Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN THALASEMIA DI RUANG RKK RSUD

BLAMBANGAN BANYUWANGI TAHUN 2019

A. Konsep Thalasemia
2.1. Definisi Thalasemia
Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki makna “laut”,
digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai defisiensi pada kecepatan
produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb (Wong, 2014).
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dikarakteristikkan
dengan defisiensi sintesis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin (Muscari, 2015).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sistem
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013).
Sindrom talasemia merupakan kelompok heterogen kelainan mendelian yang ditandai
oleh defek yang menyebabkan berkurangnya sintesis rantai α- atau β-globin (Mitcheel,
2014).
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen
thalasemia dari satu orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain adalah seorang
pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen thalasemia dari kedua orangtuanya akan
menderita thalasemia sedang sampai berat (Munce & Campbell, 2014).

2.2. Etiologi Thalasemia


Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya
1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2
jenis yang utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.

2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
thalasemia yaitu anemia. Anemia yang menahun pada thalasemia disebabkan eritropoisis
yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi sintesahemoglobin (Aisyi, 2005;
Hockenberry & Wilson, 2009).
Kondisi anemia kronis menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan dan
merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang berdampak pada ekspansi susunan
tulang sehingga pasien thalasemia mengalami deformitas tulang, risiko menderita gout dan
defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan hemapoesis
ekstra medular. Hemapoesis ekstra medular serta hemolisis menyebabkan terjadinya
hipersplenisme dan splenomegali. Hipoksia yang kronis sebagai dampak dari anemia
mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, iritable, anorexia, nyeri dada dan
tulang serta intoleran aktifitas. Pada syaraf lanjut pasien juga beresiko mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan thalasemia juga
mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupa
tulang maxilaris menonjol, dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2016).
Pada semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi
sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan pada bentuk yang lebih berat
misalnya beta-thalasemia mayor bisa terjadi sakit kuning/jaundice, luka terbuka
dikulit/ulkus batu empedu dan pembesaran hati. Gejala lain pada penyakit thalasemia
adalah jantung mudah berdebar-debar, karena oksigen yang dibawa ke jantung akan lebih
sedikit karena hemoglobin yang bertugas membawa oksigen ke dalam darah berkurang
dan jantung akan berusaha lebih keras sehingga menyebabkan kelemahan pada otot
jantung (Irawan, 2014).

2.5. Patofisiologi
Konsekuensi berkurangnya sintesis salah satu rantai globin berasal dari kadar
hemoglobin intrasel yang rendah (hipokromia) maupun kelebihan relatif rantai lainnya.
a. Talasemia-β: Dengan berkurangnya sintesis β-globin, rantai α tak terikat yang
berlebihan akan membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan terjadi karena
kerusakan membran sel; selanjutnya, prekursor sel darah merah dihancurkan dalam
sumsum tulang (eritropoiesis yang tidak efektif) dan sel-sel darah merah yang
abnormal dihilangkan oleh fagosit dalam limpa (hemolisis). Anemia yang berat
menyebabkan ekspansi kompensatorik sumsum eritropoietik yang akhirnya akan
mengenai tulang kortikal dan menyebabkan kelainan skeletal pada anak-anak yang
sedang tumbuh. Eritropoiesis yang tidak efektif juga disertai dengan absorpsi besi
yang berlebihan dari makanan; bersama dengan transfusi darah yang dilakukan
berkali-kali, absorpsi besi yang berlebihan ini akan menimbulkan kelebihan muatan
besi yang berat.
b. Talasemia α disebabkan oleh ketidakseimbangan pada sintesis rantai α dan non-α
(rantai α pada bayi; rantai α setelah bayi berusia 6 bulan). Rantai α yang bebas akan
membentuk tetramer ini akan merusak sel-sel darah merah serta prekursornya. Rantai
α yang bebas akan membentuk tetramer yang stabil (Hb Bars) dan tetramer ini
mengikat oksigen dengan kekuatan (aviditas) yang berlebihan sehingga terjadi
hipoksia jaringan (Mitcheel, 2017).
2.6. Pathway

Pernikahan penderita thalasemia carier

Penyakit secara autosomal resesif

Gangguan sintesis rantai globin α dan β

Pembentukan rantai α dan β Rantai α kurang terbentuk daripada rantai β


di retikulosit tidak seimbang
• rantai β kurang dibentuk dibanding α
• rantai β tidak dibentuk sama sekali
• rantai g dibentuk tetapi tidak
menutupi kekurangan rantai β

Thalasemia β Thalasemia α

Kerusakan membran sel Membentuk tetramer

Rantai α tak terikat Mengikat O2

Membentuk agregat Hipoksia


yang tidak stabil
Sesak
Sel darah merah dihancurkan
dalam sumsum tulang MK : Pola Nafas
Tidak Efektif
Anemia berat

Suplai O2/Na ke jar.


Ekspansi kompensatorik
O2 dalam darah sumsum eritropoietik
Metabolisme sel
Aliran darah ke Perubahan struktur tulang
organ vital dan Pertumbuhan sel &
jaringan otak terhambat
Gambaran diri
negatif
O2 dan nutrisi tidak MK : Resiko
didapat secara Gangguan Tumbuh
MK : Gangguan Perubahan
adekuat Kembang
Citra Tubuh pembentukan ATP

MK : Perfusi
Perifer Tidak Energy yang
Efektif dihasilkan

Kelemahan fisik
MK : Intoleransi
2.7. Pemeriksaan Penunjang Aktivitas

a. Riwayat keluarga dan klinis

b. Hb, MCV, MCH, hitung eritrosit, apus darah;

c. Tes solubilitas untuk HbS;

d. Elektroforesis Hb: kadar HbS dan HbA2. (Jack, 2014)

2.8. Penatalaksanaan
1. Transfusi darah rutin
2. Splenektomi
3. Transplantasi sel induk hemopoietik merupakan satu-satunya pilihan kuratif (hanya
direkomendasikan untuk anak yang memiliki donor saudara yang sesuai).
4. Risiko kerusakan organ akibat kelebihan beban zat besi setelah transfusi rutin dapat
diminimalkan dengan pemberian jangka panjang obat kelasi, seperti desferioksamin,
yang berikatan dengan zat besi dan memungkinkan zat besi diekskresikan kedalam
urine
(Brooker, 2017).

