia, mikrobiologi,
ruang pengambilan sampel, dan ruang sampel pertinggal), engineering (utilities
dan workshop), human resources, Pemastian Mutu, metode analisis, teknologi
transfer, SCA, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi teknologi, dan
fasilitas lain (seperti pengolahan limbah dan kantin).
Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari
setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini
adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Global Quality Manual
dan persyaratan registrasi lainnya.
Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk dan disetujui
oleh Pemastian Mutu, terdiri dari manajer Pemastian Mutu, direktur manufaktur,
supervisor GMP compliance, dan beberapa manajer yang terkait. Tim auditor
tidak boleh berasal dari departemen yang akan diaudit. Manajer Pemastian Mutu
selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah
dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi
diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada
seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri
tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat
laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil
inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri.
Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang
diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan
menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara
independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara rutin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


49

Jadwal inspeksi ini dikeluarkan di awal tahun dan jadwal disusun oleh
Pemastian Mutu. Pada jadwal ini berisi bulan akan dilakukan audit, area yang
akan diaudit, dan jadwal audit aktual harus dimasukkan ketika setelah selesai
dilakukan audit. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan
memberitahuauditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri.
Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan
efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan
CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh Produksi (BLF, MPF dan TPF),
engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, Pengawasan Mutu,
Pengembangan Produk (Product Development) dan Pemastian Mutu.Sedangkan
untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1
kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific
Affair dan departemen personalia.
Inspeksi diri yang dilakukan meliputi:
1. Inspeksi di bidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun dan
pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian
Pemastian Mutu.
2. Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety) dilakukan untuk
mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar EHS
perusahaan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara
pelatihan EHS yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari.
Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian EHS.
Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan,
bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan
bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan
dokumentasi. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan
inspeksi diri akan disimpan di Pemastian Mutu yang dapat menjamin keamanan
dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu
dapat dimusnahkan.
Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan
perbaikan (corrective action) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh
pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


50

lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan


kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan
tersebut. Setelah tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) dilakukan,
Pemastian Mutu akan meninjau kembali CAPA tersebut dan meninjau
efektivitasnya. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai
dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan
saran tindakan perbaikan.
i. Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit)
Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan
baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit
pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan
penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah
pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau
mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan. Audit dari pihak eksternal
dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Audit eksternal
dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok (bahan baku/awal, bahan kemas,
dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Untuk audit di luar negeri,
dilakukan oleh tim corporate auditor.
Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan
baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan
pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang
menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh
pada produk, bahan kemas primer, material dibeli dalam jumlah besar, lokasi
terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab
Pengawasan Mutu dan dinyatakan “LULUS”. Untuk sumber bahan baku dan
bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan belum dilakukanaudit pemasok
maka audit tersebut akan dikoordinasi oleh tim corporate auditor. Pemasok yang
telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui
(Approved Supplier List/ASL).
j. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi
Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan
betsoleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan proses

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


51

tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan


betsyang termasuk pemakaian bahan baku, label penimbangan, verifikasi
perhitungan bahan baku, kondisi lingkungan produksi, tahap-tahap kritis
verifikasi, keaslian dokumen, catatan pengujian laboratorium, catatan
penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor
bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET).
Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan
memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman
yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan
untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila
pada saat penelusuran catatan bets, release officer masih merasa ada kekurangan
maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau
melengkapi. Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi
terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi, pemeriksaan
kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan HET),
pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan larutan dan partikel, sterilitas
produk (14 hari), endotoksin, dan pemeriksaan mikrobiologi setelah proses
pengisian).
Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini personil
terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan betsdan laporan analisa,
memberi cap “APPROVED” dengan label warna hijau pada catatan betsjika
betsdiluluskan atau cap “REJECTED” dengan label warna merahbila betsditolak,
memberi status diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan
mencetak label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan
penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh release
officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada bagian depan setiap
paletproduk masing-masing satu buah label per palet, label merah ditempel pada
setiap kemasan terluar dari produk. Penyimpanan catatan betsdisimpan untuk
menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa
berlaku produk tersebut ditambah satu tahun kedepan.
Pada produk toll out, produk diterima oleh gudang dan diberi label
“QUARANTINE” seiring dengan pihak gudang melaporkan adanya produk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


52

tersebut ke bagian QC dan QA. Pihak QC lalu melakukan pengambilan sampel


pertinggal. Pelulusan produk toll out ini adalah didasarkan pada hasil review
terhadap catatan bets dan hasil analisa yang dilakukan oleh penerima kontrak atau
sesuai dengan technical agreement.
k. Penanganan Terhadap Keluhan (Customer Complaint)
Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut cacat kualitas dan menyangkut
Pharmacovigilance. Keluhan juga dapat dibagi dalam beberapa kriteria yaitu
kritis dimana dapat menyebabkan kematian ataupun efek medis yang fatal, mayor
dimana terkait dengan misstreatment, serta minor dimana masalah yang
ditimbulkan tidak berdampak begitu serius bagi kesehatan.
Ketika ada keluhan dari konsumen, bagian pemasaran akan menyeleksi
keluhan tersebut apakah dapat diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima,
maka akan dilihat jenis keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau
berhubungan dengan efek farmakologis pada pasien. Untuk keluhan yang
berhubungan dengan Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian
Medical Affairs, sedangkan yang menyangkut keluhan terhadap kualitas produk
akan ditujukan ke departemen Pemastian Mutu, dimana Manajer Pemastian Mutu
sebagai deffect center PT. Actavis Indonesia.
Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan pembuatan dan
pengemasan bets dibandingkan dengan sampel pertinggaluntuk menemukan
penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila diperlukan dapat
berkoordinasi dengan departemen lain untuk membantu penyelidikan.
Berdasarkan hasil investigasi, Pemastian Mutu memberi jawaban atas keluhan
dengan batas waktu tertentu. Untuk keluhan yang kritis, penyelidikan segera
dilakukan dan jawaban atas keluhan tersebut dikirimkan selambat-lambatnya 7
hari kerja; keluhan mayor 15 hari kerja; dan keluhan minor 30 hari kerja. Setiap
bulannya evaluasi terhadap adanya keluhan dilakukan dan dibuat tren analisisnya
tiap tahun untuk dimasukkan dalam CAPA.
Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap keluhan
yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat ditanggapi.
Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka laporan keluhan
tersebut akan dikirimkan oleh Pemastian Mutu ke pihak ketiga untuk dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


53

investigasi. Penanganan keluhan harus didokumentasikan dan dokumen tersebut


disimpan oleh Pemastian Mutu hingga 6 tahun.
l. Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall)
Penarikan kembali produk merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menarik kembali produk dari distributor, retail, maupun konsumen bila ditemukan
ada produk yang tidak memenuhi syarat mutu atas dasar pertimbangan adanya
efek samping obat yang dapat membahayakan. Penarikan kembali dilakukan jika
produk obat berbahaya, kurang berkhasiat, secara kualitatif dan kuantitatif tidak
sesuai dengan label, serta jika tidak dilakukan pemeriksaan bahan baku, produk
ruahan, dan produk jadi atau hasilnya tidak memenuhi persyaratan. Penarikan
kembali dapat bersumber dari adanya keluhan konsumen, peninjauan dari pihak
produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya surat keputusan untuk
melakukan recall dari BPOM.
Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di pasar diperlukan jika
ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek samping yang dapat merugikan
konsumen. Cacat kualitas dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas I dimana dapat
menimbulkan kematian atau beresiko fatal bagi kesehatan dan semua obat yang
ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 1
bulan, kelas II dimana dapat menimbulkan bahaya kesehatan tapi tidak termasuk
dalam kategori I dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis
Indonesia dalam jangka waktu 1 bulan, serta kelas III dimana tidak memiliki efek
signifikan pada kesehatan namun karena adanya alasan lain dan semua obat yang
ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 2
bulan.
Penanganan penarikan kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti
dan dipantau efektifitasnya, oleh karenanya perlu juga dilakukan Mock Recall.
Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada beberapa hal yang
menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh pertinggal, data uji stabilitas,
informasi dari bagian pemasaran, apotek maupun pemakai, atau adanya perintah
dari pemerintah (Badan POM). Komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari
direktur manufaktur, manajer Pemastian Mutu, manajer Pengawasan Mutu,
manajer produksi, dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


54

Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu
pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur. Setelah ada
keputusan maka Pemastian Mutu akan membuat memo kepada bagian pemasaran
untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi produk yang
bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui
dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk.
Bagian pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon,
telefax dan/atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang
bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera
melaporkan distribusi dari betsyang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang
selanjutnya meneruskan ke bagian Pemastian Mutu. Distributor pusat dan
distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan memberikan laporan sisa
produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada
bagian pemasaran melalui manajer komersial. Bagian pemasaran melalui manajer
penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan
kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM,
maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan.
Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan penarikan kembali, dilakukan
simulasi (mock recall), sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan
kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil ditarik
kembali. Simulasi ini haruslah tidak mengganggu berjalannya proses penjualan
dan harus dipilih produk yang dapat menggambarkan simulasi penarikan kembali.
Mock recall dilakukan minimal 2 tahun. Objek yang sering digunakan adalah
hanya data, tapi dapat pula secara nyata mengumpulkan kembali produk tapi yang
slow moving.
Komite penarikan kembali terdiri atas Direktur Manufacturing, Manager
Sales dan Pemasaran, Mananger Scientific Affair, Manager Produksi, Head of
Quality Operations, Manager Pemastian Mutu selaku koordinator, Qualified
Person, Manager Pengawasan Mutu, dan Manager Medical.
m. Technical Agreement
Technical Agreement merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan
secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


55

bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk.
Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama
dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak (Toll Out
Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll
Manufacturing & Analysis, 2014). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau
laboratorium yang produknya diproduksi dan atau dianalisa oleh penerima
kontrak toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang
menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll.
Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply Agreement, yang
menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan
penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi, bahan
pembantu, maupun bahan aktif (SOP, Toll Manufacturing Business 2014). Di
samping Supply Agreement, tercakup dalam Quality Agreement atau Technical
Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail
mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang
berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk.
Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup:
1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan bahan
kemas, proses produksi, pengawasan selama serta setelah produksi,
penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi, kerusakan produk dan
kesalahan produksi.
2. Deskripsi produk
3. Contact person
4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas
5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas
6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF (Regulatory
Compliance File)/SFP (Specification of Finished Product) untuk produk-
produk ekspor ke site Actavis yang lain.

3.6.2.3 Departemen Pengembangan Metode Analisis (Analytical Method


Development/AMD)
Sebelumnya, Departemen AMD merupakan bagian dari Departemen
Penelitian dan Pengembangan Produk. Saat ini departemen AMD berada di bawah
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


56

departemen Quality Operation (QO) dan dikepalai oleh manajer AMD.


