Penyimpulan praktis, ditujukan untuk mencapai kesimpulan yang lebih dekat agar
masalah kebijakan dapat dipecahkan. Kata Praktis, lebih ditekankan pada dekatnya hubungan
kesimpulan yang diambil dengan nilai dan norma sosial. Pengertian ini lebih ditujukan untuk
menjawab kesalahpahaman mengenai makna Rekomendasi yang sering diartikan pada
informasi yang kurang operasional atau kurang praktis, masih jauh dari fenomena yang
sesungguhnya.
Bila metode analisis kebijakan dikaitkan dengan pendekatan empiris, evaluatif, dan anjuran,
maka metode analisis kebijakan dapat disusun menjadi 3 jenjang, yaitu:
1. Pendekatan modus operandi, dapat menghasilkan informasi dan argumen dengan
memanfaatkan 3 jenjang metode analisis, yaitu perumusan masalah, peliputan, dan
peramalan.
2. Pendekatan modus evaluatif, dapat menghasilkan informasi dan argumen dengan
memanfaatkan empat jenjang metode analisis, yaitu perumusan masalah, peliputan,
peramalan, dan rekomendasi.
3. Pendekatan modus anjuran, dapat menghasilkan informasi dan argumen dengan
memanfaatkan seluruh enam jenjang metode analisis, yaitu perumusan masalah,
peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi, dan peyimpulan praktis.
Argumen Kebijakan
Analisis kebijakan tidak hanya sekedar menghimpun data dan menghasilkan informasi.
Analisis kebijakan juga harus memanfaatkan atau memindahkan informasi sebagai bagian dari
argumen yang bernalar mengenai kebijakan publik untuk mencari solusi masalah kebijakan
publik. Menurut Dunn (1988) struktur argumen kebijakan menggambarkan bagaimana analis
kebijakan dapat menggunakan alasan dan bukti yang menuntun kepada pemecahan masalah
kebijakan.
Berdasarkan struktur argumen, dapat diketahui bahwa seorang analisis kebijakan dapat
menempuh langkah yang benar, dengan memanfaatkan informasi dan berbagai metode menuju
kepada pemecahan masalah kebijakan, dan tidak sekedar membenarkan alternatif kebijakan
yang disukai.
Peranan Politik
Analisis kebijakan merupakan proses kognitif. Pembuatan kebijakan merupakan proses
Politik. Dengan demikian Informasi yang dihasilkan belum tentu digunakan oleh pengambilan
kebijakan. Seorang analis harus aktif sebagai agen perubahan, paham struktur politik,
berhubungan dengan orang yang mempengaruhi kebijakan yang dibuat, membuat usulan yang
secara politis dapat diterima pengambil kebijakan, kelompok sasaran, merencanakan usulan
yang mengarah kepada pelaksanaan.
Analis hanya satu dari banyak pelaku kebijakan, dengan pelaku kebijakan merupakan salah
satu elemen sistem kebijakan. Dunn (1988) menjelaskan adanya 3 elemen dalam sistem
kebijakan, yang satu sama lain mempunyai hubungan.
Dapat dijelaskan bahwa 3 elemen sistem kebijakan saling berhubungan:
1. Kebijakan publik, merupakan serangkaian pilihan yang dibuat atau tidak dibuat oleh badan
atau kantor pemerintah, dipengaruhi atau mempengaruhi lingkungan kebijakan dan
kebijakan publik.
2. Pelaku kebijakan, adalah kelompok masyarakat, organisasi profensi, partai politik,
berbagai badan pemerintah, wakil rakyat, dan analis kebijakan yang dipengaruhi atau
mempengaruhi pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
3. Lingkungan kebijakan, yakni suasana tertentu tempat kejadian di sekitar isu kebijakan itu
timbul, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
Berdasarkan uraian di atas, maka seorang analis kebijakan dapat dikategorikan sebagai aktor
kebijakan yang menciptakan dan sekaligus menghasilkan sistem kebijakan, disamping aktor
kebijakan yang lainnya.
Evaluasi Kebijakan
Ketika perencanaan sudah dilaksanakan maka akan dihasilkan capaian-capaian tertentu
dari masing-masing program. Maka kegiatan selanjutnya adalah mengukur sejauh mana
capaian dari masing-masing program dibandingkan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan
diawal kegiatan. Dari keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja inilah maka evaluasi
dilaksanakan, baik terhadap program itu sendiri maupun terhadap langkah-langkah dalam
pelaksanaan program.
Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses
manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena
adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan
pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi akan memberikan umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan
suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang
sudah direncanakan oleh suatu program telah tercapai atau belum. Evaluasi dipandang sebagai
suatu cara untuk perbaikan pembuatan keputusan untuk tindakan-tindakan di masa yang akan
datang (Reinke: 1994)
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana
kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi
sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari
bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran.
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan
pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam
Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan
suatu alternatif keputusan.
Evaluasi juga didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Azwar, 1996).
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk
menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana
perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih
diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah didapatkan itu bila dibandingkan
dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh (Umar, 2002) yang berguna untuk merumuskan
alternatif keputusan di masa yang akan datang.
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan
yang mencukup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan
dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja melainkan pada seluruh proses kebijakan. Menurut William N
Dunn, istilah evaluasi memiliki arti yang berhubungan. Masing-masing menunjuk pada
aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi mencakup:
kesimpulan, klarifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali.
Menurut Lester dan Steward, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang
berbeda :
1. Untuk menetukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan
dengan cara menggambarkan dampaknya.
2. Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar
atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Fungsi Evaluasi Kebijakan :
1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat
dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas
yang diamatinya. Dari evaluasi ini, evaluator dpat mengidentifikasi masalah, kondisi
dan faktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para
pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang
ditetapkan oleh kebijakan.
3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ke tangan
kelompok sasaran kebijakan atau justru ada penyimpangan.
4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan
tersebut.