2.9. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes

2.10. Klasifikasi
a. Talasemia minor
Pada talasemia β minor, terdapat sebuah gen globin β yang normal dan sebuah
gen abnormal. Elektroforesis hemoglobin (Hb) normal, tetapi hemoglobin A2
(hemoglobin radimeter yang tidak diketahui fungsinya) meningkat dari 2% menjadi
4-6%.
Pada talasemia α minor, elektroforesis Hb dan kadar HbA2 normal. Dianosis
ditegakkan dengan menyingkirkan talasemia β minor dan defisiensi besi.
Kedua keadaan minor ini mengalami anemia ringan (Hb 10.0-12.0 g/dL dan
MCV = 65-70 fL). Pasangan dari orang-orang dengan talasemia minor harus
diperiksa. Karena kerier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan
dengan talasemia mayor.
b. Talasemia mayor
Talasemia mayor adalah penyakit yang mengancam jiwa. Talasemia mayor β
disebabkan oleh mutasi titik (kadang-kadang delesi) pada kedua gen globin β,
menyebabkan terjadinya anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan
turunnya kadar hemoglobin fetal. Anak-anak yang tidak diterapi memiliki postur
tubuh yang kurus, mengalami penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada
kaki, dan gambaran patognomonik „hair on end‟ pada foto tengkorak. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan anemia mikrositik berat, terdapat sel terget dan sel darah
merah berinti pada darah perifer, dan titik terdapat HbA. Transfusi darah, untuk
mempertahankan kadar hemoglobin normal dan menekan produksi sel darah merah
Kadar hemoglobin normal dan menekan produksi sel darah merah abnormal, akan
menghasilkan perkembangan fisik yang normal. Kelebihan besi karena seringnya
transfusi menyebabkan kecacatan serius dan kematian pada usia 25 tahun, kecuali
bila dicegah dengan menggunakan desferioksamin. Kebanyakan pasien talasemia
yang diterapi dengan baik bertahan sampai usia 30 dan 40 tahun. Tranplantasi
sumsum tulang depat dipertimbangkan jika ditemukan donor saudara kandung yang
cocok.
Talasemia α mayor hydrops fetalis) sering kali berakhir dengan kematian
intauterin dan disebabkan oleh delesi keempat gen globin α. Kadang-kadang,
diagnosis ditegakkan lebih awal, jika transfusi darah intrauterin dapat
menyelamatkan hidup. Transfusi seumur hidup penting seperti pada talasemia β.
c. Talasemia intermedia
Tingkat keparahan dari talasemia berada diantara talasemia minor dan
talasemia mayor. Beberapa kelainan genetik yang berada mendasari keadaan ini.
Yang paling sering adalah talasemia β homozigot di mana satu atau kedua gen masih
memproduksi sejumlah kecil HbA. Delesi pada tiga dari empat gen globin α
(penyakit HbH) menyebabkan gambaran serupa, dengan anemia yang agak berat
sekitar 7-9 s/dL dan splenomegali. Secara definisi, penderita talasemia intermedia
tidak tergantung kepada transfusi. Splenektomi dapat dilakukan untuk mengurangi
anemia (Patrick, 2015).
B. Konsep Tumbuh Kembang

1. Tinjauan Pustaka Tentang Tumbuh Kembang Anak

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda,

tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan

(Soetjiningsih, 2000).

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, atau ukuran,

yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram) dan ukuran panjang (cm, meter),

sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks dari seluruh bagian tubuh sehingga masing-masing dapat memenuhi

fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil

berinteraksi dengan lingkungannya (Kania, 2006).

a. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Secara umum terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang

anak, yaitu:

1) Faktor genetik

Faktor genetik ini yang menentukan sifat bawaan anak tersebut. Kemampuan

anak merupakan ciri-ciri yang khas yang diturunkan dari orang tuanya (Kania, 2006).

2) Faktor lingkungan

Yang dimaksud lingkungan yaitu suasana di mana anak itu berada. Dalam hal

ini lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh

kembang sejak dalam kandungan sampai dewasa. Lingkungan yang baik akan

menunjang tumbuh kembang anak, sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan

menghambat tumbuh kembangnya (Kania, 2006).

a) Faktor lingkungan pranatal

Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam

kandungan. Faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh pada tumbuh kembang


janin mulai dari konsepsi sampai lahir. Antara lain gizi ibu pada waktu hamil,

mekanis, toksik atau zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas dan

anoksia embrio (Soetjiningsih, 2000).

b) Faktor lingkungan posnatal

Bayi baru lahir harus berhasil melewati masa transisi, dari suatu sistem yang teratur

yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang

tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri.

Lingkungan post natal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum

dapat digolongkan menjadi (Soetjiningsih, 2000):

1. Lingkungan biologis.

2. Lingkungan fisik

3. Faktor psikososial

4. Faktor keluarga dan adat istiadat.

b. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak.

Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang saling

berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut (Rusmila, 2008):

1) Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi bersamaan dengan

pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya

perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan

serabut saraf.

2) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan

selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum

ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa

berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika

pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak
terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan

menentukan perkembangan selanjutnya.

3) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda. Sebagaimana

pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam

pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada

masing-masing anak.

4) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat pertumbuhan berlangsung

cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar,

asosiasi dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi

badannya serta bertambah kepandaiannya.

5) Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi

menurut dua hukum yang tetap, yaitu: a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah

kepala, kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal); b.

Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang

ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola

proksimodistal).

6) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Tahap perkembangan seorang anak

mengikuti pola yang teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi

terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu

membuat gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.

1) Pertumbuhan Anak

Tumbuh adalah bertambah besarnya ukuran sel atau organ tubuh sedangkan

perkembangan adalah bertambahnya fungsi organ tubuh. Pertumbuhan dan

perkembangan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Artinya untuk perkembangan yang

normal diperlukan pertumbuhan yang selalu bersamaan dengan kematangan fungsi.

Sebuah organ yang tumbuh atau menjadi besar karena sel-sel jaringan yang mengalami

proliferasi atau hiperplasia dan hipertrofi. Pada awalnya organ ini masih sederhana dan

fungsinya pun belum sempurna. Dengan bertambahnya umur atau waktu, organ tersebut

berikut fungsinya akan tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan seorang anak


memberikan gambaran tentang perkembangan keadaan keseimbangan antara asupan dan

kebutuhan zat gizi seorang anak untuk berbagai proses biologis termasuk untuk tumbuh

(Harahap, 2004).

Periode pertumbuhan dan perkembangan anak mulai di dalam kandungan ibu

sampai umur 2 tahun disebut masa kritis tumbuh-kembang. Bila anak gagal melalui

periode kritis ini maka anak tersebut sudah terjebak dalam kondisi “point of no return”,

artinya walaupun anak dapat dipertahankan hidup tetapi kapasitas tumbuh-kembangnya

tidak bisa dikembalikan ke kondisi potensialnya (Buku saku gizi, 2010).

Pada dasarnya pertumbuhan dibagi dua, yaitu; pertumbuhan yang bersifat linier

dan pertumbuhan massa jaringan. Dari sudut pandang antropometri, kedua jenis

pertumbuhan ini mempunyai arti yang berbeda. Pertumbuhan linier menggambarkan

status gizi yang dihubungkan pada saat lampau, dan pertumbuhan massa jaringan

menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat sekarang atau saat pengukuran

(Supariasa dkk, 2002).

a. Pertumbuhan linier

Ukuran yang berhubungan dengan tinggi (panjang) atau stature dan

merefleksikan pertumbuhan skeletal. Contoh ukuran linier adalah panjang badan,

lingkar dada dan lingkar kepala. Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan

keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu

lampau. Ukuran linier yang paling sering digunakan adalah tinggi atau panjang badan

(Supariasa dkk, 2002; Yayuk H dan Tryanti, 2008).

b. Pertumbuhan Massa Jaringan

bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh ukuran massa

tubuh adalah berat badan, lingkar lengan atas (LLA), dan tebal lemak bawah kulit,

apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang akibat

kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan.
Ukuran massa jaringan yang sering digunakan adalah berat badan (Supariasa dkk,

2002).

c. Tahap pertumbuhan anak

Tahap perkembangan anak berangsur-angsur mulai dari (Harahap, 2004):

1) Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian mengurang

secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun.

2) Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik.

3) Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun).

4) Pertumbuhan kecepatannya mengurang berangsur-angsur sampai suatu waktu

(kira-kira umur 18 tahun) berhenti. Dalam tahun pertama panjang badan bayi

bertambah dengan 23 cm (dinegeri maju 25 cm), sehingga anak pada umur 1 tahun

panjangnya menjadi 71 cm (75 cm di negeri maju).Kemudian kecepatan

pertambahan panjang badan kira-kira 5 cm per-tahun (Harahap, 2004).

2) Perkembangan Anak

Perkembnagan (development) adalah bertambahnya kemapuan (skill) dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses

diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya

(Soetjiningsih, 2000).

Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat

kuntitatif, melainkan kualitatif. Jadi perkembangan itu adalah proses terjadinya

perubahan pada manusia baik secara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam

kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia

terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke

waktu. Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya

perkembangan dan pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak

menjadi dewasa akan mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya.


Perkembangan Anak (Perkembangan Fisik, Perkembangan Motorik,

Perkembangan Kognitif, Perkembangan Psikososial) – Periode ini merupakan kelanjutan

dari masa bayi (lahir – usia 4 th) yang ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik,

motorik dan kognitif (perubahan dalam sikap, nilai, dan perilaku), psikosial serta diikuti

oleh perubahan – perubahan yang lain (Administrator, 2010).

Deteksi dini perkembangan anak dilakukan dengan cara pemeriksaan

perkembangan secara berkala, apakah sesuai dengan umur atau telah terjadi

penyimpangan dari perkembangan normal. Empat parameter yang dipakai dalam menilai

perkembangan anak adalah:

1. Gerakan motorik kasar (pergerakan dan sikap tubuh).

2. Gerakan motorik halus (menggambar, memegang suatu benda dll).

3. Bahasa (kemampuan merespon suara, mengikuti perintah, berbicara spontan).

4. Kepribadian/tingkah laku (bersosialisasi dan berinteraksi dengan

lingkungannya).

a. Jenis – jenis Perkembangan

1) Perkembangan Fisik

Pertumbuhan fisik pada masa ini lambat dan relatif seimbang. Peningkatan

berat badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya. Peningkatan berat

badan anak terjadi terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangka, otot dan

ukuran beberapa organ tubuh lainnya (Administrator, 2010).

2) Perkembangan Motorik Kasar

a) Perkembangan Motorik Kasar

Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-

otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya (Rusmil, 2009).

Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih

terkoordinasi dibandingkan dengan masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat
dalam berlari dan pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan

badannya (Administrator, 2010).

b) Perkembangan Motorik Halus

Untuk memperhalus ketrampilan – ketrampilan motorik, anak – anak

terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang terkadang bersifat informal dalam

bentuk permainan. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang

berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan

bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi

memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit,

menulis, dan sebagainya. Disamping itu, anak – anak juga melibatkan diri

dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti senam,

berenang, dll (Administrator, 2010; Rusmil, 2009).

c) Tahap Perkembangan Motorik

Berikut tahapan-tahapan perkembangannya Admin (2010):

Usia 1-2 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

• merangkak
• mengambil benda kecil dengan ibu
• berdiri dan berjalan beberapa
jari atau telunjuk
langkah
• membuka 2-3 halaman buku secara
• berjalan cepat
bersamaan
• cepat-cepat duduk agar tidak
• menyusun menara dari balok
jatuh
• memindahkan air dari gelas ke gelas
• merangkak di tangga
lain
• berdiri di kursi tanpa pegangan
• belajar memakai kaus kaki sendiri
• menarik dan mendorong benda-
• menyalakan TV dan bermain remote
benda berat
• belajar mengupas pisang
• melempar bola
Usia 2-3 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

• melompat-lompat
• mencoret-coret dengan 1 tangan
• berjalan mundur dan jinjit
• menggambar garis tak beraturan
• menendang bola
• memegang pensil
• memanjat meja atau tempat tidur
• belajar menggunting
• naik tangga dan lompat di anak
• mengancingkan baju
tangga terakhir
• memakai baju sendiri
• berdiri dengan 1 kaki

Usia 3-4 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

• melompat dengan 1 kaki • menggambar manusia


• berjalan menyusuri papan • mencuci tangan sendiri
• menangkap bola besar • membentuk benda dari plastisin
• mengendarai sepeda • membuat garis lurus dan lingkaran cukup
• berdiri dengan 1 kaki rapi

Usia 4-5 tahun

Motorik Kasar Motorik Halus

• menggunting dengan cukup baik


• menuruni tangga dengan cepat
• melipat amplop
• seimbang saat berjalan mundur
• membawa gelas tanpa
• melompati rintangan
menumpahkan isinya
• melempar dan menangkap bola
• memasikkan benang ke lubang
• melambungkan bola
besar

d) Fungsi Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh

perkembangan motorik terhadap konstelasi perkembangan individu dipaparkan

oleh Hurlock (1996) sebagai berikut (Perdani, 2009):

1. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan

memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki

keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau

memainkan alat-alat mainan.


2. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak

berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang

independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan

dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang

perkembangan rasa percaya diri.

3. Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan

lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah

Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan

barisberbaris.

4. Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat

bermain atau bergaul dengan teman sebayannya, sedangkan yang tidak

normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman

sebayanya bahkan dia akan terkucilkankan atau menjadi anak yang fringer

(terpinggirkan).

5. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan

selfconcept atau kepribadian anak.

e) Uji Perkembangan Motorik

Berikut adalah beberapa tes perkembangan motorik yang sering

digunakan dalam menilai perkembangan anak, yaitu (Narendra, 2006) :

1. Brazelton Newborn Behaviour Assessment Scale, berfungsi menaksir

kondisi bayi, refleks dan interaksi. Skala ini digunakan untuk anak umur

neonatus

2. Uzgiris-Hunt Ordinal Scale, berfungsi menaksir stadium sensorimotor

menurut Piaget, yang digunakan pada anak umur 0-2 tahun.

3. Gesell Infant Scale dan Catell Infant Scale, berfungsi terutama menaksir

perkembangan motorik pada tahun pertama dengan beberapa perkembangan

sosial dan bahasa, digunakan pada umur 4 minggu-3,5/6 tahun.


4. Bayley Infant Scale of Development, berfungsi menaksir perkembangan

motorik dan sosial, digunakan pada usia 8 minggu – 2,5 tahun.

5. The Denver Developmental Screening Test, berfungsi menaksir

perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar

pada usia 1 bulan – 6 tahun.

6. Yale Revised Development Test, berfungsi menaksir perkembangan motorik

kasar, motorik halus, adaptif, perilaku sosial dan bahasa, diguanakn pada

usia 4 minggu – 6 tahun

7. Geometric Forms Test, berfungsi menaksir perkembangan motorik halus

dan intelektual.

8. Motor Milestone Development

Kartu perkembangan motorik anak merupakan kartu yang

digunakan Depkes dan dokter anak. Kurva perkembangan anaknya hanya

mencantumkan satu titik kemampuan gerak anak yang merupakan hasil

perhitungan modus sejumlah anak pada umur tertentu pada studi

perkembangan anak di luar negeri. Secara alamiah setiap anak dalam

perkembangannya memiliki variasi kemampuan gerak (motorik

milestone) pada umur yang dicapai.

Pusat Penelitian dan pengembangan Gizi dan. Makanan Bogor

pada pertengahan tahun 2003; telah me1akukan penelitian studi

motorik· milestone untuk pembuatan KMS perkembangan anak.

Penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban karena menurut

kronologis kemampuan motorik milestone serta variasinya menurut umur

anak, sehingga mendapatkan suatu kurva perlcembangan anak yang

sesuai dan relevan dengan program nasional gizi dan kesehatan.

Hasil penelitiannya menghasilkan sutau Irurva perkembangan

anak yang merupakan cikal bakal untuk kurva perkembangan anak.

Kurva perkembangan anak yang terbentuk ini merupakan gambaran dari


perkembangan anak sehat Indonesia, Berikut ini, antropometri yang

digunakan untuk mengukur motorik bayi dengan mengggunakan Milestone

Perkembangan Motori :

Pengukuran Milestone Perkembangan Motorik yang dikembangkan

oleh Depkes.

