ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
ii
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas
berkat rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia yang dilaksanakan pada
periode 6 Oktober sampai dengan 28 November 2014. Penulisan Laporan ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia dan
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mendapatkan
gelarApoteker.
Kegiatan dan laporan PKPA ini dapat berjalan dengan baik atas kerjasama
dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih atas kesempatan, bimbingan serta kerjasama yang telah diberikan selama
maupun setelah masa pelaksanaan PKPA, kepada:
1. Bapak Andreas Halim sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia
2. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis
Indonesia
3. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT.
Actavis Indonesia
4. Ibu Riska Lestari sebagai Manager Quality Assurance PT. Actavis
Indonesia.
5. Mbak Sari Yuliana, Mbak Suchi Rahmadani, Mbak Stephany Vemira,
Mbak Afrisa Nurhayati, Mas Wahyu Hermawan, Mas Yudho Prabowo,
Mas Martrianto, Mutiara Jiwa Iskartama, Shinta Ayu Nurfaradilla, Dyah
Ayuwati Waluyo, Astri Kania Agustini, Lala Nurgayatin, dan seluruh staf
PT. Actavis Indonesia.
6. Dr. Mahdi Jufri, M.Si. sebagai dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia
7. Dr. Hayun, M.Si., Apt sebagai Ketua Program Profesi Apoteker
Penulis
Desember 2014
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia bertujuan untuk
memahami dan menilai bagaimana penerapan aspek-aspek Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) dalam suatu industri farmasi serta memahami tugas dan peran
profesi apoteker di industri farmasi. Tugas khusus bertujuan untuk memahami
cara pembuatan laporan Periodic Product Review (PPR) sediaan Tramadol 50 mg
kapsul yang ditinjau secara sistematis dan dapat menggambarkan produk yang
diproduksi telah memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang ditetapkan, dan
mengidentifikasi tindakan pencegahan dan perbaikan (CAPA) terhadap produk
dan proses jika dibutuhkan.
Kata Kunci : PT. Actavis Indonesia, peran Apoteker, Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB), Product Periodic Review
Tugas umum : viii + 92 halaman; 1 tabel; 1 lampiran
Tugas khusus : ii + 15 halaman; 2 tabel
Daftar Acuan Tugas Umum : 13 (1990-2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 2 (2012-2014)
viii
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
ABSTRACT
ix
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ........................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................ vii
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ....................................................................... 3
2.1 Industri Farmasi ...................................................................... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik .............................................. 5
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .................................................................... 14
3.1 Sejarah PT. Acatavis Indonesia ............................................... 14
3.2 Visi dan Misi ........................................................................... 15
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas ....................................................... 15
3.4 Sarana Penunjang ................................................................... 16
3.5 Produk dan Sertifikat GMP ..................................................... 17
3.6 Struktur Organisasi ....................................................................... 18
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 76
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 89
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 89
5.2 Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 90
LAMPIRAN ................................................................................................. 91
x
Halaman
Tabel 3.1 Perbedaan n1 dan n2 .................................................................... 36
xi
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia ............................. 92
xii
1 Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi ini bertujuan untuk:
a. Memahami penerapan CPOB di PT. Actavis Indonesia.
b. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di industri
Farmasi diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja
yang sesungguhnya.
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Sebelum memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, suatu perusahaan harus
melewati tahap persetujuan prinsip yang diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Persetujuan prinsip diberikan
kepada industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan dan
usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi peralatan, dan lain-lain
yang diperlukan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama
jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan wajib
menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Setelah melaksanakan tahap persetujuan prinsip, industri farmasi dapat
mengajukan permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi
diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan
oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya
selama industri tersebut memproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk
industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. Industri farmasi dapat
membuat obat secara kontrak kepada industri farmasi lain yang telah menerapkan
CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan
paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi
persyaratan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi
penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan,
dan mutu obat.
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan jumlah dan nilai produksinya
sekali dalam enam bulan dan laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam
Universitas Indonesia
2.2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah
sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu
tinggi. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi
dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personel yang
terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan
dipantau secara cermat.
Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan
Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi
Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan
terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan
Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi.
Universitas Indonesia
2.2.2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personel hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Seluruh personel harus memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur
organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi
penanggungjawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh
didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi
yang memadai.
Struktur organisasi perusahaan disusun dengan baik sehingga bagian
produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang
berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-
masing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk
Universitas Indonesia
2.2.4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan didesain dan
dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan
dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan
reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan didesain sedemikian rupa agar
mudah dibersihkan. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.
Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau
pencemaran. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk.
Universitas Indonesia
antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang
bersentuhan dengan produk.
2.2.6. Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk
yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar (registrasi). Produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang
kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis
dan bila perlu dicatat. Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi
proses (pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; sistem penomoran
bets/lot produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku
obat; pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk
obat jadi; monitoring; dan dokumentasi.
Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan
dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label
pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang
digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Semua prosedur
produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya didokumentasikan. Perubahan yang
penting dalam proses, baik itu penggantian alat maupun penggantian asal bahan
baku, hendaknya dilakukan validasi ulang. Hal ini untuk menjamin bahwa
perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan.
Universitas Indonesia
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis
yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang
dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan
dan produk serta metode pengujiannya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2.10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat
penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian
lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.
Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat.
Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
14 Universitas Indonesia
semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rectal tube. Produk-
produk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, jugadipasarkan untuk pasar
luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT. Actavis Indonesia mempunyai
sistem manajemen terintegrasi bersertifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan
OHSAS 18001:2007.
berlokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat berdiri
diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik di dalamnya, dengan 40% dari
luas area digunakan untuk area produksi, dan sisanya digunakan untuk fasilitas
lainnya.
Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu :
a. Gedung produksi penisilin non steril (Beta Lactam Facility)
b. Gedung produksi non penisilin dan cair (Multi Product Facility)
c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility)
d. Gudang bahan baku dan bahan kemas
e. Gudang produk jadi
f. Gedung engineering dan workshop
g. Laboratorium Pengawasan Mutu dan laboratorium pengembangan
produk (Product Development)
h. Perkantoran (bagian Pemastian Mutu, personalia, dan keuangan)
i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga
tekanan udara positif didalam ruang pertama.
b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki
tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang.
c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki
tekanan udara positif terhadap ruang kedua.
Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur
udara antara area F dengan area E.
Kegiatan departemen Produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari
bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian
PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist
sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk
pelaksanaan produksi. Departemen Produksi melaksanakan produksi dibawah
pengawasan Pengawasan Mutu (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke
ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya
dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor.
Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Catatan Bets, yaitu
mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data
penimbangan bahan baku,daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi,
catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu
pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder.
Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus
sesuai dengan yang ada di dalam catatan betsdan tercatat di dalam catatan bets.
Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua
mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama
pembersihnya, tanggal pembersihan,nama alat, produk sebelumnya, nomor batch
produk sebelumnya dan berlaku sampai kapan.
Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan
harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan.
Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang
Universitas Indonesia
dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal
dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah
terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan
yang tidak semestinya.
Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas
dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin
Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu:
a. Pembersihan antar produk (Major Cleaning)
Merupakan proses pembersihan yang dilakukan apabila memproduksi
produk yang berbeda dari sebelumnya dan produk sama yang telah di
produksi 5 batch berturut-turut.Pembersihan dilakukan secara total agar
produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya.
b. Pembersihan antar bets (Minor Cleaning)
Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu
dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu
dengan bets berikutnya dengan kekuatan berbeda untuk produk yang sama
maksimal 5 batch berturut-turut.
c. Pembersihan akhir hari
Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja.Status
pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus
didokumentasikan di dalam catatan bets dan logbook. Selain itu, kegiatan
pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti
pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan
suhu, pemantauan relative humidity (RH), pemantauan mikroba, dan
pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh
bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap
satu minggu sekali dan dilakukan pengambilan sampel oleh petugas dari
departemen Pengawasan Mutu.
Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi
akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen Pengawasan Mutu.
Pengambilan sampel dilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia,
Universitas Indonesia
serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang
diedarkan dimasyarakat.
200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven dan IBC Bin Blender Servolift
(kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebutdapat digunakan untuk proses
granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan
spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi skala
kecil untuk melakukan proses uji coba maupun proses produksi dalam
jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi skala kecil terdapat beberapa mesin,
yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan,
Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40
kg.
