Anda di halaman 1dari 157

101 Puisi

Anak Negeri Jerebu


Inspirasi Solusi Tuntas Bencana Asap
& Rindu Harmoni Alam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta

PASAL 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan
yang berlaku.

PASAL 72
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp 1.000.000.00 (Satu Juta Rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta
rupiah).
Editor:
Arifudin
Haris Gunawan

101 Puisi
Anak Negeri Jerebu
Inspirasi Solusi Tuntas Bencana Asap
& Rindu Harmoni Alam

Pengantar& Puisi Pembuka


Dr. Siti Nurbaya Bakar, MSc
(Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan)
Prof. Dr. Ir. Aras Mulyadi, DEA
(Rektor Universitas Riau)
Prof. Dr.Ashaludin Jalil, M.A.
(Rektor Universitas Riau 2008-2014)

Penerbit
UR Press Pekanbaru
2015
101 Puisi
Anak Negeri Jerebu
Inspirasi Solusi Tuntas Bencana Asap
& Rindu Harmoni Alam

Editor:
Arifudin
Haris Gunawan

Sampul & Tata Letak : Harris Gunawan


Diterbitkan oleh UR Press, April 2015
Alamat Penerbit:
Badan Penerbit Universitas Riau
UR Press Jl. Pattimura No. 9, Gobah Pekanbaru 28132,
Riau, Indonesia
Telp. (0761) 22961, Fax. (0761) 857397
e-mail: unri_press@yahoo.co.id

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis
dari penerbit

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Cetakan Pertama : April 2015

ISBN 978-979-792-......-.....

iv
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA

Pengantar
Dr. Siti Nurbaya Bakar, MSc
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

Assalamualaikum wr. wb.


Keprihatinan dan kepedulian berbagai kalangan yang
diekspresikan dalam berbagai cara terhadap menurunnya
kualitas lingkungan dan kerusakan kawasan hutan yang
dilanjutkan dengan adanya harapan baru sebuah perubahan
perlu diapresiasi dan tentunya menjadi masukan penting bagi
para pihak, termasuk pemerintah untuk terus
memformulasikan konsep dan strategi terbaik dalam
mengelola kekayaan sumberdaya alam berkeadilan dan
berkelanjutan kini dan masa datang.
Buku 101 puisi anak negeri jerebu, inspirasi solusi tuntas
bencana asap dan rindu harmoni alam merupakan bentuk
sumbangan pemikiran sekaligus kritik yang disampaikan lewat
bait-bait puisi telah mengingatkan kepada kita semua sebuah
arti kehadiran kita dan peran mendesak yang harus dilakukan

v
menuju keseimbangan alam (in harmony with nature). Kini publik
luas semakin hari meningkat kepedulian terhadap lingkungan,
terutama juga mengetahui adanya dampak asap dari kebakaran
hutan dan lahan gambut. Tebal dan pekatnya asap awalnya terjadi
pada tahun 1994, semakin parah di tahun 1997, terus berlangsung
hingga kini terutama kejadian tahun 2014 yang digambarkan
berbagai kalangan dengan situasi mencekam yang ditunjukkan
oleh alat pemantau kualitas udara pada level berbahaya di kota
Pekanbaru periode Maret 2014. Memasuki awal tahun 2015
hingga akhir bulan Juni, terjadi pengurangan signifikan lokasi-
lokasi yang terbakar. Hasil ini memberikan harapan baru dan
sekaligus tantangan menyiapkan strategi ampuh menghadapi
kejadian gambut terbakar di Bulan Juli sampai dengan September,
ditandai oleh turunnya potensi hujan, atau memasuki kemarau
panjang (El Nino).
Saya menyambut positif terbitnya buku ini, yang ditulis oleh
berbagai kalangan profesi, memberikan keyakinan kepada kita
semua bahwa semua pihak harus bekerjasama untuk
penyelesaian menyeluruh masalah kerusakan lingkungan,
terutama bencana asap dari kebakaran hutan dan lahan gambut.
Seperti diketahui bahwa tingkat kerawanan terjadinya kebakaran
telah menyebar dihampir setiap sudut hutan dan lahan gambut,
terutama di Riau bagian peisir dan pulau-pulaunya. Pembukaan
lahan gambut yang harusnya dihindari oleh adanya usikan,
faktanya dialih fungsikan secara besar-besaran melalui
pembangunan kanal-kanal yang sangat masif telah membuat
kondisi gambut menjadi kering, lalu rentan di atau terbakar.
Fenomena api meloncat melewati kanal-kanal, selain api dilahan
gambut kering juga dapat menjalar di bawah melewati kanal,

vi
dibeberapa lokasi air yang tersisa di kanal (karena sebagian kanal
telah mengering) menjadi seperti mendidih. Permukaan atas dan
bawah gambut yang kering merupakan kombinasi mengapa
kebakaran di lahan gambut sulit untuk dikendalikan ataupun diatasi
jika telah terjadi. Oleh karena itu, saya mewakili pemerintah dan
pemegang amanah berkomitmen untuk menyelesaikan
permasalahan kabakaran hutan dan lahan gambut yang berakibat
bencana asap dengan melakukan berbagai macam terobosan
pendekatan terutama penguatan atau optimalisasi upaya
pencegahan sebelum munculnya titik api dan menyebar. Konsep
ini dikuatkan dengan perluasan pembangunan sekat kanal dengan
tujuan membuat gambut lebih basah dan lembab, sehingga api
tidak lagi mudah membesar atau gambut menjadi lebih basah
sulit untuk ter- dibakar,
Dari Riau, saya berharap lahir sebuah konsep
penyelesaian menyeluruh kebakaran hutan dan lahan gambut.
Tidak lagi terjadi bencana asap, dan lingkungan menjadi lebih
baik, terutama gambut yang selama ini kering, menjadi kembali
basah dan lembab, sebagai warisan yang layak dan harus
kita tinggalkan kepada pemilik warisan anak negeri. Semoga
kita selalu diberi kekuatan dan perlindunganNya untuk
melewati masa-masa sulit ini, dengan merawat selalu harapan
dan kebersamaan.
Wassalamualaikum. wr. wb.

Jakarta, Mei 2015

Dr. Siti Nurbaya Bakar, MSc

vii
viii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada


Allah SWT, buku kumpulan puisi “101 Puisi Anak Negeri
Jerebu” ini dapat kami selesaikan. Penyusunan buku ini
merupakan bentuk perjuangan kami dengan memanfaatkan
kearifan budaya melayu yang santun, namun dapat mengena
pada kepada siapapun yang dituju. Adapun tujuan dari
penyusunan buku ini adalah untuk menampung suara-suara
anak negeri dalam menyuarakan rasa dihati, baik yang
didalam maupun diluar Riau yang merasakan bagaimana
dampak dan kerugian sangat luar biasa dari bencana asap
(Jerebu) yang telah memasuki tahun ke-18 pada tahun 2015
ini. Buku ini juga sebagai kritik sosial terhadap persoalan
ligkungan yang terjadi di Propinsi Riau dan di Indonesia pada
umumnya.
Penulisan puisi ini melibatkan banyak pihak, yang
kami kategorikan kedalam tiga kelompok. Pertama, kelompok
akademisi, adalah dosen-dosen Universitas Riau dan diluar
Universitas Riau. Kelompok yang kedua adalah kategori
praktisi. Kelompok ini cukup bergam, baik dari kalangan
birokrat, swasta, peneliti, pensiunan pejabat, penggiat LSM,
penulis puisi profesional, dan pemerhati lingkungan. Ketiga,
adalah kelompok mahasiswa S1 dan S2 dari dalam dan luar
Universitas Riau yang sengaja kami beri ruang untuk
berekspesi. Ternyata puisi-puisi mahasiwa tidak kalah
bersaing dengan dua kelompok sebelumnya.

ix
Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang telah memberikan
kata & puisi pengantar, Gubernur Riau, Rektor Universitas
Riau yang berkenan memberikan puisi pembuka, Ketua LPPM
Riau yang telah mendanai cetak edisi ke-1 buku ini, Lembaga
Adat Melayu Riau, seluruh penulis puisi yang terlibat dalam
penyusunan puisi ini, dan kepada para pihak yang tidak bisa
disebut satu persatu.
Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan buku
kumpulan puisi ini. Tentunya dalam edisi pertama ini, akan
banyak kritikan dan masukan yang konstruktif untuk
memperbaiki buku ini. Oleh karena itu kami mohon maaf, jika
dalam setiap bait ada yang tak berkenan, baik secara tata
bahasa maupun dari substansi. Tak lain dan tidak bukan, buku
puisi ini hanya berkehendak ingin membangun negeri.

Pekanbaru, 10 April 2015

Tim Editor

x
Puisi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
Solusi Asap Riau untuk Indonesia
Karya: Siti Nurbaya

Amanah ini ada padaku


Amanah ini memang tugasku
Amanah ini terasa dipundakku
Kuingin sampaikan apa yang ada dibenakku
Wahai Rakyat Riau yangg berdaulat
Aku datang bukan sebagai malaikat
Aku hanya ingin menjadi pengingat
Bahwa kalianlah yang lebih dekat
Bahwa kalianlah sang penyelamat
Ini negeri beribu cerita
Ini negeri bagaikan surga
Ini negeri kaya raya
Ini negeri banyak yang suka
Ini negeri harapan kita
Kumohon padamu
Jagalah hutanmu
Lindungi gambutmu
Elokkan lingkunganmu
Lestarikan alammu
Untuk kebaikanmu
Untuk keberlanjutanmu
Untuk generasi penerusmu
Untuk Negeri Riaumu
Untuk Indonesiamu

Jakarta, 10 April 2015

xi
xii
DAFTAR ISI

Pengantar
Dr. Siti Nurbaya Bakar, MSc
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia ......................................................... v

Kata Pengantar ............................................................. ix

Puisi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI


Solusi Asap Riau ........................................................... xi

Daftar Isi ........................................................................ xiii

Puisi Pengantar
Puisi Universitas Riau ................................................... 1

Puisi Aje ......................................................................... 3

Puisi Pembuka
101 Kata Cinta .............................................................. 5

Suara Akademisi............................................... 7
1. Lembah Indah Anak Negeri ...................................... 9
2. Marah ....................................................................... 11
3. Pesan dari Pulau ..................................................... 13
4. Selimut Kotaku ........................................................ 15
5. Hutan Kita Penuh Luka ............................................ 17
6. Negeri Jerebu .......................................................... 20
7. Negeri Terkungkung ................................................. 21
8. Perjuangan .............................................................. 22
9. Salahkah Negeri ...................................................... 23

xiii
10. Kenapa Asing ........................................................... 24
11. Negeri Terdzalimi ..................................................... 25
12. Negeri Terbilang ....................................................... 26
13. Maafkan Ku Belum Tahu .......................................... 27
14. Rantau ..................................................................... 28
15. Kan .......................................................................... 29
16. Adat ......................................................................... 30
17. Nafas ....................................................................... 31
18. Asap Jerebu ............................................................. 32
19. Gambut Menari ........................................................ 33
20. Suara Hati Pepohonan ............................................ 34
21. Puisi Merindu Sahabatku Angin dan Air ................... 36
22. Bersama Sahabat ................................................... 38
23. Saling Merindu ......................................................... 39
24. Merawat Harapan Dari Sahabat .............................. 40
25. Perjalanan Sunyi ke Sungai Tohor .......................... 41
26. Puisi Rindu Harmoni Alam ...................................... 42
27. Tersalai Dalam Sunyi .............................................. 43
28. Doa Sahabat ............................................................ 44
29. Blusukan Asap Petinggi Negri .................................. 45
30. Merbau ..................................................................... 46
31. Nelayan dan Jerebu ................................................. 47
32. Hantu Jerebu ........................................................... 49
33. Asap Negeriku ......................................................... 51
34. Jerebu Kembali........................................................ 53
35. 18 Tahun .................................................................. 54
36. Mohon Jangan Bakar Hutanku ................................. 55
37. Warisan Musim........................................................ 57
38. Paru Paru dan Durjana ............................................ 58
39. Hilangkan Jerebu ..................................................... 59
40. Adat Untuk Negeriku ................................................ 60
41. Sialang Tak Lagi Bermarwah ................................... 61
42. Negeri yang Tergadai ............................................... 64
43. Dalam “Camp” Perjuangan ..................................... 65
44. Negeri Dongeng Berselimut Asap ........................... 66

xiv
45. Senandung Nyanyian Asap Pekat ............................ 67
46. Ahai .......................................................................... 68
47. Maafkan Kami Ananda ............................................. 69

Suara Praktisi ................................................... 71


48. Negeri Kaya Berjerebu ............................................ 73
49. Menatap Riau Dari Aceh .......................................... 74
50. Surat Buat Negeri Jerebu ........................................ 75
51. Gasing perdamaian ................................................. 77
52. Puisi-puisi Sungai .................................................... 78
53. Puisi Puisi Naga ...................................................... 81
54. Puisi Puisi Semen ................................................... 82
55. Salam Manis dari Kunyit .......................................... 84
56. Sagu di Kebunku ..................................................... 85
57. Asa Rakyat Negeri ................................................... 86
58. Niat Tak Cukup Lagi ................................................. 87
59. Jerebu Di Pangkal Jalan .......................................... 88
60. Kemarin Dia Ada Disini ............................................ 91
61. Senja Di Kota Ku ..................................................... 92
62. Hari yang Remang ................................................... 94
63. Setitik Asa Kami Anak Pulau .................................... 95
64. Negeri Jerebu .......................................................... 96
65. Semoga ................................................................... 98
66. Elaeis Guineensis .................................................... 99
67. Pesawatku ............................................................... 100

Suara Mahasiswa ............................................ 101


68. Hutanku yang Hangus ............................................. 103
69. Jangan Paksa Aku Seperti Lilin ................................ 104
70. Gambut Tropisku, Identitas Indonesiaku .................. 106
71. Derai Jeritan Bumi ................................................... 107
72. Daun Kecil yang Gugur ........................................... 108
73. Lagu Sang Ilalang .................................................... 109
74. Secercah Kerinduan Alam ....................................... 110

xv
75. Kabut Asap .............................................................. 111
76. Apa yang Ditunggu? ................................................ 112
77. Membara Membawa Duka....................................... 113
78. Bebaskan Aku Dari Jerebu ...................................... 114
79. Ketika Alam Menangis ............................................. 115
80. Hidupkan Kembali .................................................... 116
81. Tanpa Judul .............................................................. 117
82. Bakar! ...................................................................... 118
83. Pernahkah Terfikir? .................................................. 119
84. Sang Penjaga Pesisir .............................................. 121
85. Tanah Surga Tinggal Cerita ..................................... 122
86. Puisi Untukmu Tuan ................................................ 123
87. Kota Asap ................................................................ 124
88. Hijau Yang Tak Terlihat Lagi ..................................... 125
89. Ketenanganku Terusik Kembali ............................... 126
90. Tentang Sebuah Tanya ............................................ 128
91. Sisa Sosok Mangrove Kami .................................... 129
92. Semesta Sekarat ..................................................... 130
93. Riauku Berjerebu ..................................................... 131
94. Hamparan ................................................................ 132
95. Bukit Batu Laut ........................................................ 134
96. Hutan yang Tinggal Cerita........................................ 136
97. Kota Diatas Awan .................................................... 137
98. Negeri Dengan Sejuta Rahasia ............................... 138
99. Puisi Alam ................................................................ 140
100.Kita Yang Meronta .................................................. 141

xvi
Puisi Pengantar

Puisi Universitas Riau


Karya: Prof. Dr. Ir. Aras Mulyadi, DEA
(Rektor Universitas Riau, 2014-2018)

Negeri berkilau itulah Riau


Terbentang kaya membuat silau
Laut berjaya penghubung pulau
Gambutnya indah cantik berdelau

Sayang disayang jika kemarau


Jerebu datang membuat parau
Media sosial sibuk berkicau
Resah dirasa untung tak sakau

Alumni dan sivitas Universitas Riau


Baik yang ditempat atau dirantau
Ingin mengabdi tak ikut galau
Berbuat sesuatu agar tak risau

Puisi dibuat bukan bergurau


Rasa dirasa untuk memantau
Banyak merenung menghindar kacau
Dibaca sejuk sile terpukau

Pekanbaru, 2 April 215

1
2
Puisi Aje
Karya: Prof. Dr. Ashaluddin Jalil, MS
(Rektor Universitas Riau, 2006-2014)

Siapakah dia?
Dia yang datang selimuti negeri
Setiap tahun, dan aku benci

Dia putih, tidaklah suci


Dia massif, membuatku ngeri
Dia terus masuk, menyelinap ke semua sisi
Jauh keparu-paru hingga darahku ini

Ini salah siapa?