Gambar 1 : Pengukuran Milestone Perkembangan Motorik

3) Perkembangan Kognitif

Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara

berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat

imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang
ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat

kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar (Administrator,

2010).

Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut

pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas

mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Dalam

upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan

informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai

kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan

sesungguhnya (Administrator, 2010).

b. Ciri – Ciri Perkembangan

Perkembangan memiliki karakteristik yang dapat diramalkan dan memiliki

ciri-ciri sehingga dapat diperhitungkan. Ciri-ciri tersebut, sebagai berikut

Soetjiningsih (2000):

1) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan, Perkembangan adalah proses yang

kontinue dari konsepsi sampai maturasi. Perkembangan sudah terjadi sejak

didalam kandungan, dan setelah kelahiran merupakan suatu masa dimana

perkembangan dapat dengan mudah diamati.

2) Dalam priode tertentu ada masa percepatan dan ada masa perlambatan. Terdapat 3

(tiga) periode pertumbuhan cepat adalah pada masa janin, masa bayi 0 – 1 tahun,

dan masa pubertas.

3) Perkembangan memiliki pola yang sama pada setiap anak, tetapi kecepatannya

berbeda.

4) Perkembangan dipengaruhi oleh maturasi system saraf pusat. Bayi akan

menggerakkan seluruh tubuhnya, tangan dan kakinya.

5) Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum

gerakan volunter tercapai.

3) Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsusmsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang dan gizi lebih

(Supariasa dkk, 2002). Dr. Minarto mengatakan bahwa, selain gizi kurang dan gizi

buruk, masih banyak masalah yang terkait dengan gizi yang perlu perhatian lebih

(Redaksi, 2010).

Keadaan gizi seseorang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya,

serta ketahanan tubuh terhadap penyakit. Penilaian gizi adalah proses yang digunakan

untuk mengevaluasi status gizi, mengidentifikasi malnutrisi, dan menentukan individu

mana yang sangat membutuhkan bantuan gizi (Moore, 1997).

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian status gizi

secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi

secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia

dan biofisik (Rahmah, 2010).

a. Pengukuran Anthropometri

Pengertian istilah “nutritional anthropometry” mula-mula muncul dalam

“Body measurements and Human Nutrition” yang ditulis oleh Brozek pada tahun

1966 yang telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) sebagai, pengukuran pada variasi

dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajad

nutrisi yang berbeda (Narendra, 2010).

1) Jenis parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh

manusia, antara lain : umur, berat badan dan tinggi badan.

a) Umur

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan

penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil

penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Jadi perhitungan

umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak

diperhitungkan (Depkes, 2004).

b) Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran

massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap

perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi

makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U

(Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat

perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam

penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak

digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung

pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan

perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Narendra, 2010).

c) Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat

dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk

melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat

badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan

dalam bentuk Indeks TB/U (Tinggi Badan menurut Umur), atau juga indeks

BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena

perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun

sekali. (Depkes RI, 2004).

2) Syarat Pengukuran Antropometri (Narendra, 2010):

a) Pengukuran antropometri sesuai dengan cara-cara yang baku, beberapa kali

secara berkala misalnya berat badan anak diukur tanpa baju, mengukur panjang

bayi dilakukan oleh 2 orang pemeriksa pada papan pengukur (infantometer),

tinggi badan anak diatas 2 tahun dengan berdiri diukur dengan stadiometer.
b) Baku yang dianjurkan adalah buku NCHS secara Internasional untuk anak usia

0-18 tahun yang dibedakan menurut jender laki-laki dan wanita.

c) Tebal kulit di ukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan, subskapula

dan daerah pinggul., penting untuk menilai kegemukan. Memerlukan latihan

karena sukar melakukannya dan alatnyapun mahal (Harpenden Caliper).

Penggunaan dan interpretasinya yang terlebih penting.

d) Body Mass Index (BMI) adalah Quetelet’s index, yang telah dipakai secara luas,

yaitu berat badan(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). BMI mulai

disosialisasikan untuk penilaian obesitas pada anak dalam kurva persentil juga.

3) Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.

Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Di Indonesia

ukuran baku hasil pengukuran dalam negeri belum ada, maka untuk berat badan

(BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD (Rahma, 2010).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan dan

menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB).

a) Berat Badan menurut Umur

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran

massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang

mendadak. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.

Dalam keadaan normal, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan

karakteristik berat badan maka indeks berat badan/umur digunakan sebagai

salah satu cara mengukur status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang

labil maka berat badan/umur lebih menggambarkan status gizi seseorang. BB/U
dapat dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua

kelompok umur. BB sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dapat

digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan

banyak waktu dan tenaga (Supariasa, 2002).

b) Tinggi Badan menurut Umur

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tubuh seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh definisi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

relatif lama (Supariasa, 2002).

c) Berat Badan menurut Tinggi Badan

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan

tinggi badan dengan kecapatan tertentu. indeks BB/TB merupakan indikator

yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang) (Supariasa, 2002).

b. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status

gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Umumnya untuk survei klinis secara

cepat (Supariasa, 2002).

Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat (rapid clinical surveys)

tkita-tkita klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu

digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan

pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (sympton) atau riwayat penyakit

(Supariasa, 2002).

c. Biokimia
Yaitu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada

berbagai macam jaringan tubuh. Digunakan untuk suatu peringatan bahwa

kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa, 2002).

d. Biofisik

Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya

digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of

night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2002).

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 penilaian yaitu

: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Dietary History Method memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan

pengamatan dalam waktu yang cukup lama. Burke (1947) menyatakan bahwa metode ini

terdiri dari tiga komponen yaitu (Rahma,2010):

a. Wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data tentang apa saja yang

dimakan responden selama 24 jam terakhir

b. Frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar

(check list) yang sudah disiapkan untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi

c. Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.

2. Tinjauan Pustaka Tentang Asupan Zat Gizi Anak

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsusmsi

secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan

dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa dkk, 2002).

Malnutrisi berhubungan dengan gangguan gizi, yang dapat diakibatkan oleh

pemasukan makanan yang tidak adekuat, gangguan pencernaan atau absorbsi, atau

kelebihan makan. Kekurangan gizi merupakan tipe dari malnutrisi. Asupan zat gizi dari

makanan yang dikonsumsi kemudian akan menghasilkan dampak pada pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pertumbuhan anak yang dapat dilihat dari status gizinya (Moore,

1997; Supariasa dkk, 2002).

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana

kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak dibutuhkan juga

untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security) keluarga.

Kesehatan makanan keluarga mencakup pada ketersediaan makanan dan pembagian

makanan secara adil dalam keluarga. Dimana sering kali kepentingan budaya bertabrakan

dengan kepentingan biologis anggota-anggota keluarga. Satu aspek yang perlu ditambahkan

adalah keamanan pangan (food safety) yaitu bagiman makanan bebas dari berbagai racun;

fisik, kimia, biologis yang mengancam kesehatan (Soetjiningsih, 2000).

Pengaturan makanan selanjutnya harus disesuaikan dengan usia anak. Makanan

harus mengandung energi dan semua zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral) yang dibutuhkan pada tingkat usianya. Pemberian makanan pen damping

harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari

buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat. Pada

usia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap dengan menu

seimbang (Kania, 2010).

1. Makanan Anak Usia 9 bulan sampai 24 bulan

Usia antara 9 sampai 24 bulan merupakan usia kritis dalam kehidupan anak.

Ketika memasuki usia 2 tahun anak harus sudah mulai diperkenalkan makanan biasa

yang lazim dimakan oleh keluarga (Moehji,2003).

