Anda di halaman 1dari 46

FARMAKOLOGI

(SULFONAMIDA,KUINOLON DAN SITOSTATIKA)

DISUSUN OLEH :

ACHMAD FATHONI (P23135015001)

AMALIA DWILESTARI (P23135015007)

ASWIDA LUTHFIANA P (P23135015010)

DESSY PERMANA (P23135015020)

HANIF MIFTA FINANTI (P23135015036)

NI PUTU AYU DEWI P (P23135015051)

RISCHA FITRIANA (P23135015061)

(KELOMPOK 3)

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. atas rahmat dan anugerah-
Nya sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosenyang telah berkenan
membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini. Tak lupa juga
kepada seluruh pihak yang telah membantu kami mengumpulkan informasi.

Tiada gading yang retak, begitu pula dengan makalah ini. Kami menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik dari pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Semoga pembaca memahami dan dapat mengimplementasikan


pemahaman dan informasi yang didapat dari laporan ini. Amin.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Judul ......................................................................................... 1

Kata Pengantar ......................................................................... 2

Latar Belakang ......................................................................... 4

BAB I SULFONAMIDA ......................................................... 6

BAB II KUINOLON ............................................................... 11

BAB III SITOSTATIKA ......................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 37

3
LATAR BELAKANG

Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun


unutk seorang dokter ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan
obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain
agar mengertibahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala
penyakit.

Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat
penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam
tubuh.untuk itu obat sangat diperlukan. Terkadang Obat tidak selamanya baik,
kadang obat justru berbahaya, karena takaran tertentu dari suatu obat yang
memberikan efek tertentu terhadap suatu penyakit atau gejala sakit.

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama


fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak
antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun
dalam praktik sehari-hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari
produk mikroba (misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga sering digolongkan
sebagai antibiotik.

Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi bakteri yang mengenai bagian dari
saluran kemih. Ketika mengenai saluran kemih bawah dinamai sistitis (infeksi
kandung kemih) sederhana, dan ketika mengenai saluran kemih atas
dinamai pielonefritis (infeksi ginjal). Gejala dari saluran kemih bawah
meliputi buang air kecil terasa sakit dan sering buang air kecil atau desakan
untuk buang air kecil (atau keduanya), sementara gejala pielonefritis
meliputi demam dan nyeri panggul di samping gejala ISK bawah. Pada orang
lanjut usia dan anak kecil, gejalanya bisa jadi samar atau tidak spesifik. Kuman

4
tersering penyebab kedua tipe tersebut adalah Eschericia coli, tetapi bakteri
lain, virus, maupun jamur dapat menjadi penyebab meskipun jarang. Infeksi
saluran kemih lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki,
dengan separuh perempuan mengalami setidaknya satu kali infeksi selama
hidupnya. Kekambuhan juga sering terjadi. Faktor risikonya antara anatomi
perempuan, hubungan seksual, dan riwayat keluarga.

Pielonefritis, bila terjadi, biasanya ditemukan setelah infeksi kandung ke


mih namun juga dapat diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan melalui
darah. Diagnosis pada perempuan muda yang sehat dapat didasarkan
pada gejalanya saja. Pada orang dengan gejala yang samar, diagnosis mungkin
sulit karena bakteri mungkin ditemukan tanpa menyebabkan infeksi. Pada
kasus yang kompleks atau apabila pengobatan gagal, kultur urinmungkin dapat
bermanfaat. Pada orang yang sering mengalami infeksi, antibiotikdosis rendah
dapat dikonsumsi sebagai pencegahan.

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya


pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas serta tidak
terkendali (Zwavelling, A 1985) Kanker dapat disebabkan oleh faktor endogen
maupun eksogen. Faktor endogen dapat berupa faktor genetik, penyakit, dan
hormon. Sedangkan faktor eksogen dapat berasal dari makanan, virus,
senyawa-senyawa karsinogenik seperti polusi udara, zat warna, logam-logam
karsinogen, dan banyak penyebab lainnya seperti siklofosfamida (Mosmann, T
1993; Hanahan, D 2000). Sejak jaman dahulu dikenal beberapa cara
pengobatan untuk menyembuhkan penyakit kanker. Cara paling tua adalah
pembedahan, kemudian menyusul penyinaran terhadap sel-sel tumor ganas
yang peka sinar gamma dan dengan perkembangan pengetahuan mengenai

5
struktur, fungsi, proliferasi sel dan mekanisme regulasi didalamnya,
pengobatan kimiawi pada tahun-tahun terakhir maju dengan pesat.

Sitostatika merupakan salah satu pengobatan kanker yang paling banyak


menunjukkan kemajuan dalam pengobatan penderita kanker. Karena itu pula
harapan dan tumpuan dunia medis terhadap efek pengobatan dengan sitostatika
terus meningkat. Sejalan dengan harapan tersebut upaya menyembuhkan atau
sekurangnya mengecilkan ukuran kanker dengan sitostatika terus meluas.

6
BAB I
SULFONAMIDA

Sulfonamide adalah kemoteraeutik yang pertama digunakan secara sistemik


untuk pengobatam dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaan
sulfonamis kemudia terdesak oleh antibiotic. Pertengahan tahun 1970 penemuan
kegunaan sediaan kombinasi trimetropin dan sulfametoksazol meningkatkan
kembali penggunaan sulfonamid untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu.
Sulfonamide berupa Kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air tetapi
garam natriumnya mudah larut. Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-
SO2NHR) dan substitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik,
kimia, dan daya antibakteri sulfonamide.

 Penggolongan Sulfonamida erdasarkan kecepatan absorpsi dan


ekskresinya, sulfonamide dibagi dalam 3 golongan :
1. Sulfonamide dengan absorpsi dan ekskresi cepat antara lain
sulfadiazine dan sulfisoksazol
2. Sulfonamide yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per oral
dank arena itu kerjanya dalam lumen usus, antara lain
ftalilsulfatiazol dan sulfasalazin
3. Sulfonamide yang terutama digunakan untuk pemberian topical
antara lain sulfasetamid,mafeenid, Ag-sulfadiazin
4. Sulfonamide dengan masa kerja panjang seperti sulfadoksin,
absorpsinya cepat dan ekskresinya lambat.

 Aktivitas Antimikroba

7
Sulfonamida mempunyai spektrum antibakteri yang luas, meskipun
kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang
resisten makin meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat
bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamida
dapat bersifat bakterisid.

 Spectrum antibakteri

Kuman yang sensitive terhadap sulfa secara in vitro ialah


Strep.pyogenes, Strep.pneumonia, beberapa galur Bacillus anthracis dan
Corynebacterium diphtheria, Haemophillus influenza, H ducreyi, Vrucella,
Vibrio cholera, Nocardia, Actinomyces, Calymmatobacterium
granulomatis, Chlamydia trachomatis dan beberapa protozoa. Beberapa
kuman enteric juga dihambat. Pseudomonas, Serratia, Proteus dan kuman-
kuman multiresisten tidak peka terhadap obat ini. Beberapa strain E.coli
penyebab infeksi saluran kemih telah resisten terhadap sulfonamide, karena
itu sulfonamide bukan obat pilihan lagi untuk penyakit tersebut. Banyak
galur meningokokus, pneumokokus, streptokokus, stafilokokus dan
gonokokus yang sekarang telah resisten terhadap sulfonamide.

 Mekanisme kerja

Kuman memerlukan PABA (para-aminobenzoic acid) untuk membentuk


asam folat yang digunakan untuk sistesis purin dan asam-asam nukleat.
Sulfonamide merupakan penghambat bersaing PABA.

8
Efek antibakteri sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanah dan
jaringan nekrotikm karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang
dalam media yang mengandung basa purin dan timidin. Sel-sel mamalia
tidak dipengaruhi oleh sulfonamide karena menggunakan folat jadi yang
terjadi dapat dalam makanan (tidak mensintesis sendiri senyawa tersebut).
Dalam proses sintesis asam folat, bila PABA digantikan oleh sulfonamid ,
makan akan terbentuk analog asam folat yang tidak fungsional.

 Farmakokinetika
1. Absorpsi

Melalui saluran cerna mudah dan cepat, kecuali beberapa macam


sulfonamide yang khusus digunakan untuk infeksi local pada usus.
Absorpsi terutama terjadi pada usus halus, tetapi beberapa jenis sulfa dapat
diabsorpsi melalui lambung.

9
Absorpsi melalui tempat-tempat lain, misalnya vagina, saluran nafas, kulit
yang terluka, pada umumnya kurang baik, tetapi cukup menyebabkan
reaksi toksik atau reaksi hipersensitivitas.

