Anda di halaman 1dari 15

TUGAS HIV

Achmad Fentriyonno

NIM : 113063C218001
1. DEFINISI HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan suatu virus yang bisa melemahkan
system imunitas tubuh. Orang yang terserang virus ini akan dengan gampang terkena infeksi
oportunistik/gampang terserang tumor

2. ETIOLOGI

Human immunodeficiency virus adalah sejenis retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang
aslimerupakanpartikelyang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel
target. Sel target virus ini terutama sel Lymposit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus
HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymposit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus
yang lain, dapat hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam
tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan
selama hidup penderita tersebut.

Secara mortologis HIV terdiri dari 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian
selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA. Enzim
reverce transcriptase dan beberapa jenis protein.

Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh.
HIVdapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel glia jaringan otak.

3. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi HIV bervariasi secara luas di antara bayi, anak-anak, dan remaja.
Pada banyak bayi, pemeriksaan fisik saat lahir adalah normal. Gejala awal mungkin hampir tidak
terlihat, seperti limfadenopatidan hepatoplenomegali, atau spesifik seperti keterlambatan
pertumbuhan, diare kronis atau berulang, pneumonia interstisial, atau sariawan. Gejala lebih
sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa dengan infeksi HIV, termasuk infeksi
bakteri berulang, pembekakan parotis kronis, pneumonitis interstitial limfositik, dan onset dini
untuk penurunan neurologis progresif.

1. Infeksi retroviral akut

Frekuensi gejala infeksi retrovial akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan
demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, myalgia, rash seperti
morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien
mengalami gangguan neurologi seperti meningitis asepik, sindrom gillain barre, atau
psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan

2. Masa asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukan gejala, tetapi dapat terjadi limfadenopati umum.
Penurunan jumlah CD-4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela

3. Masa gejala dini


Pada masa ini CD-4 berkisar antara 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi
pneumonia kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan
tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)

4. Masa gejala lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko
tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.

4. PATOFISIOLOGI

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4.

HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu
sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada
limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai
reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama
otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel
kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin,
pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV
melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.

Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering simtomatik,
disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral, selama
individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan
peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan
fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan
gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV,
dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital,
pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.

Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode inkubasi
“ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi
perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering
tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan
produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari
pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon
terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa
pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih
berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan
mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV
sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk
beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan
perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada
infeksi HIV anak.
PATHWAY PATOFISIOLOGI HIV/AIDS

Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui


darah, ASI / cairan tubuh ibu yg
infeksius

Pengikatan gp120 HIV dengan reseptor


membran T Helper + CD4

Fusi / peleburan membran virus dengan


membran sel T Helper + CD4

Enzim reverse transcriptase


RNA HIV  cDNA

Enzim integrase
cDNA masuk ke inti sel T Helper

Transkripsi mRNA dan translasi


menghasilkan protein struktural virus

Enzim protease
Merangkai RNA virus dengan
protein-protein yang baru dibentuk,

Terbentuk virus - virus HIV yang baru


dalam tubuh
Replikasi dan perkembangan HIV
Risiko Penularan Infeksi
dalam cairan tubuh

HIV menginfeksi sel - sel T Helper + CD4 yang lain HIV menyerang sel-sel dendritik
dan makrofag di jaringan limfoid

Aliran darah Reaksi inflamasi Kerusakan sel T Helper + CD4


membawa HIV dalam jumlah yang besar Pembengkakan kelenjar limfa
ke pembuluh
darah perifer Hipertermi Kegagalan stimulasi sel B
di usus Kerusakan
Produksi antibodi menurun Interaksi Sosial
Gangguan
Risiko Tinggi
keseimbangan Penurunan imunitas tubuh
Infeksi
flora normal di
usus (E.coli)
Infeksi oral Respiratori
Infeksi pada kulit
Penyerapan air (Candida
di usus albicans) Pneumonia TB
terganggu Kandidiasi oral.
Intake  Pneumocystis
Herpes zozter,
Diare carinii
Metabolisme  herpes simpleks,
sarcoma Kaposi,
Kekurangan Ketidak Penumpukan sektret
Volume Produksi dermatitis
seimbangan
Cairan Tubuh energi 
seboreika, dll
Nutrisi Obstruksi jalan nafas
Kurang dari
Kebutuhan
Kelemahan
Gangguan Nyeri

