Anda di halaman 1dari 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S DENGAN GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL : FRAKTUR LUMBAL DI RUANG BEDAH
UMUM PRIA ( C ) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDARSO
PONTIANAK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat yang
diikuti dengan peningkatan kebutuhan hidup manusia sehingga menuntut seseorang untuk
beraktivitas dengan cepat guna memenuhi kebutuhannya tanpa memikirkan resiko-resiko
yang akan dihadapinya. Penyebab trauma pada tulang belakang yang banyak terjadi salah
satunya pada pekerja yaitu di kalangan pekerja kasar yang tidak memperhatikan keselamatan
kerja, prosedur atau cara kerja yang salah, serta kelalaian dan kurangnya kewaspadaan
terhadap pekerjaan cedera sehingga menyebabkan jatuh dari ketinggian atau tertimpa benda-
benda keras pada tulang yang mengakibatkan susunan tulang belakang mengalami kompresi
dan menyebabkan fraktur. Fraktur kompresi terjadi karena adanya tenaga muatan aksial yang
cukup besar sehingga mengurangi daya protektif dari diskus intervertebralis dan adanya
dispersi fragmen-fragmen tulang serta akan menimbulkan gangguan neurologi.
Cedera medula spinalis adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan, olah raga. (
Sjamsuhidayat, 2004).

Sebuah studi menyebutkan bahwa 10% kasus patah tulang belakang terjadi pada segmen
thorakal, 4% pada segmen thorako-lumbal, dan 3% pada lumbal yang disertai dengan
kerusakan neurologis. Tingkat insiden medulla spinalis di Amerika Serikat diperkirakan
mencapai lebih kurang 30 hingga 32 kasus setiap satu juta penduduk atau 3000 hingga 9000
kasus baru tiap tahunnya. Ini tidak termasuk orang yang meninggal dalam 24 jam setelah
cedera. Prevalensi diperkirakan mencapai 700 hingga 900 kasus tiap satu juta penduduk
(200.000hingga 250.000 orang). Enam puluh persen yang cedera berusia antara 16 sampai 30
tahun dan 80% berusia antara 16 sampai 45 tahun. Laki-laki mengalami cedera empat kali
lebih banyak daripada perempuan. Faktor etiologi yang paling sering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (45%), terjatuh (21,5%), luka tembak atau kekerasan (15,4%), dan
kecelakaan olah raga, biasanya menyelam (13,4%). Lebih kurang 53% dari cedera itu adalah
kuadriplegi. Tingkat neurologi yang paling sering adalah C4, C5, dan C6 pada spina
servikalis, dan T- 12 atau L-1 pada sambungan torakolumbalis. (Ardiatmi, 2008,
www.ums.ac.id/939/1/J100050023.pdf, diperoleh tanggal 29 Juni 2012).

Cedera pada kolumna vetebralis, dengan atau tanpa deficit neurologis, harus selalu
dicari dan disingkirkan pada penderita dengan cedera multiple. Daerah thorakolumbal
merupakan daerah paling sering mengalami cedera. (Mahadewa dan Maliawan, 2009, hlm.
133)
Gejala yang timbul akibat fraktur lumbalis adalah hilangnya sensibilitas yang bersifat
sementara (dalam beberapa menit sampai 48 jam), paralisis yang bersifat layu, ileus paralitik,
kencing yang tertahan (retensi urine), hilangnya refleks-refleks yang bersifat sementara,
hilangnya reflek anus yang bersifat sementara (Rasjad, 2003, hlm. 478).
Berbagai permasalahan yang timbul akibat fraktur kompresi vertebra lumbal antara
lain: gangguan motoris yang berupa kelemahan kedua tungkai, gangguan sensorik, potensial
terjadi komplikasi seperti syok spinal, dekubitus, gangguan pernapasan, keterbatasan lingkup
gerak sendi dan kontraktur otot, nyeri, keterbatasan untuk melakukan transfer dan ambulasi
seperti berdiri dan berjalan selain itu terdapat penurunan kemampuan aktivitas fisik, dan
lingkungan sosial, seperti aktivitas produktif dan rekreasi. (Ardiatmi, 2008,
www.ums.ac.id/939/1/J100050023.pdf, diperoleh tanggal 29 Juni 2012).
Rasjad dalam Muttaqin (2005, hlm. 98) mengatakan bahwa seluruh trauma tulang
belakang harus dianggap sebagai trauma yang hebat sehingga harus diperlakukan secara hati-
hati. Karena trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang (ligamen dan diskus), tulang belakang, dan sumsum tulang belakang yang bisa
berakibat fatal jika terjadi gerakan atau perlakuan yang salah pada penderita trauma tulang
belakang. Perawat dituntut harus kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada
penderita trauma tulang belakang agar tidak terjadi komplikasi - komplikasi yang
memperburuk kondisi klien.
Peran perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang paling banyak kontak
dengan klien dan anggota keluarga harus mengerti betul tentang trauma pada tulang
belakang. Dengan demikian perawat harus mampu berpikir kritis serta mampu
mengidentifikasi masalah-masalah klien yang dirumuskan sebagai diagnosa keperawatan,
mampu mengambil keputusan mengenai masalah tersebut dapat memberikan pendidikan
kesehatan kepada klien dan keluarga serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk memberi asuhan keperawatan yang optimal.
Berdasarkan data di atas penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan
fraktur lumbal dan menyusun laporan kasus tentang asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
gangguan sistem muskuloskeletal : fraktur lumbal di ruang penyakit bedah umum pria (C)
RSUD Dr. soedarso pontianak.

Anda mungkin juga menyukai