Dengan kebutuhan kalori sekitar 1.100 kalori dan protein sekitar 20 gram dan

jika anak memperoleh makan 3 kali sehari beararti tiap porsi makanan anak harus

mengandung kalori sekitar 350 kalori dan 7,5 gram protein (Moehji,2003).
Tabel 2.1

Jadwal pemberian makanan baduta

Sumber: Kania, 2010

2. Zat Gizi Yang Dibutuhkan Oleh Anak

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan Oleh Widya Karya

Nasional Pangan dan Gizi (2004) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2
Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
rata-rata perhari
a. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi tubuh.

Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah energi

yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Moehji, 2002 ).

Karbohidrat lebih banyak terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, ubi kayu dan lain-lain.

Fungsi utama karbohirat yaitu (Moehji, 2002 ; Almatsier, 2003):

1) Sebagai sumber energi

2) Untuk membentuk volume makanan

3) Membantu cadangan energi dalam tubuh

4) Penghemat protein

5) Membantu pengeluaran feses.

Karbohidarat gizi utama penghasil energi, jika anak kekurangan asupan

karbohidrat akan berakiba pada kekurangan energi. Kekurangan energi terjadi bila

konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan

mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat

badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat

pertumbuhan dan pada orang dewasa penurunan berat badan dan kerusakan jaringan

tubuh. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng,

kurang bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Akibat berat pada bayi dinamakan marasmus dan disertai kekurangan protein

dinamakan kwashiorkor. Jika gabungan kekurangan energi dan protein dinamakan

marasmus-kwashiorkor (Almatsier, 2003).

Energi adalah bahan utama untuk bergeraknya tubuh. Perekambangan

motorik kasar adalah bagaimana keterampilan anak dalam menjaga keseimbang

tubuhnya mulai dari merangkak sampai berjalan dan berlari. Untuk melakukan

gerakan itu dibutuhkan energi yang cukup sesuai angka kecukupan gizi berdasarkan

umurnya. Kekurangan gizi dalam makanan menyebabkan pertumbuhan anak


terganggu yang akan mempengaruhi perkembangan seluruh dirinya (Bakti husada,

2007).

Penelitian yang dilakuakan oleh Antoni dkk, tahun 2005 di Propinsi

Bengkulu untuk mengetahui hubungan perkembangan dengan asupan anak dimana

hasil penelitiannya menunjukkan, proporsi bayi yang mengalami keterlambatan

perkembangan gerak motorik kasar sebagian besar terdapat pada bayi yang dengan

asupan energi <50% yaitu 60,3%. Dengan hasil analisis statistik dengan uji kai

kuadrat menunjukkan ada hubungan antara asupan energi dengan perkembangan

motrik kasar bayi (p<0,05) dan terdapat risiko relatif (RR=4,1).

b. Protein

Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan

tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena itu protein

disebut unsur pembangun (Moehji, 2002). Protein sama halnya dengan karbohidrat,

asam amino juga merupakan senyawa organik yang tersusun dari atom karbon,

hidrogen, dan oksigen. Protein terdapat dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta

tersusun atas berbagai macam asam amino yang menyatu dalam berbagai proprsi

dan rangkaian (Williams Lippincott and Wilkins, 2007).

Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal. Protein

dipecah dalam tubuh sebagai sumber energi ketika pasokan karbohidrat dan lemak

tidak mencukupi. Protein disimpan dalam otot, tulang darah, kulit dan limfe

(Williams Lippincott and Wilkins, 2007).

Berbagi bahan makanan dapat digunakan sebagai sumber protein, baik

berasal dari hewani maupun nabati, Seperti (Depertemen Gizi dan Kesmas, 2009):

1) Daging berwarna merah termasuk sapi dan kambing.

2) Daging ayam, telur dan susu.

3) Golongan kacang-kacang ; legume, kacang kedelai, kacang hijau.

Protein memiliki fungsi sebagai bagian kunci semua pembentukan jaringan

tubuh, yaitu dengan mensintesisnya dari makanan. Pertumbuhan dan pertahanan


hidup manusia dapat terjadi bila konsumsi protein cukup (Depertemen Gizi dan

Kesmas, 2009).

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Protein

merupakan bagian dari semua sel-sel hidup, hampir setengah jumlah protein terdapat

di otot, 1/5 terdapat di tulang, 1/10 terdapat di kulit, sisanya terdapat dalam jaringan

lain dan cairan tubuh (Rahmah, 2010).

Kekurangan protein akan menyebabkan kwasiorkor yang bisanya diikuti

dengan kekurangan energi yaitu marasmus. ini merupakakan masalah yang banyak

terjadi pada balita Indonesia. Sebagaimana diketahui perkembangan tidak dapat

dipisahkan dari masalah pertumbuhan (Moehji, 2002).

Kebutuhan energi dan protein bayi dan balita relatif besar jika dibandingkan

dengan orang dewasa sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak perempuan dan laki-laki dalam hal

kebutuhan energi dan protein. Kecukupan akan semakin menurun seiring dengan

bertambahnya usia. Namun untuk protein, angka kebutuhannya bergantung pada

mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein.

Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama

asam amino essensial. (Sulistijani,2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Antoni dkk, tahun 2005 di Propinsi Bengkulu

yang menunjukkan bayi yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik

kasar sebagian besar terdapat pada bayi dengan asupan < dari AKG yaitu sebesar

85,0%. Yang dari hasil uji kai kuadrat menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara asupan protein dengan perkembangan motorik kasar bayi (p<0,05) dan

terdapat resiko relatif (RR=4,6).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Sutrisno pada tahun 2003, Kecamatan

Purwodadi Kabupaten Grobogan dengan Jumlah sampel sebanyak 96 anak. Dimana

dari hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang mempunyai hubungan


bermakna terhadap perkembangan motorik kasar adalah : Status GIzi dala indeks

TB/U (p = 0,0001); Tingkat Kecukupan Energi (p = 0,011); Tingkat Kecukupan

Protein (p = 0,039).

c. Lemak

Lemak merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur

Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Lemak bersifat larut dalam pelarut

lemak. Lemak yang memiliki titik lebur tinggi berbenuk padat pada suhu kamar

disebut lemak, sedang yang mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair disebut

minyak (Depertemen Gizi dan Kesmas, 2009).

Lemak merupakan sumber asalm lemak esensial asam linoleat, pelarut

vitamin yang juga membantu transportasi, menghemat sintesis protein untuk protein,

dan membantu sekresi asam lambung (Depertemen Gizi dan Kesmas, 2009).

Sebagaimana diketahuai Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang

dewasa. Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat (Nursalam, 2005).

Ada enam fungsi lemak di dalam tubuh(Williams Lippincott and Wilkins,

2007):

1) Menghasilkan energi bagi tubuh.

2) Memudahkan penyerapan vitamin larut lemak.

3) Memasok asam lemak esensial.

4) Menyokong dan melindungi organ dalam.

5) Membantu pengaturan suhu.

6) Melumasi jaringan tubuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Delmi Sulastri dkk, pada tahun 2009 diaman

dilakukan untuk melihat hubungan asam lemak dengan perkembangan anak yang

memperoleh hasil penelitian bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna rata-

rata konsumsi omega 9 dengan perkembangan anak usia 2-5 tahun p > 0,05.
d. Besi (Fe)

tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 – 5 gram di dalam tubuh manusia

dewasa. Zat besi merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Defisiensi zat

besi dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk beraktivitas, kelelahan, dan

muka pucat. Keberadaan zat besi besi dalam tubuh dapat dilihat dari keberadaan

hemoglobin (Hb), ferritin dan transferin (WNPG, 2004).

Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh (Almatsier, 2003):

1) Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.

2) Sebagai alat angkut electron di dalam sel.

3) Sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh.

Walaupun terdapat luas di dalam makanan tapi banyak penduduk mengalami

kekurangan besi , termasuk di Indonesia (Almatsier, 2003).

Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi. Selama diabsorbsi, di dalam

lambung besi dibebaskan dari ikatan organik seperti protein. Absorbsi terutama

terjadi di bagian atas usus halus (doudenum) dengan bantuan alat angkut-protein

khusus. Ada dua jenis alat angkut-protein di dalam sel mukosa usus halus yang

membantu penyerapan besi, yautu transferin dan feritin (Almatsier, 2003).

Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat dalm

hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan besi non-hem dalam makanan

nabati(Almatsier).

Fungsi Besi (Almatsier, 2003):

1) Metabolisme energi. Di dalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein

pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme

energi. Protein ini memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi

penghasil energi ke oksigen, sehingga membenuk air. Dalam proses tersebut

dihasilkan ATP.
2) Kemampuan belajar. Pollitt pada tahun 1970-an terkenal akan penelitian-

penelitian yang menunjukkan perbedaan antara keberhasilan belajar anak-anak

yang menderita anemia gizi besi dan anak-anak sehat. Beberapa bagian dari otak

mempunyai kadar besi yang tinggi yang diperoleh dari transpor besi yang

dipengaruhi oleh respon transferin. Kadar besi otak yang kurang pada masa

pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh

negatif terhadap fungsi otak, terutama fungsi neurotransmister (pengantar saraf).

Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir

dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan

kemampuan belajar terganggu.

3) Sistem kekebalan. Besi memegang peran penting dalam sistem kekebalan tubuh

respon kekebalan sel oeleh limfosit T terganggu karena berkurangnya

pembentuka sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya

sintesis DNA, berkurnganya DNA disebabakan karena berkurangnya sintesis

enzym reduktase ribonukleutida yang membutuhkan besi untuk dapat befungsi.

Disamping itu sel darah putih yang menghancurka bakteri tidak dapat bekerja

secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi. Enzym lain yang berpern

dalam sistem kekebalan adalah mieloperosidase yang juga terganggu fungsinya

pada defisiensi besi.

Estimasi prevalensi anemia pada anak-anak dengan usia kurang dari 4 tahun

di negara-negara berkembang adalah 46-66%, kekurangan zat besi dari lahir

mengakibatkan gangguan pada emosional dan koknitif bayi. 19 dari 21 studi

melaporkan keterlambatan mental, motorik, sosial emosional, atau neurofisiologis

berfungsi pada bayi dengan kekurangan anemia besi dibandingkan mereka yang

tidak (Walker S P, et al, 2007).

Tanda dan gejala kekurangan zat besi adalah kuku yang rapuh, konstipasi,

masalah pernapasan, luka atau inflamasi pada lidah, anmia, pucat, kelemahan, peke

terhadap dingin dan lemas (Williams Lippincott and Wilkins, 2007).


e. Zinc (Zn)

Seng esensial untuk kehidupan telah diketahui sejak lebih dari seratus tahun

yang lalu. Tubuh mengandung 2 – 2,5 seng yang tersebar dalam di ran dalam hampir

semua sel. Sebagian besar seng berada dalam hati, pangkreas, ginjal, otot dan tulang

(Almatsier, 2003).

Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagian

besar dari enzim atau sebagai kofaktor kegiatan pada lebih dari ratusan enzim, seng

berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reasi yang berkaitan

dengan sintesis dan degenerasi karbohidrat, lipid dan asam nukleat (Almatsier,

2003).

Seng berperan dalam sel kekebalan tubuh. Yaitu dalam fungsi sel T dan

dalam pembentukan antibodi oleh sel B. Karena seng berperan dalam reaksi-reaksi

yang luas, kekurangan seng akan berperan dalam reaksi-reaksi yang luas, kekurangan

seng akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat

pertumbuhan (Almatsier, 2003).

Hampir semua penelitian yang dilakukan diberbagai belahan dunia

menunjukkan bahwa kelompok rawan gizi pada umumnya berespon terhadap

suplementasi Zn. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok penduduk tersebut

menderita defisiensi gizi. Ini bebrarti bahwa defisensi Zn hampir dipastikan terjadi

di daerah-daerah tersebut, tertama di negara-negara berkembang. Saat ini diduga

sekitar 2 juta penduduk negara berkembang mengalami defiensi Zn dengan berbagai

tingkat keparahannya. Di Indonesia ada indikasi bahwa Zn menyebar secara luas di

masyarakat. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Hadi Riadi di pedesaan Bogor

menunjukkan prevalensi devisiensi Zn pada anak baduta sebesar 20,1% (Riyadi,

2006).

Efek Zinc Terhadap Perkembangan

Zinc (Zn) merupakan mineral yang memainkan peran penting dalam

pertumbuhan sel, khususnya dalam produksi enzim-enzim yang penting bagi sintesis
RNA dan DNA. Zinc juga berlimpah diotak. Kandungan Zn otak menempati urutan

kelima setelah otot, tulang, kulit dan liver. Diotak ini Zn berikatan dengan protein-

protein, sehingga ia berkonstribusi pada struktur dan fungsi otak. Oleh karena itu

zinc esensial untuk fungsi dan perkembangan otak (Riyadi, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh, Lind, et al, (2004), pada bayi usia 6 bulan

tidak menunjukkan pengaruh Zn atau Fe dan Zn terhadap perkembangan mental dan

psikomotorik. Tetapi pemberian Fe saja mempunyai dampak positif terhadap

perkembangan motorik.

Tanda dan gejala defisiensi seng adalah berupa lelah, kehilangan sensasi

pembau dan perasa, nafsu makan yang buruk, penyembuhan luka yang lama,

pertumbuhan yang lambat dan kelainan kulit (Williams Lippincott and Wilkins,

2007).

f. Vitamin

Vitamin adalah zat organik yang tidak dapat dibuat oleh tubuh tetapi

diperlukan tubuh. Vitamin berperan sebagai katalisator organik, mangatur proses

metabolisme dan fungsi normal tubuh. Di tubuh vitamin berperan sebagai zat

pengatur dan pembangun bersama zat gizi yang lain melalui pembentukan enzim,

antibodi dan hormon.

3. Metode Pengukuran Konsumsi Makanan

Beberapa metode dapat dipergunakan untuk mendapatkan informasi tentang

riwayat gizi. Salah satunya dengan metode recall 24 jam dimana individu diminta untuk

mngingat segala sesuatu yang dimakan sehari sebelumnya. Prinsip dari metode recall 24

jam, dilakuakan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi 24 jam

yang lalu (Supariasa dkk, 2002).

Dalam metode ini, responden, ibu, pengasuh (bila anak masih kecil)

diintruksikan untuk menceritakan semua makanan yang dimakan dan diminum selama 24

jam yang lalu (kemarin). Biasnya dimulai dari ia bangun pagi kemarin sampai dia tidur

malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancar sampai
mundur ke belakang 24 jam (Supariasa dkk, 2002). Untuk perhitungan ASI dimana anak

yang sehat mengkonsumsi 700 – 800 ml ASI per hari dengan intensitas pemberian

maksimal 10 kali per hari (Prastyono, 2009).

Hal penting yang perlu dikethui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang

diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data

kauantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan

menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dll) atau ukuran lain yang dipergunakan

sehari-hari oleh rumah tangga (Supariasa dkk, 2002).