Bersihan jalan nafas Integritas


Intoleransi Aktivitas
tidak efektif Kulit

Penurunan imunitas tubuh

Infeksi pada
neurologik

Ensefalopari
HIV

Perubahan
status mental,
sakit kepala,
perlambatan
psikomotorik
, serangan
kejang,Gang
guan afektif

Risiko
cedera
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein
purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS,
hepatitis, dan pap smear.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6
bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi
INH tidak tergantung pada jumlah CD4.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat
antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.

Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau
flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.

Untuk memonitor secara prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic dianjurkan
sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa
anaknya terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan.

Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak dengan
gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus dijalankan
bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab
utama defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling
orang tua berkenang dengan uji serologi.

Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif yang dikonfirmasi
untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau tes konfirmasi lain) biasanya
cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu
yang terinfeksi HIV akan memiliki antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga
konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan
pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody spesifik
HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah
pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan antibody itu sendiri.

6. PENATALAKSANAAN PADA BAYI DAN DEWASA

Perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:


 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus,
sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
 Mengatasi dampak psikososial
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur
yang dilakukan oleh tenaga medis
 Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan
perlindungan universal (universal precaution).

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.

b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan


menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-
obat ini adalah :

o Didanosine
o Ribavirin
o Diedoxycytidine
o Recombinant CD 4 dapat larut

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

e. Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
 Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek
dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang
diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
 Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
 Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
 Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
 Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien
dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra
pengecap dan kesulitan menelan.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
 Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
 Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan
kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
7. ASUHAN KEPERAWATAN HIV PADA BAYI DAN DEWASA

a. Pada anak
 Pengkajian
1. Data Subjektif, mencakup:
A. Pengetahuan klien tentang AIDS
B. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
C. Dispneu (serangan)
D. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
A. Kulit, lesi, integritas terganggu
B. Bunyi nafas
C. Kondisi mulut dan genetalia
D. BAB (frekuensi dan karakternya)
E. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
A. Pengukuran TTV
B. Pengkajian Kardiovaskuler
C. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif
sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
D. Pengkajian Respiratori
E. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas
pendek waktu istirahat, gagal napas.
F. Pengkajian Neurologik
G. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,
enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis,
keterlambatan perkembangan.
H. Pengkajian Gastrointestinal
I. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut,
selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis,
pembesaran limfa.
J. Pengkajain Renal
K. Pengkajaian Muskuloskeletal
L. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
M. Pengkajian Hematologik
N. Pengkajian Endokrin

4. Kaji status nutrisi


A. Kaji adanya infeksi oportunistik
B. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

 Dapatkan riwayat imunisasi


 Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anak-anak:
exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah, khususnya
anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.
 Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegaly
 Infeksi bakteri berulang
 Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter interstisial
limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
 Diare kronis
 Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai sebelumnya,
kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
 Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

 Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan HIV
antara lain:
1) Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder terhadap
hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2) Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap
reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
3) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
4) Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
sekunder proses inflamasi system pencernaan
5) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan
herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument
6) Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme
infeksius dan imobilisasi
7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
8) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik, hospitalisasi, stigma
sosial terhadap HIV
9) Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit (misal:
ensefalopati, pengobatan).
10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit yang
mengancam hidup.