2. Distribusi

Semua sulfonamide terikat protein plasma terutama albumin dalam derajat


yang berbeda-beda. Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh karena itu
berguna untuk infeksi sistemik. Namun oleh karena timbulnya resitensi
mikroba terhadap sulfonamide, obat ini jarang lagi digunakan untuk
pengobatan meningitis. Obat dapat melalui sawar uri dan menimbulkan
efek anitimikroba dan efek toksik pada janin.

3. Metabolisme

Dalm tubuh, sulfa mengalami asetilasi dan oksidasi. Hasil oksidasi inilah
yang sering menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa lesi pada kulit dan
gejala hipersisitivitasnya, sedangkan hasil asetilasi menyebabkan hilangnya
aktivitas obat.

4. Ekskresi
Hamper semua diekskresi melalui ginjal, baik dalam bentuk asetil maupun
bentuk bebas. Masa paruh sulfonamide tergantung pada keadaan fungsi
ginjal. Sebagian kecil diekskresi melalui tinja, empedu dan air susu ibu.

 Penggunaan klinik
Penggunaan sulfonamide sebagai obat pilihan pertama dan untuk
perkembangan obat anti mikroba lain yang lebih efektif serta
meningkatnya jumlah mikroba yang resisten, namun peranannya
meningkat kembali dengan diteukannya kortimoksazol. resiko kejadian
10
sensitisasi tinggi kecuali pemakaian lokal Na-sulfasetamid pada infeksi
mata.
Infeksi saluran kemih tidak lagi memilih sulfonamide sebagai obat
pilihan pertama dikarenakan banyak mikroba yang resisten. namun
sulfisoksazol masih efektif untuk infeksi saluran kemih, dimana resistensi
mikroba masi rendah atau mikroba masih peka.
Pada disentri basiler, Trimetoprim-sulfametoksazol masih merupakan
obat pilihan yang efektif dengan dosis 160 mg:800 mg setiap 12 jam
selama 5 hari.
Pada penyakit trakhoma sulfonamide bukan merupakan obat pilihan.
Pemberian sulfonamida secara oral selama 3 minggu masih efektif untuk
konjungtivitis sulfasetamid 10% topikal selama 10 hari.
Toksoplasmosis paling baik diobati dengan pirimetamin. Lebih baik
obat tersebut dikombinasi dengan sulfadiazin, sulfisoksazol, atau
trisulfapirimidin.

 Efek yg tidak diinginkan


Efek non terapi sering timbul (sekitar 5%) pada penderita yang
mendapat sulfonamide. Reaksi ini dapat hebat dan terkadang bersifat fatal.
Karena itu pemakaiannya harus berhati-hati. Bila mulai terlihat adanya
reaksi gejala toksik atau sensitisasi, pemakaiannya secepat mungkin di
hentikan. Mereka yang pernah menunjukkan reaksi tersebut tidak boleh di
beri sulfonamide untuk seterusnya.
Gangguan system hematopoetik dapat terjadi apabila menunjukkan
reaksi alergi ketika mengkonsumsi. Penderita bisa sembuh kembali dalam
beberapa minggu setelah menghentikan pemberian sulfonamide.

11
Gangguan saluran kemih terjadi dikarenakan pemakaian sistemik
dapat menimbulkan komplikasi pada saluran kemih, penyebab utama ialah
pementukkan atau penumpukkan Kristal (kristaluria) dalam ginjal, kaliks,
pelvis, ureter, atau kandung kemih yang menyebabkan iritasi dan
obstruksi. Bahaya tersebut dapat dikurangi dengan membasakan urin atau
minum air yang banyak sehingga produksi urun mencapai 1000-1500 ml
perhari.
Reaksi alergi juga merupakan efek non terapi yang timbul berupa
kelainan morbiliform, skarlatiniform, dermatitis eksfollativa, dan demam.
Demam timbul pada hari ke 7 sampai ke 10 pengobatan disertai sakit
kepala, menggigil, rasa lemah dan erupsi kulit yang semua bersifat
reversibel. Ada pula reaksi yang diberikan pada saat diberikan sulfonamide
yaitu mual dan muntah.

 Penutup
Sulfonamida merupakan kemoteraeutik yang pertama digunakan secara
sistemik untuk pengobatam dan pencegahan penyakit infeksi pada
manusia. Sulfonamide berbentuk Kristal putih yang pda umumnya sukar
larut dalam air. Sulfonamida bukan lagi obat pertama yang dipilih untuk
pengoobatan infeksi saluran kemih dikarenakan tingginya resistensinya
terhadap mikroba.

12
BAB II
KUINOLON
Pada tahun-tahun terakhir senyawa kuinolon sangat berhasil dalam
pengobatan peroral dari berbagai penyakit infeksi oleh kuman Gram-negatif yang
semula hanya dapat diatasi melalui pengobatan parenteral, misalnya prostatis dan
osteomylitis. Zat-zat dari generasi pertama, misalnya asam nalidiksanat hanya
memiliki khasiat terhadap kuman Gram-negatif (terkecuali pseudiomonas), tetapi
tidak berdaya terhadap kuman Gram-positif. Kuinolon, merupakan bakterisida
karena menghambat lepasnya untai DNA yang terbuka pada proses superkoil
dengan menghambat DNA girase (enzim yang menekan DNA bakteri menjadi
superkoil). Untuk memasukkan DNA untai ganda yang panjang kedalam sel
bakteri, DNA diatur dalam loop (DNA terelaksasi) yang kemudian diperpendek
oleh proses superkoil. Sel eukariotik tidak mengandung DNA girase. Sifat penting
dari Kuinolon adalah penetrasinya yang baik ke dalam jaringan dan sel
(bandingkan dengan Penisilin), efektivitasnya bila diberikan secara oral, dan
toksisitasnya relatif rendah.
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom
Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon).
Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya,
memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna,
serta memperpanjang masa kerja obat. Golongan Kuinolon ini digunakan untuk
infeksi sistemik. Mekanisme Kerja Kuinolon pada saat perkembang biakkan
kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan
double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu
menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase.

13
Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada
kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
 GOLONGAN OBAT
1. Asam nalidiksina
Asam nalidiksat (En: nalidixic acid), merupakan senyawa
purwarupa dari golongan antimikroba yang sangat terkenal saat
ini, fluorokuinolon. Asam nalidiksat tidak dapat digunakan untuk
mengobati infeksi sistemik yang berasal dari dari saluran kemih karena
bioavaibilitasnya dalam plasma tidak mencukupi. Namun pada tubuli
renalis, asam nalidiksat mengalami pemekatan dan berdifusi kembali ke
parenkim ginjal sehingga bermanfaat untuk pengobatan infeksi saluran
kemih. Oleh karena kadarnya hanya cukup tinggi pada saluran kemih
saja, maka obat ini dianggap sebagai antiseptik lokal untuk infeksi
saluran kemih.
Asam nalidiksat bekerja dengan menghambat enzim DNA girase
bakteri dan biasanya bersifat bakterisid terhadap kebanyakan kuman
patogen penyebab infeksi saluran kemih. Obat ini menghambat E. coli,
Proteus spp., Klebsiella spp.dan kuman-kuman koliform lainnya.

2. Asam pipermidinat : Urixin, Pipram, Impersial, Urotractin.


DERIVAT-PIPERIZANIL dari malidiksinat ini (1975) memiliki
sepktrum kerja lebih luas, Yang juga meliputi pseudomonas. Efek
bakterisidnya terhadap kuman yang membelah adalah dua kali lebih kuat.
Ekskresinya oleh ginjal demikian cepat sehingga kadarnya dalam darah
rendah sedangkan dalam kemih relatif lebih tinggi. Oleh karena itu asam
pipermidinat khususnya digunakan pula pada ISK tanpa komplikasi.