Departemen AMD terdiri dari 3 bagian, yaitu dokumen analisis (analytical
document), laboratorium AMD (AMD laboratory), dan AMD spesifikasi.
Departemen AMD bertanggung jawab dalam pembuatan metode analisis yang
tepat, terutama untuk produk lokal dan transfer.
Kegiatan pengembangan metode analisis dimulai dari permintaan yang
diinginkan oleh Business Development. Business Development akan melakukan
pertemuan dengan departemen lain yang terkait untuk menentukan apakah produk
yang akan dikembangkan ini bisa di produksi di PT. Actavis Indonesia. Jika
produk bisa di produksi dan telah disetujui oleh PT. Actavis Indonesia dan
Actavis Global, Business Development akan mengajukan Form Usulan Product
Development (FUPD). Kemudian, Departemen AMD melakukan studi literatur
terkait formulasi sediaan dan pengembangan metode analisisnya. Formula yang
telah dirancang, akan dilakukan uji coba pada skala laboratorium untuk
memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan uji coba, bahan-bahan
yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian pembelian.
Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian pengembangan analisis.
Setelah material dinyatakan lolos uji, proses uji coba dapat dijalankan.
Sebelum melakukan pengembangan metoda analisa, departemen AMD
akan melakukan evaluasi sebagai berikut:
a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya:
European Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia, United States
Pharmacopoeia, dsb.
b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya:
kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb.
c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada
d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap,
misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke’s, dsb.
Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan
Full Validation Method. Setelah dilakukan evaluasi, pengembangan metode
analisis dilanjutkan dengan proses optimasi. Dalam optimasi ini dilakukan variasi,
baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


57

terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan yang mendasari proses validasi. Proses
validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur
operasional. Setelah didapatkan metode analisis yang tepat, laporan metode
analisis tersebut digunakan untuk uji stabilitas skala laboratorium untuk
mendapatkan spesifikasi produk jadi. Jika selama uji stabilitas terjadi masalah
terhadap produk jadi, departemen AMD akan kembali menyesuaikan
spesifikasinya. Data spesifikasi produk jadi yang diperoleh dijadikan acuan
mengenai spesifikasi hingga waktu paruh produk.

3.6.3 Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department)


Departemen Teknik dan EHS di PT. Actavis Indonesia dikepalai oleh
seorang Head Engineering and EHS. Departemen ini dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu Maintenance and EHS, Engineering Support, Document and
Instrument Control, dan Spare Part and TPM (Total Predictive Maintenance).
Untuk departemen teknik, Maintenance and EHS Manager membawahi
Maintenance Supervisor dan Utility Supervisor. Sedangkan untuk departemen
EHS, Maintenance and EHS Manager hanya membawahi EHS Supervisor.

3.6.3.1 Departemen Teknik (Engineering Department)


Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan
pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, dan juga
kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik. Pada departemen teknik
terbagi menjadi dua subbagian yaitu Maintenance dan Utility. Maintenance terdiri
dari seorang Maintenance Supervisor dan beberapa orang teknisi. Tugas dari
Maintenance yaitu melakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA)
pada mesin-mesin di departemen lain. Bagian Utility berfokus pada purified
water, compress air, HVAC, steam, dan boiler.

HVAC
HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air
conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu
lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik
sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria seperti dapat mengatur dan
menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


58

memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam
ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara.
Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan
fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia,
faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam
ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, yang akan
dikondisikan udaranya serta material pembentuk ruangan, jendela, dan arah
terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol
udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam
pengaturan kualitas udara, aliran udara dan perbedaan antar ruang. Kualitas udara
memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH,
tekanan dan jumlah partikel.
Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi
yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu dapat menghasilkan pertukaran udara >
120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali perkam untuk kelas 10.000, dapat
menghasilkan temperatur ruangan antara 20-20oC, dan kecepatan aliran udara 0,3-
0,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi pada AHU area produksi penisilin, non
penisilin, dan topikal adalah dapat menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per
jam, dapat menghasilkan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai
dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta dapat menghasilkan temperatur
ruangan antara 20-25oC.
Untuk menyaring udara selama proses produksi digunakan HEPA filter
yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan
99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung
kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang
memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara
pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test)
dan pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan
kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek,
yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame dan pada
seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


59

(partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan


kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan
penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara
serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter.
Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi
ruangan yang dibutuhkan pada grey area dan area produksi. Pada grey area beta
laktam dapat digunakan prefilter saja, pre filter bersama medium filter atau ketiga
jenis filter tersebut yang didasarkan apakah proses yang dilaksanakan di ruang
tersebut kontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya untuk proses
tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area
produksi padat non beta laktam, ruang granulasi dan capsule filling/tabletting
memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup
menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan
cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi
sediaan topikal, umumnya menggunakan prefilter dan medium filter.
Setiap area memiliki AHU yang terisah dan tersendiri. Sistem penyaring
udara seperti prefilter, medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi steril
beta laktam amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki HEPA
filter tersendiri dengan tekanan yang diset berbeda untuk tiap ruangan dan
dimonitor. Dalam beberapa ruangan khususnya ruang penyangga terdapat blower
tambahan untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang
proses.ruangan maupun peralatan non beta laktam harus dalam keadaan bebas
kontaminasi beta laktam, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan.
Untuk menjamin bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas
kontaminasi beta laktam, maka harus dilakukan uji kontaminasi beta laktam
terlebih dahulu.
Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan
pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge,
particle counter, room pressure serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode
pemantauannya antara laian kebersihan partikel udara menggunakan partikel
counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang
dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


60

partikel juga kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan


petri dan contoh makanan.
Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan
2 area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun
personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus
melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan
sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur yaitu untuk personil melalui ruang
penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan . Fungsi
ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga
tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara
black area dengan grey area. Mencegah terjadinya kontaminasi silang banyak
mengeluarkan debu obat, misalnya ruang penyangga (koridor) di ruang granulasi
berfungsi mencegah kontaminasi silang antar ruang granulasi dan mencegah
keluarnya debu obat ke koridor dan ruang penyangga didepan ruang dispensing,
mencegah keluarnya debu obat ke koridor.Setiap personil, barang, mesin atau
peralatan yang akan memasuki grey area harus melewati ruang penyangga.
Antara ruang produksi yang dikategorikan grey area (kelas 100.000) dan black
area terdapat suatu ruang penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih
positif pada ruang penyangga terdapat blower yang dilengkapi dengan filter
efisiensi 90-95%. Perbedaan tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama perbedaan
tekanan gauge.
Di area beta laktam, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang
lebih bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan
rendah dan daerah produksi beta laktam tidak berhubungan langsung dengan
daerah non beta laktam, untuk mencegah pencemaran beta laktam keluar.
Berdasarkan tingkat kebersihannya ruang produksi non steril dibagi
menjadi 2 area yaitu grey area dan black area. Grey area yaitu ruang tempat
bahan obat/obat atau bahan pengemas primer (permukaan dalam) masih dalam
keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang-
ruang pengolahan non steril, ruang pengemasan primer, ruang pengambilan
contoh bahan baku dan ruang penimbangan bahan baku. Black area (black area)
yaitu ruang tempat bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


61

rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain diluar ruang produksi
misalnya gudang.

Pengolahan purified water


Sumber air utama yang digunakan PT. Actavis Indonesia adalah air bawah
tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga
dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT.Actavis
Indonesia harus diolah terlebih dahulu.
Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air
bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua dengan
melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya air akan melewati
penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan
anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air selanjutnya
dilewatkan cahaya UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan
berturut-turut 3 filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk
menyaring mikroba-mikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV.
Selanjutnya, air difilter dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil
penyaringan akan dimurnikan dengan revers osmosis dan hasilnya dialirkan ke
electrodeionizer dan masuk ke sistem looping air yang dimurnikan. Purified water
dipergunakan untuk bahan baku produk atau untuk membersihkan wadah produk.

Selain Maintenance dan Utility, departemen teknik juga didukung oleh


bagian Document and Instrument Control. Ruang lingkup kegiatan bagian ini
antara lain kalibrasi, membuat SOP departemen teknik, serta mengatur dokumen
yang berhubungan dengan teknik.
Kalibrasi merupakan suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-
nilai yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara
membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar
ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional.
Kalibrator primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah
dikalibrasi terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang
lebih tinggi yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengna sertifikat
yang menyatakan hasil pengukuran alat. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


62

dan digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain : PPMB, LIPI, Balai
Metrologi serta beberapa institusi yang berada di luar negeri.
Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan
suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan
dengan suatu proses, maka alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur
dirancang dengna spesifikasi tertentu , tetapi dengan berjalannya waktu,
karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus,
kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang
diakibatkan karena penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu
dirawat dan dikalibrasi secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat
dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi.
Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah
ditetapkan, semakin sering alat digunakan semakin sering frekuensi kalibrasi
ulang yang harus dilakukan. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang
menunjukkan status kalibrasi harus disimpan sedikitnya 2 tahun. Bila alat ukur
atau instrumen tidak memenuhi syarat maka label yang sesuai dengan kondisi
tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan.
Departemen teknik memiliki gudang spare part dimana pengadaannya
dilakukan dengan memberikan beberapa penawaran dalam bentuk form
permintaan pembelian barang (PPB) kepada Purchasing. Selain itu, departemen
teknik juga memiliki safety cash sendiri yang dapat digunakan dalam keadaan
darurat seperti pembelian spare part yang bersifat urgent. Penggunaan safety cash
ini juga dilaporkan kepada Purchasing.

3.6.3.2 Departemen EHS (Environmental, Health, Safety Department)


Departemen EHS berfungsi untuk memastikan bahwa proses-proses yang
berlangsung di PT. Actavis Indonesia sesuai dengan standar-standar EHS yang
digunakan. Dengan berpedoman pada salah satu misi PT Actavis Indonesia
berkaitan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L),
maka departemen EHS mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan
keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan
untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan karyawan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


63

Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara


lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang
dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik.
Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan.
Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan
dilakukan secara teratur. Limbah dibagi menjadi limbah B3 dan limbah non-B3.
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun,
menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan
toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah yang termasuk golongan
bahan buangan berbahaya (B3) tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam wadah
terpisah untuk kemudian diangkut oleh transporter limbah B3. Pada limbah B3
harus diberi label yang menandakan sifat dari limbah dan identitas limbah.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah PT Actavis Indonesia dibagi menjadi
3 yaitu limbah padat, cair, dan limbah beta laktam.

