Anda di halaman 1dari 19

Clinical Science Session

Psikiatri Geriatri dan End of life Issues

Preseptor:
Lucky Saputra, dr., Sp.KJ (K), M.Kes

Disusun oleh :
Novia Rizki Aisyah 120112170548

Vania Flowerina 130112170505

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2018
1. PSIKIARTRI LANSIA

1.1 Biologis Penuaan


Proses penuaan ditandai dengan penurunan fungsi di seluruh sistem tubuh secara perlahan,
seperti kardiovaskular, respirasi, genitourinari, endokrin, dan sistem imun. Ikhtisar dari
perubahan biologis pada lansia tercantum pada tabel 33-4. Tidak semua sistem organ
mengalami penurunan fungsi dengan kecepatan yang sama. Setiap manusia diberkati satu
atau lebih sistem organ yang lebih rentan, atau sistem organ menjadi lebih rentan akibat
adanya stresor dari lingkungan, atau penyalahgunaan yang berulang, seperti penggunaan
alkohol, dan merokok. Tidak semua organ mengalami penurunan fungsi dalam waktu yang
sama. Ketika salah satu organ mengalami penurunan fungsi maka akan terjadi suatu
penyakit atau kematian.

2
Pada proses penuaan, terjadi penuaan sel. Dalam kebanyakan teori, disebutkan bahwa
setiap sel secara genetik memiliki masa hidup, dimana sel tersebut dapat bereplikasi
hingga jumlah tertentu sebelum mati. Pada sistem saraf pusat, sel saraf mengalami
degenerasi pada saat proses penuaan. Terjadinya degenerasi saraf dapat ditandai dengan
gangguan memori yang parah, dan gangguan fungsi intelektual. Demensia tipe Alzheimer
merupakan sebuah contoh manifestasi dari degenerasi dari serabut saraf.

1.1 Demografi
1.2.1 Umur Panjang
Banyak kondisi yang dapat menyebabkan umur pendek dapat dicegah dengan intervensi
efektif. Genetik merupakan suatu faktor yang tidak dapat dikontrol seseorang. Faktor yang
dapat dicegah berupa kontrol kesehatan secara rutin, mengurangi atau tidak mengonsumsi
alkohol dan kafein, penghargaan pada pekerjaan, bersosialisasi sesuai peran usia, aktivitas
fisik yang cukup dan mengonsumsi makanan yang sehat.
1.2.2 Harapan Hidup
Di Amerika Serikat, harapan hidup meningkat dari 48 tahun pada 1900 menjadi 77.4 tahun
pada laki-laki dan 82.2 tahun pada perempuan di tahun 2013. Penyebab kematian lansia
tersering adalah penyakit jantung, kanker dan struk. Kecelakaan juga merupakan penyebab
kematian pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Kecelakaan paling fatal disebabkan
oleh jatuh, pengguna sepeda dan bus. Jatuh dapat terjadi akibat aritmia jantung dan
episode hipotensi. Beberapa ahli gerontologi mempertimbangkan kematian pada pasien
lansia disebabkan oleh berkurangnya sifat elastisitas mekanik dari jantung, arteri, paru-
paru, dan organ lain. Kematian disebabkan oleh kerusakan jaringan biasa yang tidak
bersifat fatal pada orang yang lebih muda, oleh karena itu, kerapuhan dianggap sebagai
penyebab kematian.
1.2.3 Etnis dan Ras
Perbandingan populasi lansia pada kulit hitam lebih kecil dibanding pada kulit putih.
Populasi lansia pada kulit hitam meningkat secara cepat, sehingga 20% populasi lansia
pada tahun 2050 akan didominasi oleh kulit hitam.
1.2.4 Rasio Berdasarkan Jenis Kelamin
Wanita rata-rata memiliki usia yang lebih panjang dan rasio hidup sendiri yang lebih
tinggi dibanding laki-laki. Jumlah usia laki-laki dibanding 100 perempuan berkurang
secara drastis pada usia 65-85 tahun.
1.2.5 Distribusi Geografi
Urutan beberapa negara yang memiliki populasi lansia tertinggi yaitu Kalifornia, New
York, Pennsylvania, Texas, Michigan, Illinois, Florida, dan Ohio.
1.2.6 Aktivitas Fisik, Diet, dan Kesehatan
Diet dan aktivitas fisik berperan penting dalam mencegah penyakit kronis pada lansia,
seperti arteriosklerosis dan hipertensi. Hiperlipidemia, yang berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, dapat dikontrol dengan cara mengurangi berat badan, konsumsi
lemak jenuh dan kolestrol. Meningkatkan makanan berserat juga dapat membantu
mengurangi level serum lipoprotein. Konsumsi alkohol sebanyak 30 mL dalam sehari juga
berkaitan dengan peningkatan HDL dan usia harapan hidup. Penelitian telah membuktikan
bahwa penggunaan obat-obatan statin untuk mengurangi kolestrol juga dapat menurunkan

3
penyakit kardiovaskular secara dramatis. Penggunaan sedikit garam berhubungan dengan
penurunan risiko hipertensi. Pasien lansia yang mengalami hipertensi dapat memperbaiki
kondisinya dengan aktivitas fisik yang sedang dan mengurangi konsumsi garam tanpa
tambahan obat. Aktivitas fisik berupa berjalan selama 30 menit setiap hari terbukti dapat
mengurangi penyakit kardiovaskular dan osteoporosis, serta memperbaiki fungsi respirasi
dan mempertahankan berat badan ideal. Latihan fisik juga terbukti dapat meningkatkan
kekuatan dan fungsi otot pada pasien lansia. Pada beberapa kasus, penyakit dapat
disembuhkan hanya pola makan sehat dan aktivitas fisik, tanpa tambahan obat atau
operasi. Perubahan biologis berkaitan dengan penuaan menunjukkan hasil yang positif
dengan modifikasi diet dan aktivitas fisik
(Tabel 33-6).