Setelah proses granulasi selesai, dilakukan proses penambahan fase luar
dan proses pencampuran terakhir, dilakukan menggunakan mesin IBC Blender
Servolift. Produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang
WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In
Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara
(granulat) yaitu pemeriksaan kadar air pada granulat yang dihasilkan dan berat
hasil granulasi. Pengujian laju alir, keseragaman kandungan, dan distribusi ukuran
partikel tidak dilakukan karena semua proses produksi yang dilakukan sudah
tervalidasi. Granul yang sudah siap untuk dicetak dimasukkan kedalam ruang
pencetakan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet
yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20
(kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S(kapasitas 31 station), dan Manesty BB4
(kapasitas 27 station), Fette Compacting 1200i (kapasitas 24 station). Untuk
mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-100N dan Sejong SF-
100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula tiga
mesin penyalut tablet/coating, yaitu NicomacElite-100 (kapasitas maks. 100 liter),
Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) dan Ohara Film Coating
Machine (kapasitas maks. 100 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan
proses penyalutan.
Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar
kerja/MPPCR untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet
atau kapsul dikirim ke bagian Pengawasan Mutu untuk dilakukan pemeriksaan
terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya
Universitas Indonesia
siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang
saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai
dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam
bentuk blister. Mesin yang terdapat pada line 1 sampai dengan 3 adalah Googer,
Hoong-A, Uhlman B12. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada
line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas
secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan
bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Mesin yag terdapat
pada line tersebut adalah Uhlmann AHS 80, Siebler 90, dan MST Marchesini.
Pada line 8 dilakukan proses pengemasan tablet ke dalam kemasan botol plastik
dengan menggunakan mesin Autopacker. Mesin-mesin yang digunakan pada
proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan
untuk mengemas produk tablet maupun kapsul.
Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi cair.
Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan sirup.
Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses
produksi dilakukan dengan cara pelabelan terlebih dahulu pada kemasan tube dan
kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Pada
line ini mesin yang digunakan adalah Comadis C960 Imaje. Untuk sediaan berupa
sirup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu
pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki
pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk
untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan
2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000
liter, dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter dan tiga buah
tangki penyimpanan dengan kapasitas 500 liter. Untuk proses penangas air dan
pendingin air purified water maka menggunakan Bowling Vessek 200 liter.
Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH.
Sediaan sirup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan
kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol
dengan menggunakan mesin Filling dan Capping Tamaru. Untuk sediaan cair
yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa
Universitas Indonesia
pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque) dan
kebocoran. Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke
dalam box.
Universitas Indonesia
udara dan tekanan udara dalam ruangan yang bersih. Selain itu, fasilitas beta
laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri.
Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet,
kapsul dan sirup kering. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan
tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer
untuk sediaan tablet, kapsul dan sirup kering. Produksi sediaan solid di fasilitas
beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama
dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF).
Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan
pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan
TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif
golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas
beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada
ruang dispensing di MPF.
Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan
dan tamu, dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas
betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk
digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamuyang
akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan
menggunakan sabun khusus (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu
di Area Produksi BLF, 2013), yang bertujuan untuk memecah cincin beta laktam.
Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik
sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara
terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih
dahulu, sampah direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam
(SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan
terhadap seluruh bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan
di ruang cuci area BLF.
sepatu untuk black area, baju seragam lengkap dengan penutup kepala), toilet dan
tempat cuci tangan, ruang administrasi, area pengemasan sekunder, printing room
dan airlock untuk bahan kemas sekunder atau produk jadi. Grey area terdiri dari
ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu grey area dan lengkap
dengan masker dan penutup kepala), area pencampuran, area pengisian, WIP,
ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di grey area adalah
18-25°C; RH maksimal 75%.
Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak
dan fase air dalam tangki pencampur. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki
hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase
minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara
divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70°C, pada
bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam).
Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dicampur langsung atau
didispersikan ke dalam fase krimnya. Setelah proses pencampuran selesai
dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan,
suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35°C dan untuk membantu
proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki.
Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan
untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya
busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian.
Setelah massa krim dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu
dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum.
Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label produk
ruahan (warna ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu
sampai massa krim terbentuk sebelum dilakukan proses pengisian ke dalam tube.
Pada proses pengemasan primer, dilakukan pengisian produk ke dalam
tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan,
serta pemeriksaan kebocoran tube. Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube,
setiap 15 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin
dan ketepatan pengisian. Pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada
Universitas Indonesia
cetakan nomor bets, label, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan primer
dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum bahan kemas sekunder digunakan,
dilakukan pencetakan nomor bets, HET/tube, mfg tanggal dan tanggal kadaluarsa.
Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas
kerja.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Uji di Luar Spesifikasi (HULS). Penyebab HULS dapat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses
(kesalahan operator, kegagalan alat produksi, atau kesalahan pengambilan sampel)
serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi.
Langkah yang dilakukan jika terjadi HULS yaitu:
1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahan di laboratorium dan
kesalahan pengambilan sampel, misalnya preparasi sampel, pengenceran,
perhitungan, peralatan yang tidak terkalibrasi dan lain-lain.
2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan investigasi
diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-data lain, atau
kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi.
Apabila terjadi HULS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan
adalah melakukan investigasi kesalahan laboratorium dan menyiapkan laporan
tertulis mengenai hasil investigasi. Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai
hasil pemeriksaan yang diperoleh, antara lain:
1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang
sudah rilis.
2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau
analis yang berbeda.
3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan metode uji dan
metode kompendial.
Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan
investigasi ke proses produksi mengenai asal dan penyebab utamanya. Setelah
penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan
tindakan pencegahan (preventive action) oleh Pemastian Mutu. Bila hasilnya
masih menyimpang baik itu HULS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat
laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation).
Universitas Indonesia
bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan program stabilitas untuk
produk obat yang merupakan obat non beta laktam.
Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas
pengambilan sampel bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor
Pengambilan Sampel dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan
baku melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang
diterima tersebut dengan daftar yang tersedia. Sampel dan daftar diperiksa
kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama
sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama
analis, semua dicatat pada log book yang tersedia.
Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat
dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika
sampel tidak langsung dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan
tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai
jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak
produksi. Ruang penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga
melalui pemantauan suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari
sampel. Bahan baku yang telah di sampling oleh QC diberi label “QC Hold”.
Setiap hasil analisis ditinjau kembali oleh Quality Control Supervisor atau
Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem QAD. Hal-hal
yang ditinjau meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor bets seluruh parameter
yang dianalisis, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah ditinjau
oleh supervisor selanjutnya laporan analisis diserahkan ke manajer laboratorium
untuk melalui otorisasi sehingga bahan baku dapat ditampilkan (release) pada
QAD dan mencetak label berwarna hijau “APPROVED” yang merupakan
penandaaan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses
produksi. Namun apabila setelah ditinjau ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya
dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia peralatan yang
digunakan maupun prosedur pengambilan sampel. Berdasarkan hasil investigasi
kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan
Universitas Indonesia
terhadap status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak maka dibuatkan
label merah “REJECTED”.
Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya
pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi
juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan daftar
pengambilan sampel, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses
analisis sesuai yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan
sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang
diperoleh di tinjau oleh supervisor kemudian diberikan kepada manajer
laboratorium untuk diotorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk
hingga laporan keluar maksimal selama 7 hari.
b. Laboratorium Kimia BLF (BLF Chemical Laboratory)
Laboratorium kimia BLF dipimpin oleh seorang supervisor laboratorium
yang dibantu 2 orang analis. Pada laboratorium kimia BLF dilakukan segala
proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan
program stabilitas untuk produk-produk yang mengandung cincin beta laktam.
Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum,
hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak
mencemari produk lainnya yang merupakan obat non beta laktam.
c. Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologi dikepalai oleh seorang group leader dibantu
oleh dua orang analis. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan
uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan, maupun
obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan uji potensi
pada antibiotik dan vitamin. Laboratorium biologi juga membantu dalam proses
validasi dalam hal pemantauan mikroba dalam ruangan produksi.
Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan
lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium
mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara permukaan maupun uji
kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus
diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar
Universitas Indonesia
ruang, menggunakan aliran udara laminair air flow, dan biohazard cabinet untuk
bahan-bahan yang toksik.
d. Stability Program and Trend Analysis
Stability Program and Trend Analysis dikepalai oleh seorang supervisor.
Stability Program and Trend Analysis menangani pengujian stabilitas, tindak
lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sudah dipasarkan (on going
stability). Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu
kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi
penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua
cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang.
Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia selain
memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa
karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas
dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan
aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), bets validasi
proses, bets dengan penyimpangan kritis atau mayor, produk transfer, stabilitas
produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 bets
per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product).
Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas,
yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber
tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya
yaitu 40°C ± 2°C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini
dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3
dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan.
Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term
stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV
untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi
pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30°C ± 2°C dan tingkat
kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25°C ±
2°C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan
Universitas Indonesia
setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan
selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan.
Contoh pertinggal diambil dari tiap bets bahan baku (kecuali pelarut dan
cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh
pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan
peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan
sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari konsumen. Sampel
pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat
tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil
contoh pertinggalnya.
Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap bets harus mencukupi
untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada
kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu 15-25°C. Wadah tersebut dapat
berupa botol, wadah plastik atau alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi
label dilengkapi dengan nama bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta
paraf. Contoh pertinggal didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book)
sesuai jenis dan nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan
selama 11 tahun. Jika penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh
pertinggal dapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang sampel
pertinggal dan disimpan di rak berdasarkan nama/kode produk dan jenisnya.
Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang
sampel pertinggal.
Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada
farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European
Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh Departemen Pengembangan
Produk, master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau
pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, ditinjau
oleh Manajer Pengawasan Mutu dan disetujui oleh Manager Pemastian Mutu.
Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam
sistem dan didistribusikan.
Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama
lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan.
Universitas Indonesia
Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen
siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya
akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku.
Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan
disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi.
Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan
sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan
metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope
edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus
disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan
farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika
ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan
limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi.
Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode
analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada
spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru.
Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi terhadap
kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan
perubahan dalam bentuk “Change Control”. Setelah Change Control disetujui,
spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka
departemen Pegawasan Mutu akan memberikan usulan perbaikan untuk
ditinjaklanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective
Action Preventive Action).
e. Sampling and Packaging Material Inspection
Dimulai sejak diterimanya daftar penerimaan barang dari gudang, yang
kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk
keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan
baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan
analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat dirilis atau ditolak.
Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar
dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu pengambilan
Universitas Indonesia
sampel dilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan
waktu tunggu maksimal 5 hari.
Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas
pengambilan sampel. Sebelum melakukan pengambilan sampel, petugas
menerima daftar dari bagian gudang. Selanjutnya petugas melakukan perencanaan
dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah
dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari
semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari
sampel yang telah diambil. Hasil pengambilan sampel kemudian dimasukkan ke
sistem QAD dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi
syarat maka dapat diberikan label “RELEASE”dengan label warna hijau.
Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara
acak. Prosedurnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah
wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung
berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection
Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah
kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin.
No n1 n2
1 Pemasok baru Pemasok lama yang telah terbukti 5
2 Desain baru kali pengiriman lolos inspeksi.
3 Produk baru
4 Pemasok lama yang tidak lolos
inspeksi pada pengiriman
sebelumnya
Bahan kemas yang sedang
diinspeksi tetapi ditemukan cacat
5 lebih besar dari acceptance
number-nya, diambil contoh ulang
sebanyak n2.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kebijakan mutu perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar
sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa
seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan
kebijakan tersebut.
Departemen Pemastian Mutu juga bertanggung jawab dalam
pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di
dalamnya antara lain:
- Kontrol Dokumen meliputi penanganan terhadap dokumen dan APR
- GMP compliance meliputi SOP, pelatihan, keluhan konsumen, penarikan
kembali, audit, CAPA dan Approved Supplier List (ASL)
- Validasi meliputi validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi alat
- Pelulusan produk meliputi penanganan terhadap Non Conformance, Technical
Agreement, dan kontrol perubahan
Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan
tanggung jawab departemen Pemastian Mutu, antara lain sebagai berikut:
a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance
Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam
hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang
sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen
registrasi (Priyambodo, 2007).
Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007):
1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP)
2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi)
3. Catatan pengolahan bets/Catatan pengemasan bets
4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets)
5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, penolakan)
6. Protokol dan laporan validasi
7. Dokumen registrasi
8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mencapai hasil yang diinginkan. Untuk semua prosedur produksi dan analisis
serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk
membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses
pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
PT. Actavis Indonesia memiliki Validation Master Plan (VMP) atau
rencana induk validasi yang di review 3 tahun sekali. Turunan dari VMP adalah
Validation Project Plan (VPP) yang dibuat terpisah untuk masing-masing plant
dan setiap jenis validasi. VPP ini merupakan rencana validasi untuk 6 bulan
hingga 1 tahun ke depan, mengenai info secara umum validasi yang akan
dilakukan dituangkan dalam Validation Plan (VP). Penjelasan lebih detail
mengenai aktivitas validasi yang akan dilakukan, termasuk di dalamnya
pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan, kriteria penerimaan, dan lokasi
pengambilan sampel terdapat di dalam protokol validasi. Sebelum dilakukan
kegiatan validasi, departemen terkait membuat protokol validasi yang akan dikaji
oleh Pemastian Mutu, Pengawasan Mutu, Produksi, Pengembangan Produk, dan
Departemen Teknik. Setelah disetujui oleh Manajer Pemastian Mutu terkait,
kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan.
Beberapa jenis validasi yang dilaksanakan oleh PT Actavis Indonesia, yaitu:
1. Validasi fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang, dengan
melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung
seperti water system, compressed air, HVAC, dll.
2. Validasi alat, meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah
terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis.
3. Validasi metode analisis, dilakukan terhadap produk baru dan bila terdapat
perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode analisis ini barulah
validasi proses boleh dilakukan. Tanggung jawab validasi metode analisa ini
dipegang oleh departemen Pengembangan Produk.
4. Validasi proses, dilakukan terhadap produk baru, alat/mesin baru, perubahan
ukuran bets, perubahan proses produksi serta perubahan pemasok bahan
baku terutama bahan aktif.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dampak minimal atau tidak signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan
atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS.
Perubahan yang menyebabkan perlu dilakukannya kontrol perubahan pada
PT. Actavis Indonesia dikelompokkan dalam beberapa jenis sebagai berikut:
a. Perubahan spesifikasi dan metode analisa
b. Perubahan proses produksi dan formula
c. Perubahan bahan pengemas
d. Perubahan pemasok bahan baku
e. Perubahan dokumen
f. Perubahan alat, bangunan, fasilitas, serta sistem penunjang
g. Perubahan lain-lain yang terkait CPOB
Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk menganalisa
efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sistem kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani
semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan,
prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status
validasi dari sistem, alat, proses maupun produk.
Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam change
management PT. Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan menindaklanjuti
usulan perubahan digunakan software electronic system yang tervalidasi, yaitu
process compliance (proC). ProC ini mencakup perubahan yang ada pada PT.
Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain atau terkait
pelaporan ke pihak luar.
Sebelum memasukkan usulan perubahan ke dalam ProC, change initiator
mengisi dan melengkapi info pada tampilan awal usulan perubahan dalam ProC
dan nomor usulan perubahan dari ProC diinformasikan kepada QA representative.
Bersama dengan change owner, change initiator melakukan persiapan dan
mengkomunikasikan dengan semua departemen terkait sebelum diajukan ke proC.
Usulan perubahan yang diajukan oleh change initiator ke dalam proC ditinjau dan
disetujui/ditolak oleh supervisor apakah usulan tersebut diproses lebih lanjut ke
proC atau tidak melalui konfirmasi dari Pemastian Mutu.
Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait untuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jadwal inspeksi ini dikeluarkan di awal tahun dan jadwal disusun oleh
Pemastian Mutu. Pada jadwal ini berisi bulan akan dilakukan audit, area yang
akan diaudit, dan jadwal audit aktual harus dimasukkan ketika setelah selesai
dilakukan audit. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan
memberitahuauditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri.
Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan
efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan
CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh Produksi (BLF, MPF dan TPF),
engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, Pengawasan Mutu,
Pengembangan Produk (Product Development) dan Pemastian Mutu.Sedangkan
untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1
kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific
Affair dan departemen personalia.
Inspeksi diri yang dilakukan meliputi:
1. Inspeksi di bidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun dan
pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian
Pemastian Mutu.
2. Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety) dilakukan untuk
mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar EHS
perusahaan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara
pelatihan EHS yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari.
Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian EHS.
Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan,
bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan
bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan
dokumentasi. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan
inspeksi diri akan disimpan di Pemastian Mutu yang dapat menjamin keamanan
dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu
dapat dimusnahkan.
Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan
perbaikan (corrective action) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh
pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu
pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur. Setelah ada
keputusan maka Pemastian Mutu akan membuat memo kepada bagian pemasaran
untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi produk yang
bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui
dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk.
Bagian pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon,
telefax dan/atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang
bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera
melaporkan distribusi dari betsyang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang
selanjutnya meneruskan ke bagian Pemastian Mutu. Distributor pusat dan
distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan memberikan laporan sisa
produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada
bagian pemasaran melalui manajer komersial. Bagian pemasaran melalui manajer
penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan
kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM,
maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan.
Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan penarikan kembali, dilakukan
simulasi (mock recall), sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan
kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil ditarik
kembali. Simulasi ini haruslah tidak mengganggu berjalannya proses penjualan
dan harus dipilih produk yang dapat menggambarkan simulasi penarikan kembali.
Mock recall dilakukan minimal 2 tahun. Objek yang sering digunakan adalah
hanya data, tapi dapat pula secara nyata mengumpulkan kembali produk tapi yang
slow moving.
Komite penarikan kembali terdiri atas Direktur Manufacturing, Manager
Sales dan Pemasaran, Mananger Scientific Affair, Manager Produksi, Head of
Quality Operations, Manager Pemastian Mutu selaku koordinator, Qualified
Person, Manager Pengawasan Mutu, dan Manager Medical.
m. Technical Agreement
Technical Agreement merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan
secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap
Universitas Indonesia
bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk.
Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama
dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak (Toll Out
Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll
Manufacturing & Analysis, 2014). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau
laboratorium yang produknya diproduksi dan atau dianalisa oleh penerima
kontrak toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang
menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll.
Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply Agreement, yang
menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan
penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi, bahan
pembantu, maupun bahan aktif (SOP, Toll Manufacturing Business 2014). Di
samping Supply Agreement, tercakup dalam Quality Agreement atau Technical
Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail
mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang
berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk.
Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup:
1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan bahan
kemas, proses produksi, pengawasan selama serta setelah produksi,
penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi, kerusakan produk dan
kesalahan produksi.
2. Deskripsi produk
3. Contact person
4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas
5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas
6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF (Regulatory
Compliance File)/SFP (Specification of Finished Product) untuk produk-
produk ekspor ke site Actavis yang lain.
Universitas Indonesia
terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan yang mendasari proses validasi. Proses
validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur
operasional. Setelah didapatkan metode analisis yang tepat, laporan metode
analisis tersebut digunakan untuk uji stabilitas skala laboratorium untuk
mendapatkan spesifikasi produk jadi. Jika selama uji stabilitas terjadi masalah
terhadap produk jadi, departemen AMD akan kembali menyesuaikan
spesifikasinya. Data spesifikasi produk jadi yang diperoleh dijadikan acuan
mengenai spesifikasi hingga waktu paruh produk.
HVAC
HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air
conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu
lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik
sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria seperti dapat mengatur dan
menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara,
Universitas Indonesia
memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam
ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara.
Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan
fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia,
faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam
ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, yang akan
dikondisikan udaranya serta material pembentuk ruangan, jendela, dan arah
terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol
udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam
pengaturan kualitas udara, aliran udara dan perbedaan antar ruang. Kualitas udara
memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH,
tekanan dan jumlah partikel.
Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi
yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu dapat menghasilkan pertukaran udara >
120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali perkam untuk kelas 10.000, dapat
menghasilkan temperatur ruangan antara 20-20oC, dan kecepatan aliran udara 0,3-
0,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi pada AHU area produksi penisilin, non
penisilin, dan topikal adalah dapat menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per
jam, dapat menghasilkan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai
dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta dapat menghasilkan temperatur
ruangan antara 20-25oC.
Untuk menyaring udara selama proses produksi digunakan HEPA filter
yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan
99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung
kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang
memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara
pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test)
dan pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan
kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek,
yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame dan pada
seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain diluar ruang produksi
misalnya gudang.
Universitas Indonesia
dan digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain : PPMB, LIPI, Balai
Metrologi serta beberapa institusi yang berada di luar negeri.
Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan
suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan
dengan suatu proses, maka alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur
dirancang dengna spesifikasi tertentu , tetapi dengan berjalannya waktu,
karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus,
kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang
diakibatkan karena penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu
dirawat dan dikalibrasi secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat
dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi.
Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah
ditetapkan, semakin sering alat digunakan semakin sering frekuensi kalibrasi
ulang yang harus dilakukan. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang
menunjukkan status kalibrasi harus disimpan sedikitnya 2 tahun. Bila alat ukur
atau instrumen tidak memenuhi syarat maka label yang sesuai dengan kondisi
tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan.
Departemen teknik memiliki gudang spare part dimana pengadaannya
dilakukan dengan memberikan beberapa penawaran dalam bentuk form
permintaan pembelian barang (PPB) kepada Purchasing. Selain itu, departemen
teknik juga memiliki safety cash sendiri yang dapat digunakan dalam keadaan
darurat seperti pembelian spare part yang bersifat urgent. Penggunaan safety cash
ini juga dilaporkan kepada Purchasing.
Universitas Indonesia
Limbah Padat
Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik),
hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk
recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang
atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke
PT. Wastec International untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar
alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar
gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta.
Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
dan juga tidak disalahgunakan.
Limbah Cair
Limbah cair PT.Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian
domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah
domestik PT. Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (sungai
kalibaru/cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan
Universitas Indonesia
limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan
biologi. Pengolahan fisika dan kimia dari limbah cair terpusat pada kolam 1 yang
berfungsi sebagai ekualisasi (mengumpulkan dan meratakan kondisi air limbah),
grease/oil trap (pemisah lemak/minyak serta kotoran yang mengambang),
sedimentasi (jebakan lumpur), dan netralisasi (menetralkan derajat keasaman).
Untuk kolam 1, apabila parameter pH diatas pH 9 maka ditambahkan HCl dan
apabila pH dibawah 6 ditambahkan NaOH sampai mencapai pH 6-9. Tahap
netralisasi ini digunakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pengolahan biologis terpusat pada kolam 2 dan 3. Pada kolam 2 digunakan
2 buah aerator yang dihidupkan secara bergantian, masing-masing aerator
berkekuatan 3 HP (Horse power) yang dihdupkan secara bergatian, sedangkan
pada kolam 3 berfungsi pemoles dan pada kolam ini digunakan 2 buah aerator
berkekuatan 2 HP. Air limbah pada kolam 3 dapat juga digunakan sebagai
reservoir sistem pengendalian kebakaran dan digunakan pula sebagai air penyiram
tanaman. Kolam 4 digunakan sebagai kontrol biologi dengan memelihara ikan.
Untuk pemantauan secara biologis pada kolam 4 dipelihara sejumlah ikan mas.
Bila terjadi penurunan kualitas air yang sering disebabkan oleh naiknya kadar
pencemar seperti Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biologycal Oxygen
Demand (BOD), ikan-ikan akan mati karena kesulitan bernapas (megap-megap)
hal ini disebabkan karena kandungan Disolve Oxygen (DO) turun. Air hasil
pengolahan kolam 4 dilewatkan terlebih dahulu pada saringan yang terdiri dari
filter kemudian digunakan kembali untuk kebutuhan siram taman.
Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika
dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan
terhadap COD, BOD, pH limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua
pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC
laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT Actavis Indonesia untuk
pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan
penampakan visual limbah.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok
dengan PO dari bagian pengadaan yang tertera pada sistem QAD, jika terjadi
perbedaan maka segera dilakukan konfirmasi dengan bagian pengadaan.
Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah
barang yang dipesan, nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal
daluwarsa. Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta sertifikat analisis bahan
baku dan bahan kemas primer.Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang
akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem QAD
dengan status “QUARANTINE” dan disimpan di lokasi kedatangan bahan baku.
Barang yang baru diterima di gudang akan dibuat daftar terlebih dahulu,
kemudian dimasukkan pada sistem dan setelah itu diberi label “QUARANTINE”
berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat daftarpenerimaan
barang yang akan dikirim ke departemen Pengawasan Mutu sebagai acuan untuk
pemeriksaan. Kemudian, inspektur bahan bakudari bagian Pengawasan Mutu akan
melakukan pengambilan contoh bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan
pemeriksaan di laboratorium pengawasan mutu. Selama proses pemeriksaan di
Pengawasan Mutu, bahan baku dan bahan kemas diberi label “QC HOLD”
berwarna kuning dan diberi status “QC HOLD” pada sistem QAD.
Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut
akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi status “APPROVED”
pada sistem QAD. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat
digunakan untuk proses produksi dan ditempatkan pada tempat yang kosong. Jika
hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut
akan diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan
untuk proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan untuk
dikembalikan ke pemasok dan untuk printed material tidak dikembalikan ke
pemasok, namun langsung dimusnahkan.
Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan
penyimpanan masing-masing barang. Untuk material bahan kemas yang telah
tercetak logo PT. Actavis Indonesiadisimpan dalam ruangan yang terkunci.
Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki beberapa kondisi penyimpanan:
Universitas Indonesia
1. Kondisi AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25°C (15-25°C), digunakan
untuk menyimpan bahan kemas primer dan bahan baku yang memiliki persyaratan
penyimpanan pada suhu tersebut.
2. Kondisi non AC
Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30°C, digunakan untuk
menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki
persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut.
3. Lemari pendingin
Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15°C, biasanya digunakan untuk
menyimpan bahan baku vitamin.
4. Lemari penyimpanan psikotropik
Bahan baku psikotropik disimpan di rak terkunci dengan gembok ganda. Satu
kunci dipegang oleh penanggung jawab dan kunci lainnya dipegang oleh petugas
gudang.
5. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah
meledak dan terbakar.
Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk penyimpanan
bahan baku dan bahan kemas level 1-7 digunakan untuk menyimpan bahan baku
dan di atas level 7 digunakan untuk menyimpan bahan kemas. Penentuan area
penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label
atau Certificate of Analysis (CoA), atau berdasarkan rekomendasi dari bagian
kualitas atau Technical Support. Untuk penyimpanan produk-produk cairberada di
bagian bawah. Selanjutnya diinput kedalam sistem QAD.
Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua
kali sehari dan data diambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu
menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu
diukur berdasarkanTemperatur Kinetik Rata-rata (Mean Kinetic Temperature/
MKT) yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu 15-
25°C, jika MKT di atas 25°C harus diadakan analisis risiko; untuk ruangan 25-
30°C, analisis risikodilakukan jika MKT > 30°C, dan untuk lemari pendingin (8-
15°C), analisis risikodilakukan jika MKT > 15°C. Jika perlu, dilakukan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
departemen Pengawasan Mutu. Setelah itu, barang diperiksa oleh petugas gudang
yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka
barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari
produk tersebut.
Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan
packing list yang dikeluarkan oleh bagian keuangan. Dalam hal ini distributor
akan mengirimkan order ke bagian pemasaran yang kemudian akan memasukkan
data pesanan dari distributor ke sistem QAD, setelah itu akan dikeluarkan packing
list-nya oleh keuangan. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari
barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas
gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah
sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang
yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk
mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan
stok barang yang ada di dalam sistem dan mencetak faktursetelah distributor
datang dan melakukan pengecekan produk yang akan diambil dan
menandatangani packing list.
Universitas Indonesia
3.6.7.2.Inventory Control
Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan
pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control
adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan
rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, kapasitas pekerja), stok bahan
baku dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum
order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi.
b. Membuat rencana permintaan bahan baku yang mencantumkan nama produk
beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya.
c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas.
d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk
membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk
ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk
menunjang proses produksi.
e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan
saat berada dalam status QC.
Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari penerimaan order/MO dari bagian
pemasaran/ekspor sesuai dengan aturan pemesanan dari global (4 bulan waktu
tunggu). Selanjutnya dilakukan pembuatan rencana produksi dengan melakukan
MRP pada sistem QAD berdasarkan perkiraan dari bagian pejualan dan
Universitas Indonesia
pelatihan pengetahuan medis dan pengetahuan produk untuk produk baru yang
akan diluncurkan; meninjau materi promosi produk OTC dan ethical, seperti
leaflet, brosur, dan materi promosi di media elektronik; memberikan pelayanan
informasi medis untuk divisi sales & marketing dan pelanggan (literatur, materi
promosi); menjalankan sistem Pharmacovigilance, beserta kegiatan pemantauan
dan pelaporannya; melakukan koordinasi uji BA atau BE apabila dipersyaratkan
oleh Badan POM; dan mendukung bagian regulasi dalam hal melengkapi
dokumen-dokumen yang terkait medis dari produk yang akan di registrasi.
Regulatory Affair Indonesia dipimpin oleh seorang manajer dan membawahi
beberapa supervisor yaitu Regulatory Supervisor Ethical Product; Regulatory
Supervisor Hospital Product; Regulatory Food Suplemen, Cosmetic, OTC,
Variation; dan Local Artwork. Tugas dan tanggung jawab Regulatory Affair
Indonesia berkaitan dengan registrasi produk, dimulai dari mengumpulkan
dokumen yang dibutuhkan, menyiapkan dossier, mengajukan dan menyerahkan
dokumen ke BPOM, kemudian menindaklanjuti tahap registrasi sampai nomor
registrasi produk keluar; melakukan pengembangan kemasan produk yang akan
dipasarkan; membantu bagian Medical Affair dalam meninjau materi promosi;
dan melaporkan perubahan-perubahan yang terjadi pada produk ke BPOM.
Regulatory Affair Export memiliki tanggung jawab yaitu menyediakan
dokumen yang dibutuhkan oleh Regulatory Affair di negara tujuan ekspor (market
site); melakukan pengembangan kemasan produk yang akan di ekspor; dan
mendaftarkan produk ekspor di BPOM untuk mendapatkan nomor registrasi
khusus.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
76 Universitas Indonesia
bahwa PT. Actavis Indonesia telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek
produksinya.
Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Actavis Indonesia membagi beberapa
departemen yaitu Departemen Keuangan, Departemen SDM/Human & Resource,
Departemen Operasional yang membawahi Departemen Mutu (Pengawan Mutu,
Pemastian Mutu dan Pengembangan Metode Analisis), Departemen Technology
Transfer, Departemen Scientific Affairs (SCA), Departemen Teknik (EHS dan
Engineering), serta Departemen Keuangan. Selain itu juga ada bagian bisnis untuk
produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales business yang dikepalai oleh
beberapa manajer.
Perencanaan produksi untuk satu bulan dilakukan oleh bagian Product
Planning and Inventroy Control (PPIC) berdasarkan permintaan dari bagian
Pemasaran/Marketing. Bagian PPIC terdiri dari dua subbagian, yaitu perencanaan
dan pengendalian produksi (Production Planning and Control/PPC) dan
pengendalian persediaan (Inventory Control). PPIC bertanggung jawab dalam
mengatur pesanan yang masuk, baik untuk produk lokal, ekspor, maupun toll
manufacturing. Pesanan dari departemen Pemasaran, ekspor, dan toll
manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand
Supply Communication). PPIC akan membuatan rencana produksi berdasarkan
perkiraan dari bagian pejualan dan pemasaran. Permintaan yang ada disesuaikan
dengan persedian bahan baku, produk ruahan dan produk jadi yang telah tersedia.
Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan
untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat permintaan pembelian
pesanan (purchase order requisition/POR) kepada bagian pembelian. Bagian
pembelian mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke
pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan
memberikan konfirmasi kuantitas dan perkiraan waktu datang ke bagian
pembelian.