Limbah Padat
Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik),
hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk
recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang
atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke
PT. Wastec International untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar
alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar
gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta.
Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
dan juga tidak disalahgunakan.

Limbah Cair
Limbah cair PT.Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian
domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah
domestik PT. Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (sungai
kalibaru/cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


64

limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan
biologi. Pengolahan fisika dan kimia dari limbah cair terpusat pada kolam 1 yang
berfungsi sebagai ekualisasi (mengumpulkan dan meratakan kondisi air limbah),
grease/oil trap (pemisah lemak/minyak serta kotoran yang mengambang),
sedimentasi (jebakan lumpur), dan netralisasi (menetralkan derajat keasaman).
Untuk kolam 1, apabila parameter pH diatas pH 9 maka ditambahkan HCl dan
apabila pH dibawah 6 ditambahkan NaOH sampai mencapai pH 6-9. Tahap
netralisasi ini digunakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pengolahan biologis terpusat pada kolam 2 dan 3. Pada kolam 2 digunakan
2 buah aerator yang dihidupkan secara bergantian, masing-masing aerator
berkekuatan 3 HP (Horse power) yang dihdupkan secara bergatian, sedangkan
pada kolam 3 berfungsi pemoles dan pada kolam ini digunakan 2 buah aerator
berkekuatan 2 HP. Air limbah pada kolam 3 dapat juga digunakan sebagai
reservoir sistem pengendalian kebakaran dan digunakan pula sebagai air penyiram
tanaman. Kolam 4 digunakan sebagai kontrol biologi dengan memelihara ikan.
Untuk pemantauan secara biologis pada kolam 4 dipelihara sejumlah ikan mas.
Bila terjadi penurunan kualitas air yang sering disebabkan oleh naiknya kadar
pencemar seperti Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biologycal Oxygen
Demand (BOD), ikan-ikan akan mati karena kesulitan bernapas (megap-megap)
hal ini disebabkan karena kandungan Disolve Oxygen (DO) turun. Air hasil
pengolahan kolam 4 dilewatkan terlebih dahulu pada saringan yang terdiri dari
filter kemudian digunakan kembali untuk kebutuhan siram taman.
Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika
dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan
terhadap COD, BOD, pH limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua
pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC
laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT Actavis Indonesia untuk
pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan
penampakan visual limbah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


65

Limbah Beta Laktam


Limbah beta laktam tergolong ke dalam limbah B3 (bahan buangan
berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi
terhadap beta laktam sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas bila
terpapar dengan beta laktam. Cara penanganan yang paling awal adalah dengan
merusak limbah beta laktam dengan NaOH pH 10-11. Dengan demikian cincin
beta laktam dari beta laktam akan terhidrolisis sehingga limbah beta laktam tidak
aktif lagi.

Pelaksanaan bidang kesehatan bagi karyawan yaitu adanya kegiatan pre


employee medical check up untuk karyawan baru dan juga ada kegiatan
pemeriksaan medical check up berkala yaitu 2 tahun sekali untuk seluruh
karyawan. EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja
adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk
penyakit akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan karena 2
faktor yaitu tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan
manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, dan kondisi
tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat
menyebabkan kecelakaan. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS
melalui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau
jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau bahkan
mencegah kecelakaan tidak terulang lagi.
Dalam menjamin keselamatan kerja, pada tiap departemen memiliki
petugas P3K dan floor warden yang telah mengikuti pelatihan untuk penanganan
kondisi darurat. Selain itu, PT Actavis Indonesia juga memiliki Panitia Pembina
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) dimana kegiatannya dilaporkan setiap 3
bulan ke Depnaker. Untuk pencegahan kebakaran, PT. Actavis Indonesia
dilengkapi dengan fire system alarm, detektor panas, sistem hydrant (APAR dan
APAB) serta adanya safety cabinet untuk cairan yang bersifat mudah terbakar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


66

3.6.4 Departemen Transfer Teknologi/Technology Transfer Department


Departemen Transfer Teknologi dikepalai oleh seorang manajer.
Departemen Transfer Teknologi terdiri dari 3 bagian, yaitu Product Development,
Operation Exctend and Postmarketing, dan Formulator Analis.
Pengembangan produk PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu
pengembangan produk lokal dan teknologi transfer. Pada pengembangan produk
lokal, formula dikembangkan sendiri oleh PT. Actavis Indonesia berdasarkan
literatur yang tersedia. Formula yang didapat kemudian akan di uji coba, di
optimasi dan di validasi. Sedangkan pada transfer teknologi, formula produk
didapatkan dari Actavis Global dengan meminta Technical Data Package (TDP)
produk yang akan dikembangkan. Di dalam TDP terdapat data lengkap dari
produk, seperti formula, bahan baku dan bahan kemas, metode analisa, dan
catatan kritis lain untuk produk tersebut. Pada transfer teknologi, metode analisis
yang digunakan hanya perlu disesuaikan saja (verifikasi) tanpa harus menemukan
metode baru (full validation).

3.6.5. Departemen Pengadaan (Central Procurement Department/CPD)


Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian
seluruh material yang diperlukan oleh PT. Actavis Indonesia, terutama bahan
baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan
(MRP) yang telah disusun oleh perencana melalui program Mfg-Pro. MRP
digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan
rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok
yang ada, stok bufer dan permintaan penjualan.
Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat permintaan pembelian
(purchase order/PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada
pemasok yang telah disetujui oleh Pemastian Mutu dan masuk kedalam daftar
pemasok yang disetujui (Approved Supplier List/ASL). Pemilihan pemasok
berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku
dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu,
pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


67

3.6.6. Gudang (Warehouse)


Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang
berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu
kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar
barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok
secara fisik dengan stok secara administratif. Mutu suatu produk sangat
dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di
area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan
helm dan sepatuyang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang
terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area gudang).
Gudang di PT Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu:
1. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas
(packaging material)
2. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam Facility
(BLF)
3. Gudang penyimpanan produk jadi.
Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan
oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat pendistribusian
kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan
AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada
kondisi penyimpanan suhu produk.
Semua produk jadi disimpan di gudang produk jadi apapun statusnya,
sedangkan produk yang bisa dijual hanya produk dengan status yang telah
disetujui. Kegiatan pengecekan barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap
3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang bahan bakudan bahan kemasdilakukan
setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar dilakukan setiap bulan
Desember.
Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan
bahan kemas dari pemasok dan produk jadi dari departemen produksi. Pemasok
bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL.
Setelah pemasok datang, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan
barang. Pemeriksaan administratif yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


68

yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok
dengan PO dari bagian pengadaan yang tertera pada sistem QAD, jika terjadi
perbedaan maka segera dilakukan konfirmasi dengan bagian pengadaan.
Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah
barang yang dipesan, nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal
daluwarsa. Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta sertifikat analisis bahan
baku dan bahan kemas primer.Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang
akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem QAD
dengan status “QUARANTINE” dan disimpan di lokasi kedatangan bahan baku.
Barang yang baru diterima di gudang akan dibuat daftar terlebih dahulu,
kemudian dimasukkan pada sistem dan setelah itu diberi label “QUARANTINE”
berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat daftarpenerimaan
barang yang akan dikirim ke departemen Pengawasan Mutu sebagai acuan untuk
pemeriksaan. Kemudian, inspektur bahan bakudari bagian Pengawasan Mutu akan
melakukan pengambilan contoh bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan
pemeriksaan di laboratorium pengawasan mutu. Selama proses pemeriksaan di
Pengawasan Mutu, bahan baku dan bahan kemas diberi label “QC HOLD”
berwarna kuning dan diberi status “QC HOLD” pada sistem QAD.
Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut
akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi status “APPROVED”
pada sistem QAD. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat
digunakan untuk proses produksi dan ditempatkan pada tempat yang kosong. Jika
hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut
akan diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan
untuk proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan untuk
dikembalikan ke pemasok dan untuk printed material tidak dikembalikan ke
pemasok, namun langsung dimusnahkan.
Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan
penyimpanan masing-masing barang. Untuk material bahan kemas yang telah
tercetak logo PT. Actavis Indonesiadisimpan dalam ruangan yang terkunci.
Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki beberapa kondisi penyimpanan:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


69

1. Kondisi AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25°C (15-25°C), digunakan
untuk menyimpan bahan kemas primer dan bahan baku yang memiliki persyaratan
penyimpanan pada suhu tersebut.
2. Kondisi non AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30°C, digunakan untuk
menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki
persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.
3. Lemari pendingin
Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15°C, biasanya digunakan untuk
menyimpan bahan baku vitamin.
4. Lemari penyimpanan psikotropik
Bahan baku psikotropik disimpan di rak terkunci dengan gembok ganda. Satu
kunci dipegang oleh penanggung jawab dan kunci lainnya dipegang oleh petugas
gudang.
5. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah
meledak dan terbakar.
Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk penyimpanan
bahan baku dan bahan kemas level 1-7 digunakan untuk menyimpan bahan baku
dan di atas level 7 digunakan untuk menyimpan bahan kemas. Penentuan area
penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label
atau Certificate of Analysis (CoA), atau berdasarkan rekomendasi dari bagian
kualitas atau Technical Support. Untuk penyimpanan produk-produk cairberada di
bagian bawah. Selanjutnya diinput kedalam sistem QAD.
Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua
kali sehari dan data diambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu
menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu
diukur berdasarkanTemperatur Kinetik Rata-rata (Mean Kinetic Temperature/
MKT) yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu 15-
25°C, jika MKT di atas 25°C harus diadakan analisis risiko; untuk ruangan 25-
30°C, analisis risikodilakukan jika MKT > 30°C, dan untuk lemari pendingin (8-
15°C), analisis risikodilakukan jika MKT > 15°C. Jika perlu, dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


70

pemindahan penyimpanan produk/material sementara dan dengan penanganan


lainnya.
Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan
bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas
ke lokasi produksi. Distribusi produk jadi untuk pasar lokal melalui distributor,
sedangkan distribusi obat jadi untuk pasar luar negeri dan ekspor melalui
forwarder. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan
untuk produksi dilakukan berdasarkan daftar permintaan(work order/WO) yang
dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem QAD.
Daftarberisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan
untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan perkiraan penjualan.
Untuk bahan baku, setelah daftar WO keluar maka petugas gudang akan
menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian
dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh
1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh
seorang supervisor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi
kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang
akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke
bagian produksi yang meminta.
Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan
pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima,
kebenaran material dan nomorbets. Jika sesuai, picklist akan ditandatangani.
Setelah itu, daftar WO dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan pemotongan
pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang
ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan diserahkan kembali ke bagian
produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam catatan
betssebagai dokumen.
Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan
penerimaan work order (WO receipt) ke lokasi “income-fg” dengan status
karantina untuk diperiksa oleh departemen Pengawasan Mutu. Pengiriman produk
ke gudang produk jadidilakukan setelah proses pengemasan produk oleh bagian
produksi selesai, tanpa harus menunggu produk diluluskan terlebih dahulu oleh

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


71

departemen Pengawasan Mutu. Setelah itu, barang diperiksa oleh petugas gudang
yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka
barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari
produk tersebut.
Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan
packing list yang dikeluarkan oleh bagian keuangan. Dalam hal ini distributor
akan mengirimkan order ke bagian pemasaran yang kemudian akan memasukkan
data pesanan dari distributor ke sistem QAD, setelah itu akan dikeluarkan packing
list-nya oleh keuangan. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari
barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas
gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah
sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang
yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk
mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan
stok barang yang ada di dalam sistem dan mencetak faktursetelah distributor
datang dan melakukan pengecekan produk yang akan diambil dan
menandatangani packing list.