1.3 Tahapan Teori dari Perkembangan Personalitas


Teori kepribadian pada awalnya percaya bahwa tahapan perkembangan berakhir pada
akhir dari masa kanak-kanan atau remaja. Teori Erik Erison merupakan teori pertama
yang mengemukakan bahwa perkembangan kepribadian masih berlanjut sampai seumur
hidup. Teori ini mengemukakan bahwa perkembangan diawali oleh rangkaian tahapan

4
psikososial, dimana setiap tahapannya memiliki konflik yang diselesaikan oleh individu
dengan kesuksesan yang besar atau kecil. Keberhasilan yang dicapai seorang individu
pada suatu tahapan akan berdampak pada tahapan berikutnya. Meskipun teori Erikson dan
kebanyakan teori lainnya menitikberatkan pada tugas perkembangan pada masing-masing
tahapan, terdapat teori lain yang fokus pada kepripadian individu selama masa hidupnya.
Teori ini mempelajari stabilitas pada 5 aspek kepribadian pada masa hidupnya, yaitu
ekstroversi, neurotisisme, keramahan, keterbukaan terhadap pengalaman, dan kehati-
hatian, misalnya, apakah pada suatu individu yang ekstrovert pada masa awal kanak-kanak
dan remaja akan tetap ekstrovet pada masa tuanya? Beberapa penelitian yang meneliti
sejumlah individu berusia 10-50 tahun selama beberapa periode menunjukkan bahwa
kepribadian seseorang cenderung stabil pada 5 aspek tersebut. Penelitian lainnya
menunjukkan bahwa ekstroversi cenderung berkurang dan keterbukaan sedikit meningkat
pada seseorang ketika tumbuh dewasa.
1.4 Aspek Psikososial dari Penuaan
1.4.1 Aktivitas Sosial
Lansia yang sehat biasanya mampu mempertahankan tingkat aktivitas sosialnya. Pada
beberapa kasus, penyakit fisik atau kematian teman dapat mengganggu interaksi sosial
lansia. Terlebih lagi, lansia yang merasa terisolasi akan lebih rentan mengalami depresi.
Komunikasi dengan orang yang lebih muda penting dilakukan untuk menumbuhkan
perasaan berguna sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri. Komunikasi tersebut
dapat diterapkan dengan cara berbagi mengenai budaya yang berlaku secara turun
menurun kepada generasi yang lebih muda.
1.4.2 Ageism
Ageism, merupakan suatu istilah yang berarti diskriminasi terhadap lansia dan penilaian
negatif yang diberikan oleh orang yang lebih muda. Selain itu, antar lansia sendiri juga
dapat terjadi rasa benci, takut dan diskriminasi terhadap lansia lainnya. Menurut Butler,
penilaian negatif terhadap lansia dapat berupa kesendirian, kesehatan yang menurun,
kerapuhan, dan kelemahan.
1.4.3 Transference
Dalam hal keterbukaan, lansia dapat menganggap dokter sebagai anaknya, sehingga
hubungan yang terjadi seperti hubungan anak dengan orang tua. Selain itu, lansia juga
dapat menganggap dokter sebagai teman sebayanya sehingga lebih ekspresif dalam
menceritakan pengalamanya. Beberapa pasien lansia juga dapat terbuka kepada dokter
mengenai masalah dengan pasangannya, sehingga pasien akan bercerita mengenai masalah
seksual yang dialaminya.
1.4.4 Countertransference
Kebanyakan pasien lansia tidak terbuka mengenai masalah seksualnya. Jika dokter tidak
memiliki pengalaman yang cukup untuk menggali masalah seksualitas pada individu
seusia orang tua atau nenek dan kakeknya, mungkin akan merasa kesulitan dalam
menangani pasien lansia tersebut.
1.4.5 Sosioekonomi
Aspek ekonomi merupakan hal terpenting pada kehidupan lansia dan kehidupan sosialnya.
Pada kondisi ekonomi yang memprihatinkan akan mempersulit seseorang mendapatkan
pelayanan kesehatan yang memadai.

5
1.4.6 Pensiun
Pada sebagian besar lansia, pensiun dianggap sebagai waktu luang dan kebebasan dari
tanggung jawab atas pekerjaannya di masa lalu. Namun, sebagian lansia menganggap
bahwa pensiun merupakan masalah ekonomi yang dapat menyebabkan stres dan
penurunan kepercayaan diri. Sebagian besar dari lansia yang sudah pensiun akan masuk
kerja kembali secara sukarea dengan berbagai macam alasan, seperti merasa tidak
produktif, masalah ekonomi dan kesepian.
1.4.7 Aktivitas Seksual
Frekuensi orgasme atau masturbasi dari koitus berkurang seiring bertambahnya usia pada
laki-laki dan perempuan. Faktor yang paling utama dalam menentukan tingkat aktivitas
seksual seseorang adalah menentukan kesehatan individu dan pasangan, serta tingkat
minat melakukan aktivitas seksual sebelumnya.
1.4.8 Perawatan Jangka Lama
Kebanyakan lansia membutuhkan perawatan dari tenaga medis. Perawatan ini dapat
dilakukan oleh tenaga medis yang akan mengunjungi rumah pasien lansia tersebut. Selain
oleh tenaga medis, pelayanan pasien lansia juga diberikan oleh anaknya, terutama anak
perempuan kandung atau pun menantunya. Berdasarkan AmericanAssociation of Retired
Persons, seorang anak perempuan menghabiskan waktu sebanyak 12 jam dalam seminggu
untuk memberikan pelayanan kepada lansia berupa makanan, berwisata, telepon, dan
perawatan medis.
1.5 Pemeriksaan Psikiatri pada Lansia
Anamnesis psikiatri dan pemeriksaan status mental pada lansia pada prinsipnya sama
dengan pemeriksaan pada dewasa muda, namun, karena tingginya gangguan kognitif pada
pasien lansia, psikiatri harus memastikan pasien mengerti alasan dan tujuan dilakukannya
pemeriksaan. Ketika pasien mengalami gangguan kognitif, dibutuhkan peran anggota
keluarga untuk mendapatkan riwayat pasien. Meskipun begitu, pada pasien lansia dengan
gangguan kognitif yang sudah jelas sekalipun, tetap harus digali ada tidaknya ide bunuh
diri, ide paranoid atau halusinasi melalui pemeriksaan langsung pada pasien. Hal tersebut
perlu ditanyakan langsung karena pasien bisa saja tidak menceritakan tentang idenya pada
anggota keluarga.
1.5.1 Riwayat Psikiatri
Riwayat psikiatri lengkap berisi identifikasi (nama, usia, jenis kelamin, dan status
pernikahan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu,
riwayat personal, dan riwayat keluarga. Riwayat pengobatan, baik obat-obatan
berdasarkan resep dokter dengan obat warung penting juga ditanyakan. Pasien berusia
diatas 65 tahun mengalami gangguan memori minor seperti tidak ingat nama seseorang,
dan dimana menyimpan benda. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh perasaan cemas
selama diwawancara. Gangguan memori minor ini disebut benign senescent forgetfullness.
Riwayat masa kanak-kanak dan remaja pasien dapat memberikan informasi tetang
kepribadian pasien dan bagaimana cara pasien menghadapi masalah serta melakukan
pertahaan ketika stres. Riwayat keluarga, termasuk bagaimana perilaku orang tua serta
alasan penyebab meninggalnya orang tua juga pelu ditanyakan. Hal ini karena penyakit
Alzheimer merupakan penyakit autosomal dominan, serta ketergantungan mengonsumsi
alkohol dan terjadinya depresi bisa didapatkan pasien dari keluarga. Informasi mengenai

