Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

A. PENGERTIAN

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul

akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan

secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin.

Dimana kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur

eritrosit menjadi pendek yaitu kurang dari 100 hari (Yuwono, 2012).

B. KLASIFIKASI

Macam – macam Thalasemia :

1. Thalasemia beta

Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek

yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.

Thalasemia beta meliputi:

a. Thalasemia beta mayor

Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat

dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama

kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala

bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang


karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium,

ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.

b. Thalasemia Intermedia dan minor

Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan

splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb

bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin

dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.

2. Thalasemia alpa

Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a

C. ETIOLOGI

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan,

banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam

sel – selnya/ Faktor genetic (Suriadi, 2001).

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan

secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut

sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia

kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur

pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah

gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-

beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih

mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).

Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila

kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita


thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal

dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada

proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya

dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa

sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa

kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang

berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita

thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari

ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah

anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

D. PATOFISIOLOGI

Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan

beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau

keseluruhan dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta.

Konsekuensinya adanya peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan

rantai alpa dan produksi rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan

ketidaksempurnaan formasi hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini

sangat tidak stabil, mudah terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat

menyebabkan anemia yang parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel

darah merah dibentuk dalam jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow

ditekan dengan terapi transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam

transfusi serta kerusakan yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai

organ (hemosiderosis).
E. PATHWAY TALASEMIA
F. MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal

pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama

kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir.

Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan

anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh

dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama

biasanya menyebabkan pembesaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi

perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid

akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang

panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan

pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan

pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada

tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila

limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia

yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat

hipersplenisme.

Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan

gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis),

otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium

(perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:

1. Letargi

2. Pucat

3. Kelemahan

4. Anoreksia

5. Sesak nafas

6. Tebalnya tulang kranial

7. Pembesaran limpa

8. Menipisnya tulang kartilago

G. KOMPLIKASI

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi

darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam

darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti

hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi

alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma

ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti

leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan

gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002).

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah

diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis

hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada

hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008).


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah

merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target,

eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.

2. Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin

3. Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif

terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang

akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran

medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.

4. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR

(Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

I. PENATALAKSAAN

1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl.

Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.

2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan.

Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya

lebih rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.

3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda

hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat

besarnya limpa.

4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.


Penatalaksanaan non medis
penderita juga dapat menjalankan beberapa tips dan perubahan gaya hidup seperti
di bawah ini:
1. Mengurangi konsumsi zat besi
Kurangi atau hindari suplemen yang mengandung zat besi. Zat besi yang tinggi
dapat terakumulasi dalam jaringan, yang dapat berpotensi fatal, terutama ketika
Anda menjalani transfusi darah.
2. Makan makanan yang sehat
Dengan menerapkan pola makan yang sehat, Anda akan terhindar dari
komplikasi-komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit ini.
Salah satu hal penting yang harus Anda perhatikan adalah mengurangi konsumsi
bayam, sereal yang mengandung zat besi, atau bahan makanan apapun yang tinggi
akan zat besi.
3. Jaga diri Anda
Turunkan peluang Anda untuk terkena infeksi dengan sering mencuci tangan
Anda, dan hindari orang banyak selama musim flu dan musim dingin. Jaga
kebersihan di sekitar area tempat transfusi Anda. Hubungi dokter Anda jika Anda
mengalami demam atau tanda-tanda lain dari infeksi.
Pencegahan Thalasemia
Apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah thalasemia?
Anda dapat mengikuti tips di bawah ini untuk terhindar dari risiko terkena
thalasemia:
1. Melakukan screening
Anda juga dapat melakukan pencegahan dengan cara screening sebelum menikah
dengan calon pasangan Anda.
Menurut jurnal The Prevention of Thalassemia, tes screening thalasemia sebelum
menikah telah dilakukan sebagai program nasional di beberapa negara, seperti
beberapa negara di Eropa dan Asia.
2. Mempelajari informasi yang mendalam mengenai penyakit ini
Anda juga dapat melakukan pencegahan dengan cara edukasi, baik pada diri
sendiri maupun orang lain.
Sama seperti screening, banyak pula negara di dunia yang menjadikan kegiatan
edukasi thalasemia sebagai program wajib nasional.
Baik dari pihak medis, sekolah, institusi, hingga keluarga, edukasi ini sangat
penting agar semua orang tahu bahaya serta penanggulangan dari penyakit ini.