Jauh sebelum ini
Kutahu dan sudah kuprediksi
Dalam sudah ini kukaji
Rekomendasipun sudah kuberi

Dan akhirnya semuanya menjadi basi


Ketika duit sudah dibagi-bagi
Ketika tak ada rasa dihati
Ketika semua mendapat kursi

Ayo Riauku yang terpuji


Kita bangkit dan bangun negeri
Kita tuntaskan musibah ini
Dengan akal dan baik budi

Pekanbaru, 1 April 2015

3
4
Puisi Pembuka

101. Untaian Kata


Karya: Arifudin

101 untaian kata bukanlah tanpa makna


Bukan juga coretan-coretan biasa
Ia terwujud karena ada rasa
Mungkin kecewa, tapi terlebih karena cinta

Bagi yang membuat, janganlah kasar


Bagi yang tertuju, harap didengar
Bagi yang merasa, janganlah gusar
Bagi yang menyimak, jadikan tunjuk ajar

Sebab semuanya memiliki kadar


Sebab kita, haruslah sabar
Saatnya pahami, berpikir pintar
Berlapang hati, berjiwa besar

Jogja, 30 Des 14

5
6
Suara Akademisi
Dr. Adhy Prayitno
Arifudin, SP.,MP
Ns. Arneliwati, M.Kep
Besri Nasrul, SP.,M.Si
Gun Faisal, ST.,M.Sc
Dr. Haris Gunawan
Haryono, SPd
Dr. Mayta Novaliza Isda
Ns. Sri Utami, M.Kep
Syaiful Anuar
Dr. Zulharman
Zuli Laili Isnaini Habib, M.A
Acep Hariri, STP, M.Si
Dr. Junaidi

7
8
1. Lembah Indah Anak Negeri
Karya: Adhy Prayitno

Kabut putih lembah bertasik


Sejuk segar udara pagi
Burung berdendang bernyanyi menari
Dari dahan pohon terbang melayang
Menukik jauh di atas danau
Danau bertepi hutan negeri
Beragam pohon tumbuh disana
berhias bunga aneka warna
Kuning ungu merah dan jingga
Hiasan rambut perawan desa
Lembah indah anak negeri

Rimba raya hutan pusaka,


Pusaka negeri perlu dijaga
Ragam hayati tumbuh disana
Tempat satwa mukim bersama
Bersorak riuh memecah sunyi
Riang gembira menyambut pagi
Lembah indah anak negeri

Ketika hujan menyiram lembah


Cahaya mentari indah berpendar
Pendar cahaya di atas lembah
Lengkung pelangi menghias hari
Di atas lembah indah sekali
Lembah indah anak negeri

9
Bumi yang gersang subur berhara
Karena hujan air terjaga
Taruna muda buat upaya
Agar hutan mu selalu terjaga
Lestarikan hutan warisan negeri
Bagi generasi esok hari
Lembah indah anak negeri

Danau besar tasik bernama


Cantik menawan gadis penari
Upaya besar bangun bersama
Jaga hutan warisan negeri

Pekanbaru, Medio Maret 2015

****

10
2. Marah
Karya: Adhy Prayitno

Ku pandang ibu bumi yang kucinta


Tubuhnya penuh luka
Satu luka sembuh, kembali...
Muncul dua, tiga, luka baru
Aku tahu...
Ini semua ulah mereka
Mereka para bedebah
Mereka para penjarah
Mereka yang serakah

Kini aku mulai marah


Siapa coba lukai ibu bumiku
Aku bacakan mantera pembunuh
Aku tak perduli siapa kau
Aku akan enyahkan kau

Kini aku sudah marah


Jika kutemukan
Kau bakar hutan ibu bumiku
Aku meradang
Aku terjang
Aku akan cincang
Aku akan cabik-cabik dan campakkan
Aku akan enyahkan semua penghadang

11
Demi ibu bumiku
Ibu bumi tumpah darahku
Ibu bumi ... aku pembelamu
Aku akan terus jaga hutanmu
Aku akan jaga sungai dan lembahmu
Aku pertaruhkan hidupku
Aku tak ingin ibu bumiku terluka lagi
Ku kembalikan senyummu yang dulu.

Pekanbaru, Medio Maret 2015

****

12
3. Pesan dari Pulau
Karya: Adhy Prayitno

Sepanjang kawasan pesisir laut rumpun-rumpun bakau


menghijau berayun, terkena ombak menerpa mengikut
waktu yang berjalan tanpa henti, memagar pulau memberi
harapan pada anak negeri tentang masa depan.

Alam telah tumbuhkan banyak rumpun sagu yang tumbuh


subur, beranak pinak membentang dari batas pantai sampai
ke tengah pulau.

Sagu tumbuh bersebelah pohon kayu bercabang dan


beranting berbagi hara tumbuh bersama membentuk ragam
hayati menenangkan hati pewaris negeri tentang hari depan
yang gemilang.

Beratus tahun telah berlalu, belum pernah terdengar kisah


pilu tentang orang-orang pulau yang kurang makan. Tak
pernah terbersit dihati, terbayangkan dalam khayal dan
angan tentang orang-orang pulau yang kelaparan.
Alam ... hutan, sungai dan tasik berkata berbisik pada
mereka para teruna akan ragam hayati sumber nutrisi. Ribu
satwa berdendang ria berbagi cerita tentang hamparan
gambut daratan pulau,.... pelihara dan warisi kami.
Di rindang bakau perahu berlabuh, di rumpun sagu gadis
teruna mendendang lagu
dari hamparan gambut di tengah pulau, sampai pantai
batas pulau
Alam berpesan ...... Pelihara hutanmu...!, Bangun
peradabanmu...!, Rajut asa masa depanmu.
Kenangan masa dahulu....seuntai pesan dari pulau untuk
generasi baru. Indahnya pulau kami yang dulu. Anak pulau

13
berperahu berdendang lagu. Menyisir pantai menikmati
indah pulau dari jauh. Nun disana beta ingin membangun
rumah, disela pohon rumbia.
Teruna muda gadis pulau, bertenun kain sambil bernyanyi.
Lagu dan tari menghibur hati, Tawa ria cermin bahagia, Bila
dara-dara muda dipinang nikah, orang sekampung beri
petuah, menata asa semasa muda, giatkan kerja masa
dewasa, bahagia kelak dihari tua.

Ingat alam yang indah permai, digambut pulau sagu dan


bakau tempatnya tumbuh, jangan diusik jangan pula
dirusak, negeri nan elok negeri harapan.
Berbagi asa semasa muda, upaya guna bangun usaha,
senang hati diusia tua terkenang pulau selalu terjaga
Kini datang perahu berlabuh, perahu penggangu, perusak
bakau
Menggali kanal di tengah pulau, rusakkan gambut...,
ranggaskan sagu
Alam berkata pada teruna, susun bahumu ...., satukan
hatimu
Halau mereka perusak bakau dan sagu, enyahkan semua
para pengganggu
Pelihara hutanmu dan gambutmu seperti dulu. Bersatu
padu selamatkan pulau
Rumpun sagu tengah pulau,

Sungai Tohor, Desember 2014

****

14
4. Selimut Kotaku
Karya: Adhy Prayitno

Ku pandang jauh...terkenang kisah tahun lalu


Hari ini di tahun lalu...tempat dimana aku kini berdiri
berselimutkan jerebu
Kupandang jauh ... hatiku meragu akan tidak terulang kisah
tahun lalu
Kupandang jauh...ku hitung waktu
Sejak terakhir kali hujan membasahi bumi
Tiga purnama telah berlalu...hujan belum juga datang
kembali

Kupandang jauh...
Ke delapan penjuru...
Jauh sampai batas cakrawala
Langit tidak lagi cerah
Langit tidak lagi biru
Langit tidak lagi seindah nirmala
Langit kotaku kini kelabu
Kelabu bukan karena debu
Kelabu karena selimut jerebu

Api kembali nyala


Di beberapa kawasan sudut lahan bertuan
Api kembali menyebar
Membakar...
Kawasan hutan
Nun jauh disudut rimba tersisa
Api menjalar, membakar sampai batas tanah rawa
Di atas lahan gambut kering tak berair
Di batas tanah para bedebah
Di atas lahan para penjarah

15
Di atas lahan-lahan kuasa mereka
Gambut kering...tidak basah
Percik api terus membesar
Kembali membakar kawasan hutan tersisa

Orang-orang desa tak punya daya


Penguasa mestinya peka
Buat upaya akhiri bencana
Selamatkan hutan yang tersisa
Pusaka warisan negeri kaya nilai

Aku sendiri dalam sunyi


Ku hitung hari
Telah sampai ke seratus hari
Sejak hujan turun terakhir kali
Belum kulihat tanda akan turun hujan
Aku berdoa dalam harap
Kumeminta kepada Yang Kuasa
Semoga kembali basah tanah ibu bumi
Semoga langit biru kembali

Aku tegak dalam jaga


Kupandang jauh sampai batas cakrawala
Jauh disana ada tanda...gelegar halilintar
Hujan kembali turun...memberi harapan
Hujan turun sebelum empat purnama
Tanah yang mati hidup lagi
Hujan padamkan api, basahkan bumi
Hujan basahkan kembali tanah hutan negeri ini
Kotaku berseri kembali
Kotaku kini berselimut putih embun pagi
Membawa pesan ...jerebu tak datang lagi

Penghujung Maret 2015

16
5. Hutan Kita Penuh Luka
Karya: Adhy Prayitno

Empat puluh tahun lalu ketika pertama aku melihat dan


mengenalmu, engkau gadis perawan yang cantik alami. Tak
ada polesan diwajahmu. Engkau membangkitkan gairah
inspirasi – mimpi masa depan penuh harapan.
Engkau adalah perawan yang akan melahirkan generasi
negeri ini, negeri beludru hijau - baiduri..., dari rahimmu
diasakan lahir generasi kaya prestasi..., generasi peduli...,
generasi pewaris negeri penjaga belantara ... rimba
haribaan warna-warni hayati... rumah beragam satwa.
Dikebun bentangan mu yang subur engkau tumbuhkan
ragam hayati. Aku kagum yang engkau tampilkan...dalam
harmoni keanggunan mu.
Satwa bernyanyi...berdendang suka.
Engkau tersenyum...ceria dan gembira ungkapkan sejuta
makna tentang negeri ini
Dalam kesahajaanmu...bening matamu seperti berkata
...menghujam lubuk hatiku...tolong engkau jaga tanah dan
hutan ini.
Limabelas tahun kemudian aku pergi jauh........
Pergi kenegeri tempatku mencari ilmu....
Aku temukan sesuatu yang baru disana..
Namun....! semua yang kutemuakan tak satupun sepertimu.
Hatiku dirundung rindu...
Rindu kesahajaanmu...
Rindu akan wajahmu
Wajah perawan jelita...
Alam negeri yang indah ...
Negeri beribu beragam bunga
Negeri hijau tempat tumbuh beribu beragam pohon
Senyum dan tatapmu seolah berpesan

17
Pesan dan harapan masa depan
Sungguh aku rindu padamu dikala aku jauh darimu
Duapuluh tahun kemudian ...aku kembali
Kembali untuk menatap cantik wajahmu
Perawan pujaanku
Kesahajaanmu yang alami...
Yang masih suci, belum tersentuh
Aku...terpana...terhenyak...kaget
Penuh kejut..., hatiku sedih
Aku sedih dan berduka, aku menjerit ...menangis dan
meratap
Ketika kutatap wajahmu yang penuh luka
Kebun pohon yang dulu...kebun pohon pembangkit suka
Kini banyak yang telah punah
Nyanyian burung dan satwa hilang sudah
Tertinggal kini kidung duka
Wajah perawan negeriku sedih mengharu
Ku bertanya pada diriku, mampukah aku mengobat
lukanya?
Ku ajak kamu... kawan!
Mari ...kita sembuhkan luka wajah perawan negeri ini
Kita rawat...kita jaga penuh kasih agar wajahnya kembali
berseri
Dua puluh lima tahun kemudian aku harus pergi lagi
jauh darimu... jauh untuk dapat memandang paras
cantikmu
Perawanku!....aku pergi tak lama....
Aku segera kembali begitu misiku selesai
Engkau adalah inspirasi hidupku
Sekarang aku ada di depanmu...
Sewindu telah berlalu ...sejak kembaliku dari jauh
Aku belum dapat mengobati...menyembuhkan luka-luka
wajahmu
Hari ini....aku ajak teman-temanku....

18
Ku ajak para sahabatku...bersama mengobati sembuhkan
lukamu
Menjaga dan merawatmu....
Kami selalu siap menjaga dan merawatmu
Semoga luka-lukamu hilang sirna
Kami berjanji bersama untuk setia disampingmu
Kami berikrar untuk terus berbuat
Ubah sedihmu dengan senyum
Mengganti dukamu dengan ceria bahagia
Bersama kami rangkai bait lagu....nyanyian alam perawan
negeri
Hutan dan tasikmu serta semua satwa penghunimu
Hidup dalam damai
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu,

23 November 2014-11-25

****

19
6. Negeri Jerebu
Karya: Arifudin

Kelabu wajahku
Kusam rautku
Sesak napasku
Merah mataku
Meronta jiwaku
Kering gambutku
Hancur hutanku
Merana rakyatku
Entah dimana pemimpinku

Sampai kapan ini akan berakhir?


Hingga idiot merajalela?
Hingga pendeknya napas jadi biasa?
Hingga mereka puas, kami tersiksa?
Tekad hati tak ada guna
Jika ilmu hanya sejengkal pena
Pahami soal sampai akarnya
Salah kelola itu pasalnya
Mari bergegas
Berpikir waras
Selesai tuntas
alami dan selaras

Pekanbaru, 14 02 15

****

20
7. Negeri Terkungkung
Karya: Arifudin

Sedari dulu dah tak beruntung


Tak dianggap tak dihitung
Alamnya kaya berkantung-kantung
Tapi hidup selalu tergantung

Apakah salah negeri terkungkung


Pemimpin negeri berujung dikurung
Saatnya kita banyak merenung
Naikkan marwah tanpa telikung

Wahai pemimpin penguasa kampung


Dengarkan kami yang tak begabung
Aspirasi kami coba ditampung
Hingga negeri siap bertarung

Jogja, 26 Okt 14

****

21
8. Perjuangan
Karya: Arifudin

Perjuangan, kan selalu terhadang


Terhadang ketidakpahaman
Terhadang ketidaktahuan
Terhadang ketidakpedulian
dan tidak jarang terhadang kepentingan

Kepentingan materi dan koneksi yang ujung-ujungnya


adalah periuk nasi dan hegemoni..
Dan semua merasa benar dengan berbagai argumentasi...
Kebenaran pun harus teruji, pragmatis, korespondensi,
koherensi ataupun deflasi..