6
riwayat pernikahan, termasuk deskripsi mengenai pasangan dan karakteristik hubungan
juga penting didapatkan. Jika pasien sudah kehilangan pasangannya, perlu digali tentang
bagaimana pasien menghadapi perasaan berdukanya. Kehilangan pasangan pada pasien
lansia meningkatkan kemungkinan terjadinya dampak negatif, baik dari segi psikologis
atapun fisik.
1.5.2 Pemeriksaan Status Mental
1.5.2.1 Deskripsi Umum
Deskripsi umum terdiri dari penampilan, aktivitas psikomotor, perilaku terhadap
pemeriksa, dan aktivitas berbicara. Gangguan motorik, seperti pill rolling movement,
tremor pada Parkinson, serta pergerakan involunter pada mulut dan lidah akibat
pengobatan phenothiazine perlu juga dicatat. Kebanyakan pasien depresi mengalami
bicara dan pergerakan yang lambat. Bicara pasien akan terlihat tertekan pada pasien agitasi
atau cemas. Pada pasien depresi dan gangguan kognisi, bicara pasien akan disertai dengan
menangis, terutama jika pasien tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa.
Penggunaan alat bantu dengar atau seringnya permintaan pengulangan pertanyaan dapat
menunjukkan bahwa pasien memiliki gangguan pendengaran. Perilaku pasien terhadap
permeriksa, seperti kooperatif, curiga, dan bersikap manis, dapat memberikan informasi
mengenai reaksi transference pasien.
1.5.2.2 Penilaian Fungsi
Pasien diatas usia 65 tahun harus dievaluasi mengenai kapasitas kemandirian dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk toileting, menyiapkan makanan, menghias diri,
berpakaian, dan makan. Tingkatan kompetensi fungsi tersebut menentukan rencana terapi
untuk pasien.
1.5.2.3 Mood, Perasaan dan Afek
Bunuh diri merupakan penyebab yang sering dari kematian lansia, oleh karena itu,
evaluasi mengenai ide bunuh diri pada pasien dinilai sangat penting. Kesepian merupakan
alasan utama lansia melakukan bunuh diri. Perasaan kesepian, tidak berguna, tidak pantas
dan tidak diharapkan merupakan tanda seseorang mengalami depresi dan meningkatkan
risiko bunuh diri. Hampir sebanyak 75% pasien bunuh diri akibat depresi, penyalahgunaan
alkohol atau keduanya. Pemeriksa harus menanyakan secara spesifik, seperti : Apakah
pasien merasa tidak pantas lagi untuk hidup? Apakah pasien merasa lebih baik mati karena
tidak akan membebani orang lain? Jawaban “ya” pada pertanyaan-pertanyaan tersebut,
disertai dengan hidup sendiri, baru kehilangan pasangan, penyakit fisik, nyeri somatik dan
penyalahgunaan alkohol meningkatkan risiko terjadinya bunuh diri. Afek pasien juga perlu
diperhatikan untuk memudahkan diagnosis.
1.5.2.4 Gangguan Presepsi
Halusinasi dan ilusi dapat terjadi sementara akibat berkurangnya ketajaman sensori, atau
dapat juga disebabkan oleh tumor otak. Pemeriksa harus dapat menegakan diagnosis
secara tepat apakah halusinasi tersebut disebabkan oleh organik atau non-organik.
1.5.2.5 Gangguan Bahasa
Gangguan bahasa yang dinilai pada pasien lansia yaitu ada tidaknya afasia, yang
merupakan gangguan berbahasa berkaitan dengan lesi organik pada otak. Gangguan
bahasa yang umum terjadi yaitu afasia Broca, Wernicke dan global.
1.5.2.6 Fungsi Visuospasial