3.6.7. PPIC (Production Planning and Inventory Control)


PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi,
pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing
berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa
kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang
meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab
PPIC antara lain:
a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi.
b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi.
c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
produksi.
PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Production Planning Control/PPC
2. Inventory Control

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


72

3.6.7.1.Production Planning Control (PPC)


Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses
produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai
berikut:
a. Merencanakan produksi.
b. Membuat Work Order untuk produksi.
c. Memonitor stok produk jadi.
d. Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen Pemasaran/
Ekspor. MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi
yang diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work
Order).

3.6.7.2.Inventory Control
Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan
pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control
adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan
rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, kapasitas pekerja), stok bahan
baku dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum
order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi.
b. Membuat rencana permintaan bahan baku yang mencantumkan nama produk
beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya.
c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas.
d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk
membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk
ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk
menunjang proses produksi.
e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan
saat berada dalam status QC.
Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari penerimaan order/MO dari bagian
pemasaran/ekspor sesuai dengan aturan pemesanan dari global (4 bulan waktu
tunggu). Selanjutnya dilakukan pembuatan rencana produksi dengan melakukan
MRP pada sistem QAD berdasarkan perkiraan dari bagian pejualan dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


73

pemasaran. Melalui sistem QAD tersebut permintaan yang ada disesuaikan


dengan data-data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku, produk ruahan
dan produk jadi yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui
material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat POR
kepada bagian pembelian. Bagian pembelian mengolah POR menjadi PO dan
mengirim permintaan pembelian ke pemasok. Pemasok akan memberikan jenis
dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA
ke bagian pembelian.
Bila sudah dikonfirmasi, gudang akan menerima material sesuai dengan
kuantitas dan jadwal pengiriman material. Kemudian gudang membuat bukti
penerimaan barang. Sebelum barang masuk gudang, bagian Pengawasan Mutu
melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah
karantina (diberi label kuning) hingga dikeluarkan pernyataan pelulusan barang
dari Pemastian Mutu/Pengawasan Mutu (diberi label hijau). Barang yang ditolak
diberi label “REJECTED” (merah) dan dipindahkan ke lokasi penolakan di area
terpisah.
PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada
Departemen Produksi beserta picklist yang berisi formulasi produk/bets dan
routing produksi. Selanjutnya picklist tersebut dikirim ke gudang untuk
penyediaan material untuk kegiatan produksi. Setelah proses penyediaan material
selesai, picklist selanjutnya dikirim ke produksi untuk dilengkapi dengan actual
shopfloor selama proses produksi berlangsung dan diinput ke dalam QAD. QAD
adalah sistem Enterprise Resource Planning (ERP) terintegrasi yang digunakan di
PT. Actavis. Komputer online QAD di seluruh bagian sehingga alur proses
tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer.

3.6.8. Departemen Scientific Affair/SCA


Departemen Scientific Affair (SCA) merupakan suatu departemen yang
terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian Medical Affair, Regulatory Affair Indonesia,
Regulatory Affair Export.
Tugas dan tanggung jawab Medical Affair adalah membantu divisi sales &
marketing dalam hal pelatihan pengetahuan medis untuk tenaga lapangan
baru/penyegaran kembali pengetahuan medis untuk tenaga lapangan lama,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


74

pelatihan pengetahuan medis dan pengetahuan produk untuk produk baru yang
akan diluncurkan; meninjau materi promosi produk OTC dan ethical, seperti
leaflet, brosur, dan materi promosi di media elektronik; memberikan pelayanan
informasi medis untuk divisi sales & marketing dan pelanggan (literatur, materi
promosi); menjalankan sistem Pharmacovigilance, beserta kegiatan pemantauan
dan pelaporannya; melakukan koordinasi uji BA atau BE apabila dipersyaratkan
oleh Badan POM; dan mendukung bagian regulasi dalam hal melengkapi
dokumen-dokumen yang terkait medis dari produk yang akan di registrasi.
Regulatory Affair Indonesia dipimpin oleh seorang manajer dan membawahi
beberapa supervisor yaitu Regulatory Supervisor Ethical Product; Regulatory
Supervisor Hospital Product; Regulatory Food Suplemen, Cosmetic, OTC,
Variation; dan Local Artwork. Tugas dan tanggung jawab Regulatory Affair
Indonesia berkaitan dengan registrasi produk, dimulai dari mengumpulkan
dokumen yang dibutuhkan, menyiapkan dossier, mengajukan dan menyerahkan
dokumen ke BPOM, kemudian menindaklanjuti tahap registrasi sampai nomor
registrasi produk keluar; melakukan pengembangan kemasan produk yang akan
dipasarkan; membantu bagian Medical Affair dalam meninjau materi promosi;
dan melaporkan perubahan-perubahan yang terjadi pada produk ke BPOM.
Regulatory Affair Export memiliki tanggung jawab yaitu menyediakan
dokumen yang dibutuhkan oleh Regulatory Affair di negara tujuan ekspor (market
site); melakukan pengembangan kemasan produk yang akan di ekspor; dan
mendaftarkan produk ekspor di BPOM untuk mendapatkan nomor registrasi
khusus.

3.6.9. Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource


Department/HRD)
Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa disebut
sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3
bagian, yaitu:
a. Manajer Operasional SDM, memastikan kebutuhan operasional karyawan
terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan
lainnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


75

b. People & Organization Development Manager/POD Manager,


memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang
bersifat non manufacturing/soft skill sesuai bidang pekerjaannya masing-
masing.
c. Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya,
misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 4
PEMBAHASAN

Obat merupakan komponan utama dalam pelayanan kesehatan, dan sudah


menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Dalam menjamin mutu, keamanan, khasiat
dan kemanfaatan obat yang beredar maka pemerintah mewajibkan setiap industri
farmasi untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam
seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat. Mutu obat tergantung pada
bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan,
peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. CPOB merupakan pedoman
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan tersebut sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Dalam CPOB hanya terkandung
pedoman umum bagi industri farmasi dan dimaksudkan untuk digunakan sebagai
dasar acuan. Setiap aturan lain yang berkaitan dengan CPOB dapat digunakan
dalam pengembangan aturan internal selama masih sejalan dengan pedoman
CPOB.
PT. Actavis Indonesia merupakan industri farmasi yang termasuk ke dalam
perusahaan modal asing (PMA) dengan induk perusahaan yaitu Actavis global
yang berada di Islandia. Actavis berdiri pada tahun 1999 di Islandia dengan 146
karyawan. Bisnis Actavis terus berkembang seiring berjalannya waktu dengan
cara mengakuisisi perusahaan lain, dan kekuatan akuisisi ini yang menjadikan
Actavis saat ini merupakan perusahaan dengan lebih dari 10.000 karyawan yang
tersebar di lebih dari 40 negara.
Di Indonesia sendiri, PT. Actavis Indonesia merupakan hasil akuisisi dari
PT. Alpharma. Selain mengacu pada pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), PT. Actavis Indonesia juga berpedoman pada GMP. Standar GMP Eropa
ini harus dimiliki karena PT. Actavis Indonesia merupakan pusat pembuatan
(central manufacturing) untuk kawasan Asia dan Eropa. PT. Actavis Indonesia
telah memperoleh 14 sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
serta mendapat sertifikasi European GMP dari Health Care Inspectorate (The
Netherlands) dan sertifikat GMP dari Ukrainian Authority. Hal ini membuktikan

76 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


77

bahwa PT. Actavis Indonesia telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek
produksinya.
Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Actavis Indonesia membagi beberapa
departemen yaitu Departemen Keuangan, Departemen SDM/Human & Resource,
Departemen Operasional yang membawahi Departemen Mutu (Pengawan Mutu,
Pemastian Mutu dan Pengembangan Metode Analisis), Departemen Technology
Transfer, Departemen Scientific Affairs (SCA), Departemen Teknik (EHS dan
Engineering), serta Departemen Keuangan. Selain itu juga ada bagian bisnis untuk
produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales business yang dikepalai oleh
beberapa manajer.
Perencanaan produksi untuk satu bulan dilakukan oleh bagian Product
Planning and Inventroy Control (PPIC) berdasarkan permintaan dari bagian
Pemasaran/Marketing. Bagian PPIC terdiri dari dua subbagian, yaitu perencanaan
dan pengendalian produksi (Production Planning and Control/PPC) dan
pengendalian persediaan (Inventory Control). PPIC bertanggung jawab dalam
mengatur pesanan yang masuk, baik untuk produk lokal, ekspor, maupun toll
manufacturing. Pesanan dari departemen Pemasaran, ekspor, dan toll
manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand
Supply Communication). PPIC akan membuatan rencana produksi berdasarkan
perkiraan dari bagian pejualan dan pemasaran. Permintaan yang ada disesuaikan
dengan persedian bahan baku, produk ruahan dan produk jadi yang telah tersedia.
Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan
untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat permintaan pembelian
pesanan (purchase order requisition/POR) kepada bagian pembelian. Bagian
pembelian mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke
pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan
memberikan konfirmasi kuantitas dan perkiraan waktu datang ke bagian
pembelian.
Saat bahan baku dan bahan kemas datang, petugas gudang bahan baku harus
melakukan pengecekan fisik dan sistem. Pengecekan fisik meliputi pengecekan
jenis, jumlah, penampilan fisik, dan masa kadaluarsa barang. Pengecekan sistem
meliputi pengecekan nomor PO barang, dan sertifikat analisis. Barang kemudian