Luruskan niat bahwa perjuangan bukanlah sensasi...


Tetapi adalah sebuah misi
bahwa kehidupan haruslah selaras dan harmoni untuk
keberlanjutan yang abadi..

Jogja, 3 Des 14

****

22
9. Salahkah Negeri
Karya: Arifudin

Mengapa negeri, selalu gundah


Laksana kapal, tak punya arah
Apa karena, sudah sejarah
Proses dibuat, lurus tak pernah
Sebenarnya kita, punya pepatah
Ilmu diserap, karena berkah
Niat dibuat, untuk ibadah
Semua kejadian, adalah hikmah
Apakah pasal, kini dah parah
Pemimpin negeri, tak lagi amanah
Katanya wakil, malah menjarah
Maju kedepan, tak punya marwah
Maafkan kami, berkeluh kesah
Karena hati, lama dah resah
Berharap pemimpin, tak buat susah
Apa dibuat, banyak faedah

Pekanbaru, 21 02 15

****

23
10. Kenapa Asing
Karya: Arifudin

Mereka datang
Mereka cari
Mareka teliti
Mereka temukan
Mereka publikasikan
Kita tercengang
Kita lupa
Kita kecele
Kita tertipu
Kita marah
Tapi tak bisa berbuat
Sebab kaya tapi tak berdaya
Pintar tapi tak berakar
Ditempat tapi tak sempat
Berteori tapi tak bermemori
Saatnya beraksi
Bervisi yang tak basi
Bergerak dari semua sisi
Bersatu tanpa syarat sana sini

Pekanbaru, 15 02 15

****

24
11. Negeri Terdzalimi
Karya: Arifudin

Kaya
Ramah
dan indah
Tapi pemimpin di jeruji besi
Minyak
Sawit
Akasia
Pun tak berarti
Bukan kita yg nikmati
Terjajah oleh kebodohan
Terbuai dengan kemewahan
Terlena oleh jabatan
Terdiam dengan suapan
Ah… kenapa?
Pada sesama, saling menyalahkan
Pada pusat, lari ketakutan
Pada pengusaha, takluk uang siluman
Pada aparat, terkekang ancaman aturan
Benci dan juga Muak
Tapi harus tetap bergerak
Bergerak serentak
Dengan ilmu
Dengan visi
Dengan keyakinan
dan kebersamaan anak negeri
Bahwa ini harus segera diakhiri

Pekanbaru, 12 02 15

****
25
12. Negeri Terbilang
Karya: Arifudin

Kaya terbentang terbuai pantang


Surga dikhayal cerita usang

Jalan disusur hancur berlubang


Keluh tersebut berulang-ulang

Rakyat susah di pinggir jurang


Tersudut pemodal pemilik uang

Hendak bergerak memulai garang


Nyali disulut tak surut pulang

Perkuat ilmu sebelum petang


Satukan visi dalam berjuang

Pekanbaru, 7 Feb 15

****

26
13. Maafkan Ku Belum Tahu
Karya: Arifudin

Mereka berkata karena tidak tahu


atau malah mereka lebih tahu
atau pura-pura tidak tahu
atau mungkin tahu tapi demi bahu membahu

Agar yang lain merasa senang


Agar yg lain merasa menang
Agar yang lain tak menjadi garang
Sebab merasa semakin terkekang

Saatnya luas mata memandang


Apakah adil juga disandang
di tempat lain juga diserang
obat sabar jadi penenang

Mari saling memahami cinta


berlabel damai antar sesama
dibingkai toleransi dan kerjasama
Punya kaidah dan tata cara

Agar hidup lebih bermakna


Tak ada dendam dan sak wasangka
Lepaskan iri saling curiga
Berjalan harmonis penuh canda tawa

Jogja, 25 Des 14

27
14. Rantau
Karya: Arifudin

Pergi untuk mendapat


Jauh untuk mendekat
Lepas untuk merekat
Pasrah untuk makrifat

Diam tanda menggugat


Kasar tanda tak kuat
Lembut, bisa menjilat
Ramah, bisa terlewat

Mari perhatikan adat


Perilaku dibuat sesuai tempat
Belajar salah jangan mengumpat
Menjadi indah suatu saat

Jogja, 25 02 15

28
15. Kan
Karya: Arifudin

Disini di tempat kami, mungkin tempat kamu, tempat kita


juga
Terlahir semua sifat yg sudah diceritakan dalam semua
kisah cerita bermakna dari nenek moyang bangsa seluruh
dunia
Kan selalu ada si pencari kuasa yang tak sadar bahwa dia
sudah semena-mena
Kan selalu ada pencari muka untuk mencari selamat akan
hidupnya
Kan selalu ada perusak kehidupan yang tidak ingin ada
sebagai mana mestinya
Kan selalu ada yang bersebrangan untuk
memperjuangankan hak-haknya
Dan…
Kan selalu ada korban-korban yang tak berdaya

Lalu?
Kata bijak, legowo dan sabar
Kan selalu menjadi obatnya
Yakin bahwa masing-masing punya keinginan untuk
perbaikan,
Kan menjadi toleransinya
Visi kedepan
Kan selalu menuju impian demi kebaikan, jadi rujukannya

29
16. Adat
Karya: Arifudin

Adat melembaga jadi panutan


Nilai dijunjung jadi pegangan

Tokoh dihormat jadi teladan


Kata diucap jadi rujukan

Gelar didapat disanjung jangan


Tingkah dilaku membuat segan

Sejarah cerita menjadi pesan


Memilih salah, sesalnya kemudian

Jogja, 28 Nov 14

30
17. Nafas
Karya: Arneliwati

Dia yang mengancam


Bersihku
Segarku
Sehatku

Dia yang mengancam


Hidungku
Mataku
Tenggorokanku

Nafasku sesak
Asmaku menyeruak
Dadaku penuh dahak
Paru-paruku rusak
Anak-anakku muak

Mereka berkata padaku


Kumohon jerebu
Cepatlah berlalu
Menjauhlah dari negeriku

31
18. Asap Jerebu
Karya: Arneliwati

Engkau yang kurindu


Engkau yang dulu segar mengisi hariku
Engkau yang dulu selalu tersenyum memandangiku

Namun kini engkau telah berubah menjadi pilu


Engkau tak seperti 18 tahun yang lalu
Wajahmu kotor merusak jiwaku dan aku malu

Mataku perih melihatmu


Suaraku hilang mendengarmu
Nafasku tersengal menghirupmu

Kini kau mengancam jiwaku


Beribu penyakit kau lahirkan dibadanku
Beribu bakteri kau rusak paru-paruku

Pergilah engkau wahai perusakku


Pergilah engkau wahai kisah gelapku
Pergilah engkau si asap jerebu

32
19. Gambut Menari
Karya: Besri Nasrul

Gambut menari mencumbu bakau


Menghias pesisir membungkus pulau

Membentang cantik aku terpukau


Fibrik, hemik dan saprik kupanggil engkau

Kedalamanmu mendesirkan darahku


Hitam airmu, eksotis menggoda jiwaku

Alamimu kurindu
Hancurmu kubenci
Lembabmu kusuka
Keringmu, aku kecewa

Ini bukan soal perut kawan


Ini juga bukan soal kue-kue pendapatan
Tapi ini adalah soal keberlanjutan
Aku, kamu, dan generasi penerus kedepan

Kumohon hentikan
Hentikan pembenaran yang tak beralasan
Hentikan eksploitasi yang tak berkesudahan

Sudahlah kawan
Ini sudah keterlaluan
Saatnya kita bereskan
Demi gambut kita yang masih bisa diselamatkan

Jogja, 20 Maret 2015

33
20. Suara Hati Pepohonan
Karya: Gun Faisal.

Suatu ketika, di sebuah padang


Tersebutlah sebatang pohon rindang
Dahannya rimbun dengan dedaunan
Batangnya tinggi menjulang.
Akarnya tampak menonjol keluar,
Menembus tanah hingga dalam.

Pohon itu tampak gagah di banding dengan pohon-pohon


lain di sekitarnya.
Pohon itu menjadi tempat hidup bagi beberapa burung
disana
Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada
batang-batangnya.
Burung-burung itu juga membuat lubang,
Dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon
itu.
Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat
mengisi hari-harinya yang panjang.

Namun zaman sudah berubah,


Sekarang pepohonan itu tidak lagi tampak,
Berganti menara-menara yang menjulang.
Tidak ada lagi kicauan burung-burung,
Yang ada hingar bingar derum mesin kendaraan.

34
Sang Pohon masih berdiri,
Namun tidak lagi seriang dulu.
Tak ada pohon lain yang menemani, tak ada tanaman lain
yang mengelilingi.
Air matanya menetes, merasakan sesak,
Tak ada lagi tempat untuk berkembang, tak ada lagi lahan
untuk tumbuh.
Sambil terisak dia berkata,
Menara-menara mengambil tempat kami hidup.

Yogyakarta, November 2009.

***

35
21. Puisi Merindu Sahabatku Angin dan Air
Kesaksisan Sunyi, Puisi Akhir Tahun 2014
Karya: Haris Gunawan

Kita harus selalu saling merindu, mungkinkah?


yang kurasakan itu kini…dan merawat sampai kapanpun
itu, temani hari-hariku tentunya,
yang aku pahami, merawat harapan itu yang masih
kupunya..seperti merawat harapan tujuan perjuanganku…
bukankah kita pernah berbagi lewat hembusan angin itu dan
mengalir bagai air yang tak henti memberi kehidupan
sesungguhnya,
memang tak mudah melewati rasa rindu ini, bukan karena
dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh..tapi rindu ini datang
selalu, dan tak dapat selalu kukatakan..kujelaskan apa
alasannya, mungkin tidak perlu aku selalu bertanya apa
penjelasannya, apa alasannya…
seperti sampai sekarang tidak tahu kapan persisnya awal
rindu ini datang….akhh….itu mungkin tidak terlalu penting
bagiku…bahasa puisi ini hanya untukmu…inilah yang juga
kupunya…bait-bait puisi untukmu…yang menemani hari-
hari disetiap rinduku..rindumu..perjuanganku,
perjuanganmu…memberi begitu warna disetiap prosesnya
dan perjalananku, perjalananmu..sampai kapanpun..seperti
kutanya angin dan air yang selalu hadir untuk kita,,untuk
semua dari kita…untuk memberi kita kehidupan bukan..
tak mudah untuk menggambarkan suasana rindu itu seperti
sulitnya mengumpulkan kata-kata dalam sebuah rangkaian
kalimat panjang menjadi sebuah lukisan indah menyatu
tentang kehadiranku, kamu, angin dan air, yang kubisa
rawat selalu dalam kerinduan terdalam hatiku ….

Kenapa kau berhembus wahai angin..


kenapa kau memberi kehidupan wahai air

36
ayo, jelaskan itu keaku..seperti yang kurasakan suasana
merindu ini..
mungkin tidak perlu aku harus memaksa dan menunggu
jawabanmu,
kabarmu lewat hembusan angin itu dan gemercik airmu,
telah mampu menjelaskan,
tentu dalam bahasamu, yang akan kucoba pahami.. dan
apapun itu sekarang ini aku merindukanmu…

Aku ingin merindu ini bagai sahabatku angin dan air,


yang begitu penting selalu menjaga harapan kehidupan ini
terus ada,
memberi udara segar dengan hembusan anginnya..
memberi kehidupan kepada semuanya lewat hujanmu…

Memandangi hujan lebat dengan angin..


yang hanya kupikirkan rindu ini atau kutulis lanjutan puisi
untukmu
dengan bahasa yang diajarkan dalam perjuanganku
ada sahabat-sahabat yang tangguh,
sahabat yang menumbuhkan harapan
sahabat seperjuangan untuk negriku,
salah satunya dia adalah elang yang mengacak-acak bulu
untuk membumbung tinggi kelangit
dan mengubah dirinya menjadi petir
memberi tenaga bagi pejuang sepertiku, sepertimu, seperti
kita semua..
yang menggegarkan dengan suara gemuruhnya
serentak dia hapuskan semuanya, semuanya…semua yang
menghambat tujuan perjuangan itu.. untuk
masyarakatku..negeriku..yang selalu kucintai..dan aku
bersamamu dalam kerinduan ini…..

Panam, 27 Desember 2014

37
22. Bersama Sahabat
Karya: Haris Gunawan

Kan air dan angin itu selalu hadir


Dimanapun
jaga dia disetiap rindumu, rindu kita, rindu sahabat-sahabat
alam
itulah yang masih kita punya kini dan entah sampai kapan
yang pasti dia telah hadir dalam bait-bait puisi merindu itu
bagi negriku, negri harmoni kita

Happy New Year 2015

38
23. Saling Merindu
Karya: Haris Gunawan

Seperti angin dan air berbicara di penghujung malam


Waktu dingin, terasa sunyi
Seperti memanggil, untuk kembali rindu itu bertemu

Seperti juga aku, kamu dan tentunya kita


Pandanganku tak jauh beda tentang negriku
Jangan hanya aku mencapaimu tapi juga kamu dan dia
disana
Atau tunggu sampai angin mengabarkan sebenarnya kita
selalu saling rindu

Sampai hari ini ditengah kemurungan negriku,


Kerinduan kan kuyakini mampu menyembuhkan dukamu..
untuk yang disana, dimana saja..
wahai angin dan air sampaikan semua kerinduan ini
negeriku bangunlah dari tidur panjangmu..

apakah yang kau tangkap dari hembusan angin dan


mengalirnya air didedaunan itu?
apakah tidak membayangkan rahasia daun basah oleh
tetesan titik air
dan kemudian melambai mengikuti hembusan angin..
dia tetap disana juga aku yang sedang menunggu dibalik
ketukan yang berulang
Menunggumu sendiri, disini.

Panam, 2 Januari 2015.

39
24. Merawat Harapan Dari Sahabat
Curhat Merindu Dalam Kesaksian Sunyi
Karya: Haris Gunawan

Kali ini puisi tentang kamu, iya, kamu yang empat hari ini
bersamaku berjalan menyusuri pepohonan sagu, pejuang, itu
sebutanku untuk kamu ditengah gempuran para guru dan juga
para kapitalis itu.

Teguh prinsip mu terapkan ilmu semoga Allah selalu meridhoi


setiap langkahmu ke pelosok negeri agar gambut kembali
basah dan tentunya masyarakat yg kau kasihi.

Sumatera jawa dipisah selat terasa jauh kala di seberang,


namun apalah artinya jarak jika Tuhan sudah berkehendak
didengar petinggi negeri, laksana tetes air di padang pasir
memberi asa untuk capai tujuan selamatkan gambut dan
rakyat negeri

Selamat berjuang kawan banyak harapan di genggaman


semoga cinta bisa kau tularkan pada para pengambil
kebijakan

Ketika pulang ke kota itu Bersama misi dipundakmu Serasa


ribuan denting bertalu Membakar semangat perjuangan mu
Yogya hari ini.
Semoga menjadi saksi, dimana waktu kembali berpihak
pada rakyat negeri yang selama ini, tersisih di tanahnya
sendiri

40
25. Perjalanan Sunyi ke Sungai Tohor
Puisi Curhat Merindu dalam Kesaksian Sunyi
Karya: Haris Gunawan

Diatas speadboat dengan suara deru mesin dan keras


hempasan gelombangnya, terasa hembusan angin dan
gemercik air ini telah mendekatkanku kembali pada kenangan
saat itu

Ya kenangan perjuangan bersamamu

Kini aku datang lagi, tentunya tidak bersama dengan para


pembesar negri seperti waktu itu

Tapi ayunan gelombang ini, tak akan dapat melupakan semua


yang telah aku, kamu, dia dan semua dari kita
perjuangkan...pulau indah itu dengan masyarakat yang selalu
memberi senyum tulus disetiap kehadiranku. kini
kedatanganku bukan hanya merasakan indahnya kenangan
itu, tetapi lebih pada meneguhkan perjuangan ini

Perjuangan untuk masyarakatku, perjuangan untuk alamku,


perjuangan untuk hamparan sagu dan hutan itu kembali
menghijau setelah air hitam membasahimu kembali

Ini belum selesai sahabat, masih akan lebih panjang dan tidak
lebih mudah

Tetapi yakinlah, negeri ini telah membawa takdirmu

Hingga pada saatnya nanti, tujuan perjuangan ini terwujud,


diantara semakin banyak senyum-senyum tulus
masyarakatnya...