7
Fungsi visuospasial dapat diketahui dengan cara meminta pasien menyalin gambar yang
telah disediakan.
1.5.2.7 Pemikiran
Gangguan pada bentuk pikiran termasuk neologisme, wordsalad, sirkumstansialitas,
tangensialitas, asosiasi longgar, flight of idea, asosiasi bunyi, dan blocking. Kehilangan
kemampuan pada pemikiran abstrak dapat menunjukkan gejala awal dari demensia. Isi pikiran
harus dinilai untuk mengetahui ada tidaknya fobia, obsesi, kompulsi, preokupasi somatik, dan ide
bunuh diri. Pemeriksa juga harus memeriksa ada tidaknya delusi, dan seberapa besar delusi
tersebut mempengaruhi kehidupan pasien.
1.5.2.8 Sensori dan Kognitif
Sensori menujukkan fungsi dari panca indera, sedangkan kognisi merupakan proses
mengolah informasi dan intelektual. Penilaian dari kedua bidang tersebut disebut dengan
pemeriksaan neuropsikiatri, terdiri dari penilain klinis dan tes psikologi komprehensif.
1.5.2.8.1 Kesadaran
Indikator sensitif terhadap disfungsi otak adalah perubahan tingkat kesadaran, dimana
pasien terlihat tidak memperhatikan, letargi atau fluktuasi dari level kesadaran selama
wawancara.
1.5.2.8.2 Orientasi
Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berkaitan dengan gangguan
kognitif. Pemeriksa dapat memeriksa orientasi tempat dengan cara meminta pasien
mendeskripsikan tempat pasien tersebut sedang berada. Pemeriksaan terhadap orientasi
orang dapat dinilai dengan cara menanyakan nama pasien itu sendiri. Orientasi waktu
dapat ditanyakan dengan cara menanyakan hari, tanggal dan tahun pemeriksaan yang
sedang berlangsung, atau menanyakan sudah berapa lama dirawat di Rumah Sakit.
Gangguan orientasi orang menunjukkan gangguan yang paling signifikan dibandingkan
dengan gagguan orientasi waktu dan tempat. Gangguan orientasi tempat menunjukkan
gejala yang lebih signifikan dari gangguan orientasi waktu.
1.5.2.8.3 Memori
Memori yang biasanya dinilai adalah memori segera, baru dan jauh. Memori segera dapat
dievaluasi dengan meminta pasien mengulang secara maju atau mundur 6 digit angka yang
baru disebutkan oleh pemeriksa. Memori jauh dapat dinilai dengan cara menanyakan
mengenai waktu dan tempat pasien lahir, nama dan ulang tahun orang tua atau anaknya.
Pada gangguan kognitif, gangguan memori yang pertama kali terganggu adalah memori
baru. Memori baru dapat dinilai dengan beberapa cara. Cara pertama adalah dengan
memberikan tiga nama objek yang disebutkan pada awal pemeriksaan dan meminta pasien
mengulang di akhir pemeriksaan. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan cara
menceritakan sebuah cerita singkat, dan meminta pasien mengulangnya. Pasien dengan
konfabulasi akan membuat cerita yang baru ketika menceritakan ulang. Alternatif
pemeriksaan lainya dapat juga dengan cara menanyakan alamat rumah pasien, termasuk
nomer rumah, atau cara transportasi menuju ke Rumah Sakit. Jika pasien mengalami
gangguan anamnesia, perlu dilakukan pemeriksaan untuk menentukan tipe amnesia
retrograde atau anterograde.
1.5.2.8.4 Intelektual, Informasi, dan Interlegensi

8
Fungsi intelektual dapat dinilai dengan cara meminta pasien menghitung 100 dikurangi 7
dan terus dilanjut dengan dikurang 7 hingga hasil akhirnya adalah 2. Pasien juga dapat
memeriksa dengan cara menghitung mundur dari angka 20 hingga 1, dan dinilai berapa
lama pasien dapat menyelesaikannya. Wawasan pasien dapat diketahui dengan cara
menanyakan nama presiden, atau 3 nama kota besar dalam suatu negara. Dalam
melakukan pemeriksaan, pemeriksa perlu mengetahui tingkat edukasi, sosioekonomi, dan
pengalaman hidup pasien.
1.5.2.8.5 Membaca dan Menulis
Melakukan pemeriksaan membacara keras atau menulis kalimat pendek.
1.5.2.8.6 Penilaian
Penilaian merupakan kapasitas untuk melakukan suatu hal yang sesuai dalam situasi yang
bervariasi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara menanyakan : Apa yang akan pasien
lakukan jika menemukan amplop tertutup rapat dan bertuliskan alamat di jalan? Apa yang
akan pasien lakukan jika mencium bau asap di bioskop? Apa perbedaan laki-laki dengan
kerdil?
1.5.3 Evaluasi Neuropsikologi
Pemeriksaan yang umumnya dilakukan adalah Mini Mental State Examination (MMSE)
yang menilai orientasi, perhatian, perhitungan, bahasa, recall memori jangka pendek dan
kemampuan untuk mengikuti perintah singkat. MMSE digunakan untuk mendeteksi
gangguan, mengikuti perjalanan penyakit, dan respon terapi.
1.5.3.1 Riwayat Medis
Pasien lansia lebih sering memiliki penyakit kronis yang komorbid, serta lebih banyak
mengonsumsi obat-obatan dibandingkan pada dewasa muda. Obat-obatan yang
dikonsumsi oleh pasien lansia dapat mempengaruhi status mental pasien tersebut. Riwayat
medis harus mencakup penyakit utama pasien, trauma, riwayat di rawat di rumah sakit,
dan intervensi terapi. Penyakit Parkinson dapat diawali dengan tanda psikiatri berupa
mood depresi, delusi dan halusinasi. Begitu juga sebaliknya, penyakit psikiatri dapat
menimbulkan gejala somatik seperti penurunan berat badan, dan malnutrisi. Riwayat obat-
obatan harus ditanyakan secara detail, mengenai penggunaan obat-obatan warung, obat
yang diresepkan dokter, atau vitamin. Efek obat dapat bertahan dalam jangka waktu yang
lama dan dapat menimbulkan terjadinya depresi (anti-hipertensi), gangguan kognitif (obat
sedasi), delirium (anti-kolinergik), dan kejang (neuroleptik).
1.6 Strategi Deteksi Dini dan Pencegahan
Penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut berkembang secara bertahap. Penyebab
paling sering dari gangguan kognitif pada lansia adalah Alzheimer, yang ditandai dengan
akumulasi kerusakan dari serat saraf di otak. Secara klinis, perkembangan gangguan
kognitif pada Alzheimer dapat dimulai dari gangguan memori ringan hingga gangguan
perilaku dan kognitif yang berat. Kerusakan saraf lebih mudah dicegah daripada diobati,
oleh karena itu, deteksi awal dan pencegahan terhadap penyakit yang berhubungan
dengan usia lanjut, seperti Alzheimer, mulai dikembangkan. Perubahan perkembangan
otak pada lansia dapat dideteksi melalui positron emission tomography (PET) dan
functional magnetic resonance imaging (fMRI). Penelitian uji klinis membuktikan bahwa
obat inhibitor kolinesterase, anti kolestrol, anti inflamasi dan vitamin dapat memperlambat
onset dari Alzheimer, dan penurunan fungsi kognitif.