4. Taburia Sebagai Solusi dalam Meningkatkan Kandungan Zat Gizi Mikro Anak

Sprinkle adalah bentuk fortifikasi makanan rumah tangga (home fortification)

untuk menanggulangi defisiensi vitamin dan mineral. Sprinkle adalah bentuk penyediaan

zat-zat gizi mikro bagi populasi yang beresiko. Sprinkle memungkinkan keluarga dapat

melindungi bayi dan balita dengan memperkaya makanan semi padat (MP-ASI) dengan

tambahan zat gizi mikro di rumah tangga (Zlotkin, 2004).

Sprinkel atau taburia sebagai jawaban atas tantangan baru untuk mengembangkan

produk makanan yang mengalami fortifikasi zat gizi tertentu tanpa mengubah warna,

tekstur dan rasa makanan serta biaya produksi relatif murah untuk penanggulangan

anemia. Sprinkel diformulasi dengan kandungan ferrous fumarat (FF) mikroenkapsul

dengan zat gizi mikro lain yang dibutuhkan bagi populasi berisiko seperti zinc, vitamin

A, C dan D atau asam folat (Zlotkin et al, 2006).

Gambar 2. Contoh Standar Kemasan Sprinkle

a. Manfaat Pemberian Taburia

Beberapa manfaat pemberian Taburia (Zlotkin et al, 2006):


1) Taburia mampu menyediakan zat gizi mikro sesuai kebutuhan bagi setiap anak

tanpa tergantung besar kecilnya porsi makan

2) Zat gizi mikro seperti vitamin A,B1,B2,B3,B6,B12,D,E,C,K,Asam Folat,Asam

Pantotenat,Yodium,Seng,Zelenium dan zat besi untuk mencegah dan mengatasi

defesiensi zat gizi Mikro.

3) Meningkatkan nafsu makan anak

4) Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang meliputi

otak,mata,hidung dan gigi anak

5) Merangsang pembentukan sel darah merah,mencegah kurang darah

3. Tinjauan Pustaka Tentang Penyakit Infeksi

1. Jenis – Jenis Penyakit Infeksi

a. Diare

Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian

anak di berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar

serangan dan 3,2 juta kematian di per tahun pada balita disebabkan oleh diare.

Setiap anak memiliki episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih

kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun (Schwartz,

2005).

Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan

cairan dan elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri,

kurang gizi, dan infeksi. Golongan umur yang paling menderita akibat diare adalah

anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah (Schwartz, 2005).

1) Penyebaran Kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain

melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan

tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik

dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain (Dinkes

Sulsel, 2009):
d) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih

besar dari pada bayi yang diberi Asi penuh dan kemungkinan menderita

dehidrasi berat juga lebih besar.

e) Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan

oleh Kuman , karena botol susah dibersihkan

f) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak,

g) Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Pencemaran di rumah dapat

terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar

menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

h) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan dan menyuapi anak,

i) Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering

beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya

mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja

binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

j) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

2) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa

penyakit dan lamanya diare (Dinkes Sulsel, 2009).

Faktor-faktor tersebut adalah (Dinkes Sulsel, 2009):

a) Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang

dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti :

Shigella dan v cholera.


b) Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare

meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada

penderita gizi buruk.

c) Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak

yang sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai

akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.

d) Imunodefesiensi /Imunosupresi.

e) Secara proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % ).

Diantara penyakit infeksi, diare merupakan penyebab utama gangguan

pertumbuhan anak balita. Penelitian di Bangladesh dan Guatemala menunjukkan

bahwa diare menyebabkan berkurangnya konsumsi makanan anak sekitar 20 – 40

%. Disamping itu kebiasaan orang tua mencegah pemberian makanan pada anak

yang menderita diare ikut memeperjelek keadaan dan setiap episode diare

berhubungan

dengan 0,56 cm reduksi pertumbuhan linier (Dinkes Sulsel, 2009). Menurut

Soetjiningsih (2000), Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti

flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat

menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak.

Di Northeas Brazil, anak-anak umur 1 hingga 2 tahun yang rata-rata

menderita diare selama 3 bulan dan kenaikan panjang badannya 41 % kurang jika

dibandingkan dengan anak-anak tanpa diare pada periode yang sama (Soekirman,

1990 dalam Rahma, 2010).

b. ISPA

Pola 10 penyakit terbanyak di rumah sakit umum, peringkat utama penyebab

kematian di rumah sakit. Prevalensi ISPA menurut kelompok umur dengan

prevalensi tertinggi pada tahun 2002 – 2003 adalah prevalensinya 8 % pada

kelompok umur 6 – 23 bulan (Depkes, 2006).


ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang

benar II ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA

meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah (6).

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang

dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai

gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga

tengah dan selaput paru (Rasmaliah, 2004).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti

batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian

anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik

dapat mengakibatkan kematian (Rasmaliah, 2004).

1) Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan (Rasmaliah, 2004):

a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b) Imunisasi.

c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

2. Hubungan penyakit Infeksi dan Perkembangan

Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya membentuk

pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya penyakit yang menyerang

anak bersifat akut artinya penyakit menyerang secara mendadak dan gejala timbul

dengan cepat (Rahma, 2010).

Menurut Thaha (1995) Infeksi mempunyai konstribusi terhadap defisiensi energi,

protein dan zat gizi lainnya karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan makan

anak menjadi berkurang. Kebutuhan energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali dari

kebutuhan normal karena meningkatnya kebutuhan metabolisme basal. Secara singkat

penyakit infeksi menyebabkan asupan makanan pada anak menurun (Rauf, 2007).
Penelitian yang dilakukan Pramusinta, dkk pada tahun 2003, untuk mengetahui

hubungan keadaan kesehatan anak dengan perkembangan motorik kasar pada 26 anak

usia dibawah dua tahun dan dari uji bivariatnya memeperoleh hasil adanya hubungan

antara status kesehatan dengan perkembangan motorik kasar yang dibuktikan dengan

nilai p=0,048 (p<0,05).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Siswatiningsih (2001) diketahui 57 anak

mengalami sakit diare dan ISPA, dan semua balita (33 anak) yang terpapar KEP pernah

mengalami sakit infeksi. Penelitian denagan desain kohort ini menunjukkan bahwa ada

kaitan yang sangat signifikan antara status gizi dengan penyakit infeksi dan tidak ada

kaitan yang signifikan antara status gizi dengan penyakit campak, ada kaitan antara

lamanya penyakit infeksi dengan status gizi.

4. Tinjauan Pustaka Tentang Pengasuhan

1. Pengertian pengasuhan

Pengasuan adalah interaksi yang intensif dalam mengarahkan anak untuk

memiliki kecakapan hidup (Sunarti, 2004 dalam Husin, 2008).

Pola asuh anak berupa sikap dan prilaku ibu atau pengasuhan lain dalam hal

kedekatannya dengan anak, memberikan makan, menjaga kebersihan, memberikan kasih

sayang dan sebagainya. Hal ini berhubungan dengan keadaan ibu tentang kesehatan

(fisik dan mental), status gizi, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan

tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat dan

sebagainya dari si ibu dan pengasuhan anak (Sunarti, 2004 dalam Husin, 2008).

Kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang dikembangkan lebih

lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga komponen makanan – kesehatan

– asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang pertumbuhan dan

perkembangan anak yang optimal. Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh

meliputi 6 hal yaitu : (1) perhatian / dukungan ibu terhadap anak, (2) pemberian ASI atau

makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak, (4) persiapan
dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan

dan (6) perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan.

Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan penyimpanan

makanan tercakup dalam praktek pemberian makan (Husin, 2008).