Saat bahan baku dan bahan kemas datang, petugas gudang bahan baku harus
melakukan pengecekan fisik dan sistem. Pengecekan fisik meliputi pengecekan
jenis, jumlah, penampilan fisik, dan masa kadaluarsa barang. Pengecekan sistem
meliputi pengecekan nomor PO barang, dan sertifikat analisis. Barang kemudian
Universitas Indonesia
diberi label “QUARANTINE”, dan disimpan pada rak yang tersedia. Untuk barang
yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu, maka diberi
label “QC HOLD”, sedangkan barang yang telah dinyatakan rilis oleh bagian
Pengawasan Mutu, diberi label “APPROVED” serta untuk barang yang ditolak
diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk
dihancurkan atau dikembalikan ke pemasok.
PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada
Departemen Produksi beserta picklist yang berisi formulasi produk/bets dan
routing produksi. Selanjutnya picklist tersebut dikirim ke gudang untuk
penyediaan material untuk kegiatan produksi. Setelah itu, PPIC akan membuat
jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi
berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi, jumlah pesanan, dan ukuran betsdari
produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi
jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat berdasarkan waktu tunggu
dari pesanan. Waktu tunggu pesanan hingga pemenuhan barang berlangsung 4
bulan, pesanan di bawah 4 bulan disebut sebagai abnormal order sehingga PPIC
bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi waktu
tunggu tersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna
membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang
dialami.
Departemen produksi di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian
yaitu pabrik sediaan topical (topical plant facility/ TPF), pabrik sediaan oral
(multy product facility/ MPF), dan pabrik sediaan β-lactam (beta lactam facility/
BLF). Pabrik TPF terbagi dalam dua area yaitu area hitam (black area) dan area
abu-abu (grey area). Pada black area di TPF ini terdapat ruang pencetakan yang
berfungsi sebagai ruang untuk melakukan pencetakan pada pengemas sekunder
dan karton yaitu data nomor bets, tanggal produksi, dan tanggal kadaluarsa.
Pabrik BLF berfugsi untuk memproduksi sediaan dengan bahan aktif
senyawa golongan β-lactam. Pabrik ini memiliki fasilitas tersendiri yang terpisah
dari sediaan lain, seperti gudang dan QC tersendiri yang hanya dipergunakan
untuk produk-produk dalam BLF. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya
kontaminasi silang dengan produk lain dan mencegah timbulnya reaksi alergi
Universitas Indonesia
pada manusia. Untuk itu juga setiap personil yang akan bekerja di BLF ini harus
menjalani tes sensitivitas terlebih dahulu. BLF selain memiliki fasilitas tersendiri
juga dibuat dalam sistem tertutup. Didalam BLF ini juga terdapat kantin
tersendiri, dan setiap personil yang hendak keluar dari area BLF ini harus mandi
terlebih dahulu agar tidak terjadi kontaminasi ke luar BLF sebagaimana yang
dipersyaratkan PT. Actavis Indonesia yaitu β-lactam harus tidak ada (negatif) di
luar area BLF. Pabrik BLF ini juga terbagi menjadi 2 area yaitu black area dan
grey area. Pada black area terdapat ruang pengemasan sekunder, ruang
pencetakan (printing), QC, gudang dan kantin, sedang pada grey area terdapat
ruang timbang (dispensing), ruang granulasi, ruang tableting dan ruang
pengemasan primer.
Pabrik MPF juga terdiri dari black area dan grey area. Black area di MPF
terdiri dari ruang pencetakan dan pengemasan sekunder. Untuk grey area terdapat
ruang penimbangan (dispensing) yang tidak hanya diganakan untuk penimbangan
produk yang akan di produksi di MPF tapi juga untuk produk topikal yang akan
diproduksi di TPF. Ruang penimbangan di MPF langsung terhubung ke gudang
penyimpanan bahan baku melalui sistem airlock. Di grey area MPF juga terdapat
ruang granulasi, ruang tableting, ruang pengisian kapsul (capsule filling), ruang
salut tablet (coating), dan ruang pengemasan primer yang terbagi menjadi dua
jenis yaitu blistering dan stripping, ruang proses cairan (liquid processing) dan
ruang pengisian sediaan cair (liquid filling). Setiap ruang di produksi memiliki
penandaan yang menunjukan status ruangan, yaitu sedang dalam pembersihan
(cleaning) atau dalam aktivitas produksi yang juga terjelaskan dengan keterangan
nama produk yang di buat dan nomor bets.
Seluruh proses produksi dilakukan berdasarkan Master Product and
Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian Pemastian
Mutu. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang
masih atau sedang diproduksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh
Head of Quality Operation. Di dalam MPPCR, tercantum urutan langkah yang
dilakukan untuk satu bets produk, termasuk pengaturan mesin, parameter kritis,
serta hasil IPC.
Seluruh proses ini, mulai dari Work Order Picklist granulasi proses, Work
Universitas Indonesia
Order Picklist produksi bulk, Work Order Picklist pengemasan, daftar periksa
sebelum proses penimbangan, Dispensing card (bahan yang ditimbang sesuai
dengan yang tertera pada dokumen), label bersih timbangan, perhitungan bahan,
urutan bahan yang ditimbang dan beratnya, label penimbangan bahan baku dan
printout hasil penimbangan, daftar periksa sebelum proses granulasi, label bersih
mesin granulasi, label bulk atau produk ruahan (granulat), granulasi berisi mulai
dari persiapan, proses granulasi termasuk setting aktual mesin dan kondisi mesin,
catatan IPC dan printout hasil IPC sampai rekonsiliasi, dan seterusnya hingga
proses pengemasan sekunder hingga printout hasil penimbangan tiap karton dan
contoh bahan kemas untuk satu bets didokumentasikan pada MPPCR
menggunakan tinta biru.
Operator tidak diperbolehkan menghapal langkah proses pada jobsheet,
melainkan harus selalu membawa jobsheet pada tiap langkah proses dengan
tujuan untuk menghindari kesalahan dalam pembuatan obat. Produk yang telah
selesai diproduksi diberi label “QUARANTINE” kemudian diserahkan ke Gudang
Finished Goods, MPPCR yang telah dilengkapi dikirim ke Pemastian Mutu dan
Pengawasan Mutu akan mengembalikan ke bagian Produksi jika terdapat
kekurangan untuk diperbaiki. Produk baru boleh diluluskan setelah mendapat
persetujuan dari Pemastian Mutu.
Departemen pengawasan mutu (Quality Control/QC) berfungsi untuk
memastikan bahwa setiap bahan baku yang akan dipergunakan dan produk jadi
yang akan di pasarkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Laboratorium
di QC terbagi menjadi 3 yaitu laboratorium BLF yang tedapat di area BLF, dan
khusus digunakan untuk pemeriksaan produk-produk yang ada di area BLF,
laboratorium kimia umum dan laboratorium mikrobiologi. Di laboratorium kimia
umum dilakukan pemeriksaan terhadap bahan kemas, pemeriksaan bahan baku,
pemeriksaan produk ruahan, dan pemeriksaan produk jadi, serta melakukan uji
stabilitas pada produk jadi dan validasi metoda. Di laboratorium mikrobiologi
dilakukan uji kontaminasi terhadap mikroorganisme baik pada bahan baku,
produk ruahan, dan produk jadi setelah dikemas (after fill), sampel stabilitas serta
melakukan uji potensi antibiotik dan vitamin. Proses pengawasan mutu dilakukan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
baik. Untuk itu perlu dibuat prosedur pengoperasian standar (Standard Operating
Procedure/SOP) agar diperoleh keseragaman dalam mutu produk karena setiap
proses dilakukan dengan cara yang sama dan mempermudah pelacakan bila
terjadi suatu penyimpangan. SOP dibuat oleh departemen terkait dan diserahkan
ke departemen QA untuk ditinjau dan disetujui. Apabila SOP merupakan hasil
revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen kontrol perubahan.
Departemen Pemastian Mutu akan meninjau ulang yang disesuaikan dengan
template SOP, kemudian dicetak, diperbanyak dan didistribusikan ke bagian
yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama.
Kontrol perubahan diperlukan untuk mendokumentasikan setiap
perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi
dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas,
perubahan utilitas, dan perubahan proses lainnya. Kontrol perubahan diperlukan
agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat
pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada
departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen.