9
1.7 Gangguan Mental pada Lansia
National Institute of Mental Health's Epidemiologic
Catchment Area (ECA) menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering
ditemukan pada lansia yaitu gangguan depresi, gangguan kognitif, fobia, dan
penyalahgunaan alkohol. Beberapa faktor risiko psikososial juga dapat menyebabkan
gangguan mental pada lansia. Faktor risiko tersebut berupa kehilangan peran sosial,
penurunan kualitas kesehatan, kehilangan autonomi, kematian teman atau orang terdekat,
tingginya diskriminasi dan isolasi, masalah finansial dan penurunan fungsi kognitif.
Penggunaan obat-obatan juga dapat menimbulkan gejala psikiatrik pada pasien lansia. Hal
ini karena pada lansia terjadi perubahan pada absorpsi obat, dosis yang terlalu banyak,
atau tidak mengikuti instruksi pemakaian obat.
1.7.1 Gangguan Demensia
Sebanyak 5% orang diatas usia 65 tahun di Amerika Serikat mengalami demensia parah,
dan 15% mengalami demensia ringan. Pada lansia diatas usia 80 tahun, terdapat 30%
mengalami demensia parah. Faktor risiko yang diketahui berupa usia, riwayat keluarga
dan jenis kelamin. Karakteristik perubahan pada demensia mencakup kognitif, memori,
bahasa, fungsi visuospasial, dan gangguan perilaku. Delusi dan halusinasi terjadi pada
hampir 75% pasien demensia.
1.7.2 Gangguan Depresi
Gejala depresi terjadi sebanyak 15% pada komunitas lansia. Usia bukan merupakan faktor
risiko dari perkembangan depresi, melainkan, menjadi janda dan memiliki penyakit kronis
yang lebih memicu terjadinya depresi. Gejala yang dapat timbul pada gangguan depresi
antara lain berkurangnya energi dan konsentrasi, gangguan tidur (terutama terbangun pada
dini hari, atau terbangun berkali-kali), berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan,
dan keluhan somatik. Gejala gangguan depresi pada pasien lansia berbeda dengan dewasa
muda, karena pada lansia seringkali disertai dengan keluhan somatik. Pasien lansia lebih
rentan mengalami episode depresi mayor yang ditandai dengan depresi, hipokondriasis,
penurunan kepercayaan diri, perasaan tidak berharga, paranoid dan ide bunuh diri.
Gangguan kognitif pada pasien geriatri sering disebut dengan pseudodementia. Yang
membedakan dengan demensia, pada pseudodemensia, pasien cenderung menjawab “tidak
tahu” ketika pasien tidak mengetahui tentang suatu hal, dibandingkan melakukan
konfabulasi yang biasa terjadi pada demensia. Selain itu, jarang terjadi gangguan
berbahasa pada pseudodemensia.
1.7.3 Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih
sering mengalami skizofrenia onset lambat dibandingkan pria. Pada skizofrenia onset
lambat, prevalensi terjadinya skizofrenia paranoid lebih tinggi. Tipe skizofrenia tipe
residual terjadi pada 30% pasien dengan skizofrenia. Skizofrenia tipe residual ditandai
dengan emosi yang tumpul, penarikan diri dari sosial dan pemikiran tidak logis. Delusi
dan halusinasi tidak umum terjadi. Pemberian obat dengan dosis yang lebih kecil pada
pasien skizofrenia lansia menunjukkan hasil yang efektif.
1.7.4 Gangguan Delusi
Usia onset terjadinya delusi biasanya antara 40 dan 55 tahun, namun dapat terjadi kapan
saja di usia lanjut. Delusi dapat berbentuk beberapa macam, yang paling sering adalah

10
persekutori, dimana pasien merasa dimata-matai, diikuti atau dirancuni. Delusi somatik,
dimana pasien merasa memiliki penyakit yang fatal, juga dapat terjadi pada pasien lansia.
Delusi dapat terjadi akibat stres fisik dan psikologis, serta dapat juga dipicu oleh kematian
pasangan, kehilangan pekerjaan, pensiun, masalah ekonomi, penyakit medis, gangguan
penglihatan, dan tuli. Delusi dapat juga terjadi pada demensia tipe Alzheimer,
penyalahgunaan alkohol, skizofrenia, gangguan depresi dan bipolar. Sindrom delusi juga
dapat disebabkan karena obat-obatan yang diresepkan dokter, atau sebagai tanda awal dari
tumor otak. Prognosis dari gangguan delusi umumnya baik, hasil terbaik dapat dicapai
dengan psikoterapi dan farmakoterapi.
1.7.5 Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan biasanya muncul pada awal atau pertengahan dewasa, namun
beberapa muncul pertama kali pada usia diatas 60 tahun. Gejala kecemasan yang paling
sering terjadi pada lansia adalah fobia.
1.7.6 Gangguan Obsesif Kompulsif
Obsesif kompulsif mungkin terjadi pertama kali pada dewasa tua, namun biasanya, gejala
sudah mulai tampak pada saat muda, seperti melakukan segala sesuatu secara berurutan,
perfeksionis, dan tepat waktu. Gejala gangguan obesesif kompulsif ini dapat ditandai
dengan kemauan berlebihan tentang bekerja secara berurutan dan kesamaan. Pasien akan
berperilaku tidak fleksibel, kaku dan secara kompulsif memeriksa barangnya terus-
menerus.
1.7.7 Gangguan Gejala Somatik
Hipokondriasis umum terjadi pada orang berusia diatas 65 tahun, meskipun insidensi
puncaknya terjadi pada usia 40-50 tahun. Lebih dari 80% orang berusia diatas 65 tahun
memiliki minimal satu penyakit kronis, biasanya artritis atau gangguan kardiovaskular.
Setelah usia 75 tahun, sebanyak 20% pasien mengalami diabetes. Oleh karena itu,
pemeriksaan fisik berulang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa pasien tidak
memiliki penyakit fatal, namun diagnosis invasif dan berisiko tinggi perlu dihindari,
kecuali jika memang terdapat indikasi. Memberitahu pasien bahwa gejalanya merupakan
gejala yang tidak nyata akan menimbulkan rasa kebencian pada pasien, sehingga
pemeriksa perlu mengatakan bahwa keluhan tersebut nyata dan akan diterapi secara
farmakologi dan psikologi.
1.7.8 Gangguan Penyalahgunaan Zat dan Alkohol
Lansia dengan ketergantungan terhadap alkohol biasanya memiliki kebiasaan
mengonsumsi alkohol pada masa remaja. Pasien lansia dengan ketergantungan alkohol
biasanya memiliki penyakit hati, dan biasanya terjadi pada pasien yang bercerai, janda
atau laki-laki yang tidak pernah menikah. Secara keseluruhan, sebanyak 10%
penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, seperti anti cemas, hipnotik, narkotik
menyebabkan gangguan emosi pada lansia. Anti cemas pada pasien lansia biasa digunakan
untuk menenangkan rasa cemas secara kronis serta mempermudah tidur. Narkotik biasa
diberikan pada pasien kanker, sehingga mampu menimbulkan rasa kecanduan pada pasien.
Gejala pasien dengan penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan adalah kebingungan,
kebersihan diri yang buruk, depresi dan malnutrisi.
1.7.9 Gangguan Tidur