14
Resorpsinya cepat dan kadar plasma maksimal tercapai setelah satu
sampai dua jam. Dalam dua puluh empat jam sejumlah lima puluh
sampai enam puluh persen diekskresikan melalui urin terutama dalam
bentuk utuh. Resistensi-silang dengan nalidiksinat dapat terjadi.
Efek sampingnya yang terpenting adalah mula muntah diare dan foto-
sensibilisasi. Efek-efek neurologi tidak dilaporkan.
3. Norfloksasin : Lexinor, Noroxin.
Fluorokuinolon generasi agen antibakteri II. Sintetis pyridone analog
asam nalidiksat; adalah atom fluorin dalam posisi 6 (Hal ini
meningkatkan efek pada mikroorganisme gram negatif) dan kelompok
piperazine pada posisi 7 (Ini memberikan aktivitas terhadap
Pseudomonas). Norfloksasin adalah pefloksatsina metabolit, yang
berbeda dari tidak adanya gugus metil pada inti piperazine.
Putih atau kuning pucat bubuk kristal. Oktanol / air - 0,46. Mudah
larut dalam asam asetat glasial, sangat sedikit - dalam etanol, metanol
dan air. Kelarutan di 25 ° C (mg / ml): dalam air - 0,28; methanol - 0,98;
etanol - 1,9; Aseton - 5,1; xloroforme - 5,5; dietil eter - 0,01; benzena -
0,15; etil asetat - 0,94; oktil alkohol - 5,1; glasial asam asetat - 340.
Kelarutan air tergantung pH: meningkatkan tajam pada pH<5 и pH>10.
Hidroskopis, udara membentuk sebuah hemihydrate. Berat molekul -
319,34.
Infeksi, disebabkan oleh patogen sensitif terhadap norfloksasin:
dalam - Akut dan infeksi saluran kemih kronis (termasuk.
pielonefritis, sistitis, uretrit), infeksi genital (termasuk. prostatitis,
servisitis, endometritis), neoslojnennaya gonore, Prajurit (termasuk.
salmonellosis, disentri); pencegahan infeksi pada pasien dengan
granulositopenia. lokal - Otitis externa, dan eksaserbasi akut otitis media
15
kronis; infeksi mata, termasuk. konjungtivitis, keratit, kornealynaya
ulkus, .Aloe.

Pefloksasin :derivat meti dari nofloksasin


Pefloksasin termasuk salah satu senyawa kuinolon yang berkhasiat
bakterisid pada fase pertumbuhan kuman berdasarkan inhibisi dua enzim
bakteriil. Pefloksasin adalah derivat metil dari norfloksasin. Norfloksasin
sendiri adalah derivat fluor dari pipemidinat yang merupakan obat
pertama dari kelompok fluorkuinolon. Disamping khasiatnya terhadap
ISK (Infeksi Saluran Kemih), juga efektif penggunaannya pada gonore,
saluran cerna, dan infeksi mata. Tetapi tidak berkhasiat terhadap bakteri
anaerob.
Pefloksasin memiliki daya yang kurang kuat terhadap Pseudomonas. Zat
ini digunakan pada ISK tanpa atau dengan komplikasi. Resorpsinya cepat
dan hampir sempurna. Kadar plasma maksimal dicapai setelah lebih
kurang 1,5 jam. Metabolit yang terpenting adalah N-demetil-pefloksasin
(=norfloksasin) yang aktif. Dosis: oral pada ISK 2 dd 400 mg d.c. sampai
48-72 jam setelah gejalanya hilang atau tidak diketemukan lagi kuman-
kuman patogen. Pada ISK akut wanita tanpa komplikasi, dosis tunggal
dari 800 mg.
4. Siprofloksasin : ciproxin
Derivat-siklopropil dari kelompok fluorkuinolon (1987) ini berkhasiat
lebih luas dan kuat daripada nalidiksanat dan pipermidinat, juga
menghasilkan kadar darah atau jaringan dan plasma-t1/2 yang lebih
tinggi. Penggunaan sistemis dan meliputi ISK berkomplikasi, infeksi
saluran napas bila disebebkan oleh pseudomonas airudinosa infeksi
saluran cerna, jaringan lunak, kulit dan gonore.
16
Rearbsorbsinyaa baik dengan BA k.l.70% dan kadar plasma maksimal
tercapai 0,5 sampai 1,5 jam setelah penggunaan oral. Ppnya k.l.30%.
dimetabolisasikan menjadi empat metabolit aktif yang di ekskresi
melalui urin (55%) dan feses (39%) plasma-t1/2 nya 3-5 jam dan bisa
mencapai kira-kira 8 jam pada gangguan fungsi ginjal yang serius.
5. Ofloksasin : Tarivid
Fluorkuinolon ini (1987) lebih kurang sama khasiatnya dengan
siprofloksasin dan ini digunakan pada ISK, prospatitis, infeksi
pernafasan, gonoroe, dan infeksi mata juga sebagai obat TBC
sekunder.
Rearbsorbsinya cepat dan praktis.
Levofloksasin : Isomer-levo
Isomer-lefo (1997) dengan sifat yang sama, hanya spektrum kerjanya
terhadap kuman gram positif sedikit lebih luas, t1/2 nya 6-8 jam dan efek
sampingnya lebih ringan
6. Lomefloksasin : Omniquin, Mariquin
Derivat fluor ini (1989) berkhasiat terhadap ISK dengan atau tanpa
komplikasi dan sebagai profilaksis terhadap infeksi setelah pembedahan
transuretral. Disamping itu zat ini juga digunakan terhadap serangan
bronkitis kronis reabsorbsinya cepat dan baik, tetapi dapat diperlambat
dengan makanan.
Efeksamping selain yang lazim timbul, obat ini lebih menimbulkan
fotosesibilisasi
7. Sparfloksasin : Neuspar, Redspar
Derivat-fluor (1995) berkhasiat lebih luas terhadap kuman Gram-
positif dibandingkan siprofloksasin, lagipula masa paruhnya panjang

17
20 jam sehingga bisa di takar satu kali sehari. Terhadap pseudomonas
dan proteus, obat ini kurang aktif dibanding siprofloksasin

 SPEKTRUM ANTIBAKTERI
Kuinolon aktif terhadap beberapa kuman Gram-Negatif antara lain :
E. Coli, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter. Kuinolon ini bekerja dengan
menghambat subunit A dari Enzim DNA graise Kuman, Akibatnya reflikasi
DNA terhenti.
Flurokuinolon lama ( Siproflaksin, Ofoflaksin, Norfloksasin )
mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat terhadap E. Coli, Klebsiella,
Enterobacter, Proteus, H. Influenzae, Providencia, Serratia, Salmonelle, N.
Meningitis, n. Gonorrhoeae, B. Catarrhalis dan Yersinia Entericolitia, tetapi
terhadap kuman Gram-Positif daya antibakteinya kurang baik.
Flurokuinolon Baru ( Moksifloksasin, Levloksasin ) mempunyai daya
antibakteri yang baik terhadap kuman Gram-Positif dan kuman Gram-
Negatif, serta kuman atipik ( Mycoplasma, chlamdya ), Uji klinik
menunjukan bahwa flurikuinolon baru ini efektif untuk bakterial bronkitis
kronis.

 MEKANISME KERJA
Senyawa kuinolon berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman
berdasarkan inhibisi dua enzim bakteril (tapo-isomerase), yakni DNA-gyrase
dan topo-isomerase. IV sehingga sintesa DNA-nya terganggu. DNA gyrase
dan enzim yang mengkompres DNA bakteri sehingga dapat diinkorporasi
dalam sel bakteri, sedangkan topo-iomerase diperlukan bagi struktur ruang
DNA. Kedua proses itu dihambat oleh kuinolon. Enzim tersebut hanya
terdapat pada kuman dan tidak pada sel dari organisme lebih tinggi sehingga
18
sintesa DNA manusia tidak dihambat. Hal yang sama berlaku bagi
sulfonamida dan antibiotika beta-laktam.
 FARMAKOKINETIKA (AMDE)
Asam Nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi dengan
cepat dieksresikan dengan cepat melaliu Ginjal. Flurokinolon diserap lebih
baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat.
Pefloksasin adalah Flurokuinolon yang absorpsinya paling baik dan masa
paruh eliminasinya paling panjang. Bioavailabilitasnya pada pemberian
peroral sama dengan pemberian parenteral. Penyerapan Siproflaksin dan
Flurokiunolon lainnya akan terhambat bila diberikan bersama Antasida. Sifat
Flurokuinolon yang menguntungkan ialah bahwa golongan obat ini mampu
mencapai kadar tinggi dalam prostat, dan cairan serebrospinalis bila ada
Meningitis, Sifat lainnya yang mengunutngkan adalah masa paruh
eliminasinya panjang sehingga obat cukup diberikan 2 kali dalam sehari.
 PENGGUNAAN KLINIK
Senyawa kuinolon hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih
(ISK) tanpakomplikasi, sedangkan fluorkuinon lebih luas spektrum indikasi
berkat kadarnya didalam darah mencapai nilai lebih tinggi. Dengan
demikian zat-zat ini dapat pula diguanakan pada ISK berkomplikasi oleh
kuman multiresisten, misalnya yang melibatkan jaringan ginjal . selain dari
itu fluorkuinolon juga digunakan untuk infeksi saluran nafas, infeksi
lambung usus, infeksi kulit dan jaringan lunak khususnya kuman gram
negatif juga digunakan untuk mengobati pembawa salmonella kronis dan
pada infeksi permukaan mata, begitu pula secara preventif pada pembedahan
transuretral.
Dengan maksud menghambat meluasnya resistensi, maka sangat
dianjurkan untuk menggunakan fluorokuinolon sebagai kemoterapeutika
19
cadangan pada infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap obat-obat standart.
Sebagai pilihan pertama pada ISK tanpa komplikasi sebaiknya digunakan
trimetroprim, nitrofurantoin atau sulfametizol.
Fluorokuinon merupakan satu-satunya antibiotik oral yang berkhasiat
terhadap pseudomonas dan oleh sementara peneliti dianggap sebagai obat
pilihan pertama pada traveller’s diarrhoea.
 EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN
Efek samping yang sering terjadi adalah
1. Gangguan terhadap lambung-usus
o Gangguan lambung 2%
o Mual-mual
o Muntah (4-8%)
o Anoreksia
o Diare (4-5%)
2. Gangguan terhadap neurologi
 Sakit kepala
 Pening
 Suf
 Neuropati
 Perasaan kacau
 Efek psikis hebat (eksitasi, takut, gelisah, dan reaksi panik)
3. Gangguan kehamilan dan laktasi
4. Timbulnya kelainan tulang dan persendian
 SEDIAAN DAN PEMERIAN
 SEDIAAN KUINOLON
1. Spirofloksasin