Perubahan yang tercakup dalam kontrol perubahan adalah semua perubahan
yang mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti
perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formula pada bagian
pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan
dan fasilitas.
Departemen QA juga melakukan pelatihan tahunan kepada para pegawai.
Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level
karyawan di departemen masing-masing dan mengirimkannya pada bagian QA
untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS
ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan
hasil evaluasi karyawan tahun lalu. Selain pelatihan tahunan yang diberikan pada
karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang
dipromosikan dan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut
didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang
disimpan di departemen bersangkutan.
Peninjauan mutu produk (Periodic Product Review/PPR) juga menjadi
Universitas Indonesia
tanggung jawab QA yang rutin dibuat setelah jangka waktu satu tahun dari bulan
dimana bets pertama dari setiap produk diproduksi. Tujuan dari peninjauan mutu
produk ini adalah untuk memastikan semua proses produksi tergambar jelas,
ditinjau secara sistematis dan menggambarkan produk yang diproduksi secara
konsisten memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang telah ditetapkan dan
juga untuk menggambarkan trend serta mengidentifikasi perbaikan terhadap
produk dan proses jika dibutuhkan. PPR dibuat berdasarkan data in process
control selama proses produksi, hasil analisa produk jadi dari Pengawasan Mutu,
data stabilitas, data dari Scientific Affairs serta data pendukung lainnya seperti
deviasi, penolakan, keluhan, kontrol perubahan, produk kembalian, penarikan
kembali, validasi dan technical agreement.
Departemen QA juga menjalankan tugas validasi dan kualifikasi.
Kualifikasi dan validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa semua langkah-
langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan
kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan
validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan validasi yang
meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (fasilitas dan utilitas), validasi
spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (process
validation), serta validasi pembersihan (cleaning validation).
Proses audit dilakukan oleh departemen QA, dimana dalam hal ini QA
dapat menjadi auditor dan audity. Sebagai auditor, departemen QA melakukan
inspeksi diri, audit pemasok dan audit toll out manufacturing. Inspeksi diri
dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan sistem-
sistem yang telah dibuat benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa
dalam inspeksi diri yaitu laporan analisis, catatan bets dan laporan validasi untuk
setiap bets validasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka
dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Departemen Pemastian Mutu
juga melaksanakan audit pemasok dan audit toll out manufacturing yang
bertujuan untuk memastikan bahwa pemasok (vendor) maupun jasa servis yang
digunakan di PT. Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar
perusahaan. Audit pemasok dilakukan ke pabrik atau pemasok bahan baku dan
Universitas Indonesia
bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit
yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis
Indonesia. Sebagai audity, audit dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat
produknya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit
reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (Actavis global).
Departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan
pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan
dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah apoteker yang
memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani
pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap
semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu,
dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP)
bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk
dipasarkan atau tidak. Dalam menangani Technical Agreement diperlukan
kesepakatan terkait proses produksi, pemasok, pengawasan mutu dan lain-lain
antara pihak yang bersangkutan. Contoh Technical Agreement yang dilakukan
adalah pada produk toll, baik toll-in maupun toll-out. PT. Actavis Indonesia
melakukan toll-out untuk sediaan steril karena tidak adanya fasilitas yang
memadai untuk pembuatan produk tersebut, sehingga dibuatlah Technical
Agreement oleh PT. Actavis Indonesia dengan perusahaan yang memiliki
fasilitas steril tersebut.
Untuk penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS) terlebih dulu
dilakukan pengecekan pada laboratorium Pengawasan Mutu, jika tidak terdapat
kesalahan laboratorium, maka perlu investigasi lebih lanjut oleh Pemastian
Mutu. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen Pemastian Mutu telah
melakukan setiap proses dengan baik yang berkaitan dengan pemastian mutu
produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Apabila ditemukan HULS, maka
harus dilaksanakan investigasi yang harus diselesaikan dalam waktu 30 hari
kerja, kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan memakan waktu
lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil
analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan
pencegahan serta penyebab HULS atau hasil uji yang tidak normal. Untuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
PT. Actavis Indonesia. Jika produk bisa di produksi dan telah disetujui oleh PT.
Actavis Indonesia dan Actavis Global, Business Development akan mengajukan
Form Usulan Product Development (FUPD). Kemudian, Departemen AMD
melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan dan pengembangan metode
analisisnya. Formula yang telah dirancang, akan dilakukan uji coba pada skala
laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Setelah dilakukan
evaluasi, pengembangan metode analisis dilanjutkan dengan proses optimasi.
Hasil optimasi dibuat laporan yang mendasari proses validasi. Proses validasi
bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur operasional.
Setelah itu produk diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil
disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan, langkah
selanjutnya adalah produksi produk.
Untuk produk transfer, semua SFP (Spesification of Finished Product) dan
TDP (Technical Data Package) yang diperoleh dari Actavis Global kemudian
diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk
memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Global dapat diterapkan
di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal
kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas.
Jika hasil uji sesuai spesifikasi, langkah selanjutnya adalah produksi produk.
Departemen Scientific Affairs (SCA) membawahi Medical Affairs,
Regulatory Affairs Indonesia, Regulatory Affairs Export. Ruang lingkup dari
bagian Medical Affairs terdiri dari pelatihan untuk Medical Representatives,
laporan efek samping obat, serta mengkaji materi promosi untuk obat Ethical dan
OTC. Tugas dan tanggung jawab Regulatory Affair Indonesia berkaitan dengan
registrasi produk, melakukan pengembangan kemasan produk, dan melaporkan
perubahan-perubahan yang terjadi pada produk ke BPOM. Sedangkan Regulatory
Affair Export bertanggung jawab dalam menyediakan dokumen yang dibutuhkan
oleh Regulatory Affair di negara tujuan ekspor (market site).
Departemen Teknik dan EHS merupakan unit penting dalam kelangsungan
kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung jawab bagian
Teknik tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan
untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan
1. PT Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP
Eropa untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan
dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Hal ini
dibuktikan dengan diperolehnya 14 sertifikat CPOB dari BPOM,
sertifikasi European GMP dari Health Care Inspectorate (The
Netherlands) untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin
maupun non penisilin, cair, dan semi padat, dan sertifikat GMP untuk
beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian
Authority.
2. Profesi apoteker di PT. Actavis Indonesia memiliki peranan yang
penting sebagai tenaga profesional farmasi antara lain sebagai direktur
operasional, kepala departemen SCA, manajer departemen produksi,
manajer departemen QA, dan manajer departemen QC.
5.2. Saran
1. Penyimpanan dokumen di ruang penyimpanan hendaknya dikelola
dengan baik. Serta adanya penambahan ruang penyimpanan dokumen
karena ruang penyimpanan dokumen yang ada sudah tidak mencukupi
lagi.
89 Universitas Indonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta.
PT. Actavis Indonesia. (2011). Site Master File 10th Edition. Jakarta: PT Actavis
Indonesia.
PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Vendor Qualification. Jakarta : PT. Actavis
Indonesia.
PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta : PT.
Actavis Indonesia.
PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta : PT.
Actavis Indonesia.
PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta : PT.
Actavis Indonesia.
PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Training. Jakarta : PT. Actavis Indonesia.
PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan
Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis
Indonesia.
90 Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
Halaman
ii
Halaman
Tabel 4.1. Data Analisa Tramadol 50 mg kapsul ........................................... 10
Tabel 4.2. Data In Process Control Tramadol 50 mg kapsul ......................... 11
iii
1 Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
Dapat membuat laporan Periodic Product Review (PPR) di industri farmasi,
khususnya di PT. Actavis Indonesia.
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
baku dan bahan kemas yang berisi informasi tentang daftar bahan baku dan bahan
kemas serta informasi pemasoknya. Pada departemen Scientific Affair, data yang
dikumpulkan yaitu status variasi Marketing Authorisasi dan komitmen post
marketing yang dilakukan selama periode PPR.
Setelah data dikumpulkan, QA hanya menuliskan parameter pemeriksaan
dan hasil yang didapatkan dalam form yang telah disediakan. Kemudian QA akan
membuat ringkasan terhadap isi dari PPR dan menambahkan pembahasan
mengenai status tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan (CAPA) PPR
periode sebelumnya. Pembahasan yang diberikan pada PPR juga mencakup
penilaian terhadap trend data. Apabila pada periode PPR tersebut bets yang
diproduksi kurang dari 10 bets, trend data dapat ditambahkan dari PPR periode
sebelumnya.
Contoh format laporan PPR (SOP Periodic Product Review, 2014):
1. Halaman pengesahan
2. Deskripsi produk
3. Periode
4. Jumlah bets
5. Hasil pengujian IPC dan produk jadi
6. Tinjauan terhadap bahan baku dan bahan kemas
7. Tinjauan terhadap keluhan bahan baku dan bahan kemas
8. Analisis Statistika
9. Pemeriksaan tahunan sampel tertinggal (retained sample)
10. Proses tambahan
11. Pengkajian deviasi dan investigasi
12. Hasil di luar spesifikasi dan investigasi produk terkait
13. Keluhan
14. Kegagalan bets
15. Tinjauan kontrol perubahan
16. Produk kembalian
17. Penarikan produk
18. Stabilitas
19. Prosedur validasi, kalibrasi, dan pencegahan dan perawatan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
9 Universitas Indonesia
Penampilan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Identifikasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tramadol (HPLC)
Identifikasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tramadol (IR)
Rata-rata berat isi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kelembaban Isi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kapsul
Kadar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Disolusi 30 menit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ketidakseragaman √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
dosis
Panjang kapsul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
10 Universitas Indonesia
Waktu hancur √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Enterobacteria √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
E.coli √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
P.aeruginosa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan :
√ : Sesuai spesifikasi
Pada tabel data analisa produk, dapat disimpulkan bahwa 13 bets tramadol
kapsul yang telah diuji memenuhi spesifikasi karena tidak ada data yang
menunjukkan hasil di luar batas yang telah ditentukan pada masing-masing
parameter. Selain itu, pada 13 bets tramadol tidak ditemukan adanya mikrobiologi
pada produk sehingga produk ini aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Pada data In Process Control (IPC), pengujian yang dilakukan tidak jauh
berbeda dengan pengujian untuk data analisa produk. Pada data IPC berisi
informasi mengenai nomor bets, ukuran bets, dan hasil pengujian terhadap
penampilan fisik kapsul, berat rata-rata kapsul kosong, berat rata-rata isi 20
kapsul, berat rata-rata 20 kapsul terisi, keseragaman berat isi kapsul, keseragaman
berat kapsul terisi, panjang kapsul, waktu hancur, hasil pengisian, dan hasil
pengemasan.
Tabel 4.2. Data In Process Control Tramadol 50 mg kapsul
Nomor Bets
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Parameter
Penampilan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Berat rata-rata √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kapsul kosong
Berat rata-rata isi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
20 kapsul
Berat rata-rata 20 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kapsul terisi
Keseragaman berat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
isi kapsul
Keseragaman berat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kapsul terisi
Universitas Indonesia
Panjang kapsul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Waktu hancur √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Hasil pengisian √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Hasil pengemasan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan :
√ : Sesuai spesifikasi
Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tramadol 50 mg kapsul telah
memenuhi persyaratan dan tidak ada data yang menunjukan data di luar
spesifikasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa produk ini layak untuk dipasarkan.
Kemudian data analisa produk dan data IPC diolah secara statistik untuk melihat
nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standar deviasinya. Selain itu,
data ini juga dibuat grafik untuk melihat trennya.
Pada PPR juga terdapat informasi tentang penyimpangan yang terjadi pada
periode pembuatan PPR. Dari data 13 bets tramadol 50 mg kapsul yang dikaji
tidak terdapat data yang menunjukan penyimpangan sehingga pada laporan PPR
periode ini tidak ada data penyimpangan yang dilaporkan.
Data kontrol perubahan merupakan data perubahan yang terjadi dari awal
produksi sampai akhir proses produksi tiap bets tramadol. Beberapa perubahan
yang terjadi selama proses produksi tramadol 50 mg kapsul antara lain adanya
perubahan deskripsi Avicel pH 102 menjadi Mycrocrystalline cellulose type 102,
dan adanya perubahan format tabel pada master batch record. Selain itu juga
terdapat data keluhan yang terjadi selama periode PPR. Keluhan ini umumnya
berasal dari konsumen. Pada periode ini tidak adanya keluhan dari konsumen
terhadap produk tramadol 50 mg kapsul. Selain itu, pada PPR juga terdapat data
mengenai bahan baku, bahan kemas, dan peralatan yang digunakan selama masa
produksi. Pada data ini juga berisi mengenai informasi mengenai nomor item dan
nama pemasok dari bahan baku dan bahan kemas.
Pengkajian data stabilitas produk bertujuan untuk mengetahui waktu
simpan dari setiap bets produk tramadol 50 mg kapsul. Pengujian stabilitas yang
dilakukan harus memperhatikan kondisi iklim dari negara dimana produk tersebut
akan dipasarkan. Produk tramadol 50 mg kapsul akan diekspor ke Inggris,
Universitas Indonesia
sehingga kondisi penyimpanan uji stabilitas jangka panjang dan stabilitas untuk
proses validasi disesuaikan dengan kondisi iklim dari negara yang dituju. Kondisi
pengujian ini dilakukan pada suhu penyimpanan 25°±2°C dengan kelembaban
65±5% dan pada suhu 30°±2°C dengan kelembaban 75±5%. Uji stabilitas jangka
panjang tramadol 50 mg kapsul dilakukan tiga bulan hingga bulan ke 12, setiap
enam bulan untuk tahun kedua, dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa
edar produk. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memastikan bahwa kualitas
produk tetap konsisten dan memenuhi persyaratan selama masa edar yang
ditentukan. Sedangkan uji stabilitas untuk proses validasi dilakukan setiap 12
bulan sekali sepanjang masa edar yang ditentukan dengan tujuan untuk
memastikan bahwa produk masih tetap konsisten pasca pemasaran dan dilakukan
minimal pada satu bets produk pertahunnya. Paramater yang digunakan untuk uji
stabilitas ini yaitu penampilan fisik produk, waktu hancur, penetapan kadar,
senyawa pencemar, serta kontaminasi mikrobiologi. Data-data yang terkumpul
kemudian dibuat grafiknya, minimal dengan menggunakan tiga data termasuk
data awal dan akhir pengujian. Hasil uji stabilitas jangka panjang untuk validasi
dan uji stabilitas produk yang telah dipasarkan tramadol 50 mg kapsul memenuhi
kriteria penerimaan parameter yang ditentukan. Hal ini membuktikan bahwa
produk ini aman dan layak dipasarkan karena kualitas produk terbukti konsisten
selama masa edar.
Berdasarkan PPR, tramadol 50 mg kapsul telah memenuhi syarat kualitas
dan spesifikasi yang ditetapkan, mulai dari spesifikasi bahan awal, bahan kemas,
dan produk jadi, dan telah memenuhi syarat aspek pengkajian yang terdapat dalam
CPOB seperti kajian terhadap pengawasan proses produksi, kajian terhadap
penyimpangan, kontrol perubahan, keluhan, kajian pemantauan stabilitas dan tren
yang tidak diinginkan, kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan
penarikan obat, kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau
peralatan yang sebelumnya, kajian terhadap komitmen pasca pemasaran, status
kualifikasi peralatan dan sarana yang terkait, dan kajian terhadap Kesepakatan
Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan
Produk tramadol 50 mg kapsul telah memenuhi syarat aspek pengkajian
yang dipersyaratkan dalam CPOB seperti pengkajian terhadap bahan awal dan
bahan kemas, pengawasan selama proses produksi, penyimpangan, perubahan
proses atau metode analisis, variasi dokumen registrasi, hasil uji stabilitas, produk
kembalian, keluhan dan penarikan obat, tindakan perbaikan, komitmen pasca
pemasaran, serta status kualifikasi peralatan dan sarana yang terkait.
5.2. Saran
Catatan bets sebaiknya disimpan secara rapi dan teratur serta sesuai dengan
label yang tertera pada bantex untuk memudahkan pengumpulan data dalam
penyusunan PPR.
14 Universitas Indonesia
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
PT. Actavis Indonesia. 2014. SOP Periodic Product Review. Jakarta : PT. Actavis
Indonesia.
15 Universitas Indonesia