22 January 2015

41
26. Puisi Rindu Harmoni Alam
Karya: Haris Gunawan

Sudah tak mampu lagi ku menghitung


Berapa jumlah pohon yang kau tebang, kau bakar, kau ganti
mereka

Dengan jenis yang seragam bagai hamparan luas tak


bertepi sepanjang jauh aku memandang

Namun disaat kuberdiri disana, tak lagi aku rasakan


sesungguhnya kehadiranmu

Sahabat sejatiku, angin dan air, hembusan dinginmu,


gemercikmu

Sesungguhnya telah merawatku, kamu, dia, kita dan


semuanya

Penghujung malam dalam Kesaksian Sunyi, 27 Januari


2015

42
27. Tersalai Dalam Sunyi
Karya: Haris Gunawan

Kalau hujan tak lagi berderai, terasa sunyi sepi, kini jerebu
itu datang lagi, menembus dihampir setiap jengkal pelosok
negeri, tak terkecuali telah mengendap keparu paru kami,
CUKUPlah sudah tersalai belasan tahun ini, tapi tak
kunjung ada solusi, sedih tak terperih, mendengar jerit
tangis tak terhenti

@Rumah Inspirasi, Panam Februari 15, 2015.

43
28. Doa Sahabat
Karya: Haris Gunawan

Doa untuk perjuanganmu,


mungkin tidak hanya pada hari ini.
Namun hari ini sungguh spesial.
Banyak doa akan dipanjatkan untukmu,
dari begitu banyak yang mengasihimu dan mendukungmu.
Selalu lah semangat
bersama kita pasti bisa.
Tugas kita hanya berusaha yang terbaik dan berdoa,
dan biarkan Allah menentukan takdir dan jalannya

44
29. Blusukan Asap Petinggi Negri
Karya: Haris Gunawan

Diatas Air Laut yang pastinya asin, namun tetap tak


membuat ikan-ikan seasin airmu,
diatas pompong kayu, bergerak lambat ditengah suara
antara debur air dan mesinmu, telah menjadi saksi
perjuangan tuk negriku..masyarakatku, dan lingkunganku,
kehadiran sang panglima negri yang dulunya bernama
nusantara, kenegri jerebuku dan sahabatku, membulatkan
tekadku, aku telah lahir dan takdir berjuang bersamamu,
tujuan ku satu negriku harmoni.

Tanjung Samak, 27 November 2014.

45
30. Merbau
Karya: Haris Gunawan

Ku kan melangkah lebih dekat menjemputmu.


meskipun bersama kesunyian itu...menepi, bersandar
dalam keindahan harapan masa depanmu..satu dua sisa
hutan sialangmu, telah mengingatkan kembali memori
suara gemuruh ribuan lebah..kala itu......aroma harummu
sebagai saksi panjang perjalanan masyarakatmu...
...merbau .....
pohon hutan yang kini telah abadi sebagai nama
kampungmu..tetap kuat sekuat pohon merbau itu..kampung
adat diantara gempuran perubahan..kini ku telah
datang..bersama sahabat sejatiku...air dan angin.. ku kan
bersamamu merawat sisa indah alammu.. menumbuhkan
hutan-hutan pohon merbaumu..diantara saksi sisa abu dari
jerebu.

Pelalawan, April 2 2015

46
31. Nelayan dan Jerebu
Karya: Haryono

Kami adalah nelayan


yang akrab dengan kerang dan ikan
itulah yang engkau makan
menjadi protein untuk menempuh pendidikan

walau terkadang nasib kami terabaikan


kabot, asap, jerebu sangat kami khawatirkan
ketika ayah kami akan berangkat untuk menafkahkan
anak istri yang selalu dirindukan

ketika di tengah lautan


kabot, asap, jerebu selalu membingungkan
sehingga tidak tahu arah tujuan
ayah pulang maupun mencari ikan

kami nelayan memang tidak berharap kehutan


tapi jangan ia dibakar dan diserakahkan
jangan ia dibakar dan dihancurkan
sebab akan menjadi kabot asap, jerebu yang
menyusahkan

hilang arah tak bisa pulang


akan mengkhawatirkan anak istri tersayang
menyusahkan pencaharian kaum kerabat yang
kehilangan
sebab kami tersesat oleh kabot jerebu dan tak bisa
pulang

47
ikan tangkapan tak bisa menafkahi
sebab busuk tak dapat dijual beli
cukuplah gelombang menyusahkan kami
jangan ditambah dengan kabot asap dan jerebu ini

nasib nelayan tidaklah tentu


bukan tauke yang selalu berdoku
naseb hutan bukanlah untukmu
tetapi harus diwaris ke anak cucu

cerita nelayan selalu menyayat hati


ditambah perih asap dan jerebu dibumi
kalau tuan berilmu elok berbudi
jagalah selalu alam agar lestari

48
32. Hantu Jerebu
Karya: Haryono

Hantu serakah
hantu bedebah
hantu membakar bara dihati
hantu memanggil jerebu dibumi

serakah menang
serakah riang tidak kepalang
serakah menang menebar wabah
wabah sesak wabah perih segala wabah

jerit tangis hutan


jerit tangis pohon
jerit tangis daun
jerit tangis tanah

jeritan siapapun yang kepanasan


air menjerit air kepanasan
ranting menjerit ranting kepanasan
siapa yang tahu semut mati ia menjerit kepanasan

setelah itu jerebu datang hadiah sang api


hadiah kemenangan untuk keserakahan
jerebu untuk siapa ini ?
apakah jerebu keberkahan ?

berkah siapa, berkah untuk siapa ?


apakah untuk burung yang mati karena sesak ?
apakah untuk anda, anda, dan anda ?
atau untuk kita yang kalah telak ?

49
apakah kita tidak malu dengan alam ?
apakah engkau mampu menjawab jika bumi bertanya
jerebu dari mana ini yang membuat siang menjadi
kelam
yang membuat kelam menjadi kematian untuknya

hantu serakah hantu bedebah


matilah hantu pembuat jerebu
agar hidup menjadi indah
tiada lagi air mata dibumiku

50
33. Asap Negeriku
Karya: Mardalena Hanifah

Katanya Pekanbaru Negeri Bertuah


Darat, laut dan angkasa raya
Sebagai lambang kemakmuran
Berlimpah ruah

Dimana rakyatnya selalu tersenyum megah


Tapi kini negeri melayuku
Redup dilanda kabut asap
Yang terus menyerbu

Jangankan untuk berkata


Aku sudah tak mampu
Melihat ke depan pun mataku
Menjadi buntu

Sesak dada ini


Perih mata ini
Miris hati ini
Apalagi ketika anak cucu
Menjadi korban diri
Dari serbuan asap
Keserakahan pembakar hutan lebat negeri ini

Aku bertanya
Tapi siapa yang bisa menjawab
Kenapa ini terjadi?
Dan salah siapa semua ini?

51
Mereka pembakar hutan
Atau alam yang sudah tak mau bersahabat lagi dengan negeri
ini?
Kini di negeri tuah ini
Kami hidup menghirup asap yang kian pekat
Menyesak
Bagai salai kami terpanggang diam

Tak mampu bicara


Apalagi bertindak
Kami hanya bisa diam
Tak kuasa melawan

Dan hanya menanti


Berharap
Akan ada datang pahlawan negeri
Yang melawan keserakahan
Para pembakar hutan negeri ini

52
34. Jerebu Kembali
Karya: Mayta Novaliza Isda

Kabut asap mulai lagi


Semua kota seperti mati
Gelap dan terasa sesak dihati
Kenapa ini terulang kembali

18 tahun sudah berlalu


Namun jerebumu smakin menggebu
Apa ini yang slalu ditunggu
Jauh dari udara bermutu

Apa ini yang membuat kebanggaanmu


Menciptakan langit kelabu
Setiap hari penuh asap dan debu
Mataharipun bersinar lesu

53
35. 18 Tahun
Karya: Mayta Novaliza Isda

18 Tahun berlalu
Tapi dirimu.....
Tetap seperti dulu
Penebangan pohon menjadi kebiasaanmu

18 tahun sudah
Kapankah bumi Riau ini bisa berubah
Kapan derita bumi ini tidak smakin parah
Haruskah bumi ini selalu kena bencana
Jerebu dimana-mana

18 tahun yang dinanti


Apakah manusia tidak mengerti
Atau tidak ambil peduli
Untuk memperbaiki lingkungan ini
Berapa lagi keluar pundi-pundi negeri
Untuk membangun hutanmu kembali

54
36. Mohon Jangan Bakar Hutanku
Karya: Sri Utami

Tangan-tangan jahil....
Mencoba meluluh lantakkan dunia ini
Dengan membakar hutanku
Dengan menghanjurkan tumbuh-tumbuhan yang sudah
tidak menghasilkan

Hutan yang tak tahu apa-apa


Hutan ...... sebagai sasaran
Nafsu yang tiada dipikirkan
Hanya memikirkan kepentingan pribadi semata

Manusia yang tak bertanggung jawab


Manusia yang tidak mempunyai hati nurani
Bukankah masih ada solusi yang lebih indah
Bukankah masih ada solusi yang lebih menyejukkan

Dengan memotong cantik pohon-pohon yang tidak


berfungsi lagi
Dengan menata cantik pohon-pohon yang tidak dibutuhkan
lagi
Sehingga tidak lagi mengorbankan orang-orang yang tidak
berdosa
Sehingga tidak ada lagi korban-korban yang berjatuhan
karena asap

55
Padahal...
Asap yang sudah berlebihan akan menyesakkan dada
Asap yang kotor membuat sakit mata kita
Bahkan asap bisa menjadikan saluran nafas kita bisa
cedera
Dimana lambat laun bisa menjadikan keganasan saluran
nafas kita
Maka akan musnahlah kita

56
37. Warisan Musim
Karya: Syaiful Anuar

Di mana negeri yang tersohor itu?


Mereka menjawab ‘rioriuhriau’
Begitulah tarikh peradaban berkisah.
Ya
Riau kami dupa penghantar doa-doa ujub
Di atas baranya, mereka bakar cinta dan rindu kami
Bagai sesembahan, asapnya memukau angin dan pun mabuk
matahari
Riau menyiasah sejarah ‘rioriuhriau’
Tetapi, ada yang terlupakan saat peradaban memulai
langkahnya
Mereka memolesi mitos yang usang
Percaya pada kisah pergantian musim
Pada rindu mendu masa silam yang kian jauh kisahnya
Pada pesta panen yang mulai mengubur makyong
Pada gawai yang lupa waktu.
Allah
Riau kami penghantar doa-doa wujub
Bara dupanya membakar cinta dan rindu
Yang patut mulai ragu menafsirkan wajah Riau yang keruh
Sebab lalai waktu siang dan malam.
Ya Allah
Mereka memulai ritualnya
Lucutlah yang batin, datuk, raja di tampuk mahligai
Magisnya membakar berlapis-lapis hutan penghabisan
Kemudian asapnya menerbangkan angan yang paling harap
Berjuta budak latah tersandera imajinasi liarnya
Orang tetua meratap sungsang bagai melihat kematian.
Dalam petaka, mereka bertanya
Di mana negeri yang tersohor itu?

Riau, Mei 2014

57
38. Paru Paru dan Durjana
Karya: Zulharman

Ketika udara merana


Dirasuki jelaga
Paru-paru pun meronta
Karena tersedak jelaga
Paru-paru bertanya
Darimana jelaga
Jelaga berkata
Dari para durjana
Durjana Tertawa
Melihat Kota ternoda
Paru-paru berontak
Durjana tersedak
Durjana menyesal
Jelaga pun hilang
Paru-paru tertawa
Karena noda telah sirna

Pekanbaru, 20 Maret 2015

58
39. Hilangkan Jerebu
Karya :Zulharman

Suatu ketika
Diantara pekatnya asap
Anak anak bersepeda ria
Bermain dan tertawa
Diberanda bejerebu
Ibu-ibu hamil bekerja
Anak-anak Balita bercanda
Tanpa menyadari bahaya
Mereka menghirup CO
Mereka menghirup Sulfur
Mereka menghirup NO
Mereka menghirup jerebu
Paru paru tercekik
Mata memerih
Otak termangu
Generasi terancam
Oh, penguasa negeri
Tolonglah mereka
Hilangkan jelaga
Hilangkan jerebu
Yang tiap tahun
Terus datang menyapa

59
40. Adat Untuk Negeriku
Karya: Zuli Laili Isnaini Habib

Bila adat digenggam kuat


Tiada hasrat merusak niat
Bila adat dijunjung mufakat
Para pengikut meredam khianat
Tuk tunduk, patuh, dan khidmat
Adat dicipta para ulama nan cerdik dan pandai
Sebagai pusaka penjaga hati
Adat layaknya berakar kalam Ilahi
Juga sunah para Rasul penjaga bumi
Niatkan hidup bersimbol kitabullah
Sebagai pencerah makhluk bumi Allah
Kekanglah nafsu, angkara, dan serakah
Tuk alam yang tak layak dijarah
Ingat....!!!!
Alam yang kaya bukan warisan
Dia hanya sebuah titipan
Suatu saat ada pertanggung-jawaban
Atas hal yang telah dilakukan
Berfikirlah...
Bila adat tak mampu menawan hasrat
Percayalah tak ada yang selamanya hayat
Bila mulut tak mampu menjawab
Tangan bersilang sedekap
Mata menutup rapat
Telinga terkunci disumbat
Yang demikian itu, ada perhitungan di akhirat

(Pekanbaru, 22.03.2015)****ZLI

60
41. Sialang Tak Lagi Bermarwah
Karya: Zuli Laili Isnaini Habib

Tinggi tegap lurus menjulang


Melebihi tingginya pepohonan sekitar
Pohon Kedundung, Batu, Balau, Kruing
Juga Ara, Sulur Batang, Randu, dan Cempedak Air
Pohon bercabang mengarah vertikal
Itulah dia, pohon Sialang
Seabad lalu,
Sialang berjejer membelah hutan
Ribuan lebah hinggap dan hidup bergelantungan
Membentuk koloni pada cabang dan dahan
Tempat lebah menyimpan madu untuk kemaslahatan
Sialang....
Mampu menopang sumber mata pencaharian
Bagi masyarakat tempatan
Yang mengolah ladang dan menangkap ikan
di rawa-rawa dan sungai melingkar
Masyarakat tempatan menganggapnya pohon bertuah
Memberi manfaat dari hutan simpanan
Melalui nyanyian, doa, dan pujian
Bentuk religi penjaga lingkungan
Dulu.., saat panen tiba
Perhitungan waktu dilakukan seksama
Segala puja dan doa ditasbihkan
Asap mengepul mengusir lebah dengan akal
Teknik tempatan bergerak sangat cekatan
Cara mengusir lebah dengan teknologi lokal
Ribuan lebah beterbangan
menghindar asap mencari perlindungan
Sepertiga sarang lebah masih ditinggalkan
Lebah kembali ke sarang yang masih disisakan

61
Bukti menjaga keberlangsungan
Bagi lebah madu di saat mendatang
Itulah bentuk pengetahuan asal
Yang dijadikan sebagai kearifan
Masih dahulu...
Masyarakat menjunjung marwah pohon Sialang
Pohon yang dilindungi di hutan produksi
Hutan milik masyarakat tempatan
Saat hutan bukan privatisasi
Saat Sialang masih rupawan
Berdampingan dengan pohon asli alam
Bercampur dengan pohon Durian, Jelutung, Bintangor,
Meranti, Pulai, dan Pisang-pisang
Membaur dengan rindangannya pepohonan yang beraneka
ragam
Kini sudah berbeda lagi,
panen dikerjakan tak hanya di malam hari
Bisa siang, sore, maupun pagi
Para lebah akan terbang dan pergi
Ke pohon, dahan, cabang, dan tempat yang tak sama lagi
Sialang adalah saksi perubahan zaman
Saksi perubah kebijakan
Saksi kealpaan kekuasaan
Saat mesin-mesin beradu membelah hutan
Merusak suasana nyanyian alam
Rangkong tak lagi berkoak riang
Lebah tak sudi hinggap di dahan-dahan
Tumbuhan kayu jatuh melintang
Menahan panas api yang menjalar
Satu demi satu Sialang roboh
Bersamaan tumbangnya kayu hutan
Berbagai binatang hutan lari tunggang-langgang
Karena tempatnya telah dijarah paksa
Menjadi hutan yang tak lagi beragam

62
Sialang tak mampu bicara
Namun juga tidak membisu
Dia mencoba untuk berkisah
Bahwa dirinya tak lagi bertuah
Pun tak punya marwah...