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


78

diberi label “QUARANTINE”, dan disimpan pada rak yang tersedia. Untuk barang
yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu, maka diberi
label “QC HOLD”, sedangkan barang yang telah dinyatakan rilis oleh bagian
Pengawasan Mutu, diberi label “APPROVED” serta untuk barang yang ditolak
diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk
dihancurkan atau dikembalikan ke pemasok.
PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada
Departemen Produksi beserta picklist yang berisi formulasi produk/bets dan
routing produksi. Selanjutnya picklist tersebut dikirim ke gudang untuk
penyediaan material untuk kegiatan produksi. Setelah itu, PPIC akan membuat
jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi
berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi, jumlah pesanan, dan ukuran betsdari
produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi
jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat berdasarkan waktu tunggu
dari pesanan. Waktu tunggu pesanan hingga pemenuhan barang berlangsung 4
bulan, pesanan di bawah 4 bulan disebut sebagai abnormal order sehingga PPIC
bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi waktu
tunggu tersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna
membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang
dialami.
Departemen produksi di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian
yaitu pabrik sediaan topical (topical plant facility/ TPF), pabrik sediaan oral
(multy product facility/ MPF), dan pabrik sediaan β-lactam (beta lactam facility/
BLF). Pabrik TPF terbagi dalam dua area yaitu area hitam (black area) dan area
abu-abu (grey area). Pada black area di TPF ini terdapat ruang pencetakan yang
berfungsi sebagai ruang untuk melakukan pencetakan pada pengemas sekunder
dan karton yaitu data nomor bets, tanggal produksi, dan tanggal kadaluarsa.
Pabrik BLF berfugsi untuk memproduksi sediaan dengan bahan aktif
senyawa golongan β-lactam. Pabrik ini memiliki fasilitas tersendiri yang terpisah
dari sediaan lain, seperti gudang dan QC tersendiri yang hanya dipergunakan
untuk produk-produk dalam BLF. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya
kontaminasi silang dengan produk lain dan mencegah timbulnya reaksi alergi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


79

pada manusia. Untuk itu juga setiap personil yang akan bekerja di BLF ini harus
menjalani tes sensitivitas terlebih dahulu. BLF selain memiliki fasilitas tersendiri
juga dibuat dalam sistem tertutup. Didalam BLF ini juga terdapat kantin
tersendiri, dan setiap personil yang hendak keluar dari area BLF ini harus mandi
terlebih dahulu agar tidak terjadi kontaminasi ke luar BLF sebagaimana yang
dipersyaratkan PT. Actavis Indonesia yaitu β-lactam harus tidak ada (negatif) di
luar area BLF. Pabrik BLF ini juga terbagi menjadi 2 area yaitu black area dan
grey area. Pada black area terdapat ruang pengemasan sekunder, ruang
pencetakan (printing), QC, gudang dan kantin, sedang pada grey area terdapat
ruang timbang (dispensing), ruang granulasi, ruang tableting dan ruang
pengemasan primer.
Pabrik MPF juga terdiri dari black area dan grey area. Black area di MPF
terdiri dari ruang pencetakan dan pengemasan sekunder. Untuk grey area terdapat
ruang penimbangan (dispensing) yang tidak hanya diganakan untuk penimbangan
produk yang akan di produksi di MPF tapi juga untuk produk topikal yang akan
diproduksi di TPF. Ruang penimbangan di MPF langsung terhubung ke gudang
penyimpanan bahan baku melalui sistem airlock. Di grey area MPF juga terdapat
ruang granulasi, ruang tableting, ruang pengisian kapsul (capsule filling), ruang
salut tablet (coating), dan ruang pengemasan primer yang terbagi menjadi dua
jenis yaitu blistering dan stripping, ruang proses cairan (liquid processing) dan
ruang pengisian sediaan cair (liquid filling). Setiap ruang di produksi memiliki
penandaan yang menunjukan status ruangan, yaitu sedang dalam pembersihan
(cleaning) atau dalam aktivitas produksi yang juga terjelaskan dengan keterangan
nama produk yang di buat dan nomor bets.
Seluruh proses produksi dilakukan berdasarkan Master Product and
Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian Pemastian
Mutu. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang
masih atau sedang diproduksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh
Head of Quality Operation. Di dalam MPPCR, tercantum urutan langkah yang
dilakukan untuk satu bets produk, termasuk pengaturan mesin, parameter kritis,
serta hasil IPC.
Seluruh proses ini, mulai dari Work Order Picklist granulasi proses, Work

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


80

Order Picklist produksi bulk, Work Order Picklist pengemasan, daftar periksa
sebelum proses penimbangan, Dispensing card (bahan yang ditimbang sesuai
dengan yang tertera pada dokumen), label bersih timbangan, perhitungan bahan,
urutan bahan yang ditimbang dan beratnya, label penimbangan bahan baku dan
printout hasil penimbangan, daftar periksa sebelum proses granulasi, label bersih
mesin granulasi, label bulk atau produk ruahan (granulat), granulasi berisi mulai
dari persiapan, proses granulasi termasuk setting aktual mesin dan kondisi mesin,
catatan IPC dan printout hasil IPC sampai rekonsiliasi, dan seterusnya hingga
proses pengemasan sekunder hingga printout hasil penimbangan tiap karton dan
contoh bahan kemas untuk satu bets didokumentasikan pada MPPCR
menggunakan tinta biru.
Operator tidak diperbolehkan menghapal langkah proses pada jobsheet,
melainkan harus selalu membawa jobsheet pada tiap langkah proses dengan
tujuan untuk menghindari kesalahan dalam pembuatan obat. Produk yang telah
selesai diproduksi diberi label “QUARANTINE” kemudian diserahkan ke Gudang
Finished Goods, MPPCR yang telah dilengkapi dikirim ke Pemastian Mutu dan
Pengawasan Mutu akan mengembalikan ke bagian Produksi jika terdapat
kekurangan untuk diperbaiki. Produk baru boleh diluluskan setelah mendapat
persetujuan dari Pemastian Mutu.
Departemen pengawasan mutu (Quality Control/QC) berfungsi untuk
memastikan bahwa setiap bahan baku yang akan dipergunakan dan produk jadi
yang akan di pasarkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Laboratorium
di QC terbagi menjadi 3 yaitu laboratorium BLF yang tedapat di area BLF, dan
khusus digunakan untuk pemeriksaan produk-produk yang ada di area BLF,
laboratorium kimia umum dan laboratorium mikrobiologi. Di laboratorium kimia
umum dilakukan pemeriksaan terhadap bahan kemas, pemeriksaan bahan baku,
pemeriksaan produk ruahan, dan pemeriksaan produk jadi, serta melakukan uji
stabilitas pada produk jadi dan validasi metoda. Di laboratorium mikrobiologi
dilakukan uji kontaminasi terhadap mikroorganisme baik pada bahan baku,
produk ruahan, dan produk jadi setelah dikemas (after fill), sampel stabilitas serta
melakukan uji potensi antibiotik dan vitamin. Proses pengawasan mutu dilakukan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


81

berdasarkan jadwal rencana sampling yang dibuat dengan prioritas pemeriksaan


berdasarkan kebutuhan dari PPIC ataupun adanya kebutuhan untuk registrasi.
Untuk bahan baku sebelum sampling dilakukan pemeriksaan sertifikat
analisa (CoA) terlabih dahulu, jika terdapat ketidaksesuaian spesifikasi pada CoA
maka tidak perlu dilakukan sampling dan bahan tersebut akan di tolak. Setelah
melalui pemeriksaan dokumen, dilakukan sampling pada setiap wadah bahan baku
untuk pemeriksaan identitas senyawa. Bahan baku yang memenuhi spesifikasi
akan mendapat label release dan dapat digunakan pada proses produksi,
sementara yang tidak memenuhi spesifikasi akan mendapat label reject. Sampling
pada produk ruahan dilakukan dari bagian produksi dengan mengambil sampel
produk selama berjalan proses kemas. Hal ini dilakukan untuk produksi yang telah
tervalidasi. Sedangkan pada produksi yang belum tervalidasi proses pengemasan
baru dilakukan setelah terdapat hasil pemeriksaan dari produk tersebut. Pada
masing-masing sampel dilakukan analisa sesuai dengan spesifikasi dan metoda
dari masing-masing produk.
Proses Pengawasan Mutu dilakukan seiring dengan adanya proses
penjaminan mutu dari Departemen Pemastian Mutu. Kedua departemen ini
berada dibawah satu pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin
bahwa sistem kebijakan mutu pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi
kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) sesuai dengan GMP
dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-
benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Upaya
pemastian mutu dilakukan oleh departemen Pemastian Mutu/QA yang akan
memastikan bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan
bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Oleh karena itu, departemen QA bertanggung jawab terhadap
prosedur pengoperasian standar, pelatihan personil, pelulusan produk, peninjauan
kualitas produk, validasi, kontrol perubahan, audit, kesepakatan teknis,
penanganan perbaikan dan pencegahan masalah, penanganan komplain
pelanggan dan penarikan produk jadi.
Dalam upaya penjaminan mutu tersebut departemen QA perlu memastikan
bahwa setiap proses yang berkaitan dengan mutu produk telah dilakukan dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


82

baik. Untuk itu perlu dibuat prosedur pengoperasian standar (Standard Operating
Procedure/SOP) agar diperoleh keseragaman dalam mutu produk karena setiap
proses dilakukan dengan cara yang sama dan mempermudah pelacakan bila
terjadi suatu penyimpangan. SOP dibuat oleh departemen terkait dan diserahkan
ke departemen QA untuk ditinjau dan disetujui. Apabila SOP merupakan hasil
revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen kontrol perubahan.
Departemen Pemastian Mutu akan meninjau ulang yang disesuaikan dengan
template SOP, kemudian dicetak, diperbanyak dan didistribusikan ke bagian
yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama.
Kontrol perubahan diperlukan untuk mendokumentasikan setiap
perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi
dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas,
perubahan utilitas, dan perubahan proses lainnya. Kontrol perubahan diperlukan
agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat
pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada
departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen.
Perubahan yang tercakup dalam kontrol perubahan adalah semua perubahan
yang mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti
perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formula pada bagian
pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan
dan fasilitas.
Departemen QA juga melakukan pelatihan tahunan kepada para pegawai.
Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level
karyawan di departemen masing-masing dan mengirimkannya pada bagian QA
untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS
ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan
hasil evaluasi karyawan tahun lalu. Selain pelatihan tahunan yang diberikan pada
karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang
dipromosikan dan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut
didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang
disimpan di departemen bersangkutan.
Peninjauan mutu produk (Periodic Product Review/PPR) juga menjadi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


