Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kaki adalah salah satu bagian anggota gerak tubuh yang sering digunakan
dalam aktivitas sehari-hari. Apabila fungsi kaki terjadi gangguan atau disfungsi yang
menyebabkan terhambatnya aktivitas sehari-hari seperti dalam lingkup pekerjaan
sehingga mampu menurunkan produktifitas seseorang. Salah satu kasus yang sering
terjadi pada kaki yaitu, terkilir. Terkilir dapat terjadi oleh beberapa faktor seperti,
jatuh tersandung atau gerakan yang terjadi secara tiba-tiba sehingga kaki belum siap
untuk menerima tumpuan. Dan salah satu gangguan maupun penyakit pada kaki
adalah Sprain Ankle.
Sprain ankle adalah cedera pada ligamen kompleks lateral karena overstretch
dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak
menumpu dengan sempurna (Muawanah, 2016).
Di kota Denpasar sebuah penelitian yang dilakukan kepada 24 pasien dengan
penyakit Sprain Ankle yang dikemukakan oleh Nazar Moesbar yang menyatakan
bahwa 85,7% pria lebih banyak terkena sprain ankle pada tendon achilles
dibandingkan dengan wanita yang hanya 14,3% dan kelompok usia produktif lebih
rentan terkena cidera Sprain Ankle kronis.
(Fujastawan, Gede, & Nopi, 2015)
Maka peran Fisioterapi adalah sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang
ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara
dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi (Depkes RI, 2007).
Dan peran Fisioterapi dalam menangani kasus Sprain Ankle yaitu untuk
mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak pada sendi ankle. Untuk
mewujudkan tujuan ini maka diberikan beberapa macam latihan gerak dan massage.

1
Dan ada berberapa modalitas yaitu electrotherapy seperti Transcutaneus Electrical
Nerve Stimulation (TENS), dan terapi latihan metode Ankle Exercise Theraband.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Sprain Ankle ?
2. Patofisiologi apa saja yang timbul pada Sprain Ankle ?
3. Tanda, Gejala klinis dan komplikasi apa saja yang ada pada Sprain Ankle ?
4. Bagaimana penatalaksanaan Sprain Ankle menggunakan Massage?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui massage pada Sprain Ankle.
1.4 Manfaat
Diharapkan dapat memberikan perkembangan pengetahuan tentang Massage
Sprain Ankle.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sprain Ankle

Sprain ankle adalah cedera pada ligamen kompleks lateral karena overstretch
dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak
menumpu dengan sempurna (Muawanah, 2016)

2.2 Anatomi

Ankle adalah kumpulan tulang tungkai kaki dan tulang telapak kaki yang
dihubungkan oleh beberapa ligamen dan otot yang membentuk sebuah sendi. Ankle
dibentuk oleh 3 tulang yaitu tulang tibialis, fibularis, dan talus dari kaki. Tulang
tibialis dan fibularis terikat kuat oleh ligamen tibiofibularis, sehingga membentuk
sebuah bentuk bracket shaped socket.

2.3 Patofisiologi

Ankle adalah sebuah sendi yang dibangun oleh komponen tulang, tendon, otot
dan ligament sehingga gerakan di luar plantar fleksi dan dorso fleksi yang terlalu kuat
akan menimbulkan tarikan pada komponen tersebut. Tarikan tersebut memberikan
efek regangan berlebih pada ligamen sehingga beberapa serat ligamen akan terjadi

3
robekan walaupun stabilitas ankle masih dapat dipertahankan oleh karena
kompleksitas komponen pembangun lainnya. Kerusakan beberapa serat ligamen akan
menimbulkan proses inflamasi awal pada jaringan tersebut, sehingga muncul
beberapa gejala inflamasi seperti perubahan warna, bengkak, nyeri, panas, dan
penurunan fungsi ankle.

Pada ankle sprain lateral kejadian akut, gerakan inversi dan plantar fleksi dengan
paksaan akan menimbulkan mekanisme trauma yang akhirnya berujung pada robekan
ligamen. Ligamen sisi lateral yang terlemah adalah anterior talofibular ligament
(ATFL). Beberapa kasus diikuti dengan robeknya calcaneofibular ligament (CFL)
dan posterior talofibular ligament (PTFL). Beberapa peneliti menyebutkan bahwa
lateral ankle sprain disebabkan oleh meningkatnya keadaan supinasi pada sendi
subtalar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh posisi dan besarnya reaksi tekanan
vertikal kaki pada daratan sesaat berdiri. Peningkatan efek supinasi ini dapat
menyebabkan gerakan rotasi internal dan inversi telapak kaki sehingga berpotensi
untuk menyebabkan cedera ligamen lateral.

Pada kejadian kronik, ada beberapa patomekanik yang mempengaruhi ankle


sprain berulang. Pertama, kelemahan yang bersifat patologi. Hal tersebut
dihubungkan dengan banyaknya jumlah ligamen yang cedera, sehingga akan
mempengaruhi stabilitas sendi khususnya saat digunakan aktivitas akan menyebabkan
resiko cedera. Kedua, posisi perbaikan dari sendi yang kurang tepat. Peneliti
memperkirakan posisi yang tidak tepat pada sisi anterior dan inferior dari distal fibula
akan menyebabkan ankle sprain kronik. Ketiga adalah perubahan degeneratif dan
sinovial. Pasien dengan inflamasi sinovial sering mengeluhkan nyeri berulang dan
tumit yang instabil secara berulang karena adanya himpitan pada jaringan sinovial
tumit yang hipertrofi.

4
2.4 Klasifikasi

Menurut Sadoso (1995: 11-14) “sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera
ini yang paling sering terjadi pada berbagai cabang olahraga.” Giam & Teh (1993:
92) berpendapat bahwa sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan
pada ligamentum, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau
penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain
menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a) Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa
serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa
sakit pada daerah tersebut.
b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih
separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan,
pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan
persendian tersebut.
c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.
Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian,
pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan–gerakan yang
abnormal.

2.5 Problematika Fisioterapi

1. Rasa sakit dan bengkak, dimulai dari bagian yang sakit dan rasa sakitnya bisa
menyebar ke seluruh engkel dan kaki.
2. Saat cedera terjadi terdengar bunyi seperti sesuatu tertarik.

5
3. Luka memar dan warna biru yang mulai menjalar ke seluruh tumit.
4. Rasa sulit untuk berjalan dan berlari.

2.6 Modalitas Terapi Alternatif

Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan yang dilakukan pada


cedera tendo dan ligamentum adalah dengan diistirahatkan dan diberi
pertolongan dengan metode RICE. Artinya:
a. R (Rest) : diistirahatkan pada bagian yang cedera.
b. I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit.
c. C (Compress) : dibalut tekan pada bagian yang cedera dengan bahan
yang elastis, balut tekan di berikan apabila terjadi pendarahan atau
pembengkakan.
d. E (Elevate) : ditinggikan atau dinaikan pada bagian yang
cedera.

Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim medis atau lifeguard
menurut Hardianto wibowo (1995:26) adalah sebagai berikut:
a. Sprain/strain tingkat satu (first degree).
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukup
diberikan istirahat saja karena akan sembuh dengan sendirinya.
b. Sprain/strain tingkat dua (Second degree).
Kita harus memberi pertolongan dengan metode RICE. Disamping itu
kita harus memberikan tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan
agar bagian yang cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan.
Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
c. Sprain/strain tingkat tiga (Third degree).
Kita tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya kemudian
dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali.

6
2.7 Penatalaksanaan Massage

Masase terapi yang dilakukan pada rehabilitasi sendi pergelangan kaki (engkel)
yaitu menggunakan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan
teknik gerusan (friction) dengan teknik gosokan (effleurage) yang menggunakan ibu
jari untuk merilekkan atau menghilangkan ketegangan otot. Setelah itu dilakukan
penarikan (traksi) dan pengembalian (reposisi) sendi pergelangan kaki (engkel) pada
tempatnya.

a. Posisi Tidur Terlentang

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot-otot fleksor/otot
gastrocnemius bagian depan ke arah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot punggung kaki
atau otot fleksor pada kaki bagian muka kearah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada ligament sendi
pergelangan kaki ke arah atas.

b. Posisi Tidur Telungkup

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot gastrocnemius ke
arah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot di belakang mata
kaki atau tendo achilles ke arah atas.

7
c. Posisi Traksi dan Reposisi pada Pergelangan Kaki dengan Posisi Badan Tidur
terlentang.

Lakukan traksi dengan posisi satu tangan memegang tumit dan satu tangan
yang lain memegang punggung kaki. Kemudian traksi/tarik kearah bawah secara
pelan-pelan dan putarkan kaki (engkel) dengan kondisi pergelangan kaki dalam
keadaan tertarik.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fisioterapi dapat menangani cedera ankle. Adapun cara penanganannya
bervariasi, yaitu dengan menggunakan RICE ( Rest, Ice, Compression, and
Elevation ). Selain itu dapat pula menggunakan terapi dingin dan Massage.

Anda mungkin juga menyukai