Tesso Nilo, Akhir Januari 2015 (***ZLI***)

63
42. Negeri yang Tergadai
Karya: Zuli Laili Isnaini Habib

Sebuah cerita tentang negeri yang menggoda


Segalanya tersedia penuh pesona
Hutan rimba penyuplai alam semesta
Sungai dan laut kaya akan sumber daya
Namun kudengar negeri itu sedang merana
Meratap tersayat oleh luka dan lara
Asap tebal menyelimuti raganya
Akibat keserakahan tangan manusia
Modal datang penuh kuasa
Mengeruk isi bumi penuh harta
Ambil semua yang terkandung didalamnya
Juga meratakan hamparan diatasnya
Kabarnya.....
Atas dan bawah, negeri itu bertuah
namun rakyatnya hidup menyewa tanah
melalui tenaga yang dikerahkannya
kepada kapital yang mengambil haknya
dimana para ulama
dimana para bijak berada
dimana para cendekia
dimana penguasa negara
katanya adat dijunjung tinggi
nyatanya terbang terbawa angin
Tinggal terpampang di langit-langit
tersapu musim dan telah tersalin

Pekanbaru, 2015 *** ZLI***

64
43. Dalam “Camp” Perjuangan
Karya: Zuli Laili Isnaini Habib

Menariknya perbedaan
Indahnya keberagaman
Disitulah arti perjuangan
Bersama mencari keadilan

Beda bendera, beda warna


Begitulah adanya kita
Digerakkan satu tujuan
Namun begitu, saling mengingatkan

Meski beda rasa, beda cita


Tonggak kita adalah sama
Berjuang untuk sesama
Jangan mudah diperdaya

Sahabat,
Ini memang ladang sunyi
Ajang laga ideologi
Dengan iklas bersama mengabdi
Berjalan menggunakan hati
Agar segala tiada rugi
Semoga Tuhan meridhoi

Pekabaru, Maret 2015 ***ZLI***

65
44. Negeri Dongeng Berselimut Asap
Karya: Acep Hariri

Tuhan telah menganugerahkan rizki pada negeri kami


Sumber daya alam melimpah tak bernilai
Tanah dan udara selalu member nikmat
Diantara ribuan kicauan berkah

Negeri dongeng seribu harapan


Menjadikannya sebagai puteri manis
Diantara manusia jahanam
Menyelimuti rasa haus menikmatinya

Kuasa membawa petaka


Nafsu membawa bencana
Negeri dongeng sedang murung
Berselimut kabut hitam durjana

Puteri manis hanya cerita


Negeri asap menjadi berita
Caci maki menjadi asa
Amarah membawa muslihat

Tuhan,,,,
Inikah murkamu kepada kami
Jangankan melihat keindahan berkahmu
Melihat diri sendiripun kami sangat malu

20 Maret 2015

66
45. Senandung Nyanyian Asap Pekat
Oleh: Acep Hariri

Sayup angin selalu memberi kabar baik


Hangat mentari membawa hayalan
Riang burung mengingatkan nyanyian alam
Udara pagi memberi harapan

Keagungan alam selalu menyelimuti sanubari


Menghayal keesaan anugerah
Menyanyi diantara dering napas
Memberi warna keindahan alam semesta

Aku hanyalah terbaik diantara karunia ilahi


Kemunculanku bukan untuk menyakiti
Aku tercipta diantara keseimbangan
Roda putar dunia fantasi

Aku menari meyelimuti hayalan


Menghalangi udara memberi kenikmatan
Melawan amarah dengan peringatan
Walaupun kebencian semakin menjadi

Kenapa aku yang disalahkan


Bukankan kehadiranku diharapkan dalam kenyataan
Aku diciptakan bukan pada harkatku
Alam selalu memberi pesan

Kesalahan dan amarah bukan tujuanku


Ini peringatan akan kekecewaan
Lindungi anugerah alam
Itu pintaku

67
46. Ahai
Oleh: Junaidi

Ahai… mau dibawa kemana negeri ini


Tak pernah berhenti dirundung bencana tak bersolusi
Kabut asap, longsor, banjir, tsunami, gempa bumi ……. oh..
terlalu lelah rasanya

Ahai…. mau dibawa kemana negeri ini


Ketika pemimpin negeri berasyik masyuk mengejar mimpi-
mimpi pribadi
Lupa segala cita-cita yang pernah terikrar bersama

Ahai…. mau dibawa kemana negeri ini


Ketika kita tak lagi malu hati
Mendengar seorang anak di pengungsian bencana banjir
Menyanyi menyambut petinggi negeri
Dengarlah nyanyiannya kawan:

Tanah airku Indonesia


Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala

Ahai….. apakah kita masih akan tetap berdiam diri


Ketika negeri elok kita tercabik-cabik oleh keserakahan
yang tak berujung
Sungguh! Tak berujung, kawan!

Jambi, 20 Maret 2015


68
47. Maafkan Kami Ananda
Oleh: Junaidi

Kami wariskan negeri ini padamu, Ananda


Tadinya negeri ini berada
Segala tambang dan energi dimana-mana
Tadinya ini negeri yang elok
Seperti anak dara, merayu menyedapkan mata
Tetapi kami tak kuasa mehahan tamak
Mereka berkacak pinggang menggerus bumi
Mengaliri cemar di sungai-sungai jernih kita
Menumbang pohon hingga tak bersisa
Atas nama bangsa yang sejahtera kini (tapi…….. entahlah
nanti)

Kami gelisah Ananda…….. lelah………..


Sudah berbuih kata berkata
Sudah berpeluh tangan menghadang menghalang
Sudah bergetar bumi ………. sungguh!, sudah bergetar
bumi ini di hentak kaki

Tetapi maafkan kami tetap tak berdaya


Menahan kait-gelindan mereka para pengusaha dan
penguasa
yang tertawa dalam aliran harta dan kuasa
yang selalu berkata mereka adalah kita, dengan bahagia
dan derita yang sama
ya…ya..ya…, yang selalu berkata ini adalah negeri titipan
generasi masa depan bangsa

69
Jika nanti kemarau tak jua berhenti mengundang langit
berkabut asap
Jika nanti bumi berderas hujan, tak jua surut mendatangkan
banjir menggenang
Sampaikan juga maaf ini pada anak-anakmu, cucu-cicit
kami
Janganlah umpat kami dalam doa-doa mu
tak tenang nanti kami di “sana”

Kami wariskan negeri ini padamu Ananda


…………..maaf, kami wariskan negeri ini padamu

Jambi, 21 Maret 2015

70
Suara Praktisi
Azizon Nurza
Bondan Widyatmoko
Dewi Nova Wahyuni
Dyah Puspasari (Dypus)
Feizal Karim
Irsyadul Halim
Istiqomah Marfuah (Jois)
Sandi Febra
Syahrudin
Tarsono Renggo
Dr. Tri Handoko Seto

71
72
48. Negeri Kaya Berjerebu
Karya: Azizon Nurza

Ini negeri sejuta tuah, dimana kekayaan berlimpah ruah


Ini negeri sejuta mimpi, dimana semua mimpi jadi teman
tidur dimalam sepi
Ini negeri sejuta akal, banyak pejabatnya pintar tidak berakal
Ini negeri sejuta budi, pejabatnya banyak korupsi dan tak
tahu diri

Negeri kaya tapi berjerebui


Dimana agama tinggal dirumah ibadah, itu sebabnya jadi
negeri ledah
Negeri berjerebu sedang bercumbu, diantara kepulan asap
yang membuat pengab
Ini derita negeri berjerebu, presiden datang saat jerebu
hilang dan banjir meradang
Inilah negeriku kaya, kaya akan alamnya sebanding dengan
jerebunya

****

73
49. Menatap Riau Dari Aceh
Karya: Azizon Nurza

Selalu rindu itu datang, ingin menyapamu dalam karya


Ingin membelaimu dengan prestasi
Ingin bersama mengabdikan diri melepaskanmu dari ketidak
berdayaan
Tapi akhirnya ku sadar
Bumi Allah sangat luas
Berkarya, berprestasi, mengabdi dan beramal tidaklah
harus melihat tempat
Dimanapun
Kapanpun
Bisa kita lakukan
Dari Serambi Mekkah ku selalu menatapmu Riauku
Dari Tanah Pusaka Rencong Teuku Umar ku panjat doa
untuk saudaraku Melayu
Di Bumi Aceh penuh berkah

Ku belajar banyak tentang makna perjuangan sebenarnya


Disini ku temukan kuasa Allah semakin nyata
Bersaudara tanpa harus sedarah
Berjuang bukan untuk jadi pahlawan
Berjuang untuk masyarakat yang selama ini terabaikan
Selama ini jadi alat dan korban
Saatku ayunkan kaki disetiap hariku
Ku selipkan doa dan harapan
Majulah Riau-ku, tercinta.

Meulaboh, 23 Februari 2015

74
50. Surat Buat Negeri Jerebu
Karya: Azizon Nurza

Hari-hari semakin panas


Sampai Riaupun tidak bisa bernafas
Jerebu menggila bagai tarian Lukah Gila
Menyelimuti hutan tandus sampai rimbun bagai daun

Disaat kemarau jerebu menemai kemiskinan kami


Suara sudah hilang sebab batuk yang mengganti rintihan
hati
Kami ingin teriak tadi hilang ditelan jerebu yang mematikan
diri

Sahabatku,
Surat ini kutulis pengganti diri
Sebagai pesan bahwa kami perna ada
Jika suatu saat kami hilang
Kenanglah kami
Anak negeri yang hidup bagaikan ayam dilumbung padi
Mati kelaparan dan tak bisa bernafas sebab jerebu telah
mengepung kami.

Sahabatku yang hebat


Lama rintihan ini kami dengungkan dalam sepi
Berteriak dalam lorong waktu tanpa arti
Ingin marah tapi kata tak mampu lagi jadi senjata
Energi kami habis untuk tetap bisa bernafas sampai
saatnya kami harus pergi

75
Sahabat,
Negeri kami negeri yang makmur
Terbuka dan tidak pernah menuntut banyak
Selain beri kami hak untuk hidup layak
Tapi itupun tak bisa
Satu persatu hutan kami ranah
Satu persatu sungai, danau dan laut kami hitam
Satu persatu kampung kami hilang dikapling sama
pemimpin bermental maling.

Sahabat
Biarlah kami disini
Mati dalam sepi dan jerebu yang menyesakkan diri
Tapi yang pasti kami tetap punya hati
Kami yakin kami tidak sendiri
Ada banyak tangan dan doa yang terus mendukung kami

Tuhan kepada Mu kami berserah


Agar sisa hidup mendapat berkah
Negeri ini kembali semenggah

Banda Aceh, 30 Nov 2014

76
51. Gasing perdamaian
Karya: Bondan Widyatmoko

Kuputar tali alam dalam lingkar genta berpucuk logam.


Melalui kelingking jiwaku terhubung.
Kugenggam genta dengan asa menembus gelapnya lorong
ilahi.
Kulempar seiring doa serapah silih berganti terucap.
Aku saksi genta berputar pudar senyum air mata.

Akankah sawit mejadi gentaku?


Ataukah getah susu yang tetap berdentang mengetuk hujan
emas surgawi?
Bodoh saja aku dengan bisik tanya setan ini
Gentaku adalah gentaku
Kunikmati dia menari dalam aral terjal yang terhadap

Akhir adalah kiamat dalam rasa nikmat


Bukan ku takut
Bukan ku tak bergeming
Bukan pula tak berbuat
Biarkanku berhenti berputar damai
Tergeletak dalam senyum bersama gentaku

(Merbau, 4 April 2015)

77
52. Puisi-puisi Sungai
Karya: Dewi Nova Wahyuni

I
Musi

Petang berwarna perak


angin dan awan bersenafas jadi pelukis
cantiklah langit dengan gerai rambut awan yang menggoda
matahari

Sungai seluas pandang


ditanami rumah-rumah panggung
di balik dinding kayu orang-orang saling berkasih sayang

Anak-anak telanjang bersealam dengan ikan


bernyanyi, melompat, memoles dunia
di atas perahu, aku memutuskan jatuh cinta

Sungai Musi, 18 Juli 2010

78
II
Pelita

Pelita menyambut petang di beranda rumah kayu


angin meliuk-liuk di kaki jenjang rumah panggung
memanggil dingin di muka sungai Komering

Pelita menjatuhkan pias cahayanya di riak sungai


tak sanggup menjangkau
Yang terhalus
Yang terdalam
di dasar setiap sungai yang tercipta

Sungai Komering, 20 Juli 2010

79
III
Akan Kemana Hidup Mengalir?

Akan kemana hidup mengalir?


Pada tradisi memandikan mobil berwangi bunga setaman?
Pada penghormatan turunan sultan yang cakap berbaju
adat?
Pada makam wangi leluhur tempat seribu harap dirambat?

Akan kemana hidup mengalir?


Pada bantaran sungai yang ditanami sawah dan sayur?
Pada tubuh sungai yang dibebani berkapal-kapal batu bara?
Pada bibir sungai yang ditancapi pabrik semen?

Akan kemana hidup mengalir?


Jika rumah panggungmu tak lagi menancap di atas sungai
Karena daratan semakin rakus

Sungai Ogan, 18 Juli 2010

80
53. Puisi Puisi Naga
Karya: Dewi Nova Wahyuni

I
Naga

Naga di rahimku begitu gelombang


tiada jalan lain
selain menjadi pantai

II
Batu dan Air

Batu dan air


tak terpisahkan
seperti rahim dan kematian

III
Sungai di Tubuh

Bila engkau temukan sungai di tubuhmu


Tanamlah kunyit putih di bantarannya

Sawangan, 17 Juni 2014

81
54. Puisi Puisi Semen
Karya: Dewi Nova Wahyuni
Pegunungan Kendeng, Rembang

I
Makan Semen
Kita makan semen
semen makan gunung
Kita makan gunung

II
Ibu Di Garis Depan

Ibu di garis depan


dilatih ovari dan rahimnya

Siapa membiarkan ibu di garis depan?