20
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan Spirofloksasin 250 mg, 500 mg, 750 mg bahkan ada
yang 1.000 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan
kandungan Spirofloksasin 200 mg/100 ml.
2. Ofloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan Ofloksasin 200 mg dan 500 mg. Juga tersedia dalam
bentuk infus dengan kandungan Ofloksasin 200 mg/100 ml.
3. Moksifloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
Moksifloksasin kandungan 400 mg. Juga tersedia dalam bentuk
infus dengan kandungan Moksifloksasin 400 mg/250 ml.
4. Levofloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan Levofloksasin 250 mg dan 500 mg. Juga tersedia
dalam bentuk infus dengan kandungan Levofloksasin 500
mg/100 ml.
5. Pefloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan Pefloksasin 400 mg. Juga tersedia dalam bentuk
infus dengan kandungan Pefloksasin 400 mg/125 ml dan ampul
dengan kandungan Pefloksasin 400 mg/5 ml.
6. Norfloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan 400 mg.
7. Sparfloksasin

21
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan 200 mg.
8. Lornefloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan 400 mg.
9. Flerofloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan 400 mg. Juga tersedia dalam bentuk infus dengan
kandungan 400 mg/100 ml.
10.Gatifloksasin
Antibiotika Kuinolon ini tersedia dalam bentuk tablet dengan
kandungan 400 mg. Juga tersedia dalam bentuk vial untuk
ijeksi dengan kandungan 400 mg/40 ml.
 CARA PEMBERIAN
1. ASAM NALIDIKSAT
Indikasi:
infeksi saluran kemih.
Peringatan:
Hindari pada porfiria dan riwayat kejang; hindari paparan berlebihan
terhadap sinar matahari. Dapat mempengaruhi hasil uji reduksi urin,
hitung jenis sel darah, uji fungsi hati dan ginjal bila pengobatan lebih
dari 2 minggu. Hindari penggunaan pada defisiensi G6PD,
peningkatan tekanan intrakranial, riwayat konvulsi, paralisis nervus
kranialis, kolestasis, asidosis metabolik.
Dosis:

22
1 gram tiap 6 jam selama 7 hari. Untuk infeksi kronis: 500 mg tiap 6
jam. ANAK di atas 3 bulan, maksimum 50 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi. Untuk jangka panjang, 30 mg/kg bb/hari.
2. FLEROKSASIN
Indikasi:
infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi saluran kemih
(disertai komplikasi atau tanpa komplikasi), gonore (infeksi gonokok,
tanpa komplikasi), infeksi salmonela yang disebabkan
oleh Salmonella typhi atau paratyphi, infeksi kulit dan jaringan lunak,
infeksi tulang dan sendi.
Peringatan:
dianjurkan memonitor secara berkala bakteriologi untuk menjaga
kemungkinan timbulnya resistensi bakteri bilamana respon klinik
tidak memuaskan; dapat menyebabkan stimulasi susunan saraf pusat
pada pasien yang diketahui atau diduga mempunyai kelainan
neurologi; lansia dengan penurunan fungsi ginjal dan berat badan
rendah; turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal, sirosis hati
dengan asites dan lansia; fotosensitif; hati-hati apabila menjalankan
mesin atau mengendarai kendaraan bermotor karena menyebabkan
pusing.
Interaksi:
pemberian bersama dengan antasid yang mengandung aluminium
hidroksida dan/atau magnesium hidroksida menurunkan absorpsi
sebanyak 20-25%.
Kontraindikasi:

23
pasien yang hipersensitif terhadap kuinolon termasuk asam nalidiksat;
anak-anak dan remaja berusia di bawah 18 tahun, kehamilan dan
menyusui.
Efek Samping:
mual, muntah, diare, insomnia, sakit kepala, pusing, lelah, pruritus,
plebitis; mulut kering, rasa tidak enak pada mulut, anoreksia,
konstipasi, sakit perut, infeksi vagina, hipotensi, artralgia, fotosensitif,
erupsi, berkeringat, mimpi buruk, perasaan terbakar, pruritus, merah
pada tempat penyuntikan, jumlah eosinofil tinggi, jumlah sel-sel darah
merah meningkat, leukosit rendah, jumlah bilirubin tinggi, SGPT
tinggi, SGOT tinggi, alkalin fosfatase tinggi, BUN tinggi, urea tinggi,
glukosa bebas tinggi, dan protein dalam urin tinggi.
Dosis: oral atau infus intravena selama 1 jam, 400 mg sekali sehari;
lama pengobatan umumnya 7- 14 hari, tetapi pada infeksi yang lebih
serius atau infeksi kronis kulit dan jaringan lunak dan infeksi tulang
dan sendi dibutuhkan pengobatan yang lebih lama (hingga 12
minggu); Infeksi gonokok tanpa komplikasi, infeksi saluran kemih
tanpa komplikasi (sistitis pada ibu-ibu muda) dosis tunggal, oral, 400
mg.Infeksi saluran kemih, oral, 200 mg selama 7-10 hari.Infeksi
saluran pernafasan bagian bawah, infus intravena, 400 mg sekali
sehari, oral, 400 mg sekali sehari. Infeksi saluran kemih (disertai
komplikasi atau tanpa komplikasi), oral, 200 mg sekali sehari.Gonore
(infeksi gonokok tanpa komplikasi), oral, 400 mg sekali sehari.
3. LEVOFLOKSASIN
Indikasi:
infeksi sinusitis maksilaris akut, eksaserbasi bakterial akut pada
bronkitis kronik, pneumonia komunitas (community-acquired
24
pneumonia), uncomplicated skin dan skin structure infections, infeksi
saluran kemih kompleks (complicated urinary tract infection), dan
pielonefritis akut karena mikroorganisme yang sensitif.
Peringatan:
kejang, psikosis toksik, peningkatan tekanan intrakranial, stimulasi
sistem saraf pusat, hipersensitifitas, reaksi anafilaksis, kolitis
pseudomembran, kolitis terkait dengan antibiotik, ruptur tendon,
hidrasi yang adekuat harus dipertahankan, insufisiensi ginjal, reaksi
fototoksisitas sedang hingga berat, diketahui atau dicurigai gangguan
sistem saraf pusat, gangguan glukosa darah, diabetes.
Interaksi:
berpotensi membentuk kelat bersama ion logam (Al, Cu, Zn, Mg, Ca),
antasida mengandung aluminium atau magnesium dan obat
mengandung besi menurunkan absorpsi levofloksasin, penggunaan
bersama AINS dengan kuinolon dapat meningkatkan risiko stimulasi
SSP dan serangan kejang, gangguan glukosa darah, termasuk
hiperglikemia dan hipoglikemia jika diberikan bersama obat
antidiabetik, levofloksasin dapat menghambat pertumbuhan
bakteriMycobacterium tuberculosis, sehingga dapat memberikan hasil
negatif palsu pada diagnosis bakteri tuberkulosis.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas terhadap levofloksasin dan antimikroba golongan
kuinolon, epilepsi, riwayat gangguan tendon terkait pemberian
florokuinolon, anak atau remaja, kehamilan, menyusui.
Efek Samping:
diare, mual, vaginitis, flatulens, pruritis, ruam, nyeri abdomen, genital
moniliasis, pusing, dispepsia, insomnia, gangguan pengecapan,
25
muntah, anoreksia, ansietas, konstipasi, edema, lelah, sakit kepala,
palpitasi, parestesia, sindrom Stevens-Johnson, vasodilatasi tendon
rupture.
Dosis:
oral dan parenteral, 250 mg –750 mg sekali sehari selama 7-14 hari,
tergantung pada jenis dan keparahan penyakit serta sensisitifitas
patogen yang dianggap penyebab penyakit, sinusitis akut, 500 mg per
hari selama 10-14 hari, eksaserbasi dari bronkitis kronik, 250-500 mg
per hari selama 7-14 hari, pneumonia yang didapat dari lingkungan,
500 mg sekali atau dua kali sehari selama 7-14 hari, infeksi saluran
kemih, 250 mg selama 7-10 hari (selama 3 hari untuk infeksi tanpa
komplikasi), prostatitis kronik, 500 mg sekali selama 28 hari. Infeksi
kulit dan jaringan lunak, 250 mg sehari atau 500 mg sekali atau dua
kali sehari selama 7-14 hari, intravena (500 mg selama paling tidak 60
menit), pneumonia yang didapat dari lingkungan, 500 mg sekali atau
dua kali sehari, infeksi saluran kemih dengan komplikasi, 250 mg
sehari, dapat ditingkatkan pada infeksi parah, infeksi kulit dan
jaringan lunak, 500 mg dua kali sehari.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: bersihan kreatinin >50
mL/menit, tidak ada penyesuaian dosis, bersihan kreatinin 20-50
mL/menit, dosis awal 250 mg, selanjutnya 125 mg setiap 24 jam, atau
dosis awal 500 mg, selanjutnya 250 mg setiap 24 jam, bersihan
kreatinin 10-19 mL/menit atau <10 mL/menit (termasuk hemodialisis
dan CAPD), dosis awal 250 mg, selanjutnya 125 mg setiap 24 jam,
atau dosis awal 500 mg selanjutnya 125 mg setiap 24 jam.
4. MOKSIFLOKSASIN
Indikasi:
26
eksaserbasi akut bronkitis kronik; pneumonia dari lingkungan
(community-acquired pneumonia); sinusitis bakterial akut yang
didiagnosis dengan baik, infeksi kulit complicated atau infeksi
struktur kulit yang memerlukan terapi inisial parenteral dan
dilanjutkan dengan oral.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; aritmia dengan kondisi pre-disposisi aritmia,
termasuk iskemia otot jantung; hati-hati pada pengendara kendaraan
bermotor, karena dapat menurunkan kewaspadaan.
Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati berat; memiliki riwayat
perpanjangan interval QT, bradikardia, memiliki riwayat aritmia
simtomatik, gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikular
kiri, gangguan elektrolit, pemberian bersama dengan obat yang
diketahui dapat memperpanjang interval QT.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; juga mulut kering, stomatitis, glossitis,
flatulens, konstipasi, aritmia, palpitasi, udem perifer, angina,
perubahan tekanan darah, dyspnoea, ansietas, dan
berkeringat; jarang: hipotensi, hi- perlipidemia, agitasi, mimpi yang
tidak normal, inkordinasi, hiperglikemia dan kulit kering.
Dosis:
400 mg sekali sehari selama 10 hari untuk pneumonia yang didapat
dari lingkungan, 5-10 hari untuk eksaserbasi (akut) dari bronkitis
kronik, 7 hari untuk sinusitis. Tidak diperlukan penyesuaian dosis
pada manula, pasien dengan berat badan rendah atau pasien rawat

27
jalan dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang (bersihan
kreatinin di atas 30 mL/menit/1,73 m2).
5. NORFLOKSASIN
Indikasi:
lihat pada dosis.
Peringatan:
lihat keterangan di atas. Peringatan pada defisiensi G6PD. Hindari
pada anak yang dalam pertumbuhan dan belum pubertas. Hati-hati
pada pengendara karena dapat mengurangi kewaspadaan.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas. Dapat menimbulkan anoreksia, depresi,
ansietas, tinitus, nekrolisis epidermal tosik, dermatitis eksfoliatif,
eritema multiforme (sindrom Stevens-Johnson)
Dosis:
infeksi saluran kemih, 400 mg dua kali sehari selama 7-10 hari (3 hari
untuk kasus tanpa komplikasi). Infeksi saluran kemih kronis dan
berulang, 400 mg dua kali sehari sampai 12 minggu. dapat dikurangi
menjadi 400 mg sekali sehari jika respon baik pada 4 minggu pertama.
6. OFLOKSASIN
Indikasi:
infeksi yang disebabkan strain yang rentan terhadap ofloksasin
seperti Staphylococcus sp., Streptococcuspneumoniae, Micrococcus
sp., Corynebacterium sp., Branhamella catarrhalis, Pseudomonas sp.,
Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus sp., (Haemophilus influenza,
Haemophilus aegyptius) Moraxella sp (Morax-Axenfeld diplo
bacillus) Serratia sp. Klebsiella sp., Proteus sp., Acinobacter sp., dan

28
bakteri anaerob (Propionibacterium acne): blepharitis, dacryocystitis,
konjungtivitis, tarsadenitis, keratitis dan corneal ulcer.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati; pasien dengan riwayat
kelainan psikiatrik; hindari penggunaan jangka panjang. Sedimentasi
pada ulcer dapat terjadi pada pengobatan untuk corneal ulcer dengan
kuinolon topikal. Bila tidak hati-hati dapat merusak (dijaringan
kornea). Hati-hati pada pengendara kendaraan bermotor, karena dapat
menurunkan kewaspadaan.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas. Takikardia, hipotensi transient, reaksi
vaskulitis, ansietas, sempoyongan (unsteady gait), neuropati, gejala
ekstrapiramidal, reaksi psikosis (hentikan pengobatan- lihat
keterangan di atas); sangat jarang terjadi:perubahan gula darah dan
reaksi vaskulitis, terdapat kasus pneumonitis. Pada pemberian
intravena dapat terjadi hipotensi dan reaksi lokal (tromboflebitis).
Dosis:
oral: infeksi saluran kemih, 200-400 mg/hari, sebaiknya pagi hari.
Pada infeksi saluran kemih atas dapat dinaikkan sampai dua kali 400
mg/hari. Infeksi saluran kemih bawah, 400 mg/hari, bila perlu dapat
dinaikkan menjadi dua kali 400 mg/hari. Infeksi jaringan lunak, 400
mg dua kali sehari.

Gonore tanpa komplikasi, 400 mg dosis tunggal.

Infeksi Klamidia genital tanpa komplikasi, uretritis non-gonokokus,


400 mg per hari dosis tunggal atau dosis terbagi selama 7 hari.
29
Penyakit radang pelvik 400mg dosis tunggal. Infus intravena: (200
mg/30 menit). Infeksi saluran kemih dengan komplikasi, 200 mg/ hari.
Infeksi saluran kemih bawah, 200 mg dua kali sehari.

Septikemia, 200 mg dua kali sehari.