11
Usia lanjut merupakan faktor risiko utama yang berkaitan dengan peningkatan prevalensi
gangguan tidur. Gangguan tidur yang paling sering terjadi adalah disomnia, terutama
insomnia, dan sleep apnea. Gangguan tidur parasomnia banyak terjadi pada lansia pria.
Kondisi yang umumnya mengganggu tidur pasien lansia adalah nyeri, nokturia, dispnea,
dan rasa terbakar pada dada. Tanggungg jawab yang berat terhadap sosial dan pekerjaan
juga dapat mengganggu kualitas tidur. Pada pasien lansia yang tidak memiliki aktivitas di
siang hari sering kali mengalami tidur lebih awal dan terbangun di tengah malam.
1.8 Risiko Bunuh Diri
Pasien lansia memiliki risiko bunuh diri yang lebih tinggi dibanding populasi lainnya.
Risiko bunuh diri pada orang diatas 65 tahun lebih tinggi 5x lipat dibanding populasi pada
umumnya. Satu pertiga alasan lansia bunuh diri adalah perasaan kesepian, 10% alasan
lainnya adalah masalah finansial, kesehatan, serta depresi atau gangguan psikiatri lainnya
yang tidak mendapatkan perhatian secara medis. Secara demografi, sebanyak 60% pasien
yang berhasil bunuh diri adalah laki-laki, sedangkan sebanyak 75% pasien yang mencoba
bunuh diri adalah perempuan. Sebesar 70% pasien melakukan bunuh diri dengan
meminum obat dengan dosis berlebih, dan 20% dengan cara memotong tangannya sendiri.
Kebanyakan lansia yang melakukan bunuh diri adalah janda akibat korban perceraian atau
kematian pasangan. Pada pasien lansia, alasan bunuh diri yang paling utama adalah
masalah kesehatan fisiknya, sedangkan pada dewasa muda, alasan bunuh diri adalah
masalah pekerjaan, ekonomi, dan hubungan keluarga. Kebanyakan pasien lansia
memberitahu kepada keluarga atau temannya mengenai ide bunuh diri sebelum
melakukannya. Oleh karena itu, perlu ditanyakan apakah pasien memiliki ide bunuh diri
ketika pemerikasaan. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa bertanya mengenai
ide bunuh diri meningkatkan insidensi bunuh diri pada pasien.
1.9 Kehilangan Pasangan
Sebanyak 51% wanita dan 14% laki-laki diatas usia 65 tahun akan menjadi janda dan duda
minimal satu kali. Kehilangan pasangan merupakan hal yang paling membuat stres dalam
kehidupan.
1.10 Terapi Psikofarmakologi dari Gangguan Lansia
Sebelum melakukan terapi, penting untuk mengevaluasi kesehatan pasien, terutama
pemeriksaan EKG. Kebanyakan obat psikoteropik harus diberikan dalam dosis yang
terbagi menjadi 3-4x dalam 24 jam. Pasien lansia cenderung tidak mampu mentoleransi
peningkatan kadar level obat dalam darah secara mendadak, sehingga tidak boleh
diberikan secara langsung dalam dosis besar. Perubahan pada tekanan darah, denyut nadi
dan efek samping lainya harus diperhatikan. Pemeriksa harus secara rutin menilai ulang
keadaan pasien untuk menentukan kebutuhan mempertahankan atau meningkatkan dsis
obat serta ada tidaknya efek samping.
Prinsip tujuan utama terapi pada lansia adalah memperbaiki kualitas hidup, menjaga
hubungan sosial di komunitasm dan mencegah penurunan kondisi kesehatan lebih lanjut.
Perubahan dosis diperlukan karena adanya perubahan fisiologi pada lansia. Adanya
penyakit ginjal berkaitan dengan berkurangnya eksresi obat, penyakit hati berkaitan
dengan berkurangnya kemampuan metabolisme obat, penyakit kardiovaskular akan
berkaitan dengan penurunan pompa jantung sehingga berpengaruh pada eksresi dan
metabolisme dari ginjal dan hati, serta gangguan pada lambung akan mengurangi sekresi

12
asam lambung yang mempengaruhi absorpsi obat. Pada pasien lansia, risiko terjadinya
hipotensi ortostatis dari penggunaan obat akan meningkat karena berkurangnya fungsi
yang mempertahankan tekanan darah. Secara umum, aturan yang berlaku dalam
memberikan obat pada lansia adalah, mulai berikan obat dengan dosis seminimal
mungkin, jika terdapat indikasi untuk meningkatkan dosis, naikkan perlahan.
1.11 Psikoterapi pada Pasien Lansia
Intervensi standar dari psikoterapi adalah penilaian tilikan, psikoterapi pendukung, terapi
kognitif, dan terapi keluarga. Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa 43% pasien yang
mendapatkan psikoterapi menunjukkan berkurangnya inkontinesi, memperbaiki status
mental, memori dan fungsi pendengaran. Dokter harus lebih aktif dan fleksibel dalam
memberikan terapi kepada lansia, dan harus dapat mengambil keputusan yang cepat kapan
pasien harus dikonsulkan ke bagian lain, termasuk ke bagian ilmu penyakit dalam.

13
2. END OF LIFE ISSUES

1. Kematian, menjelang ajal dan berkabung (Death, dying and bereavement)


1.1 Kematian dan menjelang ajal
1.1.1 Definisi
Kematian adalah berhentinya fungsi-fungsi vital secara absolut, sedangkan
menjelang ajal adalah proses menuju hilangnya fungsi-fungsi vital
tersebut.Tedapat beberapa kriteria untuk menentukan kematian, terlampir pada
tabel 34.1. Ada dua istilah yang digunakan untuk medeskripsikan kualitas dari
kematian, yaiitu good death dan bad death. Good death adalah kematian yang
bebas dari tekanan dan penderitaan baik yang dirasakan oleh pasien dan keluarga
serta konsisten dengan standar klinis, budaya dan etik. Bad death dicirikan
dengan penderitaan, ketidakhormatan terhadap keinginan dan nilai-nilai yang
dianut oleh keluarga pasien dan menyinggung norma-norma etis.