Tak cukupkah ia mempertahankan hidup
saat melahirkanmu?

(Banyak para pejuang percaya pasukan bersenjata


hormat pada rahim ibu. Karena itu banyak rahim ibu
yang disiksa pasukan bersenjata —para pejuang cemas
dari kejauhan)

82
III
Dicari

Dicari presiden yang tidak mengeruk gunung untuk semen


Dicari tentara dan polisi yang tidak menganggu rahim
pejuang
Dicari para pejuang yang berhenti menumpuk semen di
dinding rumahnya

Nusantara, Juni 2014

83
55. Salam Manis dari Kunyit
Karya: Dewi Nova Wahyuni

Kepada Putu Oka Sukanta

Salam manis dari kunyit


yang ditanam perempuan bertangan angin
“tak pakai racun serangga,” katanya
walau desa dikepung sawit berbau pestisida

Salam manis dari kunir


kumpul mengumpul meracik jamu
berguru pada ibu bumi
dan anak kandung tetumbuhan

Salam manis dari jahe


penduduk mulai mencintainya
dirayu para ibu belajar minum cahaya
pada sebuah warung di Desa Pinang Merah

Salam manis dari madu


untuk pertemuan silam yang syahdu
yang menyulami tangan angin para ibu
dan jiwa airmu

Merangin, Jambi, 14 Agustus 2010

84
56. Sagu di Kebunku
Karya: Dyah Puspasari

Ada sagu di kebunku


Namun tak lagi sebesar dulu
Juga tak sebanyak sebelum ada kanal-kanal itu

Masih ada sagu di kebunku


Meski tanahnya tak lagi sebasah waktu itu
dan airnya semakin jauh

Sagu itu masih ada di kebunku


Meski batangnya telah hangus
Namun masih ada tunas yang berjuang tumbuh

Esok, akankah sagu itu masih di situ


Memberi asa hidup sampai anak cucu?
Aku takut....

Namun ku melihat di sebrang sana


Masih ada rimbunan sagu melambai menggoda
Berdebar rasa membangun asa
Ternyata hidup masihlah ada

Pulau Padang, 11-11-2014

****

85
57. Asa Rakyat Negeri
Karya: Dyah Puspasari

Aku melihat ada asa yang dititipkan,


saat melepas kami di pelabuhan,
semoga kita diberi kemudahan,
untuk memperjuangkan kemanusiaan.

Akankah saatnya nanti


tiba masa dimana para penguasa ini
kembali berpihak kepada rakyat negri
yang selama ini tersisih di tanah sendiri.

Pulau Padang, 12-11-2014

****

86
58. Niat Tak Cukup Lagi
Karya: Dyah Puspasari

Ada sebuah negeri


yang selama 18 tahun membara api
Katanya gambut kering jadi penyebab
Padahal kutahu dulunya gambut itu lembab.

Gambutku, gambutku...
lebih dari separuh negeri keberadaanmu,
saat ini kering, kering dan kering,
sekali tersulut api, maka akan terbakar secepat angin.

Apa kata anak cucu nanti,


Jika tahun berikutnya masih terbakar lagi,
Padahal tak kurang orang pintar di negeri ini,
Mungkin orang berhati yang harus dipunyai kini.

Marilah anak negeri,


berjuang bersama mengembalikan gambut basah lagi,
kita kelola sesuai karakteristik alami,
Karena hanya niat rasanya tak cukup lagi.

Bogor, 14-03-2015

****

87
59. Jerebu Di Pangkal Jalan
Karya: Feizal Karim

Sejak kemarin…
memanglah kita gelisah
tiap saat hutan kita dirambah
tentulah kita ikut susah
tanah ulayah punah ranah
kayu dan sialang habis ditebang
sawah dan ladang jadi kerontang

Sepatutnyalah kita gusar


sungai dan danau terus tercemar
kita khawatir dan bingung
satwa dan ikan mati terapung
kita prihatin pada nasib nelayan
suak dan laut tak lagi banyak ikan
kita tak habis-habis ikut tercengang
rawa gambut selalu terpangggang

Kita tak tahu kemana mengadu


setiap tahun kita langganan jerebu
dengan secuil daya hanya bisa menanti
banjir dan longsor silih berganti
kita hanya pasrah dan hampa
menerka-nerka apa lagi
nan kan menerpa

88
Hari ini…
kita tambah gelisah
susah, gusar, bingung, prihatin
tak tahu kemana kan mengadu…
tapi enggan kembali ke pangkal jalan
tak faham akan kearifan
abai pada pedoman
degil menanti asa
dalam bebal
dan hampa

Memang…
kita telah berubah
narsis tak kenal krisis
suka menolak yang bijak
lalu menjejas yang cerdas
gila dengan tongkat sehasta
bengal dengan keris sejengkal
memasang slogan sepanjang jalan
mencari sayang muka dijajang-jajang
menutup lemah tanpa marwah
seingsut pun tak mau surut

Kita dah tak peka


pada norma dan dan etika
memuji keji dan membalik baik
membugkus munafik dengan apik
menyajikan lucah dengan mewah
mengemas hina dengan budaya
membuat dosa dengan bangga
mengumpul harta dengan riba
hubbud dunya lebih mulia
iman di hati telah mati
akal budi kita kebiri
nafsu merajai diri

89
Astaghfirullah…..
sungguh kita tersesat jauh
lupa pada Sang Maha Pencipta
ritual ibadah untuk didedah-dedah
mengumbah serakah dengan sedekah
akhlak mulia tidak lagi tampak
hasil sejumput disebut-sebut
yang lemah tak terjamah
laku secuil dijadikan fi’il
dusta tak lagi nista
aib tak perlu raib

Naudzubillah…
beraninya kita durhaka
apa tak ingat pada zuriyat?
tak gelisah pada sumpah serapah?
apakah kita menunggu azab Allah?

Mari balik ke pangkal jalan


walau ia penuh jerebu
ayuh kita tempuh
agar sembuh!

Pekanbaru, 15 Maret 2015

90
60. Kemarin Dia Ada Disini
By: Irsyadul Halim

Hijau, sejuk dan memberikan oksigen


Kemarin dia ada disini
Kemarin dia memberikan kehidupan makhluk bumi
Turut menyalurkan air bagi makhluk
Batangan itu adalah anugerah
Tapi,
Batangan itu adalah juga adalah laknat,
Laknat bagi mereka
Batangan itu membuat banyak orang rakus
Rakus dengan kemewahan dunia
Batangan itu membuat banyak orang buta
Buta akibatnya
Batangan itu membuat orang lupa diri
Lupa arti hidupnya
Batangan itu membuat mereka bertekuk lutut pada uang
Menyerah dan menghambakan diri
Batangan itu menenggelamkan jutaan rumah
Batangan itu menghilangkan ribuan jiwa
Batangan itu mempercepat dunia menuju kiamat
Dimana saat mereka tau bahwa uang tidak bisa
menyelamatkannya
Kemarin dia ada disini..

91
61. Senja Di Kota Ku
Karya: Istiqomah Marfu’ah

Ini senja di kota ku sobat...


Jingga menyala rupanya...
Keluarlah...
Mari kita nikmati senja itu..
Sesudah siang mengamuk,
Membakar semua yang ada..
Gantikan debu jalanan yang kian pekat
Jadi saksi carut marut kota

Sejenak kau harus habiskan waktumu disini


Memandang kemana angin bertiup
Susuri jalanan bersama ku
Akan kutunjukan padamu gedung-gedung
Gedung-gedung yang tiba-tiba muncul dalam semalam
Menggantikan gerobak kemarin sore
Atau gedung-gedung yang tak pernah selesai
Karena ini, karena itu, sebab si anu sebab si itu...

Saat ini...
Cukup kau pandangi indahnya senja ini sobat...
Jangan sedikitpun berpaling...
Karna sebentar lagi senja itu tertutup kabut
Kabut asap yang datang dari entah berantah
Atau sebentar lagi mendung gelap teramat pekat

92
Sekali waktu...
Langkahkan kakimu kekota ku
Tak kan kalah dengan jakarta...
Siapkan saja perahu karet mu
Kita susuri jejak hujan yang tak lagi diterima bumi
Atau kita susuri jejak sungai
Dengan ikan-ikan mengapung tak layak konsumsi

Ini senja dikota ku...


Kunantikan dirimu sobat...
Ketika siang dan malam hari
Badut-badut tak bertopeng terus menari
Dengan senyumnya mengumpulkan pundi-pundi
Dan akan terus menjadi badut
Ketika mereka tak lucu lagi

93
62. Hari yang Remang
Karya: Sandi Febra

Dia datang karena digoresi


Dia datang karena ingin menguji
Dia datang mengisi paru-paru ini

Makin hari makin pekat


Entah, apakah akan ada membuat
Penyakit bagi kami
Atau harus ada pergelimpangan nyawa supaya dia bisa
berhenti
Tapi rasanya pernapasan kami terusik
Jangan kau sangka dia datang menyerang itu
adalah keputusan Tuhan yang kejam
ITU salah besar…..ITU SALAH besar….ITU SALAH
BESAR…

Apakah rakyat miskin yang harus disalahkan


Apakah pohon yang berdiri kokoh yang harus disalahkan
Apakah gunung yang menjulang hijau yang harus
disalahkan
Atau apakah pemimpin yang berbaris rapi dan berdasi yang
harus disalahkan

Dia datang karena digoresi


Dia datang karena ingin menguji
Dia datang mengisi paru-paru ini
Dia datang disetiap pertambahan usia kami

94
63. Setitik Asa Kami Anak Pulau
Karya: Syahrudin

Teringat sebuah kalimat “ Tak ada perjuangan yang sia-


sia”...
selagi kita masih mampu melihat mentari diperaduan..,
menikmati indahnya rembulan..
tiada alasan kita tuk berpangku tangan, kawan......
seberat apapun tantangan, cercaan dan deraan..
tiada mampu melemahkan semangat tuk memberi
secercah harapan..
Harapan...
dimana orang-orang bisa menjadikannya sebuah tumpuan..
membantu mereka menggapai impian..
menghilangkan sedikit kegundahan...
Tiada kami ingin sebuah balasan...
hanya impian melihat hidup dalam kerukunan...
penuh candaan...
indahnya senyuman yang mereka lontarkan...
Dan kami akan tetap berada dibarisan..
terus melangkah saling bergandengan..
menatap masa depan yang masih butuh perjuangan..
Demi lestarinya alam untuk kesejahteraan...!

Pulau Padang, Desember 2014

95
64. Negeri Jerebu
Karya: Tarsono Renggo

Alkisah Disebuah Negeri Nun Jauh Disana,


Riau Namanya Zamrud Khatulistiwa Di Tanah Perca
Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi Sebuah Negeri ini yang
memegang
Teguh Kearifan Melayu Kini

Negeri itu Sengsara dan Nestapa Bencana Silih Berganti


Tiada Henti Baik itu Pemimpinnya, Maupun Rakyatnya
Disaat Negeri Serumpun Terus Melantun
Riau kini sangat menderita

Ancaman Kekeringan dan Bencana didepan Mata


Jika Hutan Rawa Gambutnya tidak diselamatkan
Dengan Penuh Tekad dan Satu Tujuan Alam Lestari,
Rakyatnya Sejahtera Tatabatas dan Sistem Pengelolaannya
harus sempurna

Tanpa itu semua hanya mimpi dan retorika


Riau kini semakin mengebu,
Bukan saja untuk maju dan berjaya
Namun tiap tahun slalu saja begitu
Karena riau kini bukan hanya dikenal dengan Pekanbaru
Kota Bertuahnya
Namun ada julukan baru yang melekat Julukan itu bernama
Negeri Jerebu
Negeri Bencana Asap Yang Efeknya sampai ke Negara
Tetangga Yang belum bisa dihilangkan total

96
Padahal Riau Adalah Negeri Yang Kaya Raya
Kekayaan Alamnya Diatas dan Dibawah Bumi
Namun Akibat Pengelolaan yang belum Amanah dan Taat
Aturan Riau kini terancam Bangkrut Riau terancam
ditinggalkan
Riau terancam jadi cemoohan
Dengan Julukan Baru Negeri Jerebu Negeri Bencana Asap
Mari Bersama Selamatkan !!!
(Pondok Hati, Tarsono Bina Cinta Alam Kabupaten Siak)

97
65. Semoga
Karya: Tri Handoko Seto

Sampai kapan
Kukira langit akan menawan
Andai hadir rombongan awan
Ini kelabu
Sampai jengah mungkin paru-paru
Apa selalu
Hadir untuk menutup biru
Bermain laku tak sengaja
Mana tahu memang itu petanya
Bagi sebagian mereka
Semoga bukan pertiwi murka
Lain sisi
Yang berakal
Yang berhati
Sambil mengernyit dahi
Ramai mereka pasang aksi

Semoga biru langit tak lagi berawan


Hadirlah harapan lagi senyuman
(Bay&Han)

98
66. Elaeis Guineensis
Karya: Tri Handoko Seto

Riau-ku, bumi lancang kuning terhampar di sana


Rumah bagi tanah basah dan insan manusia
Elaeis guineesis menjadi selimut hijau
Membuat siapapun terpukau
Juga para perantau
Zaman kian tergilas roda waktu
Kini Riau-ku tak lagi bebas laku
Udara sesak apatisme bisu
Memenuhi ronggaku dengan jerebu
Hujan, berkah dari ilahi yang dihadiahkan untuk bumi
Hujan, yang mampu meredam sesaknya udara bumi
Setiap waktu selalu dinanti
Namun, datangnya tak pernah pasti
(Des&Han)

99
67. Pesawatku
Karya : Tri Handoko Seto

Aku tak mau


Riau-ku terus berjerebu
Aku marah
Segala mampuku harus terkerah
Ada titik dayaku
Ada niat mampuku
Ada deru pesawatku
Ya…. Pesawatku
Ayo terbang melintas negeri
Langit tinggi kita arungi
Kita semai awan-awan
Agar hujan membasuh lahan
Agar jerebu tak lagi bertahan
Riau-ku
Jangan lagi berjerebu
(Han)

100
Suara Mahasiswa
Aidil Fitra
Ana Neveria Zuhri
Anggia Azizah
Anggrek Puspita Hati
Arnes Vici Zefitra
Baiturrahmah
Budi Suroso
Citra Helen Patras Purba
Daman Huri
Dian Ratu Pritama
Ibnu Sigit
Ika Fikriawan
Iska Lestari
Korinta
Maya Rahma Yuniarti
Meiza Dina Fitria
Mela Fitri
Mesalia Kriska
Nasri
Noni Aulia
Nur Esti Permatasari
Rizki Ramdani
Rince Adrianti
Reffy Alfianti
Syelli Rinfa

101
102
68. Hutanku yang Hangus
Karya: Aidil Fitra

Bertahun – tahun lama nya


Aku hanya bisa menyaksikan
Betapa pilu hati ini
Melihat semua ini terjadi
Oh, orang – orang yang tidak mengerti
Jangan kau bakar lagi hutan kami
Sudah cukup semua ini terjadi
Paru – paru dunia kau hancurkan
Oh tidak, jika semua ini terjadi lagi
Maka bencanalah yang akan datang
Rakyat tersiksa, lalu sengsara
Tidak, hutan ku yang hangus

****

103
69. Jangan Paksa Aku Seperti Lilin
Karya: Ana Neveria Zuhri

Aku terlahir sebagai keunikkan…


Aku tersebar diseluruh dunia dengan beragam karakter yang
aku unggulkan…
Aku berbeda, bahkan diantara jenisku sendiri…
Dan itulah akuu…, Aku… gambut…

Aku menyimpan cadangan karbon melebihi kemampuan tanah


mineral
Aku juga memiliki fungsi hidrologis untuk keseimbangan
ekosistem disekitarku
Aku juga sebagai habitat dari beberapa jenis flora dan fauna…
Untuk sekali lagi, mereka menyebutku.. gambut…

Kemampuanku bermutualisme dengan manusia


menggelapkan mata mereka…
Mereka mengeringkan tubuhku, menukar vegetasi-vegetasi
kebanggaanku…
Hanya untuk mengenyangkan perut mereka, menambah
pundi-pundi kekayaan mereka..