Infeksi kulit dan jaringan lunak, 400 mg dua kali sehari. Pada infeksi
berat atau dengan komplikasi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 400
mg dua kali sehari.
7. PEFLOKSASIN
8. SIPROFLOKSASIN
Indikasi:
infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis pada bedah
saluran cerna bagian atas. Lihat juga keterangan di atas.
Peringatan:
lihat keterangan di atas. Hindari alkalinisasi urin berlebihan dan
pastikan minum yang cukup (risiko kristaluria); hati-hati pada
pengendara kendaraan bermotor, karena dapat menurunkan
kewaspadaan, efeknya meningkat dengan adanya alkohol. Interaksi:
lihat Lampiran 1 (kuinolon).
Efek Samping:
lihat keterangan di atas, juga flatulen, disfagia, pankreatitis,
takikardia, hipotensi, udem, kemerahan, berkeringat, gangguan dalam
bergerak, tinnitus, vaskulitis, tenosinovitis, eritema,
nodosum, hemorrhagic bullae, petechiae dan hiperglikemia; nyeri dan
flebitis pada tempat penyuntikan.
30
Dosis:
oral: infeksi saluran napas, 250-750 mg dua kali sehari.
Infeksi saluran kemih, 250-500 mg dua kali sehari (untuk akut tanpa
komplikasi, 250 mg dua kali sehari selam 3 hari). Gonore 500 mg
dosis tunggal.
Infeksi Pseudomonal saluran pernafasan bawah pada cystic
fibrosis 750 mg dua kali sehari; ANAK 5-17 tahun (lihatPeringatan di
atas), sampai 20 mg/kg bb dua kali sehari (maksimal 1,5 g sehari).
Infeksi lain, 500-750 mg dua kali sehari. Profilaksis bedah, 750 mg
60-90 menit sebelum operasi.
Injeksi intravena: (selama 30-60 menit), 200-400 mg dua kali sehari.
Infeksi Pseudomonal saluran pernafasan bawah pada cystic
fibrosis 400 mg dua kali sehari. ANAK 5-17 tahun (lihatPeringatan di
atas), sampai 10 mg/kg bb tiga kali sehari (maksimal 1,2 g sehari).
Infeksi saluran kemih, 100 mg dua kali sehari. Gonore, 100 mg dosis
tunggal.
ANAK: tidak dianjurkan (lihat Peringatan di atas). Tapi bila
pertimbangan manfaat risiko menguntungkan, oral: 10-30mg/kg
bb/hari dibagi dua dosis; intravena: 8-16 mg/kg bb/hari dibagi dua
dosis.
Antraks (pengobatan dan profilaksis setelah terpapar, lihat keterangan
diatas), oral, 500 mg sehari dua kali; ANAK 30 mg/kg bb/hari dibagi
dua dosis (maksimal 1 g per hari) Injekasi intravena, 400 mg sehari
dua kali; ANAK 20 mg/kg bb/hari dibagi 2 dosis (Maksimal 800 mg
per hari).
9. SPARFLOKSASIN
Indikasi:
31
pneumonia akut berasal dari komunitas (CAP/Community-acquired
pneumonia) yang diduga disebabkan oleh bakteri pneumokokus dan
non-pneumokokus; eksaserbasi dari penyakit obstruksi paru menahun
(COPD); sinusitis purulen akut; infeksi yang sudah resisten terhadap
penisilin atau antibiotik beta-laktam lain.
Peringatan:
reaksi fototoksisitas; penderita dengan riwayat pemanjangan QTc,
kongenital atau didapat (misal infark miokard akut); penderita dengan
riwayat hipokalemia (periksa kadar kalium sebelum pengobatan
dengan sparfloksasin); bradiaritmia; tendinitis dan/atau ruptur tendon
(terutama mempengaruhi tendon Achilles); rasa nyeri atau inflamasi;
pasien yang diduga menderita tuberkulosis (perhatikan aktivitas
potensial sparfloksasin terhadap mikobakteria); negatif palsu pada
biakan mikobakteria; efek terhadap sistim saraf pusat (dianjurkan
untuk tidak mengendarai atau menjalankan mesin); pasien
hemodialisis atau dialisis peritoneum; hindari pemaparan terhadap
sinar matahari, sinar terang dan sinar ultraviolet selama masa
pengobatan ditambah lima hari setelah pengobatan selesai.
Interaksi:
penggunaan bersama amiodaron, sotalol dan bepridil menimbulkan
risiko torsades de pointes karena perpanjangan interval Q-T (efek
aditif elektrofisiologis); tidak dianjurkan kombinasi dengan obat yang
dapat memperpanjang interval Q-T dan/atau menimbulkan torsades de
pointes seperti antiaritmia (bretilium, disopiramid, prokainamid,
kuinidin), dan obat-obat lain seperti astemisol, eritromisin, kuinin,
klorokuin, halofantin, cisaprid, pentamid, probukol, terfenadin,
vinkamin, beberapa antidepresan trisiklik, neuroleptik tertentu (seperti
32
sulfoprid, fenotiasin) karena menimbulkan risiko torsades de
pointes akibat pemanjangan interval Q-T (efek aditif elektrofisiologi);
diperlukan pemantauan klinis dan elektrokardiografi secara seksama;
hati-hati kombinasi bersama dengan garam magnesium, aluminium
dan kalsium oksida dan hidroksida (dapat menurunkan penyerapan
sparfloksasin sehingga selang waktu (lebih dari 4 jam) harus diberikan
antara pemberian antasida dan sparfloksasin), garam besi dan seng
(dosis oral > 30 mg per hari) harus diberikan minimal 2 jam
setelah pemberian sparfloksasin; hati-hati pemberian pada kondisi
hipokalemia yang disebabkan diuretik, laksatif, stimulan, amfoterisin
B (intravena), kortikosteroid dan tetrakosaktid yang
menyebabkan torsades de pointes, pada kondisi ini hipokalemia
sebaiknya diatasi dahulu sebelum memulai pengobatan dengan
sparfloksasin; hati-hati pemberian pada kondisi bradikardi yang
disebabkan obat-obat seperti digoksin dan beta bloker (dapat
menyebabkan torsades de pointes); penggunaan dengan Anti
Inflamasi Non Steroid (AINS) dan teofilin mengurangi ambang batas
kejang.
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap sparfloksasin atau golongan kuinolon lainnya;
penggunaan bersama dengan amiodaron, sotalol dan bepridil (lihat
interaksi); kehamilan dan menyusui; anak-anak hingga akhir masa
pertumbuhan; penderita dengan riwayat penyakit tendon berhubungan
dengan floroluinolon; penderita dengan defisiensi glukosa 6 fosfat
dehidrogenase; riwayat pemanjangan interval Q-T (faktor kongenital
atau non-kongenital); penggunaan bersama dengan obat anti aritmia
atau obat lain yang menimbulkan aritmia.
33
Efek Samping:
fototoksisitas termasuk manifestasi terbakar sinar matahari, eritema,
dan lesi lepuh, (gejala fototoksik masih timbul setelah pengobatan
dihentikan beberapa minggu); kemerahan, pruritus, bengkak, lepuh,
gejala Steven-Johnson Syndrome, nyeri otot dan sendi, tendinitis,
ruptur/ kerusakan tendon, gangguan irama jantung, termasuk torsades
de pointes, aritmia, bradikardi, takikardi, takikardi ventrikel, mual,
muntah, diare, nyeri perut, gastralgia, peningkatan enzim hati, ikterus,
tremor, rasa mabuk, paraestesia, gangguan sensorik, sakit kepala,
vertigo, halusinasi, gangguan tidur awal pengobatan, hipersensitifitas,
urtikaria, angioedema, shok anafilaktik, edema quincke,
trombositopenia yang sporadis, purpura trombositopenia,
konjungtivis, uretritis, peningkatan transaminase sedang atau untuk
sementara.
Dosis:
Fungsi ginjal normal: dosis awal 400 mg sebagai dosis tungggal pada
hari pertama, dilanjutkan 200 mg per hari dalam dosis tunggal, lama
pengobatan rata-rata 10 hari untuk infeksi saluran pernafasan bagian
bawah dan 4 hari untuk sinusitis, peningkatan dosis per hari tidak
akan menambah manfaaat pengobatan; Gangguan fungsi ginjal:
bersihan kreatinin lebih besar dari atau sama dengan 3 0 mL/menit,
tidak diperlukan penyesuaian dosis, bersihan kreatinin lebih kecil dari
30 mL/menit, 400 mg dosis awal pada hari pertama, pada hari kedua
pengobatan tidak diberikan, dilanjutkan dengan 200 mg pada hari
ketiga, kemudian diberikan setiap 48 jam selama 10 hari; Tidak
terdapat data untuk pasien gangguan hati berat. Obat ini dapat
digunakan dengan atau tanpa makanan.
34
BAB III
SITOSTATIKA

 PENDAHULUAN

A. Pengertian

Kanker atau karsinoma adalah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau
kegagalan mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostatis lainnya
pada organisme multi seluler. Sifat umum dari kanker adalah sebagai berikut :

pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor


gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan sehingga mirip jaringan mudiga
bersifat invasif, mampu tumbuh dijaringan sekitarnya
bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan pertumbuhan
baru
memiliki heriditas bawaan, yaitu turunan sel kanker, juga dapat
menimbulkan kanker

B. Penyebab

Riset pada sepuluh tahun terakhir mengungkapkan bahwa kanker disebabkan


oleh terganggunya siklus sel akibat mutasi dari gen-gen yang mengatur
pertumbuhan. Selain itu, faktor-faktor penyebab kanker adalah radiasi dari X-
ray, zat-zat kimia, radikal bebas, dan sitostatika (obat-obat untuk kemoterapi
kanker) yang sendirinya memiliki resiko besar untuk menimbulkam kanker
baru, seringkali leukimia. Sitostatika yang dapat merusak DNA dan berkhasiat
karsinogen adalah zat-zat alkilasi dan cisplatin, belomisin, dactinomycin. Di
negara yang telah maju, kanker merupakan penyebab kematian kedua setalah
penyakit jantung, diagnosis lebih dini meningkatkan penyembuhannya. Perlu
35
ditekankan disini bahwa penyembuhan oleh kemotherapi hanya dapat tercapai
pada tumor-tumor yang jarang dijumpai.