2. Peran Orang Tua Dalam Praktek Kesehatan

Secara naluriah setiap orang tua pasti akan melindungi anaknya, terlebih apabila

anak masih dalam usia balita dan dianggap masih belum mandiri dan belum memiliki

ketrampilan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga dirinya dari

penyakit. Dalam konteks ini akan terasa aneh jika seorang anak balita yang

seharusnya masih sangat tergantung dengan pengasuhan orang tuanya justru malah

banyak yang mengalami gangguan gizi seiring dengan bertambahnya usia. Dengan

logika sederhana seharusnya dengan bertambah usia, anak akan tumbuh semakin

kuat dan mandiri serta semakin jauh dari masalah gizi dan kesehatan pada umumnya

(Iwan, 2009).

Dari hasil penelitian Riyani Lubis (2008) di kecamatan tanjung pura kabupaten

Langkat mengemukakan adanya hubungan status gizi dengan praktek kesehatan yang

disimpulkan dengan melihat praktek kesehatan untuk anak dengan status gizi baik

sebesar 81,9%.

Penelitian Aminah dan Judiono (2008), diaman data perkembangan anak diukur

berdasarkan motorik kasar nampak terlihat pada kisaran 7,5% mengalami perkembangan

motorik belum sepenuhnya sempurna, yang ditandai p=0,960 dimana p>0,005 maka

dikatakan tidak ada hubungan antara perkembangan motorik dengan intervensi

perkembangan anak balita.

Penelitian yang dilakukan oleh Amin (2003) terhadap balita umur 6 – 24 bulan di

kecamatan barru kabupaten barru juga menyimpulkan hasil bahwa semakin baik pola

asuh maka semakin baik status gizi anak.


Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau anak sakit, tetapi pemeriksaan

penimbangan anak secara rutin setiap bulan, akan menunjang tumbuh kembang anak.

Karena itu pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dianjurkan untuk diperhatikan dan

dilakukan (Soetjiningsih, 2000).

a. Perawatan Anak Ketika Sakit

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan

cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang

terdekat (Soetjiningsih, 2000).

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare atau

penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau

mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab seorang anak

mudah terserang penyakit adalah (Soetjiningsih, 2000):

1) Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan

menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan

terhadap penyakit.

2) Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan

perilaku yang sehat.

3) Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh

karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak

secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan kedokter

jika anak menderita sakit.

b. Pemantauan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Memiliki anak dengan tumbuh kembang yang optimal adalah dambaan setiap

orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan,

mengawasi, dan merawat anak secara seksama (Kania,2006).

Orang tua merupakan orang terbaik untuk memantau pertumbuhan dan

perkembangan anaknya. Mereka adalah orang yang paling mengetahui tentang


anaknya. Ahli kesehatan berperan sebagai orang tua dalam proses ini. Pemantauan

perkembangan anak adalah hal yang penting diperhatikan oleh orang tua agar setiap

masalah yang mungkin ada dapat ditentukan dan dirawat secepat mungkin. Anak-

anak tumbuh dan berkembang dengan cepat sekali, terutama pada tahun-tahun

pertama. Jika masalah tertentu tidak diketahui dan dirawat secara dini, dapat

mengakibatkan masalah lain kelak (Kania, 2006).

Proses tumbuh kembang anak dapat berlangsung secara alamiah, tetapi proses

tersebut sangat tergantung kepada orang dewasa atau orang tua. Periode penting

dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan

dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada

masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,

emosional, dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan

perkembangan berikutnya (Kania, 2006).

.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN THALASEMIA DI RUANG RKK
RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI TAHUN 2019

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

2. Keluhan Utama
Nyeri kepala, pasien lemah, sesak nafas, dan badan kekuningan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Kepala pusing dan badan terus semakin lemah bila digunakan beraktivitas dan
badannya kekuningan
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Antenatal : Diturunkan secara autosom dari ibu atau ayah yang menderita
thalasemia
- Natal : Peningkatan HbF
- Prenatal : Penghambatan pembentukan rantai β
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.

6. Riwayat Nutrisi
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
7. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah anak seusianya yang normal.
c. Kepala : Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek
tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
d. Mata : Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
e. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
f. Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
g. Perut : Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya
kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya.
h. Sistem integumen : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas (mis. Nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernafasan)
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d O2 dan Nutrisi tidak adekuat
3. Intoleransi Aktivitas b.d Berkurangnya Suplai O2/ Na ke Jaringan
4. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang b.d hipoksia jaringan
5. Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan Struktur atau Bentuk Tubuh

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas (mis. Nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernafasan)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam pola nafas pasien dapat kembali
efektif

Kriteria hasil : - Tidak mengalami sesak nafas


Intervensi :

1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi.


R/: Untuk mengetahui bagaimana pola nafas pasien
2. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
R/: Memberikan kenyamanan pada saat bernafas
3. Informasikan kepada keluarga bahwa tidak boleh merokok diruangan
R/: Memberikan lingkungan yang nyaman untuk pasien
4. Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis
R/: kolaborasikan dengan tim medis lain untuk mendapatkan hasil yang optimal

Diagnosa 2 : Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d O2 dan Nutrisi tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam
Kriteria Hasil: - Kulit tidak pucat
- Membran mukosa lembab
- Tidak terjadi palpitasi
Intervensi :
1. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
R/ : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
R/ : Memberikan rasa nyaman kepada pasien
3. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
R/ : Mengetahui apakah terdapat masalah pada keadaan jantung pasien

Diagnosa 3 : Intoleransi Aktivitas b.d Berkurangnya Suplai O2/ Na ke Jaringan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam pasien dapat mentoleransi aktifitas yang
biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan.

Kriteria Hasi :- Pasien dapat beraktivitas seperti semula

- Pasien dapat melakukakn gerakan-gerakan yang biasa dilakukan

Intervensi :

1. Pantau respon kardiorespiratori pasien (misalnya, takikardia, dipsnea, diaforesis, pucat,


tekanan dan frekuensi respirasi).
R/: Mengetahui keadaan jantung pasien
2. Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi.
R/: Memberikan lingkungan yang nyaman bagi pasien
3. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan
konsumsi oksigen.
R/: Agar pasien tidak banyak mengeluarkan tenaga saat melakukan aktivitas
4. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.
R/: Agar individu dapat mencappai kemaandirian dalam aktivitas produktivitas,
kemampuan perawatan diri, dan kemampuan penggunaan waktu luang

Diagnosa 4 : Resiko Gangguan Tumbuh Kembang b.d hipoksia jaringan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dirumah sakit, tumbuh kembang pada
anak dapat ditingkatkan secara optimal

Kriteria hasil : - Berat badan anak berada pada tahap normal

- Perkembangan anak sesuai dengan usianya

Intervensi :

1. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang


R/: Agar tercukupi gizi yang seimbang pada anak
2. Pantau tinggi dan berat badan gambarkan pada grafik pertumbuhan
R/: Untuk mengetahui berat badan anak telah sesuai dengan usianya
3. Dorong aktivitas yang sesuai dengan usia klien
R/: Agar anak dapat berkembang sesuai dengan usianya
4. Konsultasikan dengan ahli gizi.
R/: Diet yang sesuai untuk anak

Diagnosa 5 : Gangguan Citra Tubuh b.d Perubahan Struktur atau Bentuk Tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dirumah sakit, diharapkan pasien dapat

Kriteria hasil : - Pasien dapat menerima keadaan fisiknya

Intervensi :

1. Beri dukungan emosional terhadap keadaan anak


R/: Anak dapat percaya diri telah mendapat dukungan orang sekitar
2. Berikan konseling pada anak
R/: Agar anak dapat termotivasi
3. Berikan juga edukasi terhadapan orang tua atau keluarga yang membesarkan
R/: Orang tua dapat mengetahui keadaan anak dan dapat memberikan dukungannya

Anda mungkin juga menyukai