Wahai manusia… jangan paksa akuu seperti lilin..


Aku tidak mampu tersiksa untuk kebahagiaan kalian…
Aku juga ingin bebas bersama air yang tergenang untukku,
aku juga ingin bersama hutan disekitarku…
Aku marah, tapi aku tidak mampu berbicara…

104
Kini, asap yang disebabkan kebakaranku adalah wujud sikap
melawanku…
Aku akan berhenti mengemisikan senyawa karbon ditubuhku..
Asal kalian mengubur keserakahan itu… kembali
bermutualisme bersamaku…
Sayangi aku, lindungi aku, maka aku akan melindungi kalian
dengan caraku…
Karna aku keunikkan itu, aku.. gambut…

105
70. Gambut Tropisku, Identitas
Indonesiaku
Karya: Ana Neveria Zuhri

Hamparan hijau nan membentang, serpihan biomassa yang


tergenang…
Menyimpan jutaan ragam hayati, yang saling
bermutualisme…
Keanggunan arsitekturnya, terproyeksi secara visual….
Gambut tropisku, Identitas Indonesiaku…

Kini… nan indah itu mulai mati…


Nan anggun itu mulai hilang…
Ditelan kerakusan…
Dilalap keserahakahan…

Untukmu makhluk yang berakal sehat…


Berhentilah mengeksploitasi karya Tuhan…
Jika tidak ingin lagi sesak oleh asap…
jika merasa lelah menggerutu karena panas yang
terperangkap…

Untukmu makhluk yang termulia di muka bumi…


Berfikirlah untuk kembali hidup berharmoni…
Menikmati tanpa mengeksploitasi…
Menggunakan tanpa lupa melakukan konservasi…

Karna keanggunan gambut tropisku, Identitas Indonesiaku…

****

106
71. Derai Jeritan Bumi
Karya: Anggia Azizah

Hitam tak menentu sudah kini ragaku


Tersayatkan hati berpeluhkan abu
Meringis meronta menahan tangis
Laksana lisan bersua namun tak berkata

Nuansa hijauku lenyap dalam balutan api


Demi memenuhi jiwa yang penuh akan keserakahan birahi
Isak jerit penghuni rimba memekik membahana
Raksasa egoisme berayun menghadirkan derita bagi
nusantara

Dimana cintamu anak manusia?


Apakah telah terbang bersama hamparan harta?
Sadarkah kau membunuh jutaan nyawa?
Mengikis harapan pertiwi menghembuskan nafas
kemurkaannya

Oh, anak manusia mungkin lelah akan menimpaku


Disaat itu aku akan binasa dan tiada
Dan Keserakahan yang pernah kau timbun kelak
mentertawakanmu

107
72. Daun Kecil yang Gugur
Karya: Anggia Azizah

Sejenak kupandangi dia


Sehelai daun kecil yang gugur
Layu pucat seperti tidak bernyawa
Meringkuk kedinginan ditengah kerasnya jalan

Angin menderu membawanya mengitari rona dikala senja


Berjuang dan merajut asa ditengah kesendiriannya
Sejenak ia terbang menghampiri genangan hujan
Berharap menemukan fatamorgana kehangatan

Sepi…
Masih menyelimutinya dalam gulita
Menunggu mentari yang tak kunjung menyapa
Daun kecil yang terus menanti tak kunjung henti

Ah Cahaya…
Aku harus berbuat apa untuk daun kecil itu
Biarkan saja dia berada dalam prahara
Sampai ia menemukan penolongnya

108
73. Lagu Sang Ilalang
Karya: Anggia Azizah

Tanah adalah kekasih kami


Bermandikan cahaya berhembuskan angin
Berdaun tajam namun bukan sembilu
Berkudung flora kuning seraut ulat bulu

Hai, kamilah sang ilalang


Kami tak jarang dibenci manusia karena dianggap
pembahaya
Namun kami tetap tegak dengan sempurna
Kami selalu bersama bangkit dengan membara

Terkadang Deruan angin yang keras membuat kami


melambai
Seakan memaksa kami duduk terkulai
Tetapi kami tetaplah sang ilalang
Kemilau semangat sitengah alam yang agung dan syahdu

Hai kamilah sang ilalang


Genggam kami dan kau akan mendengar nyanyian peri

109
74. Secercah Kerinduan Alam
Karya: Anggrek Puspita Hati

Dan kicauan burung pun telah pergi


Kelap-kelip kunang malam tak terlihat lagi
Tempat tinggal yang mereka diami
Telah musnah hari demi hari
Siapa yang tahu nasibnya bagaimana
Siapa yang mengira mereka pindah kemana
Bahkan tak terfikir dibenak manusia
Apalagi berusaha mencari solusinya
Hiruk pikuk keriangan itu tiada lagi terdengar
Ocehan murai entah kemana tersebar
Sedang manusia sibuk bertengkar
Berebut hasil alam tanpa pandang gelar
Pikirkan nasib dan perut sendiri
Bangsa lain tak mereka peduli
Menebang hutan mulai yang dini
Alam yang asri tak dirasakan lagi

110
75. Kabut Asap
Karya: Arnes Vici Zefitra

Asap, bukankah itu air mata dari pohon, ranting, dan daun-
daun yang terbakar?
Tangisan hamparan hijau yang dipaksa membara
Rintihan sambil menatap marah pada keserakahan manusia
Ratapan atas manusia yang tak pernah puas
Apa yang dapat menghentikan aliran air mata itu?
Siapa yang dapat meredakan tangis itu?
Apa yang dapat mendiamkan tangisan itu?
Kapan ratapan itu akan berhenti?
Tak ada, ntah kapan
Padahal kabut itu mengganggu aliran nafas
Padahal kabut itu mengacaukan keteraturan alam
Kabut itu merebut kenyamanan
merenggut hak-hak kehidupan.

****

111
76. Apa yang Ditunggu?
Karya: Baiturrahmah

Kedalamanku tak seperti dulu


Badanku tak selebar dulu
Warnaku tak sejernih dulu
Aromaku tak sesedap dulu
Ikan ku tak sebanyak dulu

Kurang nampak kah perubahan-perubahanku?


Kurang puaskah kalian kirimkan racun-racun ke tubuhku?
Kurang pahamkah kalian akan batasanku?
Atau kalian memang (pura-pura) tak paham?

Apalah guna harapku


Menanti sadar yang bahkan belum tentu
Baiklah, tetap ku tunggu
Tapi apa yang kalian tunggu?

#Aku, Sungai Siak.

112
77. Membara Membawa Duka
Karya: Budi Suroso

Hadirmu...
Datang dari percikan api
Membara disetiap jengkal
Hutan dan lahan gambut
Mengirim jerebumu
Menyelusuri negeri ini
menyerang apa saja
yang kau temui
Dalam sekejap mata
Menjadi tak berpenghuni
Mengurung diri didalam
kotak-kotak dipelosok negeri
Takut akan perihnya
Membuat sesak didalam dada
Yang tak kan pergi
Ingin ku berharap...
Hari itu tak kan terjadi
Berharap akan datangnya
Udara pagi yang segar
Tuk mengusir duka yang ku miliki

113
78. Bebaskan Aku Dari Jerebu
Karya: Citra Helen Patras Purba

Hijau rimbaku, biru langitku


Kini berubah menjadi kelabu
Warnaku tak lagi seindah dulu
Dia... dia telah mengubahku

Dalam kepulan miliknya


Aku menghirup setenggak derai pilu
Inikah jerebu?
Ya, ini... ini yang kurasa sejak dulu di Bumi Lancang Kuningku
Lalu, kapan aku bebas ?

Wahai kau Raja dan ratu masa depan


Ku titipkan padamu aroma kebebasanku dahulu
Tuk beri kembali secerca asa
Aku pasti bebas dari dia, Jerebu

114
79. Ketika Alam Menangis
Karya: Daman Huri

Alam semakin menegur kerja


Memaki setiap nafas yang ada
Mengadu pada sang pencipta
Meregang dengan ketidakmampuan menyapa
Terdiam dan hanya mampu melihat saja
Buah kerja sang perusak alam
Menyakiti jantung dan tepian kelam
Mencoba menanggung setiap beban kejam
Hanya karena manusia yang tak cinta alam
Selalu geram dan geram
Namun hanya bisa terdiam
Lingkungan ikut menangis
Melihat semuanya terkikis
Menanti turunnya gerimis
Menjadikan semuanya habis
Alam dan lingkungan kini bersedih
Tak ingin terjadi lagi tetapi semakin berlebih
Alam dan lingkungan kini bermuram durja
Tak ingin kembali luka meski sepertinya selalu saja

****

115
80. Hidupkan Kembali
Karya: Dian Ratu Pritama

Lagi-lagi terjadi..
Provinsi kaya itu serasa mati
Tertutup kabut putih
Akibat ulah manusia tak punya hati
Tidakkah kau dengar
Jeritan menyayat hati
Dari setiap kebakaran hutan yang terjadi
Sudah berapa banyak kau hancurkan
Sudah berapa banyak kau musnahkan
Sumber kehidupan itu
Paru-paru menyejukkan itu
Semua hilang ..
Hancur dalam lalapan api
Hutan hijau itu telah mati
T’lah kau bakar dengan keji

Jangan teruskan lagi!


Mari kita sayangi dengan hati
Mari kita jaga dengan baik
Hingga mereka hijau kembali.

****

116
81. Tanpa Judul
Karya: Ibnu Sigit

Sebaris kata tak hanya cinta melulu.


Sadarkah bumi seperti tak lagi bertuan?
Hijau kini tak lagi berseri
Dan atas nama kapitalisme rumputpun jadi komoditi
Kita terus terperosok dalam ruang hampa.
Tak lagi ada semarak kita bermandi hujan
Tak lagi ada segar kita kala bernafas
Bahkan alam ini kini sulit bernyanyi.
Wahai perusak alam !!
Berapa banyak hutan telah kau tebang?
Berapa banyak gambut ingin kau bakar?
Berapa banyak nyawa yg kau bunuh?
Apa nnti air yg ingin kau kuras?
Semua tak akan cukup memenuhi kendi nafsu dan kantong
kepentingan.
Bumi kian detik kian sekarat.
Semua hanya memandang sebelah mata.
Semua selalu menutup telinga.
Kemewahan telah menyumpal mulut-mulut kepedulian.
Dan atas nama kesejahteraan kalian bermandikan emas.

117
82. Bakar!
Karya: Ika Fikriawan

Bakar!
Hingga semua menjadi gersang
Bakar!
Hingga semua terlihat terang
Bakar!
Agar kau puas!
Dapatkan yang kau inginkan
Hutan kau hanguskan
Polusi kau sebarkan
Tak peduli kau akan keadaan
Apa sebenarnya yang kau mau
Hangus satu bakar seribu
Tak henti kau menggangu
Bahkan petinggi negeri tak jadi pedulimu

****

118
83. Pernahkah Terfikir?
Karya: Iska Lestari

Pernahkah terfikir olehmu…


Ketika kau merenggut keindahan dari hutan yang
memberimu kehidupan
Ketika kau dengan bangga merobohkan pepohonan kokoh
yang tinggi menjulang
Ketika kau mengeringkan sumber air dan menggersangkan
tanah
Ketika kau menyingkirkan satwa liar tak berdosa karena kau
anggap mengusik aktivitasmu di habitat mereka
Ketika kau menggantikan oksigen yang kita hirup untuk
bernapas dengan karbondioksida yang berbahaya

Pernahkah terfikir olehmu…


Alam yang terbentang luas dengan segala isinya ini
bukanlah milikmu
Tuhan menciptakan mereka bukan untukmu
Hutan dan pepohonan tidak memberikan
kebermanfaatannya untukmu
Tapi tahukah kau…
Semua itu untuk kita manusia, binatang, tumbuhan, semua
kta membutuhkan itu
Tidak hanya kau wahai perusak nan serakah

Pernahkan terfikir olehmu…


Seperti apa anak cucumu kelak di masa depan mereka
Akankah mereka tetap hidup tanpa adanya produksi oksigen
dari pepohonan hutan yang telah kau tebang
Bisakah mereka menemukan sumber air dari tanah yang
telah gersang karena kau keringkan
Mampukah mereka mengenyangkan perut mereka dengan

119
daging hewan yang telah kau bunuh
Mungkinkah mereka melihat dan merasakan betapa
indahnya alam yang ada sebelum kau rusaki dengan
tanganmu

Pernahkah terfikir olehmu…


Kau tidak mewarisi alam ini dari nenek moyangmu
terdahulu
Tapi kau meminjamnya dari anak cucumu
Maka kembalikanlah dengan utuh kepada mereka

****

120
84. Sang Penjaga Pesisir
Karya: Iska Lestari

Mereka adalah akar dari laut


Mereka barisan vegetasi yang kokoh
Mereka pagar yang menguatkan pantai
Tegap berdiri menahan setiap dentuman gelombang,
Ombak laut yang selalu datang menghantam

Mereka tak pernah mengeluh


Mereka rela mengorbankan diri mereka
Agar air pasang laut tak mengikis keindahan garis pantai
yang
Membentang sejauh mata menandang

Namun sekarang lihatlah, dengarlah, dan rasakanlah


Mereka menjerit…
Mereka menangis…
Mereka tak lagi berpegang erat satu sama lain
Mereka terpisah, mereka rusak, mereka hancur, mereka
hilang
Kini air laut dengan bebasnya menelan garis pantai ku yang
indah
Tetaplah hidup manggroveku, penjaga pesisirku, kami
membutuhkanmu

Bukit Batu Laut, Desember 2014

****

121
85. Tanah Surga Tinggal Cerita
Karya: Korinta

Keserakahan mereka membuat kami menderita


Hutan dijarahnya, dibakarnya, disayat – sayat
Tanpa malu mereka berlaku, tak berdaya kami dibuatnya
Terjangan asap melanda, sesak tak tertahan
Mentari jingga tak berdaya, cahayanya tak tampak
Asap menyelimutinya, hangatnya tak dapat dirasa
Merana, ditanah sendiri...
Merana di negeri sendiri...
Negeri yang dulunya berjaya, dibilang macan asia
Negeri yang dahulu disebut tanah surga
Negeri yang lautnya biru, hutannya hijau lebat
Tongkat dilempar tumbuh pohon nan rindang
Kini tinggal cerita...
Bak macan kehilangan taring
Dihujat oleh negeri sebelah, di kata tak berdaya
Dimaki dan dicabik – cabik karena asap
Asap mendera tak terbendung
Inilah negeri dimana, engkau akan melihat
Mentari ditutup asap, anak tak berdaya tersiksa karena ispa
Orang tua – tua menderita
Inilah hasil karya bedebah bedebah serakah
Perusak hutan, yang nista...
Mungkin kelak, ketika hutan marah
Mungkin kelak ketika hutan tak lagi mendengar
Kita baru tersadar
Mungkin kelak ketika bencana dahsyat melanda, kita
baru tersadar...