1.1.2 Aspek hukum dari kematian


Dokter harus menandatangani sertifikat kematian yang membuktikan penyebab
dari kematian, sesuai dengan hukum yang berlaku. Dokter harus memastikan
keatian tersebut alami, kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, atau karena sebab
yang tidak diketahui. Pada beberapa kasus, autopsi psikologis dilakukan yaitu
latar belakang psikologis dan sosiokultural diperiksa secara retrospektif dengan
cara wawancara ke teman, keluarga dan dokter, lalu dipastikan apakah pasien
mengalami gangguan jiwa.

1.1.3 Tahap kematian dan menjelang ajal


Tahap-tahap menjelang ajal berikut ini diperkenalkan oleh Elisabeth Kubler-
Ross:
Tahap 1 yaitu syok dan penyangkalan (Shock and denial). Setelah diberitahu
bahwa mereka hampir menjelang ajal, respon pertama adalah kaget. Pasien akan
terkejut dan menolak untuk percaya tentang diagnosisnya. Beberapa pasien tidak

14
pernah melewati tahap ini dan akan pergi dari dokter satu ke dokter yang lain
sampai mereka menemukan dokter yang mendukung posisi mereka. Dokter harus
bisa berkomunikasi kepada pasien dan keluarga tentang informasi dasar dari
penyakitnya, prognosis, dan pilihan terapi yang akan dipilih oleh pasien. Untuk
komunikasi efektif, dokter harus membiarkan respon emosi pasien dan yakinkan
bahwa pasien tidak merasa diabaikan.

Tahap 2 yaitu kemarahan (Anger). Pasien menjadi frustasi, kesal dan marah
tentang penyakitnya. Mereka biasanya bertanya “Kenapa harus saya?” Mereka
bisa merasa marah ke Tuhan, takdir, teman, anggota keluarga maupun mereka
sendiri. Pasien pada tahap ini sulit untuk diobati, sehingga dokter harus paham
bagaimana reaksi pasien pada tahap ini.

Tahap 3 yaitu tawar-menawar (Bargaining). Pasien bisa saja bernegosiasi dengan


dokter, teman bahkan Tuhan, agar bisa sembuh. Pasien biasanya akan berusaha
dengan cara beramal dan beribadah. Beberapa pasien percaya bahwa jika mereka
baik (Patuh, tidak bertanya-tanya, dan ceria), dokter akan menyembuhkan
mereka. Pasien seperti ini harus diberi pengertian bahwa dokter akan melakukan
yang terbaik dan dengan segala cara akan mebantu sang pasien, tidak peduli
bagaimana reaksi dan sikap pasien.

Tahap 4 yaitu depresi (Depression). Pasien pada tahap ini akan menunjukkan
yanda-tanda klinis dari depresi, yaitu menarik diri, retardasi psikomotor,
gangguan tidur, kehilangan harapan bahkan juga keinginan untuk bunuh diri.
Apabila gangguan depresi ini mengganggu maka pasien dapat diberi
antidepresan.

Tahap 5 yaitu penerimaan (Acceptance). Pada tahap ini, pasien menyadari bahwa
kematian itu tidak bisa dihentikan dan mereka menerimanya secara menyeluruh.
Pada situasi ideal, pasien biasanya bisa melewati tahap ini bahkan bisa
membicarakan tentang bagaimana dia akan menghadapi kematian.

1.1.4 Pengalaman hampir mati


Deskripsi pengalaman hampir mati ini biasanya selalu sama biasanya ada out-of-
body experience seperti melihat diri sendiri, mendengar suara-suara jauh, masuk
ke gua yang gelap, bertemu dengan keluarga yang sudah meninggal. Istilah untuk
mendeskripsikan pengalaman ini adalah unio mystica, yang merujuk ke perasaan
bersatu dengan kekuatan tidak terbatas.

1.1.5 Pertimbangan siklus hidup tentang kematian dan menjelang ajal


Sikap anak-anak menuju kematian akan sama dengan sikap mereka terhadap
hidup. Anak anak yang menjelang ajal biasanya menyadari situasi tersebut, dan
malah ingin berdiskusi. Mereka biasanya memiliki pandangan yang lebih rumit
tentang menjelang ajal.

Sikap dewasa biasanya yaitu merasa takut, yaitu takut berpisah dari orang-orang
yang dicintai, rumah dan perkerjaan, takut menjadi beban bagi orang lain, takut
kehilangan kendali, rasa sakit, serta dunia akhirat. Lansia biasanya menerima

15
fakta bahwa kematian mereka sudah datang, bahkan kadang bercanda tentang hal
itu.

1.1.6 Tatalaksana
Tatalaksana kepada pasien yang menjelang ajal sangat bersifat individu.
Perawatan akhir hidup yaitu perawatan paliatif akan dibahas pada bab
selanjutnya.

1.2 Berkabung, kesedihan dan berduka (Bereavement, grief and mourning)


1.2.1 Berkabung (Bereavement)
Tanggapan pertama terhadap kehilangan yaitu protes, diikuti oleh periode yang
lebih lama fase pencarian (searching). Meski yang berduka akhirnya belajar
menerima kematian, mereka juga menemukan cara-cara psikologis dan simbolis
untuk menjaga kenangan tentang orang yang meninggal. Orang yang berkabung
sangat rentan mengalami depresi. Perbedaan antara berkabung dan depresi
ditunjukkan pada tabel berikut ini

1.2.2 Kesedihan (Grief)


Kesedihan adalah perasaan subjektif yang dipicu oleh kemation orang terdekat.
Durasi untuk berduka ini bervariasi. Individu yang ditinggalkan diharapkan
kembali bekerja atau sekolah dalam beberapa minggu, untuk membangun
keseimbangan dalam beberapa bulan, dan untuk bisa membuat hubungan baru
kembali dalam waktu 6 bulan hingga 1 tahun. Banyak bukti menunjukkan bahwa
proses kesedihan tidak berakhir dalam interval yang ditentukan, namun aspek-
aspek tertentu tetap ada tanpa batas bagi individu-individu normal.
Manifestasi yang paling bertahan dari kesedihan, terutama setelah me ninggalnya
pasangan hidup, adalah kesepian. Sering terjadi selama bertahun-tahun setelah
kematian pasangan, dan dapat menjadi pengingat harian tentang pasangan hidup
yang meninggal.