83

tanggung jawab QA yang rutin dibuat setelah jangka waktu satu tahun dari bulan
dimana bets pertama dari setiap produk diproduksi. Tujuan dari peninjauan mutu
produk ini adalah untuk memastikan semua proses produksi tergambar jelas,
ditinjau secara sistematis dan menggambarkan produk yang diproduksi secara
konsisten memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang telah ditetapkan dan
juga untuk menggambarkan trend serta mengidentifikasi perbaikan terhadap
produk dan proses jika dibutuhkan. PPR dibuat berdasarkan data in process
control selama proses produksi, hasil analisa produk jadi dari Pengawasan Mutu,
data stabilitas, data dari Scientific Affairs serta data pendukung lainnya seperti
deviasi, penolakan, keluhan, kontrol perubahan, produk kembalian, penarikan
kembali, validasi dan technical agreement.
Departemen QA juga menjalankan tugas validasi dan kualifikasi.
Kualifikasi dan validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa semua langkah-
langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan
kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan
validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan validasi yang
meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (fasilitas dan utilitas), validasi
spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (process
validation), serta validasi pembersihan (cleaning validation).
Proses audit dilakukan oleh departemen QA, dimana dalam hal ini QA
dapat menjadi auditor dan audity. Sebagai auditor, departemen QA melakukan
inspeksi diri, audit pemasok dan audit toll out manufacturing. Inspeksi diri
dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan sistem-
sistem yang telah dibuat benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa
dalam inspeksi diri yaitu laporan analisis, catatan bets dan laporan validasi untuk
setiap bets validasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka
dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Departemen Pemastian Mutu
juga melaksanakan audit pemasok dan audit toll out manufacturing yang
bertujuan untuk memastikan bahwa pemasok (vendor) maupun jasa servis yang
digunakan di PT. Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar
perusahaan. Audit pemasok dilakukan ke pabrik atau pemasok bahan baku dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


84

bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit
yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis
Indonesia. Sebagai audity, audit dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat
produknya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit
reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (Actavis global).
Departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan
pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan
dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah apoteker yang
memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani
pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap
semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu,
dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP)
bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk
dipasarkan atau tidak. Dalam menangani Technical Agreement diperlukan
kesepakatan terkait proses produksi, pemasok, pengawasan mutu dan lain-lain
antara pihak yang bersangkutan. Contoh Technical Agreement yang dilakukan
adalah pada produk toll, baik toll-in maupun toll-out. PT. Actavis Indonesia
melakukan toll-out untuk sediaan steril karena tidak adanya fasilitas yang
memadai untuk pembuatan produk tersebut, sehingga dibuatlah Technical
Agreement oleh PT. Actavis Indonesia dengan perusahaan yang memiliki
fasilitas steril tersebut.
Untuk penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS) terlebih dulu
dilakukan pengecekan pada laboratorium Pengawasan Mutu, jika tidak terdapat
kesalahan laboratorium, maka perlu investigasi lebih lanjut oleh Pemastian
Mutu. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen Pemastian Mutu telah
melakukan setiap proses dengan baik yang berkaitan dengan pemastian mutu
produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Apabila ditemukan HULS, maka
harus dilaksanakan investigasi yang harus diselesaikan dalam waktu 30 hari
kerja, kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan memakan waktu
lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil
analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan
pencegahan serta penyebab HULS atau hasil uji yang tidak normal. Untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


85

prosedur investigasinya meliputi investigasi laboratorium, investigasi diperluas,


dan investigasi produksi.
Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa
cacat produk, sedangkan jika keluhan berupa farmakovigilans maka penanganan
keluhan dilakukan oleh bagian medical affairs yang terdapat pada Scientific
Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari konsumen, pabrik atau produsen
(misalnya masalah stabilitas) dan dari inspektor (BPOM). Keluhan pertama kali
akan diterima oleh pihak pemasaran, kemudian akan dilakukan skrining oleh
pemasaran untuk menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau
berhubungan dengan efek obat. Jika keluhan menyangkut masalah kualitas
produk maka QA akan melakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan analisis
dengan departemen lain yang terkait. Investigasi dapat dilakukan dengan cara
meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel pertinggal. Alur permasalahan
akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan tindakan perbaikan maupun
pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan ke dalam laporan CAPA.
Jika berkaitan dengan formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen
pengembangan produk untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan,
akan dikembalikan ke QA untuk selanjutnya diberitahukan ke bagian Pemasaran.
Apabila setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat
dilakukan penarikan obat kembali. Alur penarikan kembali obat yaitu
departemen QA memberikan laporan kepada pihak pemasaran kemudian
pemasaran memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor akan
melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di
masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang
diproduksi dalam satu atau beberapa bets. Obat yang masih beredar kemudian
ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia
kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembali).
Pengembangan Produk di PT. Actavis Indonesia berpusat pada obat copy
dan produk pengalihan (Product Transfer). Kegiatan pengembangan produk
dimulai dari permintaan yang diinginkan oleh Business Development. Business
Development akan melakukan pertemuan dengan departemen lain yang terkait
untuk menentukan apakah produk yang akan dikembangkan ini bisa di produksi di

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


86

PT. Actavis Indonesia. Jika produk bisa di produksi dan telah disetujui oleh PT.
Actavis Indonesia dan Actavis Global, Business Development akan mengajukan
Form Usulan Product Development (FUPD). Kemudian, Departemen AMD
melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan dan pengembangan metode
analisisnya. Formula yang telah dirancang, akan dilakukan uji coba pada skala
laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Setelah dilakukan
evaluasi, pengembangan metode analisis dilanjutkan dengan proses optimasi.
Hasil optimasi dibuat laporan yang mendasari proses validasi. Proses validasi
bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur operasional.
Setelah itu produk diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil
disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan, langkah
selanjutnya adalah produksi produk.
Untuk produk transfer, semua SFP (Spesification of Finished Product) dan
TDP (Technical Data Package) yang diperoleh dari Actavis Global kemudian
diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk
memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Global dapat diterapkan
di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal
kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas.
Jika hasil uji sesuai spesifikasi, langkah selanjutnya adalah produksi produk.
Departemen Scientific Affairs (SCA) membawahi Medical Affairs,
Regulatory Affairs Indonesia, Regulatory Affairs Export. Ruang lingkup dari
bagian Medical Affairs terdiri dari pelatihan untuk Medical Representatives,
laporan efek samping obat, serta mengkaji materi promosi untuk obat Ethical dan
OTC. Tugas dan tanggung jawab Regulatory Affair Indonesia berkaitan dengan
registrasi produk, melakukan pengembangan kemasan produk, dan melaporkan
perubahan-perubahan yang terjadi pada produk ke BPOM. Sedangkan Regulatory
Affair Export bertanggung jawab dalam menyediakan dokumen yang dibutuhkan
oleh Regulatory Affair di negara tujuan ekspor (market site).
Departemen Teknik dan EHS merupakan unit penting dalam kelangsungan
kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung jawab bagian
Teknik tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan
untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


87

penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan dan keselamatan kerja


karyawan. Bagian Teknik juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala
masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan
terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau
sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification) yang
terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan
kualifikasi kinerja.
EHS merupakan suatu bagian dari departemen Teknik yang berfungsi
sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Kegiatan EHS
mencakup kegiatan pemantauan lingkungan yang terkait dengan pengolahan
limbah, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Peran departemen EHS di
bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan
pengolahan limbah. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan
aman bagi lingkungan. Secara umum berdasarkan keamanannya, limbah PT.
Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-B3. Sedangkan
berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi
limbah padat dan cair. Untuk limbah padat, pengolahannya diserahkan kepada
pihak ketiga, yaitu PT. Wastec International, Cilegon. Sedangkan untuk
pengolahan limbah cair dilakukan di PT. Actavis Indonesia dengan cara
mengalirkan dan mengolah limbah cair melalui 4 kolam. Teknik pengolahan
limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan
biologi. Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui pemecahan
cincin beta laktam terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2% hingga didapatkan
pH 9-10, barulah kemudian dilakukan pengolahan seperti pelaksanaan
pengolahan limbah cair non penisilin.
Pelaksanaan bidang kesehatan bagi karyawan yaitu adanya kegiatan pre
employee medical check up untuk karyawan baru dan juga ada kegiatan
pemeriksaan medical check up berkala yaitu 2 tahun sekali untuk seluruh
karyawan. EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja. Setiap kecelakaan
kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melalui formulir yang tersedia. Tujuan
pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan
berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


88

Dalam menjamin keselamatan kerja, pada tiap departemen memiliki petugas


P3K dan floor warden yang telah mengikuti pelatihan untuk penanganan kondisi
darurat. Selain itu, PT Actavis Indonesia juga memiliki Panitia Pembina
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) dimana kegiatannya dilaporkan setiap
3 bulan ke Depnaker. Untuk pencegahan kebakaran, PT. Actavis Indonesia
dilengkapi dengan fire system alarm, detektor panas, sistem hydrant (APAR dan
APAB) serta adanya safety cabinet untuk cairan yang bersifat mudah terbakar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. PT Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP
Eropa untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan
dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Hal ini
dibuktikan dengan diperolehnya 14 sertifikat CPOB dari BPOM,
sertifikasi European GMP dari Health Care Inspectorate (The
Netherlands) untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin
maupun non penisilin, cair, dan semi padat, dan sertifikat GMP untuk
beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian
Authority.
2. Profesi apoteker di PT. Actavis Indonesia memiliki peranan yang
penting sebagai tenaga profesional farmasi antara lain sebagai direktur
operasional, kepala departemen SCA, manajer departemen produksi,
manajer departemen QA, dan manajer departemen QC.

5.2. Saran
1. Penyimpanan dokumen di ruang penyimpanan hendaknya dikelola
dengan baik. Serta adanya penambahan ruang penyimpanan dokumen
karena ruang penyimpanan dokumen yang ada sudah tidak mencukupi
lagi.

89 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2009). Petunjuk Operasional


Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI.

Departemen Kesehatan RI. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan


No.245/Menkes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah


1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta.

Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta:


Global Pustaka Utama.

PT. Actavis Indonesia. (2011). Site Master File 10th Edition. Jakarta: PT Actavis
Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Vendor Qualification. Jakarta : PT. Actavis
Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta : PT.
Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta : PT.
Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta : PT.
Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Change Control (Kontrol Perubahan).


Jakarta: PT. Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Training. Jakarta : PT. Actavis Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan
Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis
Indonesia.

90 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


LAMPIRAN

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


92

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN PERIODIC PRODUCT REVIEW (PPR)


TRAMADOL 50 MG KAPSUL
DI PT. ACTAVIS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

INAYATUL WAHYUNI, S.Farm.