****

122
86. Puisi Untukmu Tuan
Karya: Maya Rahma Yuniarti

Puisiku ini untukmu tuan . . .


Tuan yang senang membakar lahan
Yang sepertinya tak punya perasaan
Hei Tuan . . .
Kau tau? Hutanku kini tak lagi asri
Tak lagi jadi paru paru negeri
Ketika kupandangi kesana kemari
Yang kutemukan hanyalah perih
Hei Tuan . . .
Hutan yang kusayang hutanku yang malang
Yang dulu penuh ilalang kini telah terpanggang
Hutan yang kusayang hutanku yang malang
Hijaunya hilang berganti gersang
Tuan. . .
Sadarkah apa yang telah kau lakukan?
Kau telah hancurkan ciptaan Tuhan
Hutan, kebun tak terhitung luas kini telah menjadi abu..

123
87. Kota Asap
Karya: Meiza Dina Fitria

Oh malang…Sungguh malang kota ku


Langit kelam terselimuti kabut asap
Matahari tak berani menampakkan diri
Bahkan gerimis pun enggan menghampiri
Hembusan angin tak lagi dingin
Kabut yang semakin menyesakkan dada
Panas yang memanggang
Udara semakin miskin oksigen
Kini seolah bagaikan kota mati yang tak berpenghuni
Lalu siapa? Siapa yang harus bertanggung jawab?
Semua hanya saling menuding salah siapa….
Lalu kemana? Kemana perginya para makhluk berkedok
pahlawan bertopeng itu?
Setelah membumihanguskan separuh belantara
Mereka hanya diam membisu tak berperasaan
Begitu pilu, sakit, merana
Kapan kah ini akan berakhir?

124
88. Hijau Yang Tak Terlihat Lagi
Oleh: Mela Fitri

Kini aku kembali merasakan sedih


Tak kutemui hijau nan luas di provinsiku
Tangan tangan manusia nan mungil kembali mengusik
keindahan itu
Aku merasa itu ulah kalian tangan tangan nan mungil
Tangan tangan yang tidak bersyukur atas nikmat yang
diberikan Tuhan kepada kita semua
Kini disetiap sudut provinsiku hanya ada asap nan bebas
terbang hilir mudik
Bahkan sampai kenegara sebrang
Aku tau
Aku paham
Awal dari semua ini adalah kemarau yang tak kunjung
berakhir
Tetapi akibat campur tangan dari tangan tangan mungil
itulah ini semua terjadi
Entah sampai kapan ini akan berakhir
Entah mereka tahu dampak dari ulah mereka atau tidak
Aku berharap Tuhan mengampuni dosa tangan tangan
mungil itu
Sedih melihat hijau yang tak terlihat lagi
Sedih melihat siswa dan siswi yang tak bersekolah akibat
peristiwa besar ini
Sedih melihat isak tangis warga yang mengeluh sesak
Ya Tuhan ujian ini kembali menimpa kami
Aku bermohon semoga di tahun depan ini tidak terjadi
Aku berharap tangan tangan mungil itu bertaubat
Semoga Tuhan mengabulkan keinginan kami
Melihat hijau yang kembali menyapa

****
125
89. Ketenanganku Terusik Kembali
Oleh: Mela Fitri

Asap hitam melayang terbang bebas di desaku


Jeritan warga membuatku teriris sedih
Asap tebal itu lalang setiap pagi dan senja
Tapi ia tak kunjung pergi
Ini salah siapa Tuhan......
Apakah karna lahan gambut desaku
Atau karena dosa dosa kami Tuhan
Atau karena kamarau panjang yang datang tak kunjung
pergi
Tapi aku sadar ini adalah ulah tangan manusia
Tangan tangan yang tidak sadar akan bahaya
Tangan tangan yang serakah
Jeritan warga yang sedih karena lahan yang hampir panen
dilahap sijago merah
Jeritan tangis anak sekolah yang tak dapat bersekolah
Jeritan tangis warga yang tidak bisa beraktivitas diluar
rumah
Kejadian ini menghantui kami disetiap kemarau panjang
Akankah ini terjadi berulang di tahun depan
Oh.... Hanya Tuhan yang dapat menjawab pertanyaan kami
Setiap hari kudapati suara kapal terbang melayang bebas
membawa beban air dipunggungnya
Tapi sijago merah tak kunjung padam
Tuhan kami lelah dengan semua ini
Kami ingin meninggalkan desa kami
Tapi....
Kami tak sanggup Tuhan
Kami mohon bantuan pada pemerintah
Namun.....

126
Sepertinya pemerintah tak sanggup
Setiap hari kami menanti tetesan air dari langit biru
Kami berharap ini segera berakhir
Berharap ketenangan kembali dan tak terusik lagi

127
90. Tentang Sebuah Tanya
Oleh: Mesalia Kriska

Air, Sungai, Laut


Yakin sudah kenal?
Yakin sudah dekat?
Yakin sudah mengerti?
Dedaunan, Pohon, Hutan
Apakah benar-benar kenal?
Apakah benar-benar dekat?
Apakah benar-benar mengerti?
Udara, Angin, dan Langit
Cobalah rasakan
Cobalah resapi
Cobalah pahami
Ada apa sebenarnya dengan semua ini?
Mengapa mereka berubah?
Memberontak? menghitam?
Dan mengapa mereka sangat kelam?
Ah andai kita kenal
Andai kita dekat
Andai kita paham
Jawabannya sudah ada
Dan diperjelas oleh semesta

****

128
91.Sosok Sisa Mangrove Kami
Karya: Nasri

Ketika kaki ini terus berjalan


Bersama sahabat karibku
Menanti harapan-harapan baru

Tiba waktuku berhenti


Di ujung aspal kecil
Ku terdiam terpaku

Aku melihat sesosok yang kuharapkan


Aku melihat sesosok yang kunantikan
Di dalam hidupku, kurasakan kedamaian dari dirimu

Hanya ini sisa Mangrove Kami


Hanya Kaulah satu-satunya yang tersisa
Kita semua akan menjagamu
Rasakanlah masa yang indah menyambutmu

Kau seperti sahabat hidup kami


Kita semua Lestarikanmu
Mangroveku cintaku
Cintaku Mangroveku.

129
92. Semesta Sekarat
Karya: Noni Aulia

Semua mengeluh
Semua gelisah
Tariklah napas
Rasakan
Nikmat

Bumi sekarat!
Bumi tidak baik-baik saja!
Udara tak lagi sama!
Hutan terserang kanker!
Masih saja rakus!
Hutang pada anak cucumu
Bayar di akhirat!

****

130
93. Riauku Berjerebu
Karya: Nur Esti Permatasari

Pagi ini di Negeri Melayu


Tak tampak lagi langit yang biru
Yang ada hanyalah awan putih pekat yang membelenggu
Menutupi Negeri malangku
Pagi ini di Negeri Melayu
Saudara-saudaraku tergeletak lesu
Dari balita hingga lansia
Merasa kesakitan tiada tara
Setiap tahun tiada henti
Kabut asap selalu menghampiri
Membuka lahan penyakit disana-sini
Membuat Riauku bersedih hati
Ada banyak tanya tak terjawab
Ada banyak harapan yang terenggut
Entah sampai kapan ini akan berakhir
Oh Kota Bertuahku yang malang

****

131
94. Hamparan
Karya: Rahma Yunidar Syahputri

Zaman itu benar telah berubah


Ubah tak ubah tak Usai
Terpanar, Terdampar Kemarau
Penuh tanda tanya
Hamparan hijau itu,
Dahulu Asri, kini tak kenal reboisasi
Sudah pun gundul dibumbui Kobaran Api
Merah pekat, Mengepul asap
Menjerit sudah langitku tak diperdulikan
Oh, hamparan ku
Hamparan yang dulu menenangkan
kini menikam gundah
dipermukaan langitku, asapnya mengudara
mencekik hingga ke paru-paru
melemahkan antibody
bercanda dengan iritasi
mengundang radang alergi
mempersilahkan infeksi
Lacut melacut pada tubuh yang tak seberapa ini
Inginku, pasti juga inginmu
ingin hamparan itu kembali
Megusaikan jejak musim bak seperti budaya
Menjarah ketentraman tak berkesudahan, sebab
Generasi kedepan tak boleh malang

Teman, atau kalian yang tinggi tak ku tahu siapa namamu


kali ini kucoba bertanya
Masih benarkah ini?
Belum Cukupkah debar-debur penyakit menggerogoti
habitatmu?

132
Angkat wajah mu lalu bangunkan nyenyak keacuhanmu
Hamparan itu butuh belaian mesra responmu
Sekarang, apalagi yang harus kukatakan
kaupun tahu menahu apa maksud perkataanku
ini luapan emosi akan kerinduan
merindukan ilham dari aras ketinggian yang tak mampu ku
raih
sebab tanyaku tak kau jawab

****

133
95. Bukit Batu Laut
Karya: Reffy Alfianti

Sunyi, sejuk dan harmoni ketika kami menapaki kaki


Deru suara angin laut terdengar sayu dan sepi
Senja dikala itu menuntun kami ke sebuah desa kecil nan
indah
Sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk keributan dan
kebisingan
Tapak demi tapak kami lewati menyusuri jalan nan gulita
perlahan langkahan kaki menyusuri jalanan sempit yang
berdiri kokoh dan rapi
oh tuhan, keajaiban apa ini...
Kesederhanaan terpancar ketika aku dan mereka melihat
ayunan nyiur seakan menyambut kedatangan kami
suara kapal nelayan mulai terdengar iramanya
bukit batu laut..
keindahan yang tak bisa dibohongi ketika kami
merasakannya
sebuah bingkisan sejarah yang tak pernah ada habisnya,
disaat aku dan mereka mendengarkannya
keteguhan hati seorang panglima menuju sebuah
kemenangan dengan kekuatan dan perjuangan yang tak
ternilai harganya
kini aku dan mereka hanya dapat merasakan
merasakan kebahagiaan dan perjuangan yang engkau
lakukan
budaya, adat dan masyarakat yang ada menambah
kesejukan dan kedamaian suasanamu
ramah tamah nan indah terukir dibibir masyarakat nan elok
budinya

134
ini janjiku dan janji mereka
untuk menjaga persinggahanmu menjadi desa yang tetap
indah
Buat sekarang, nanti dan selamanya...

135
96. Hutan yang Tinggal Cerita
Karya: Rince Adrianti

Hamparan hijau tebarkan pesona


pohon-pohon tinggi saling menyapa
semilir lembut angin menggoda sukma
air mengalir sebening kaca
satwa liar berkeliaran lengkapi indahnya
begitu sempurna ciptaan Sang Pencipta
tapi, kau hancurkan begitu saja
demi kilauan harta dunia
kau percikkan api melahap semua
disana kau tertawa
kau berhasil tebarkan derita
asap-asap akibat ulahmu sesakkan dada
kau buat mentari seolah enggan melihat dunia
Inikah yang kau mau
demi dunia yang kan berlalu
kau hancurkan masa depan anak cucumu
kau tinggalkan mereka menghirup udara berdebu
karena udara segar itu hanya akan ada dalam ingatanmu
hutan-hutan yang hanya akan menjadi masa lalu
yang hanya akan jadi istilah di buku-buku

****

136
97. Kota Diatas Awan
Karya: Rizki Ramdani

Disini aku dilahirkan


Disini semua asa kutanamkan
Dan disini juga aku akan kembali kepada Tuhan
Tapi aku tak mau mati akibat ulah kalian

Ku pikir mungkin cuma legenda yang pernah kudengar kan


Mungkin sebuah fantasi yang hanya ku hayalkan
Tapi tidak, ini nyata aku rasakan
Aku berada di kota impian di atas awan

Ku lihat semua mata memerah


Ku dengar suara batuk yang semakin parah
Memakan korban yang tak bersalah
Yang disebabkan para bedebah

Wahai kalian yang kini sedang berbahagia


Tanpa melihat apa yang kami rasa
Bersenanglah selagi kalian bisa
Sebelum azab datang menimpa

Aku tau,
Mungkin aku hanya seorang yang lemah
Tapi aku bukan manusia yang mudah pasrah
Karna ku tau
Sang pencipta tidak akan pernah lengah
Melihat musibah menimpa hambanya yang tak bersalah

****

137
98. Negeri Dengan Sejuta Rahasia
Karya: Siti Aisyah Nur Anjani

Hamparan hutan alam


Menemani langkah kakiku
Pergi memijah negri
Yang asing bagiku
Desiran ombak menghantam dengan kerasnya
Seolah marah dengan keadaan sekelilingnya

Aku tertegun melihat kenyataan


Bahwa air yang lembut
Ternyata bisa jadi lebih keras dari batu
Hingga membuat jantungku berdegup kencang

Aku merenung sejanak dan bertanya


Apa alam marah kepadaku?
Apa aku telah menyakitinya?
Dan apa yang harus aku lakukan?

Seketika mataku tertuju pada sebuah gedung pencakar


langit
Betapa indahnya gedung itu
Tapi aneh…
Suasananya berbeda
Aku hanya mendengar kicauan burung-burung
Kenapa gedung itu didiami burung?
Kemana saudara-saudaraku di negri ini?
Apa mereka lebih senang berdampingan dengan burung?

138
Tidak hanya sampai disitu
Mereka mengubah lahan saudara-saudaraku menjadi
pencetak uang
Tapi hanya untuk kebahagiaaan mereka saja…
Lalu bagaimana nasib saudara-saudaraku?
Kemana harus mencari sesuap nasi?
Apa uang segalanya bagi mereka?
Apa alam tak berarti buat mereka?

Aku butuh jawaban dari mereka


Atas apa yang telah terjadi di negri ini

139
99. Puisi Alam
Karya: Siti Aisyah Nur Anjani

Disetiap langkahmu
Tersimpan harapan yang besar
Semua itu tergambar dari sorot matamu yang membara
Penuh cita-cita
Demi alammu yang semakin mengkhawatirkan

Lewat uluran tangan hangatmu


Engkau ajak aku keduniamu
Dunia yang penuh imajinasi

Di dunia imajinasimu…
Aku berkhayal bahwa duniamu juga duniaku
Hingga aku menyadari
Ternyata benar duniamu adalah duniaku
Alammu adalah alamku
Maka dengan penuh keyakinan
Aku mengatakan harapanmu adalah harapanku
Dan aku calon penerusmu
Untuk mewujudkan cita-citamu

****

140
100. Kita Yang Meronta
Karya: Syelli Rinfa

Hai Saudara…
Pernah kau dengar akan gulai ikan salai?
Wah…
Jangan kau tanya, lamak rasanya
Tapi, pernah kau dengar manusia salai?
Bah…
Jangan kau tanya, sesak rasanya
Bagaimana aku tau?
Karena aku telah merasakannya, aku disalai
Tuhan telah menciptakan alam semesta ini
Dengan kesempurnaanNya, semuanya ada
Benar katamu! Aku setuju!
Kita harus memanfaatkannya
Tapi… Tapi… Tapi…
Lucu sekali! Kita yang lemah ini menjadi sombong
Lupa menjaganya, dengan serakah merusaknya
Kini kita sibuk meronta menyalahkan sesama
Ketika uangmu tak mampu membeli udara yang menyegarkan
nyawa
Boleh kau ambil hutan itu wahai pengusaha
Tapi rawatlah agar tetap terjaga
Kau kaya! Namun banjir dan asap merajalela
Untuk apa?

****

141

Anda mungkin juga menyukai