Zat-zat karsinogen adalah zat-zat yang dapat mengakibatkan tumor melalui


kontak dengannya (lokal, inhalasi) atau secara oral. Ada banyak zat kimia yang
bersifat karsinogen, misalnya tar yang terbentuk dari pembakaran tembakau
dan kertas. Selain itu serat-serat asbes dan nikel yang berada di udara dan obat-
obatan serta makanan.

Beberapa zat karsinogen yang terkenal dari makanan misalnya:

1. Nitrosamin antara lain terdapat dalam lemak babi yang diuapkan pada proses
penggorengan.

2. Nitrat terdapat dalam sayur mayur terutama yang dibiarkan dengan pupuk
buatan berlebihan, khususnya bayam. Oleh karena itu bayam yang sudah diolah
sebaiknya dimakan habis karena jika disimpan pada suhu kamar, akan
membentuk nitrit. Pengunaan kalium nitrat sebagai pengawet dan untuk
memberikan warna segar (merah) pada daging sudah dlarang di negara barat.

3. Benzpiren adalah induktor enzim yang anatara lain terdapat pada asap rokok,
gas buagan mobil. Zat ini juga terbentuk saat pemanasan daging dan ikan diatas
api secara langsung.

4. Asam desoksikolat tebentuk dalam usus pada perombakan kolesterol dan


empedu.

5. Aflaoksin dibentuk oleh jamur aspergillus flavus yag berkembang biak pada
kelapa, jagung dan sebagainya yang disimpan ditempat lembab.

6. Zat-zat pewarna yang digunakan pada pembuatan kue, sirup, gula-gula

36
Sitostatica (yun. Kytos = sel, statis = terhenti, ongkos = benjolan, lysis =
melarutkan) adalah zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari
sel-sel ganas. Prinsipnya adalah pengugunaan obat-obat untuk dengan langsung
merusak DNA (dan RNA) sel. Senyawa-senyawa ini menstimulir apoptosis.
Dois dan jadwal keoterapi terbatas pada daya tahan jaringan normal, terutama
jaringan yang berkembang pesat seperti sumsum tulang dan mukosa saluran
cerna. Karena kebanakan tumor menyebabkan resistensi pesat terhadap obat
tunggal maka dikembangkan prinsip kemoterapeutika intermiten dengan multi
drag, khususnya obat dengan mekanisme daya kerja yang berlainan tanpa
toksisitas yang overlapping.

 PILIHAN OBAT KANKER


Golongan I Alkilator
Contoh Obat :
Mekloretamin
Siklofosfamid
Melfalan
Mustar urasil
Klorambusil
Trietilen-melamin (TEM)
Trietilen-tiofosforamid (tio-TEPA)
Busulfan
Karmustin (BCNU)
Lomustin (CCNU)
Semustin (metil CCNU)
Golongan II Anti Metabolit :5-fluorourasil
Sitarabin

37
6-Azauridin
Floksuridin (FUDR)
6-Merkaptopurin
6-Tioguanid (T6)
Metotreksat
Golongan III Produk Alamiah: Vinblastin (VLB)
Vinkristin(VCR)
Daktinomisin
Mitomisin
Antrasiklin : Daunorubisin
Doksorubisin
Mitramisin
Bleomisin
L-asparaginase
Golongan IV Hormon : Prednison
Hidroksiprogesteron kaproat
Hidroksiprogesteron asetat
Megesterol asetat
Dietilstilbestrol
Etinil estradiol
Testosteron propionat
Fluoksimesteron

5. Isotop Radioaktif : Natrium fosfat (𝑃 23 )

Natrium yodida (𝐼131 )

38
 KERJA ANTI KANKER

Pada umumnya kerja anti kanker berdasarkan atas gangguan pada salah satu
proses sel yang esensial. Semua anti kanker bersifat mengganggu sel normal,
bersifat sitotoksik dan bukan kankerotoksik yang selektif.

ALKILATOR berbagai alkilator menunjukkan perasamaan cara kerja yaitu


melaluli pembentukan ion karbonium atau kompleks lain yanga sangat reaktif.
Ikatan kovalen akan terjadi dengan berbagai nukleofilik penting dalam tubuh
misalnya fosfat, amino, sulfihidril, hidroksil, karboksil atau gugus imidazol.
Efek sitostatik maupun efek sampingnya berhubungan langsung dengan
terjadiya alkilasi DNA ini.

Alkilator yang bifungsional misalnya mustar nitrogen dapat berikatan kovalen


dengan 2 gugus asam nukleat pada rantai yag berbeda membentuk kros-linking
sehingga terjadi kerusakan pada fungsi DNA. Hal ini dapat menerangkan sifat
si sitotoksik dan mutagenik dari alkilator.

ANTIMETABOLIT. Antipurin dan antipirimidin mengambil tempat purin dan


pirimidin dalam pembentukan nukleosida, sehingga mengganggu reaksi
penting dalam tubuh. Penggunannya sebagai obat kanker didasarkan atas
kenyataan bahwa metabolisme purin dan pirimidin lebih tinggi pada sel kanker
dari sel normal. Dengan demikian, penghambatan sintesis DNA sel kanker
lebih dari terhadap sel normal.

ANTAGONIS.

Antagonis pirimidin misalnya 5-fluorourasil, dalam tubuh diubah menjadi 5-


fluoro-2-Deoksiuridin 5’-monofosfat yang menghambat timidilat sintetase

39
dengan akibat hambatan sintesis DNA.fluorourasil juga diubah menjadi
fluorouridin mono fosfat yang langsung mengganggu sintesis RNA.

Antagonis purin misalnya merkaptopurin merupakan antagonis kompetitif dari


enzim yang menggunakan senyawa purin sebagai substrat. Suatu alternatif lain
dari mekanisme kerjanya ialah pembentukan 6-metil merkaptopuri, yang
menghambat biosintesis purin, akibatnya sintesis RNA, CoA, ATP dan DNA
dihambat.

Antagonis folat misalnya metotreksat menghambat dihidrokolat reduktase


dengan kuat dan berlangsung lama.

ALKOLOID VINKA. Zat ini berikatan secara spesifik dengan tubulin,


komponen protein mikrotubulus, spindle mitotik dan memblok
polimerisasinya. Akibatnya terjadi disolusi mikrotubulus, sehingga sel terhenti
dalam metafase.

ANTIBIOTIK.

Antrasiklin berinteraksi dengan DNA, sehingga fungsi DNA sebagai template


dan pertukaran sister kromatidh terganggu dan pita DNA putus.

Aktinomisin memblok polimerase RNA yang dependen terhadap DNA, karena


terbentuknya kompleks antara obat dan DNA.

Bleomisin. Bersifat sitotoksik berdasarkan daya memecahkan DNA. Invitro,


bleomisin menyebabkan akumulasi sel pada fase G2 dan banyak sel
memperlihatkan aberasi kromosom termasuk pecahnya, fragmentasi dan
translokasi kromatidh.

40
ASPARAGENASE. Obat ini adalah suatu enzim katalisator yang berperan
dalam hidrolisis asparigin menjadi asam aspartat dan amonia. Dengan
demikian sel kanker kekurangan asparagin yang berakibat kematian sel ini.

 EFEK NON TERAPI

Antikanker merupakan obat yang indeks terapinya sempit. Semuanya dapat


menyebabkan efek toksik berat, yang mungkin sampai menyebabkan kematian
secara langsung maupun tidak langsung. Karena antikanker umumnya bekerja
pada sel yang sedang aktif, maka efek sampingnya juga terutama mengenai
jaringan dengan proliferasi tinggi yaitu sisitem hemopoetik dan
gastrointestinal.

Supresi hemopoesis terlihat sebagai leukopenia, trombositopenia atau


anemia. Leukopenia hebat (leukosit < 2000/mm3) dan trombopenia (trombosit
< 100.000/mm3) merupakan petunjuk untuk penghentian terapi pada pasien
yang pada awal terapi mempunyai sistem hemopoetik normal. Supresi
hemopoetik ini masih dapat berlanjut setelah pemberian obat dihentikan.
Umumnya, pemulihan terjadi dua minggu setelah penghentian terapi.
Penghambatan sistem hemopoetik oleh nitrosourea dapat berlangsung 4-6
minggu setelah pengobatan dihentikan.

Gangguan saluran cerna berupa anoreksia ringan, mual, muntah, diare dan
stomatitis sampai yang berat yaitu ulserasi oral dan intestinal, perforasi diare
hemoragik. Hampi semua antikanker menyebabkan efek samping ini, tetapi
jarang sampai menimbulkan kematian. Lesi selaput lendir mulut umumnya
terjadi pada pemberian metotreksat, fluorasil, daktinomisin, vinblastin, dan
antrasiklin (deunorobisin, doksorubisin).

41
Reaksi kulit dapat berupa eritem, urtikaria dan erupsi makulopapular sampai
sindrom stevene johnson; reaksi berat perlu penghentian terapi, skifosfamid,
vinkristin, vinblastin, metotreksat daktinomisin, fluorourasil dan kelompok
antrasiklin.

 PRINSIP TERAPI KANKER

Suatu tumor ganas harus dianggap sebagai sejumlah sel yang seluruhnya
harus dibasmi (total cell-killed). Perpanjangan hidup pasien berbanding
langsung dengan jumlah sel yang berhasil dibasmi denganpengobatan. Hal-hal
dibawah ini perlu dipertimbangkan daam perencanaan pengobatan.

(1) kanker baru dapat diteksi bila jumlah sel kanker kira-kira 109. Jumlah yang
dapat dibasmi diperkirakan 99,9% jadi sel kanker yang tersisa sekurang-
kurangnya 106 sel. Jelas sulit mencapai pembasmian total, karena itu diperluka
pengobatan jangka panjang. Untuk membasmi sel tumor sampai jumlahnya
cukup dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan tubuh (105)

(2) Adanya hubungan dosis-respon yang jelas. Berkurangnya sel kanker


ternyata berbanding lurus dengan dosis. Dilain pihak, efek non teraapi juga
berbanding lurus dengan dosis. Pertimbangan untung rugi harus dilakukan
secara sangat cermat.

(3) diperlukan jadwal pengobatan yang tepat. Untuk dosis total yang sama,
pemerian dosis besar secara intermiten memberikan hasil yang lebih baik dan
imuno supresi yang lebih ringan dibandigkan dengan pemberian dosis kecil
setia hari. Jaringan normal memiliki kapasitas pemulihan yang lebih besar
daripada jaringan tumor. Dengan dosis besar intermiten, dapat dibasmi
sejumlah sel tertentu denga pengaruh minimal terhadap jaringan sehat. Dosis

42
ulang iberikan segera setelah terjadi pemuihan pasien dari efek samping anti
kanker.

(4) kemoterapiharus dimulai sedini mungkin. Hal ini didasarkan atas kenyataan
bahwa pada keadaan dini jumlah sel kanker lebih sedikit dan fraksi sel kanker
yang dalam pertumbuhan (yang sensitif terhadap obat) lebih besar. Selain itu
kemungkinan terdapatnya klonus resisten terhadap obat (drug resistant clonus)
lebih kecil; obat lebih sukar mencapai bagian dalam tumor yang besar karena
buruknya vaskularisasi; dan pasien dengan tumor yang kecil umumnya masih
berada pada kondisi umum yang baik sehingga lebih tahan terhadap efek
samping kemoterapi dan sistem pertahanan tubuhnya masih utuh.

(5) kemoterapi harus tertuju kepada sel kanker tanpa menyebebkan gangguan
menetap pada jaringan normal. Obat kanker yang ada pada saat ini umumnya
bersifat sitotoksik, baik terhadap sel normal maupun sel kanker. Toksisitas
terhadap sel normal selalu terjadi. Tetapi kenyataan bahwa kemoterapi dapat
menghasilkan pemulihan jangka panjang pada leukimia limfositik akut
membeuktikan bahwa penyembuhan kanker dapat dicapai dengankemoterapi.
Sel-sel yang cepat berproliferasi peka terhdap pengobatan, tetapi untunglah
kira-kira 15% sel sumsum tulang berada dalam keadaan istirahat sehingga tidak
peka terhadap obat.

Sel sistem imun yang juga rusak akibat kemoterapi menyebakan infeksi lebih
mudah terjadi dan juga memberi peluang untuk pertumbuhan tumor. Agaknya
respon imun seluler memegang peran penting dalam pertahanan tubuh terhadap
kanker. Penelitian akhir-akhir ini mendapatkan bahwa kemoterapi tambahan
pada tumor paru, setelah pembedahan yang potensial kuratif, memprtlihatkan

43
frekuensi kekambuhan (resurance rate) yang lenbih tinggi, diduga akhibat efek
imuno supresif kemoterapi.

(6) sifat pertubuhan tumor ganas harus menjadi pertimbangan. Pertumbuhan


tumor mengikuti fungsi Gompertezian, mula-ula bersifat eksporensial
kemudian bersifat lambat (banyak sel erada dalam GO). Apabila populasi tumor
dikurangi misalnya dengan radiasi atau penyinaran maka sel sisa berkembang
secara eksponensial kemali dalam menjadi lebih peka terhadap kemoterapi.
Protokol pengobatan atas dasar tersebut telah diterapkan pada manusia. Juga
mungkin bahwa pada waktu tumor primer tidak tumbuh pesat lagi, anak
sebarnya masih dalam pertubuhan eksponensial sehingga lebih peka terhadap
kemoterapi.

(7) beberapa sitostatik dan hormon memperlihatkan efek selektif relatif


terhadap sel dengan tipe histologi tertentu. 5-fluorourasil lebih efektif terhadap
tumor gastrointestinal daripada tumor payudara, dan bleomisin terutama efektif
terhadap kanker kulit. Hormon kelamin terutama efektif terhadap kanker
payudara, tumor prostat dan tumor endometrium yang fisiologi
dipengaruhi hormon tersebut; demikian juga kortikosteroid terhadap tumor
limfoid.

(8)terapi kombinasi. Dasar pemberian dua atau lebih antikanker ialah untuk
mendapatkan sinar disme tanpa menambah toksisitas. Selain meningkatkan
indeks terapi, kemoterapi kombinasi mungkin juga dapat menvegah atau
menunda terjadinya resistensi terhapap obat – obat ini. Untuk mencapai hasil
yang baik terapi kombi asi harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
masing – masing obat harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda, efek
toksik masing – masing obat harus berbeda, sehingga dapat digunakan dengan

44
dosis maksimum yang masih dapat diterima pasien, dan masing – masing obat
harus diberikan pada siklus sel, dimana obatnya paling efektif.

Dosis masing – masing obat terapi kombinasi harus ditentukan memlalui


penelitian atau pengalaman yang disertai pengetahuan mendalam mengenai
farmakologi obat maupun penyakitnya. Kemoterapi kombinasi telah terbukti
efektif pada leukimia akut, penyakit Hodgkin, limfoma non- Hodgkin,
karsinoma mama, karsinoma testis, karsinoma ovarium, karsinoma saluran
cerna, neuroblastoma pada anak, tumor wilms dan sarkoma osteogenik.
Alkilator (klorambusil) dan vinblastin memberikan efek aditif atau sinergistik
pada penyakit Hotgkin.

Kombinasi tiobuanin dan sitosin arabinosid atau metotreksad dan sitosin


arabinosid bekerja sinergistik untuk mengobati leukimia. Pda kombinasi
terakhir ini jarak waktu antara pemberian kedua obat sangat kritis (penting)
untuk mencapai efek maksimum. Jarak waktunya tidak boleh melebihi
beberapa jam saja.

 PENUTUP

Sitostatika merupakan salah satu pengobatan kanker yang paling banyak


menunjukkan kemajuan dalam pengobatan penderita kanker. Karena itu pula
harapan dan tumpuan dunia medis terhadap efek pengobatan dengan sitostatika
terus meningkat. Sejala dengan harapan tersebut upaya menyembuhkan atau
sekurangnya mengecilkan ukuran kanker dengan sitostatika terus meluas.

45
DAFTAR PUSTAKA

 Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. 2004. Farmakologi dan

Terapi. Edisi keempat. Jakarta : Gaya Baru

 http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/516-kuinolon

 Neal, Michael J. 2006. At A Glance : Farmakologi Medis. Jakarta :

Erlangga

 Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC

 Tjay TH & Rahardja K. 2007. Obat-obat penting, khasiat, penggunaan dan

efek sampingnya. Edisi keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo

46

Anda mungkin juga menyukai