ASUHAN KEPERAWATAN

TALASEMIA

A. PENGKAJIAN

PENGKAJIAN
1. Biodata
Biodata pasien
Nama, umur, JK, agama, suku/bangsa, alamat, pekerjaan, no RM, tgl MRS,
tanggal Pengkajian, Diagnosa Medis
Biodata Penanggung Jawab
nama, umur, JK, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan,
suku bangsa, alamat
ASAL KETURUNAN/KEWARGANEGARAAN THALASEMIA BANYAK
DIJUMPAI PADA BANGSA DISEKITAR LAUT TENGAH (MEDITERANIA). SEPERTI
TURKI, YUNANI, CYPRUS, DLL. DI INDONESIA SENDIRI, THALASSEMIA CUKUP
BANYAK DIJUMPAI PADA ANAK, BAHKAN MERUPAKAN PENYAKIT DARAH
YANG PALING BANYAK DIDERITA.
UMUR PADA THALASEMIA MAYOR YANG GEJALA KLINISNYA JELAS,
GEJALA TERSEBUT TELAH TERLIHAT SEJAK ANAK BERUMUR KURANG DARI 1
TAHUN. SEDANGKAN PADA THALASEMIA MINOR YANG GEJALANYA LEBIH
RINGAN, BIASANYA ANAK BARU DATANG BEROBAT PADA UMUR SEKITAR 4 – 6
TAHUN.
2. Keluhan utama /alasan masuk Rumah sakit
a. keluhan saat MRS ( pasien cenderung pucat dan lemas )
b. keluhan saat pengkajian ( pasien cenderung pucat dan lemas)
3. riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas
bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb
yang berfungsi sebagai alat transport.
4. riwayat penyakit masa lalu
pasien mengalami thalasemia sejak kapan
5. riwayat Imunisasi dasar
6. riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka
perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua
orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
7. riwayat perkembangan
a. motorik halus
b. motorik kasar
c. bahasa / komunikasi
d. adaptasi sosial
Pertumbuhan dan perkembangan Sering didapatkan data mengenai adanya
kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih
bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal
ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak
adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.

8. riwayat psikososial dan status spiritual


a. status psikologis
b. status sosial
c. aspek spiritual / sistem nilai kepercayaan
9. pola kebiasaan sehari-hari
a. pola nutrisi
Pola makan Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah
makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
b. pola eleminasi (BAB&BAK)
c. pola kebersihan diri
d. pola aktivitas, latihan dan bermain
Pola aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak
banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah.
e. pola istirahat dan tidur
10. Pemeriksaan fisik
Keasaan umum
a. keadaan saat sakit
Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta
tidak selincah aanak seusianya yang normal.
b. TTV
c. Pemeriksaan cepalo caudal
1) kepala dan rambut
I: Kepala dan bentuk muka Anak yang belum/tidak mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar.
P: tidak ada nyeri tekan
P:-
A:-
2) hidung
I: hidung pesek tanpa pangkal hidung, bentuk hidung simetris
P: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan yang abnormal
P:-
A:-
3) telinga
I: bentuk simetris
P: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan yang abnormal
P:-
A:-
4) mata
I: Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan, jarak kedua mata
lebar
P: tidak ada nyeri tekan
P:-
A:-
5) mulut, gigi, lidah, tongsil, dan pharing
I: Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
P:- -
P:-
A:-
6) leher dan tenggorokan
I: tidak ada lesi, tidak ada pembesaran vena jugularis
P: tidak ada benjolan yang abnormal, tidak ada pembesaran tyroid
P: -
A:-
7) dada/thorax
a) pemeriksaan paru
I: bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, warna
kulit sama dengan sekitar
P: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan yang abnormal
P: ICS I-II dextra : sonor, ICS I-II sinistra: sonor, ICS III-V
dextra : pekak, ICS III-V sinistra: redup
A: tidak ada suara tambahan wheezing/ ronchi
b) pemeriksaan jantung
I: terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
P: ictus cordis tidak tampak
P: batas atas : ICS III sinistra-dextra, midclavikula sinistra
Batas bawah : ICS V sinistra-sinistra, mid clavikula sinistra
A: BUNYI JANTUNG 1 DAN 2 TUNGGAL
8) payudara
I: bentuk simetris, tidak ada lesi
P: tidak ada benjolan yang abnormal, tidak ada nyeri tekan
P: -
A:-
9) pemeriksaan abdomen
I: Perut Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati ( hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu
kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik
anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
P: pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
P: kuadran 1 : pekak, kuadran 2: tympani, kuadran 3: tympani,
kuadran 4: tympani
A: bunyi suara bising usus
10) ekstremitas, kuku dan kekuatan otot
PERUBAHAN TULANG-TULANG TERUTAMA BISA MEMBUAT BUNGKUK,
MUDAH TERJANGKIT VIRUS SALMONELA OSTEOMYELITIS.
11) genetalia dan anus
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
12) pemeriksaan neurologi
kesadaran composmentis, gcs 456
13) pemeriksaan penunjang
cek lab
14) penatalaksanaan
15) harapan klien/keluarga sehubungan dengan penyakitnya
16) genogram
17) Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan ketidakstabilan eritosit.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan

pemakaian dan suplai oksigen.

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya selera makan.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan ketidakstabilan eritosit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam

diharapkan perfusi perifer membaik.

Kriteria hasil :

- TTV normal

- Hemoglobin : L :13,5-18gr/21, P : 12-16gr/21


- Hematokrin : L : 40-54 , P : 38-47%

- Leukosit : 5000-10.000 mm

- Trombosit : 150.000- 400.000 mm

Intervensi :

1. Memonitor TV, pengisian kapiler,

warna kulit, membran mukosa.

Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien

2. Meninggikan posisi kepala ditempat

tidur.

Rasional : Melancarkan sirkulasi darah

3. Memeriksa dan mendokumentasikan

adanya rasa nyeri.

Rasional : pemeriksaan adanya keluhan nyeri

4. Observasi adanya keterlambatan

respon verbal, kebingungan, atau gelisah.

Rasional : Menentukan tanda-tanda penurunan kesadaran

5. Mengobservasi dan

mendokumentasikan adanya rasa dingin

Rasional : Menentukan adanya tanda-tanda syok

6. Mempertahankan suhu lingkungan

agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh

Rasional : Menjaga kondisi tubuh pasien

7. Memberikan cairan infuse


Rasional : Pemenuhan kebutuhan cairan di dalam tubuh

8. Pemberian transfusi darah

Rasional : Membantu pemenuhan hemoglobin di dalam darah

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan

pemakaian dan suplai oksigen.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat

mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas

Kriteria hasil:

- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas

sehari-hari)
120-100/
- TTV dalam batas normal (TD 70-80 mmHg), nadi (60-100
x
/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C)

Intervensi :

1. Kaji kemampuan ADL pasien.

Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan

kelemahan otot.

Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi

vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.

3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan

paru untuk membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.


4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi

suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.

Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan

kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung

dan paru.

5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat

bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien

melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).

Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai

normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.

Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya selera makan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan peningkatkan berat badan stabil

Kriteria Hasil :

- Tidak mengalami malnutrisi

- Mempertahankan berat badan

- Turgor kulit elastic

Intervensi :

1. Mengijinkan anak untuk memakan

makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk

memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak

meningkat.
Rasional : Agar pemenuhan kebutuhan nutrisi tercukupi

2. Berikan makanan yang disertai

dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake

nutrisi.

Rasional : memaksimalkan nutrisi pada tubuh

3. Mengijinkan anak untuk terlibat

dalam persiapan dan pemilihan makanan.

Rasional : meningkatkan selera makan anak

4. Mengevaluasi berat badan anak

setiap hari.

Rasional : mengetahui pekembangan dan pertumbuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius,

2000

Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 1. Alih Bahasa R.F.

Maulany. Jakarta : EGC, 1996.

Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta, 2001.

Wong, Donna L, Christina Algiere Kasparisin, Caryn Stoer mer Hess. Clinical

Manual Pediatric Nursing. Fourth edition. St. Louis : Mosby Year Book, 1996.

Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing

Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.

Anda mungkin juga menyukai