1306502522

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1. Ketentuan Umum Periodic Product Review ........................................ 3
2.2. Isi Periodic Product Review ................................................................ 4
2.3. Pelaporan Periodic Product Review .................................................... 7
2.4. Pemusnahan Periodic Product Review ................................................ 8
BAB 3. METODE PELAKSANAAN .............................................................. 9
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .......................................................... 9
3.2. Prosedur Pelaksanaan ........................................................................... 9
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 10
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 14
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 14
5.2. Saran ..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15

ii

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1. Data Analisa Tramadol 50 mg kapsul ........................................... 10
Tabel 4.2. Data In Process Control Tramadol 50 mg kapsul ......................... 11

iii

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Industri farmasi merupakan suatu industri yang kompleks, dilihat dari
banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi, dimulai dari pendirian, perizinan,
proses produksi, pendistribusian, hingga akhirnya penyerahan produk (obat) ke
pasien. Ketika produk dilepas ke pasaran, industri farmasi bertanggung jawab
melakukan pengkajian mutu produk agar efikasi, kualitas, dan keamanan obat
tersebut terjamin dan digunakan sesuai fungsinya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Untuk mengatur agar industri farmasi menghasilkan
produk obat yang berkualitas dan tetap pada spesifikasi yang telah ditentukan,
diperlukan pedoman seperti CPOB (Cara Pembuatan Obat Baik), cGMP (current
Good Manufacturing Product), dan lainnya.
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
spesifikasi produk. Salah satu cara dalam untuk menjamin mutu obat adalah
dengan dilakukannya pengkajian mutu produk. Dalam CPOB disebutkan bahwa
industri farmasi harus melakukan pengkajian mutu produk harus secara berkala
dan dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan
tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan
awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk
dilakukan secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan,
dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya.
Di PT. Actavis Indonesia, pengkajian mutu produk atau yang lebih dikenal
dengan Periodic Product review (PPR) merupakan tanggung jawab dari
departemen Quality Assurance (QA), mulai dari persiapan, koordinasi,
pelaksanaan, hingga pendistribusian laporan PPR ke departemen lainnya. PPR ini
bertujuan untuk membuktikan konsistensi proses produksi, memenuhi syarat

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


2

spesifikasi produk, menggambarkan trend, dan mengidentifikasi perbaikan produk


dan proses jika dibutuhkan, serta memenuhi syarat registrasi produk.
Berkaitan dengan pentingnya pembuatan laporan PPR tersebut, maka pada
laporan praktek kerja profesi apoteker (PKPA) ini, penulis melakukan pembuatan
laporan PPR produk di PT. Actavis Indonesia.

1.2. Tujuan
Dapat membuat laporan Periodic Product Review (PPR) di industri farmasi,
khususnya di PT. Actavis Indonesia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Periodic Product Review (PPR) merupakan evaluasi yang dilakukan


minimal setahun sekali untuk semua proses produksi, ditinjau secara sistematis
dan dapat menggambarkan produk yang diproduksi telah memenuhi syarat
kualitas dan spesifikasi yang ditetapkan, dan juga untuk menggambarkan trend
serta mengidentifikasi perbaikan terhadap produk dan proses jika dibutuhkan.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan
untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya
dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil
kajian ulang sebelumnya (CPOB, 2012).

2.1. Ketentuan Umum Periodic Product Review


Laporan PPR dibuat setelah jangka waktu satu tahun dari bulan dimana bets
pertama dari setiap produk diproduksi. Misalnya bets pertama dari produk A
diproduksi 28 September 2013, maka laporan pengkajian mutu produk akan
dibuat dari periode 28 September 2013 – 27 September 2014.
Produk yang menjadi target PPR yaitu produk ekspor, lokal, toll-in, dan toll-
out. Untuk produk toll-in dan toll out, laporan dibuat oleh pihak ketiga atau sesuai
perjanjian dari kedua pihak. Laporan PPR dapat dibuat setelah jangka waktu dua
atau tiga tahun apabila produk hanya diproduksi dalam jumlah kecil, misal hanya
satu sampai dua bets produk pertahunnya karena data yang dibutuhkan kurang
sehingga perlu ditambahkan data produk tahun berikutnya. Laporan PPR yang
singkat juga harus dibuat ketika tidak ada bets yang diproduksi atau produk telah
dihentikan selama periode evaluasi pengkajian mutu produk.
Pembuatan PPR untuk produk yang diproduksi dalam jumlah yang banyak
(contohnya mencapai 500 bets), pembuatan PPR dapat dilakukan beberapa kali
dalam 1 tahun. Hal ini bertujuan agar grafik tren jelas dan data tidak menumpuk.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


4

Bagian yang dievaluasi meliputi data stabilitas, keluhan, kontrol perubahan,


deviasi, dan penarikan kembali.
Pembuatan PPR didasarkan pada kelompok formula/proses dengan
ketentuan bahwa kelompok produk dengan formula dan proses yang sama, maka
PPR produk dapat digabungkan dan dibahas pula perbandingan hasil analisa.
Laporan PPR harus tersedia maksimal tiga bulan sejak periode pengkajian mutu
produk tersebut. Apabila lebih dari tiga bulan maka harus ada alasan yang jelas.

2.2. Isi Periodic Product Review


PPR dibuat berdasarkan data in process control (IPC) selama proses
produksi, hasil proses produksi, hasil analisa produk jadi dari departemen
pengawasan mutu, data stabilitas, data dari Scientific Affair serta data pendukung
lainnya seperti deviasi, penolakan, keluhan, kontrol perubahan, produk kembalian,
penarikan kembali, validasi, dan kesepakatan teknis.
Dalam menyusun laporan PPR, Quality Assurance (QA) harus
mengumpulkan data yang sebagian dapat diambil dari sistem dan sebagian
dikumpulkan secara manual ke departemen lain. Pada departemen QA, data yang
dikumpulkan yaitu data deviasi terhadap produk tersebut yang terjadi pada
periode PPR serta hasil investigasi dan efektifitas tindakan perbaikan dan
pencegahan (CAPA); bets produk yang ditolak; keluhan terhadap produk tersebut
yang diterima pada periode PPR; usulan perubahan proses/formula, alat,
spesifikasi dan metode analisa, bahan baku, bahan kemas yang terkait kualitas
produk; data produk kembalian yang terjadi pada periode PPR; data penarikan
kembali produk; data validasi proses yang sudah dilakukan terhadap produk
tersebut; data validasi metode analisa yang sudah dilakukan pada produk tersebut;
ringkasan yang mencakup penilaian status CAPA PPR periode sebelumnya dan
membuat CAPA sebagai hasil dari pembahasan PPR dan ringkasan yang dibuat
berdasarkan data serta pembahasan dari departemen produksi, QC, Scientific
Affair, dan QA. Pada departemen produksi, data yang dikumpulkan yaitu data IPC
produk yang di produksi pada periode PPR. Pada departemen Quality Control
(QC), data yang dikumpulkan yaitu hasil analisa terhadap bets produk yang
diproduksi pada periode PPR, hasil stabilitas produk tersebut, hasil diluar
spesifikasi (OOS) produk tersebut yang terjadi pada periode PPR, kajian bahan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


5

baku dan bahan kemas yang berisi informasi tentang daftar bahan baku dan bahan
kemas serta informasi pemasoknya. Pada departemen Scientific Affair, data yang
dikumpulkan yaitu status variasi Marketing Authorisasi dan komitmen post
marketing yang dilakukan selama periode PPR.
Setelah data dikumpulkan, QA hanya menuliskan parameter pemeriksaan
dan hasil yang didapatkan dalam form yang telah disediakan. Kemudian QA akan
membuat ringkasan terhadap isi dari PPR dan menambahkan pembahasan
mengenai status tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan (CAPA) PPR
periode sebelumnya. Pembahasan yang diberikan pada PPR juga mencakup
penilaian terhadap trend data. Apabila pada periode PPR tersebut bets yang
diproduksi kurang dari 10 bets, trend data dapat ditambahkan dari PPR periode
sebelumnya.
Contoh format laporan PPR (SOP Periodic Product Review, 2014):
1. Halaman pengesahan
2. Deskripsi produk
3. Periode
4. Jumlah bets
5. Hasil pengujian IPC dan produk jadi
6. Tinjauan terhadap bahan baku dan bahan kemas
7. Tinjauan terhadap keluhan bahan baku dan bahan kemas
8. Analisis Statistika
9. Pemeriksaan tahunan sampel tertinggal (retained sample)
10. Proses tambahan
11. Pengkajian deviasi dan investigasi
12. Hasil di luar spesifikasi dan investigasi produk terkait
13. Keluhan
14. Kegagalan bets
15. Tinjauan kontrol perubahan
16. Produk kembalian
17. Penarikan produk
18. Stabilitas
19. Prosedur validasi, kalibrasi, dan pencegahan dan perawatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


6

20. Variasi terhadap otorisasi pemasaran (termasuk perjanjian


pascapemasaran)
21. Kesepakatan teknis
22. Rekomendasi, tindakan perbaikan, dan pencegahan yang tertunda dari
laporan PPR periode sebelumnya.
23. Komentar dan tindakan yang dibuat oleh manajer produksi, manajer QC,
manajer Marketing Autorisasi, dan manajer QA.
24. Lampiran

Berdasarkan CPOB, laporan pengkajian mutu produk hendaklah meliputi


paling sedikit :
a. kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru;
b. kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil
pengujian produk jadi;
c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan;
d. kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan;
e. kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisis;
f. kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk
ekspor;
g. kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren
yang tidak diinginkan;
h. kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat
yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah
dilakukan;
i. kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau
peralatan yang sebelumnya;

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


7

j. kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang


baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan
pendaftaran;
k. status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata
udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain;
l. kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu
mutakhir.

2.3. Pelaporan Periodic Product Review


Laporan PPR harus ditinjau dan disetujui oleh kepala departemen produksi,
QC, Scientific Affairs, dan QA dengan tugas sebagai berikut:
a. Memberikan komentar atau alasan atas setiap masalah yang berhubungan
dengan departemennya.
b. Memberikan tindakan perbaikan dan pencegahan sesuai SOP Tindakan
Perbaikan dan Tindakan Pencegahan (CAPA) terhadap produk atau
proses.
c. Manajer produksi, manajer QC, manajer Scientific Affair, dan manajer QA
menandatangani formulir yang telah disediakan.
PPR produk-produk ekspor yang telah dirangkum dan disetujui oleh
departemen QA selanjutnya akan dimintakan komentar dan pernyataan dari
personil yang terkualifikasi di negara tujuan ekspor, apakah laporan PPR dapat
diterima atau sebaliknya. Hal ini dapat disampaikan melalui email atau surat
pengantar PPR. Setelah mendapatkan komentar dari personil terkualifikasi,
departemen QA akan memberikan kesimpulan akhir pada PPR. Temuan
signifikan pada laporan PPR didiskusikan saat rapat khusus PPR. Untuk produk
Toll-in, PPR akan didistribusikan kepada departemen pemastian mutu perusahaan
terkait dan didokumentasikan pada lembar distribusi yang dilampirkan pada PPR
masing-masing produk.
Dalam menyimpulkan isi laporan PPR, QA dapat menggunakan beberapa
pernyataan seperti:
a. PPR menyimpulkan bahwa proses produksi mampu secara
konsisten menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang
telah ditentukan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


8

b. PPR menyimpulkan bahwa proses produksi, pengemasan dan


pengujian produk terkendali, tervalidasi dan sesuai dengan
persyaratan otorisasi pemasaran.
c. PPR meyimpulkan bahwa produk komersial telah tervalidasi dan
dapat diterima untuk melanjutkan proses produksi produk
komersial, berdasarkan penelaahan terhadap bahan baku, bahan
kemas, catatan produk jadi, investigasi produk/ laboratorium,
keluhan pelanggan, pengendalian perubahan, data uji, data stbilitas
dan interpretasi akhir dari hasil analisis, dapat diputuskan
d. PPR menyimpulkan bahwa produk dapat terus diproduksi karena
memenuhi kualitas dan spesifikasi yang telah ditentukan.
Berdasarkan performa produk selama periode pengkajian mutu
produk, maka tidak ada rekomendasi untuk proses produksi dan
spesifikasi produk.