1.2.3 Berduka (Mourning)


Berduka adalah proses dalam mengatasi kesedihan tersebut, yang merupakan
ekspresi sosial dari berkabung. Berduka sangat dipengaruhi secara budaya dan
agama. Pola spesifik dari berkabung yaitu ritual, proses pemakaman, doa upacara
keagamaan dan acara berkalau untuk memperingati kematian.

1.2.4 Masalah pada berkabung

16
Hal hal ini bukanlah kategori diagnostik dalam DSM-5 tetapi merupakan sindrom
deskriptif yang jika ada bisa menjadi gejala awal gangguan depresi mayor:

a. Chronic grief
Merupakan tipe kesedihan paling sering, ditandai dengn adanya kepahitan
dan idealisasi dari orang yang meninggal. Hubungan antara yang berduka dan
yang meninggal sangat erat, dan yang berduka tidak memiliki orang lain
untuk menceritakan penderitaannya

b. Hyperthophic grief
Hyperthropic grief terjadi apabila ada kematian yang mendadak dan tiba-tiba,
dimana respon berkabung sangat intens. Tipe grief ini dapat merusak
stabilitas sebuah keluarga.

c. Delayed grief
Delayed grief ditandai dengan tidak adanya grief yang seharusnya terjadi
secara akut. Terjadi apabila fase denial memanjang, dapat diperparah dengan
adanya anger dan guilt.

d. Traumatic bereavement
Traumatic bereavement merupakan gabungan dari chronic dan hyperthropic
grief.

2. Perawatan paliatif (Palliative care)

2.1 Definisi

Palliative care adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
dan keluarga yang menghadapi masalah terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa.
Pendekatan dari perawatan ini adalah dengan melalui identifikasi dini, assessment (efek
samping penyakit atau pengobatan), dan pengobatan terkait dengan masalah yang pasien
hadapi dari segi fisik, psikososial, dan spiritual untuk pencegahan penderitaan dan bantuan
penderitaan yang akan muncul.
Tujuan utama palliative care bukan untuk menyembuhkan, melainkan perawatan untuk
menenangkan, memberikan support dan untuk manajemen gejala.

2.2 Manajemen nyeri


Prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam manajemen nyeri adalah:
a. Harus agresif dan multimodal
b. Bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
c. Dosis rumatan harus dijaga, karena dapat meningkatkan kontrol nyeri, efisiensi obat,
mengurangi kecemasan pasien. Oleh karena itu harus disediakan juga dosis extra
untuk "emergency". Apabila penggunaan dosis ekstra tersebut meningkat, itu
menandakan dosis rumatan harus ditingkatkan
d. Perkembangan lain yaitu dengan blok syaraf atau infus epidural secara kontinu.
e. Terapi tambahan seperti terapi radiasi, kemoterapi dan pembedahan dapat juga
dianggap sebagai manajemen nyeri pada palliative care.

17
Tabel berikut berisi jenis-jenis obat yang dapat digunakan untuk manajemen nyeri:

2.3 Keluhan lain pada pasien dengan palliative care


Pada pasien dengan palliative care harus ada pendekatan secara komprehensif, tidak
hanya nyeri namun juga keluhan per hari juga harus diterapi. Keluhan yang paling sering
biasanya pada sistem pencernaan seperti diare, konstipasi, anorexia, mual, muntah dan
obstruksi. Keluhan-keluhan tersebut harus diobservasi dan dikelola agar tidak menjadi
beban bagi pasien

Tabel berikut berisi tentang keluhan yang sering terdapat pada pasien dengan palliative
care dan manajemennya

2.4 Perawatan akhir hidup pada neonatus


Tidak ada kriteria khusus untuk memutuskan apakah pasien harus menerima perawatan
intensif atau perawatan paliatif. Namun ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan
dalam memberikan perawatan intensif :
1. Sejauh mana kerusakan pada tubuh (Contoh: kerusakan syaraf yang oarah)
2. Beban yang akan diberikan anak tersebut kepada keluarga

18
3. Kemampuan anak tersebut untuk mendapatkan manfaat dari hidupnya (Contoh: Sadar
jika hidup dan dapat berhubungan dengan orang lain)

2.5 Perawatan akhir hidup pada anak


Penyebab utama kematian pada anak adalah kecelakaan dan kanker. Perawatan paliatif
pada anak membutuhkan dukungan lebih daripada dewasa. Pada dasarnya, anak berumur
kurang dari 10 tahun belum mengerti konsep kematian, hanya melihat kematian seperti
tertidur atau berpisah. Anak hanya harus diberi informasi sesuai kemampuan,
kenyamanan dan pemahaman mereka. Jika mereka mampu, libatkan mereka dalam
pengambilan keputusan tentang rencana terapi. Pastikan mereka benas nyeri dan nyaman
secara fisik. Perhatikan perasaan anak dalam mengatasi rasa takutnya terhadap perpisahan
dari orangtua

3. Euthanasia
3.1 Euthanasia
Euthanasia adalah tindakan secara sengaja untuk menghentikan hidup pasien, baik dari
keinginan pasien sendiri maupun dari keluarga dekat. Masih merupakan perdebatan antara
etis atau tidaknya tindakan ini.

3.1.1 Cara menangani permintaan untuk bunuh diri


Beberapa hal yang harus diperhatikan dokter jika mendapat permintaan
euthanasia:
1. Evaluasi depresi pasien atau kondisi psikiatris lain yang dapat mengganggu
pikiran pasien
2. Evaluasi kompetensi decision-making pasien
3. Diskusi tentang tujuan melakukan hal tersebut kepada pasien
4. Evaluasi respon pasien terhadap penderitaan secara fisik, mental, sosial dan
spiritual
5. Diskusi tentang pilihan dan terapinya
6. Konsultasi dengan sejawat lain
7. Diskusikan terhadap pasien dan jelaskan bahwa pilihannya tersebut tidak
sesuai dengan protokol perawatan

19

Anda mungkin juga menyukai