 Intervensi Keperawatan
Menurut Betz dan Sowden (2002) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh seorang
perawat terhadap anak dan ibu yang sudah menderita infeksi HIV antara lain :
1. Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa dari orang ke
orang tidak menularkan HIV
2. Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau cairan tubuh lain
dengan larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila akan terpajan darah atau cairan
tubuh, pakai masker dengan pelindung mata jika ada kemungkinan terdapat aerosolisasi atau
terkena percikan darah atau cairan tubuh, cuci tangan setelah terpajan darah atau cairan
tubuh dan sesudah lepasa sarung tangan, sampah-sampah yang terrkontaminasi darah
dimasukkan ke dalam kantong plastik limbah khusus.
3. Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah dengan cara lakukan
skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang non infeksi dan batasi pengunjung
dengan penyakit infeksi.
4. Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan (tinggi badan,
berat badan, lingkar kepala
5. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kepatuhan terhadap
perencanaan pengobatan
6. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat tanda-tanda
dan gejala infeksi, ajarkan pada anak dan keluarga memberitahu dokter tentang adanya efek
samping
7. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadualan pemeriksaan tindak lanjut : nama dan
nomor telepon dokter serta anggota tim kesehatan lain yang sesuai, tanggal dan waktu serta
tujuan kunjungan pemeriksaan tindak lanjut
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang belum terinfeksi HIV
antara lain :
1. Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa kondom
2. Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara bersama secara
bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
3. Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.
4. Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan spontan/normal
sebaiknya tidak menyusui bayi dengan ASInya
5. HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan (kontak sosial),
berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin, berbagi makanan atau menggunakan
peralatan makan bersama, gigitan nyamuk atau serangga lain, berenang bersama, dan
memakai toilet bersama sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular HIV.
b. Pada dewasa
 Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR

2. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu,
demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis
lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida
Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes
zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.

3. Riwayat kesehatan sekarang


Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS adalah : pasien
akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi
respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan
diare serta penurunan berat badan drastis.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan
narkotika suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita
HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian
lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di
tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
6. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
 Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK
dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut
dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
 Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan BB yang cukup
drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
 Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
 Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami gangguan
karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam hari yang berulang.
Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap
penyakitnya.
 Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami perubahan. Ada
beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan
mereka yang menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja,
karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
 Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi, dan
stres.
 Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan, dan gangguan
penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan
berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu
yaitu bisa mengalami halusinasi.
 Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.
 Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi
karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit,
yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
kontruksif dan adaptif.
 Pola reproduksi seksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu karena penyebab
utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan berubah, karena
mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan akan perbuatan mereka.
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai
dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting
dalam hidup pasien.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
c. Vital sign : TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal Nadi : Terkadang
ditemukan frekuensi nadi meningkat Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi
pernafasan meningkat Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena
demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB) TB : Biasanya tidak
mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokor,
reflek pupil terganggu,
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti
krim yang menunjukkan kandidiasi.
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer getah bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada pasien
AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas (dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi
sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral dingin.
8. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi
kronis
b) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neorologis, ansietas,
nyeri, keletihan
c) Diare berhubungan dengan infeksi
d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
e) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif, kehilangan berlebihan melalui diare, berat badan ekstrem, faktor yang
mempengaruhi kebutuhan status cairan: hipermetabolik,
f) Ketidak seimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare
g) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare, muntah
h) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis, ketidak mampuan menelan.
i) Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera;bilogis
j) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera; biologis
k) Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolism
l) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan, perubahan
pigmentasi, perubahan turgor, kondisi ketidak seimbangan nutrisi, penurunan
imunologis
m) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi,
perubahan turgor kulit, kondisi ketidak seimbangan nutrisi, faktor imunologi
n) Resiko infeksi berhubungan dengan, imunosupresi, malnutrisi, kerusakan integritas
kulit.
o) Keletihan berhubungan dengan status penyakit, peningkatan kelelahan fisik,
malnutrisi, ansitas, depresi, stress
p) Kelelahan berhubungan dengan proses penyakit
q) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkaiit penyakit
r) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik
s) Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh
t) Isolasi sosial berhubungan dengan stigma, gangguan harga diri. (Nanda
Internasional, 2014)
8. CARA PENULARAN DAN PENCEGAHAN
 Cara penularan
a) Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b) Lewat jarum suntik secara bergantian
c) Melalui darah, yaitu:
 Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
 Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
 Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
 Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%

 Pencegahan
1. Menggunakan kondom

2. Hindari penggunaan jarum suntik bekas

3. Hindari obat-obatan terlarang

4. Jika positif HIV saat hamil, dapatkan perawatan

5. Sunat pada pria

Anda mungkin juga menyukai