2.4. Pemusnahan Periodic Product Review


Laporan PPR disimpan di departemen pemastian mutu dengan cara tertentu
yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen
selama 6 tahun dan setelah itu dapat dimusnahkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 3
METODE PELAKSANAAN

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Laporan PPR yang disusun berisi tentang pengkajian mutu tramadol 50 mg
kapsul periode 8 Agustus 2013 – 7 Agustus 2014. Periode pengkajian yaitu
selama satu tahun dengan jumlah bets yang dikaji sebanyak 13 bets. Masing-
masing bets memiliki nomor bulk dan nomor kemasan. Produk ini merupakan
produk yang diekspor oleh PT.Actavis Indonesia ke Inggris.

3.2. Prosedur Pelaksanaan


Data diperoleh dari catatan bets produk dan meminta secara langsung dari
departemen produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Data yang
dikumpulkan berupa data active pharmaceutical ingridients (API), analisa produk
jadi, IPC, daftar bahan baku, pengemas dan mesin yang digunkan, data stabilitas
dan data pendukung lainnya seperti deviasi, penolakan produk, keluhan, kontrol
perubahan, produk kembalian, dan nomor registrasi. Data-data tersebut kemudian
di-input secara manual dalam bentuk tabel menggunakan program Microsoft excel
kemudian dievaluasi secara statistik untuk mengetahui nilai rata-rata, standar
deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum. Selain itu, juga dibuat grafik untuk
melihat tren.

9 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan PPR dimulai dari pengumpulan data dari berbagai departemen


dan kemudian di olah secara manual pada Microsoft Excel. Beberapa data
didapatkan dari pengkajian catatan bets. Data API merupakan data mengenai zat
aktif produk yang berisi nomor bets dari bahan baku dan nama pemasoknya untuk
setiap bets. Data API didapatkan dari lembar kerja yang terdapat didalam catatan
bets.
Selain data API, data analisa produk jadi juga didapat dari pengkajian
catatan bets. Data analisa berisi hasil pengujian dari QC dan berisikan informasi
mengenai nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, penampilan fisik
kapsul, identifikasi tramadol dengan menggunakan HPLC, identifikasi tramadol
dengan menggunakan IR, rata-rata berat isi kapsul, kelembapan isi kapsul,
penetapan kadar, disolusi, ketidakseragaman dosis, panjang kapsul, waktu hancur,
dan tes mikrobiologi.
Tabel 4.1. Data Analisa Tramadol 50 mg kapsul
Nomor Bets
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Parameter

Penampilan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Identifikasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tramadol (HPLC)
Identifikasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tramadol (IR)
Rata-rata berat isi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Kelembaban Isi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kapsul
Kadar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Disolusi 30 menit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Ketidakseragaman √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
dosis
Panjang kapsul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

10 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


11

Waktu hancur √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Enterobacteria √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

E.coli √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

P.aeruginosa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Keterangan :
√ : Sesuai spesifikasi
Pada tabel data analisa produk, dapat disimpulkan bahwa 13 bets tramadol
kapsul yang telah diuji memenuhi spesifikasi karena tidak ada data yang
menunjukkan hasil di luar batas yang telah ditentukan pada masing-masing
parameter. Selain itu, pada 13 bets tramadol tidak ditemukan adanya mikrobiologi
pada produk sehingga produk ini aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Pada data In Process Control (IPC), pengujian yang dilakukan tidak jauh
berbeda dengan pengujian untuk data analisa produk. Pada data IPC berisi
informasi mengenai nomor bets, ukuran bets, dan hasil pengujian terhadap
penampilan fisik kapsul, berat rata-rata kapsul kosong, berat rata-rata isi 20
kapsul, berat rata-rata 20 kapsul terisi, keseragaman berat isi kapsul, keseragaman
berat kapsul terisi, panjang kapsul, waktu hancur, hasil pengisian, dan hasil
pengemasan.
Tabel 4.2. Data In Process Control Tramadol 50 mg kapsul
Nomor Bets
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Parameter

Penampilan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Berat rata-rata √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kapsul kosong
Berat rata-rata isi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
20 kapsul
Berat rata-rata 20 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kapsul terisi
Keseragaman berat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
isi kapsul
Keseragaman berat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kapsul terisi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


12

Panjang kapsul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Waktu hancur √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Hasil pengisian √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Hasil pengemasan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Keterangan :
√ : Sesuai spesifikasi
Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tramadol 50 mg kapsul telah
memenuhi persyaratan dan tidak ada data yang menunjukan data di luar
spesifikasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa produk ini layak untuk dipasarkan.
Kemudian data analisa produk dan data IPC diolah secara statistik untuk melihat
nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standar deviasinya. Selain itu,
data ini juga dibuat grafik untuk melihat trennya.
Pada PPR juga terdapat informasi tentang penyimpangan yang terjadi pada
periode pembuatan PPR. Dari data 13 bets tramadol 50 mg kapsul yang dikaji
tidak terdapat data yang menunjukan penyimpangan sehingga pada laporan PPR
periode ini tidak ada data penyimpangan yang dilaporkan.
Data kontrol perubahan merupakan data perubahan yang terjadi dari awal
produksi sampai akhir proses produksi tiap bets tramadol. Beberapa perubahan
yang terjadi selama proses produksi tramadol 50 mg kapsul antara lain adanya
perubahan deskripsi Avicel pH 102 menjadi Mycrocrystalline cellulose type 102,
dan adanya perubahan format tabel pada master batch record. Selain itu juga
terdapat data keluhan yang terjadi selama periode PPR. Keluhan ini umumnya
berasal dari konsumen. Pada periode ini tidak adanya keluhan dari konsumen
terhadap produk tramadol 50 mg kapsul. Selain itu, pada PPR juga terdapat data
mengenai bahan baku, bahan kemas, dan peralatan yang digunakan selama masa
produksi. Pada data ini juga berisi mengenai informasi mengenai nomor item dan
nama pemasok dari bahan baku dan bahan kemas.
Pengkajian data stabilitas produk bertujuan untuk mengetahui waktu
simpan dari setiap bets produk tramadol 50 mg kapsul. Pengujian stabilitas yang
dilakukan harus memperhatikan kondisi iklim dari negara dimana produk tersebut
akan dipasarkan. Produk tramadol 50 mg kapsul akan diekspor ke Inggris,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


13

sehingga kondisi penyimpanan uji stabilitas jangka panjang dan stabilitas untuk
proses validasi disesuaikan dengan kondisi iklim dari negara yang dituju. Kondisi
pengujian ini dilakukan pada suhu penyimpanan 25°±2°C dengan kelembaban
65±5% dan pada suhu 30°±2°C dengan kelembaban 75±5%. Uji stabilitas jangka
panjang tramadol 50 mg kapsul dilakukan tiga bulan hingga bulan ke 12, setiap
enam bulan untuk tahun kedua, dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa
edar produk. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memastikan bahwa kualitas
produk tetap konsisten dan memenuhi persyaratan selama masa edar yang
ditentukan. Sedangkan uji stabilitas untuk proses validasi dilakukan setiap 12
bulan sekali sepanjang masa edar yang ditentukan dengan tujuan untuk
memastikan bahwa produk masih tetap konsisten pasca pemasaran dan dilakukan
minimal pada satu bets produk pertahunnya. Paramater yang digunakan untuk uji
stabilitas ini yaitu penampilan fisik produk, waktu hancur, penetapan kadar,
senyawa pencemar, serta kontaminasi mikrobiologi. Data-data yang terkumpul
kemudian dibuat grafiknya, minimal dengan menggunakan tiga data termasuk
data awal dan akhir pengujian. Hasil uji stabilitas jangka panjang untuk validasi
dan uji stabilitas produk yang telah dipasarkan tramadol 50 mg kapsul memenuhi
kriteria penerimaan parameter yang ditentukan. Hal ini membuktikan bahwa
produk ini aman dan layak dipasarkan karena kualitas produk terbukti konsisten
selama masa edar.
Berdasarkan PPR, tramadol 50 mg kapsul telah memenuhi syarat kualitas
dan spesifikasi yang ditetapkan, mulai dari spesifikasi bahan awal, bahan kemas,
dan produk jadi, dan telah memenuhi syarat aspek pengkajian yang terdapat dalam
CPOB seperti kajian terhadap pengawasan proses produksi, kajian terhadap
penyimpangan, kontrol perubahan, keluhan, kajian pemantauan stabilitas dan tren
yang tidak diinginkan, kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan
penarikan obat, kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau
peralatan yang sebelumnya, kajian terhadap komitmen pasca pemasaran, status
kualifikasi peralatan dan sarana yang terkait, dan kajian terhadap Kesepakatan
Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Produk tramadol 50 mg kapsul telah memenuhi syarat aspek pengkajian
yang dipersyaratkan dalam CPOB seperti pengkajian terhadap bahan awal dan
bahan kemas, pengawasan selama proses produksi, penyimpangan, perubahan
proses atau metode analisis, variasi dokumen registrasi, hasil uji stabilitas, produk
kembalian, keluhan dan penarikan obat, tindakan perbaikan, komitmen pasca
pemasaran, serta status kualifikasi peralatan dan sarana yang terkait.

5.2. Saran
Catatan bets sebaiknya disimpan secara rapi dan teratur serta sesuai dengan
label yang tertera pada bantex untuk memudahkan pengumpulan data dalam
penyusunan PPR.

14 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia.

PT. Actavis Indonesia. 2014. SOP Periodic Product Review. Jakarta : PT. Actavis
Indonesia.

15 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai