DISUSUN OLEH:
NAMA NIM
1. Achmad Fentriyonno 113063C218001
2. Eliza Vrilianti 113063C218003
3. Marliyana 113063C218028
4. Oskarliyandi Purba 113063C218038
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari iskemia otot jantung
dan penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi. Manifestasi klinis utama dari IMA
adalah nyeri dada yang serupa dengan angina pectoris tetapi lebih parah dan tidak
berkurang dengan nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar ke leher, rahang, bahu, punggung
atau lengan kiri. Nyeri juga dapat ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri
pencernaan. IMA juga dapat berhubungan dengan manifestasi klinis yang jarang terjadi
berikut ini (M.Black, Joyce, 2014) :
Nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas.
Mual atau pusing
Sesak napas dan kesulitan bernapas.
Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
Palpitasi, kringat dingin, pucat
Wanita yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu atau lebih
manifestasi yang jarang terjadi di atas (M.Black, Joyce, 2014).
F. Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA)
1. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang
relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat
penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,
perdarahan dan hipoksia (Rendy & Margareth, 2012).
2. Infark Miokard Transmural
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan (Rendy & Margareth, 2012)
G. Komplikasi IMA (Infark Miokard Akut)
Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA.Oleh karena itu,
tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau
paling tidak mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014).Disritmia merupakan penyebab dari
40 % hingga 50 % kematian setelah IMA. Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas
dari jaringan miokardium yang iskemik dan mengalami cedera parah. Miokardium yang
rusak juga dapat mengganggu system konduksi,menyebabkan disosiasi atrium dan
ventrikel (blok jantung). Supraventrikel takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai
akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau dengan farmakologis dari area yang
sebelumnya iskemik juga dapat memicu terjadinya ventrikel disritmia. (M.Black, Joyce,
2014). Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA, tetapi lebih
dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1) penurunan
kontraksi miokardium dengan penurunan curah jantung, (2) disritmia tak terdeteksi, dan
(3) sepsis. (M.Black, Joyce, 2014). Gagal jantung dan edema paru adalah penyebab
kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan jantung adalah gagal
jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien laki-laki dan 46 % wanita yang
mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga kematian setelah IMA.
(M.Black, Joyce, 2014 )
Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul (trombosis vena)
atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10 % hingga 20 % klien
pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode konvalensi. (M.Black,
Joyce, 2014)
Infark miokardum berulang. Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % laki-laki dan 35
% wanita dapat mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga
berlebih, embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh atheroma.
(M.Black, Joyce,2014). Komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis miokardium.
Komplikasi yang terjadi karena nekrosis dari miokardium antara lain aneurisme
ventrikel, ruptur jantung (ruptur miokardium), defek septal ventrikel (VSD), dan otot
papiler yang ruptur. Komplikasi ini jarang tetapi serius, biasanya terjadi sekitar 5 hingga
7 ahri setelah MI. Jaringan miokardium nekrotik yang lemah dan rapuh akan
meningkatkan kerentanan terkena komplikasi ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 347)
Perikarditis sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami pericarditis
dini (dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan dengan
permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan friksi
pericardium dapat didengar di area prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada
memburuk dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis akan mereda
dengan duduk dan condong ke depan. (M.Black, Joyce, 2014)
Sindrom dressler (perikarditis akut). Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat
terjadi paling akhir enam minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen
penyebabnya tidak diketahui, diduga terjadi karena faktor autoimun. Klien biasanya
datang dengan demam berlangsung satu minggu atau lebih, nyeri dadaperikardium,
gesekan friksi pericardium, dan kadang kala pleuritis dengan efusi pleura. Ini merupakan
fenomena yang akan sembuh sendiri dan tidak ada pengobatan yang telah diketahui.
Terapi meliputi aspirin, prednisone, dan analgesic opioid untuk nyeri. Terapi
antikoagulasi dapt memicu tamponade kordis dan harus dihindari pada klien ini.
(M.Black, Joyce, 2014).
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
EKG : Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis
Enzim Jantung : CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST
(Aspartat aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misal hipokalemi, hiperkalemi
Sel darah putih : Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi
Kecepatan sedimentasi : Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.
Kimia : Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
GDA : Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
Kolesterol atau Trigliserida serum : Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai
penyebab AMI.
Foto / Ro dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
Ecokardiogram : Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
Pemeriksaan pencitraan nuklir :
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi
atau luasnya IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
Pencitraan darah jantung (MUGA) : Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan
umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI
kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
Digital subtraksion angiografi (PSA)
Nuklear Magnetic Resonance (NMR) : Memungkinkan visualisasi aliran darah,
serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis
atau infark dan bekuan darah.
Tes stress olah raga : Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
I. Penatalaksanaan
1. Rawat ICCU,puasa 8 jam
2. Tirah baring (posisi semi fowler)
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10-12 tpm
5. Oksigen 2-4 liter/menit
6. Analgesik: morfin 5 mg atau petidin 25-50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2-5 mg
8. Bowel care: laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4-6 jam/infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
A. Pengkajian
Pengkajian Primer
1. Airways :
Sumbatan atau penumpukan secret.
Wheezing atau krekles.
Kepatenan jalan nafas.
2. Breathing :
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
Ronchi, krekles.
Ekspansi dada tidak penuh.
Penggunaan otot bantu nafas.
3. Circulation :
Nadi lemah, tidak teratur.
Capillary refill.
Takikardi.
TD meningkat / menurun.
Edema.
Gelisah.
Akral dingin.
Kulit pucat, sianosis.
Output urine menurun.
4. Disability :
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan
kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran
yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan
dengan rangsang apapun.
5. Exposure :
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan
(nyeri) dengan pengkajian PQRST.
Pengkajian Sekunder
1. AMPLE :
Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu terjadinya
penyakitnya.
Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit terjadi
(Pengobatan rutin maupun accidental).
Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan menjadi
penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien dengan kasus
Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
2. Pemeriksaan Fisik
Aktifitas
Data Subyektif :
Kelemahan.
Kelelahan.
Tidak dapat tidur.
Pola hidup menetap.
Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
Takikardi.
Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri.
Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :
Friksi ; dicurigai Perikarditis.
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral). Lokasi :Tipikal pada dada
anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak
tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
Kualitas :“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
Intensitas :Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus,
hipertensi, lansia.
Pernafasan:
Data Subyektif :
Dispnea tanpa atau dengan kerja.
Dispnea nocturnal.
Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
Peningkatan frekuensi pernafasan.
Nafas sesak / kuat.
Pucat, sianosis.
Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
Interaksi social
Data Subyektif :
Stress.
Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS.
Data Obyektif :
Kesulitan istirahat dengan tenang.
Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
Menarik diri.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri).
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai
dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya
disritmia, kelemahan umum.
6. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder
terhadap sumbatan arteri).
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial.
NOC :
Pain level.
Pain control
Comfort level.
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri.
Nyeri berkurang.
Mampu mengenali nyeri.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi/NIC :
1. Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2. Ukur vital sign.
3. Berikan posisi yang nyaman.
4. Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
Definisi : Resiko penurunan sirkulasi jantung (koroner).
NOC :
Cardiac pump effectiveness
Circulation status
Vital sign status.
Kriteria Hasil :
Tekanan darah dalam batas normal.
CVP dalam batas normal.
Nadi perifer kuat dan simetris.
Tidak ada oedem perifer dan asites.
Denyut jantung dan AGD dalam batas normal.
Bunyi jantung abnormal tidak ada
Nyeri dada tidak ada.
Intervensi/NIC :
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
2. Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD.
3. Monitor haluaran urin.
4. Kaji dan pantau TTV tiap jam.
5. Kaji dan pantau EKG tiap hari.
6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
8. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis.
9. Berikan makanan sesuai diitnya.
10. Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan).
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
NOC :
Circulation status.
]Tissue perfusion : cerebral
Kriteria Hasil :
Tekanan darah dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial.
Intervensi/NIC :
1. Monitor Frekuensi dan irama jantung.
2. Observasi perubahan status mental.
3. Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa.
4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.
5. Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi.
6. Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA (
Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen.
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik,
penurunan protein plasma.
Definisi : Resiko peningkatan retensi cairan isotonik.
NOC :
Electrolit and acid base balance.
Fluid balance.
Kriteria Hasil :
Terbebas dari oedem.
Terbebas dari distensi vena jugularis.
Intervensi/NIC :
1. Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi,
hitung keseimbangan cairan.
2. Observasi adanya oedema dependen.
3. Timbang BB tiap hari.
4. Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
5. Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai
dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya
disritmia, kelemahan umum.
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
NOC :
Energy conservation.
Activity tolerance.
Self care : ADLs.
Kriteria Hasil :`
Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) secara mandiri.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah
aktifitas.
2. Tingkatkan istirahat (di tempat tidur).
3. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari
kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah makan.
5. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas
atau memerlukan pelaporan pada dokter.
6. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon
autonom.
NOC :
Anxiety self-control.
Anxiety level.
Coping.
Kriteria Hasil :
Klien tampak rileks.
Klien dapat beristirahat.
Vital sign dalam batas normal
Intervensi/NIC :
1. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.
2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3. Ajarkan tehnik relaksasi.
4. Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5. Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan.
6. Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana
tenang.
7. Berikan support mental.
8. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA