Anda di halaman 1dari 10

ANALISA KEBIJAKAN KESEHATAN

Definisi Analisa Kebijakan Kesehatan


Analisa atau analisis, adalah usaha menyelidiki suatu peristiwa (seperti karangan,
perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahuikebenaran, asal muasal atau duduk
perkaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternative yang siap dipilih berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu. Kebijakan merupakan suatu hasil analisis yang mendalam terhadap
berbagai alternative yang bermuara kepada keputusan tentang alternative terbaik. Kebijakan
adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang organisasi, atau pemerintah); pernyataan
cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan
kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana
suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika
penduduk dalam negaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan tidak sama dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Balai Pustaka, 1991), kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya
(berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi
kesulitan. Kebijaksanaan berkenaan dengan suatu keputusan yang memperbolehkan sesuatu
yang sebenarnya dilarang berdasarkan alasan-alasan tertentu seperti pertimbangan
kemanusiaan, keadaan gawat dan lainnya. Kebijaksanaan selalu mengandung makna
melanggar segala sesuatu yang pernah ditetapkan karena alasan tertentu.
Menurut UU RI No. 23, tahun 1991, tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomi (RI, 1992). Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang
dikembangkan oleh WHO, kesehatan adalah suatu kaadaan yang sempurna yang mencakup
fisik, mental, kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan.
Menurut UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.
Analisis kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode penelitian dan
argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan
sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan
kesehatan.(Dunn,2003)

Peran Analisis Kebijakan


Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah hasil pengembangan dari analisis
kebijakan publik. Akibat dari semakin majunya ilmu pengetahuan dan kebutuhan akan analisis
kebijakan dalam bidang kesehatan itulah akhirnya bidang kajian analisis kebijakan kesehatan
muncul.
Sebagai suatu bidang kajian ilmu yang baru, analisis kebijakan kesehatan memiliki
peran dan fungsi dalam pelaksanaannya. Peran dan fungsi itu adalah dengan adanya analisis
kebijakan kesehatan akan memberikan keputusan yang fokus pada masalah yang akan
diselesaikan.
Analisis kebijakan kesehatan mampu menganalisis multi disiplin ilmu. Satu disiplin
kebijakan dan kedua disiplin ilmu kesehatan. Pada peran ini analisis kebijakan kesehatan
menggabungkan keduanya yang kemudian menjadi sub kajian baru dalam khazanah keilmuan.
Adanya analisis kebijakan kesehatan, pemerintah mampu memberikan jenis tindakan kebijakan
apakah yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah. Memberikan kepastian dengan
memberikan kebijakan/keputusan yang sesuai atas suatu masalah yang awalnya tidak pasti, dan
analisis kebijakan kesehatan juga menelaah fakta-fakta yang muncul kemudian akibat dari
produk kebijakan yang telah diputuskan/diundangkan.

Perumusan Masalah Kebijakan


Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi,
tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik. Tingkat kerumitan masalah
tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang dipandang paling panting.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah kebijakan, adalah:
1. Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi) seringkali
mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan kesehatan). Kondisi ini
menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini membutuhkan pendekatan
Holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat di piahkan dan diukur sendirian.
2. Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi,
diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh: Populasi udara secara objektif
dapat diukur (data). Data ini menimbulkan penafsiran yang beragam (a.l. gang-guan
kesehatan, lingkungan, iklim, dll). Muncul situasi problematis, bukan problem itu
sendiri.
3. Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga dapat
menimbulkan masalah kebijakan.
4. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus
menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang
membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.
5. Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan sistem
masalah kebijakan.

Pendekatan Analisis Kebijakan


Upaya untuk menghasilkan informasi dan argumen, analis kebijakan dapat
menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan Empiris, Evaluatif, dan Normatif
(Dunn, 1988).
1. Pendekatan Empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah sesuatu
itu ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih menekankan penjelasan sebab akibat
dari kebijakan publik. Contoh, Analisis dapat menjelaskan atau meramalkan
pembelanjaan negara untuk kesehatan, pendidikan, transportasi. Jenis informasi yang
dihasilkan adalah penandaan.
2. Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu berkaitan
dengan penentuan harga atau nilai (beberapa nilai sesuatu) dari beberapa kebijakan.
Jenis informasi yang dihasilkan bersifat Evaluatif. Contoh: setelah menerima informasi
berbagai macam kebijakan KIA – KB, analis dapat mengevaluasi bermacam cara untuk
mendistribusikan biaya, alat, atau obat-obatan menurut etika dan konsekuensinya.
3. Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu Tindakan apa
yang semestinya di lakukan. Pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan
masalah problem kebijakan, merupakan inti pendekatan normatif. Jenis informasi
bersifat anjuran atau rekomendasi. Contoh: peningkatan pembayaran pasien puskesmas
(dari Rp.300 menjadi Rp.1000) merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya
kualitas pelayanan di puskesmas. Peningkatan ini cenderung tidak memberatkan
masyarakat.
Ketiga pendekatan di atas menghendaki suatu kegiatan penelitian dan dapat
memanfaatkan berbagai pendekatan lintas disiplin ilmu yang relevan. Adapun model panelitian
yang lazim digunakan adalah penelitian operasional, terapan atau praktis.
Pembuatan informasi yang selaras kebijakan (baik yang bersifat penandaan, evaluatif,
dan anjuran) harus dihasilkan dari penggunaan prosedur analisis yang jelas (metode penelitian).
Menurut Dunn (1988), dalam Analisis Kebijakan, metode analisis umum yang dapat
digunakan, antara lain:
1. Metode peliputan (deskripsi), memungkinkan analis menghasilkan informasi mengenai
sebab akibat kebijakan di masa lalu.
2. Metode peramalan (prediksi), memungkinkan analis menghasilkan informasi mengenai
akibat kebijakan di masa depan.
3. Metode evaluasi, pembuatan informasi mengenai nilai atau harga di masa lalu dan masa
datang.

Metode Analisis Umum


Metode Analisis Umum Metode Analisis Kebijakan
Deskripsi Perumusan Masalah
Prediksi Peliputan (monitoring)
Evaluasi Peramalan (forecasting)
Preskripsi (petunjuk) Evaluasi (evaluation)
Rekomendasi (recommendation)
Penyimpulan Praktis (Practical inference)

Penyimpulan praktis, ditujukan untuk mencapai kesimpulan yang lebih dekat agar
masalah kebijakan dapat dipecahkan. Kata Praktis, lebih ditekankan pada dekatnya hubungan
kesimpulan yang diambil dengan nilai dan norma sosial. Pengertian ini lebih ditujukan untuk
menjawab kesalahpahaman mengenai makna Rekomendasi yang sering diartikan pada
informasi yang kurang operasional atau kurang praktis, masih jauh dari fenomena yang
sesungguhnya.
Bila metode analisis kebijakan dikaitkan dengan pendekatan empiris, evaluatif, dan anjuran,
maka metode analisis kebijakan dapat disusun menjadi 3 jenjang, yaitu:
1. Pendekatan modus operandi, dapat menghasilkan informasi dan argumen dengan
memanfaatkan 3 jenjang metode analisis, yaitu perumusan masalah, peliputan, dan
peramalan.
2. Pendekatan modus evaluatif, dapat menghasilkan informasi dan argumen dengan
memanfaatkan empat jenjang metode analisis, yaitu perumusan masalah, peliputan,
peramalan, dan rekomendasi.
3. Pendekatan modus anjuran, dapat menghasilkan informasi dan argumen dengan
memanfaatkan seluruh enam jenjang metode analisis, yaitu perumusan masalah,
peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi, dan peyimpulan praktis.

Argumen Kebijakan
Analisis kebijakan tidak hanya sekedar menghimpun data dan menghasilkan informasi.
Analisis kebijakan juga harus memanfaatkan atau memindahkan informasi sebagai bagian dari
argumen yang bernalar mengenai kebijakan publik untuk mencari solusi masalah kebijakan
publik. Menurut Dunn (1988) struktur argumen kebijakan menggambarkan bagaimana analis
kebijakan dapat menggunakan alasan dan bukti yang menuntun kepada pemecahan masalah
kebijakan.
Berdasarkan struktur argumen, dapat diketahui bahwa seorang analisis kebijakan dapat
menempuh langkah yang benar, dengan memanfaatkan informasi dan berbagai metode menuju
kepada pemecahan masalah kebijakan, dan tidak sekedar membenarkan alternatif kebijakan
yang disukai.

Bentuk Analisis Kebijakan


Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan digunakan. Pilihan
bentuk analisis yang tepat, menghendaki pemahaman masalah secara mendalam, sebab kondisi
masalah yang cenderung menentukan bentuk analisis yang digunakan.
Berdasarkan pendapat para ahli (Dunn, 1988; Moekijat, 1995; Wahab, 1991) dapat diuraikan
beberapa bentuk analisis kebijakan yang lazim digunakan.
1. Analisis Kebijakan Prospektif
Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi sebelum tindakan
kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Menurut Wiliam (1971), ciri analisis ini adalah:
a) Mengabungkan informasi dari berbagai alternatif yang tersedia, yang dapat
dipilih dan dibandingkan.
b) Diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan
keputusan kebijakan.
c) Secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi.
2. Analisis Kebijakan Restrospektif (AKR)
Bentuk analisis ini selaras dengan deskripsi penelitian, dengan tujuannya adalah
penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa
analisis kebijakan restropektif, adalah: Analisis berorientasi Disiplin, lebih terfokus
pada pengembangan dan pengujian teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan
menjelaskan sebab akibat kebijakan. Contoh: Upaya pencarian teori dan konsep
kebutuhan serta kepuasan tenaga kesehatan di Indonesia, dapat memberi kontribusi
pada pengembangan manajemen SDM original berciri Indonesia (kultural). Orientasi
pada tujuan dan sasaran kebijakan tidak terlalu dominan. Dengan demikian, jika
ditetapkan untuk dasar kebijakan memerlukan kajian tambahan agar lebih operasional.
Analisis berorientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan sebab akibat dari
kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat umum. Contoh: Pendidikan dapat
meningkatkan cakupan layanan kesehatan. Orientasi tujuan bersifat umum, namun
dapat memberi variabel kebijakan yang mungkin dapat dimanipulasikan untuk
mencapai tujuan dan sasaran khusus, seperti meningkatnya kualitas kesehatan gigi anak
sekolah melalui peningkatan program UKS oleh puskesmas.
Analisis beriorientasi penerapan, menjelaskan hubungan kausalitas, lebih tajam untuk
mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya. Informasi yang
dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan khusus, merumuskan
masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang baru, dan mengarah pada
pemecahan masalah praktis. Contoh: analis dapat memperhitungkan berbagai faktor
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelayanan KIA di Puskesmas.
Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar pemecahan masalah kebijakan
KIA di puskesmas.
3. Analisis Kebijakan Terpadu
Bentuk analisis ini bersifat konprehensif dan kontinyu, menghasilkan dan
memindahkan informasi gabungan baik sebelum maupun sesudah tindakan kebijakan
dilakukan. Menggabungkan bentuk prospektif dan restropektif, serta secara ajeg
menghasilkan informasi dari waktu ke waktu dan bersifat multidispliner.
Bentuk analisis kebijakan di atas, menghasilkan jenis keputusan yang relatif berbeda
yang, bila ditinjau dari pendekatan teori keputusan (teori keputusan deksriptif dan
normatif), yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Teori Keputusan Deskriptif, bagian dari analisis retrospektif, mendeskripsikan
tindakan dengan fokus menjelaskan hubungan kausal tindakan kebijakan,
setelah kebijakan terjadi. Tujuan utama keputusan adalah memahami problem
kebijakan, diarahkan pada pemecahan masalah, namun kurang pada usaha
pemecahan masalah.
b) Teori Keputusan Normatif, memberi dasar untuk memperbaiki akibat
tindakan, menjadi bagian dari metode prospektif (peramalan atau
rekomendasi), lebih ditujukan pada usaha pemecahan masalah yang bersifat
praktis dan langsung.

Peranan Politik
Analisis kebijakan merupakan proses kognitif. Pembuatan kebijakan merupakan proses
Politik. Dengan demikian Informasi yang dihasilkan belum tentu digunakan oleh pengambilan
kebijakan. Seorang analis harus aktif sebagai agen perubahan, paham struktur politik,
berhubungan dengan orang yang mempengaruhi kebijakan yang dibuat, membuat usulan yang
secara politis dapat diterima pengambil kebijakan, kelompok sasaran, merencanakan usulan
yang mengarah kepada pelaksanaan.
Analis hanya satu dari banyak pelaku kebijakan, dengan pelaku kebijakan merupakan salah
satu elemen sistem kebijakan. Dunn (1988) menjelaskan adanya 3 elemen dalam sistem
kebijakan, yang satu sama lain mempunyai hubungan.
Dapat dijelaskan bahwa 3 elemen sistem kebijakan saling berhubungan:
1. Kebijakan publik, merupakan serangkaian pilihan yang dibuat atau tidak dibuat oleh badan
atau kantor pemerintah, dipengaruhi atau mempengaruhi lingkungan kebijakan dan
kebijakan publik.
2. Pelaku kebijakan, adalah kelompok masyarakat, organisasi profensi, partai politik,
berbagai badan pemerintah, wakil rakyat, dan analis kebijakan yang dipengaruhi atau
mempengaruhi pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
3. Lingkungan kebijakan, yakni suasana tertentu tempat kejadian di sekitar isu kebijakan itu
timbul, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
Berdasarkan uraian di atas, maka seorang analis kebijakan dapat dikategorikan sebagai aktor
kebijakan yang menciptakan dan sekaligus menghasilkan sistem kebijakan, disamping aktor
kebijakan yang lainnya.

Kebijakan di Sistem Kesehatan Indonesia


Sebelum melakukan analisis kebijakan kesehatan perlu dipahami terlebih dahulu mengenai
sistem kesehatan. Bagaimana pengambilan kebijakan dibidang kesehatan
1. Isu strategis
a) Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum optimal
b) Sistem perencanaan dan penganggaran departemen kesehatan belum optimal
c) Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih kurang
memadai
d) Dukungan departemen kesehatan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan
masih terbatas.

2. Strategi kesehatan di Indonesia


a) Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan
b) Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
c) Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan
d) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
e) Melaksanakan jejaring pembangunan kesehatan

3. Kebijakan program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat


a) Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE)
b) Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan generasi muda
c) Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

4. Kebijakan program lingkungan sehat


a) Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
b) Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan
c) Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan
d) Pengembangan wilayah sehat
5. Kebijakan program upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan
a) Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya
b) Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan
jaringannya
c) Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial
d) Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya
promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana
e) Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan

6. Kebijakan program upaya kesehatan perorangan


a) Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin kelas III RS
b) Pembangunan sarana dan parasarana RS di daerah tertinggal secara selektif
c) Perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit
d) Pengadaan obat dan perbekalan RS
e) Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan
f) Pengembangan pelayanan kedokteran keluarga
g) Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan

7. Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit


a) Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
b) Peningkatan imunisasi
c) Penemuan dan tatalaksana penderita
d) Peningkatan surveilans epidemologi
e) Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit

8. Kebijakan program perbaikan gizi masyarakat


a) Peningkatan pendidikan gizi
b) Penangulangan KEP, anemia gizi besi, GAKI, kurang vitamin A, kekuarangan zat
gizi mikro lainnya
c) Penanggulangan gizi lebih
d) Peningkatan surveilans gizi
e) Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi

9. Kebijakan program sumber daya kesehatan


a) Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
b) Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk
penduduk miskin
c) Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit

10. Kebijakan program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan


a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan
b) Pengembangan sistem perencanaan dan pengangaran, pelaksanaan dan
pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan, serta
hukum kesehatan
c) Pengembangan sistem informasi kesehatan
d) Pengembangan sistem kesehatan daerah
e) Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan

11. Kebijakan program penelitian dan pengembagan kesehatan


a) Penelitian dan pengembangan
b) Pengembangan tenaga, sarana dan prasarana penelitian
c) Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan

Evaluasi Kebijakan
Ketika perencanaan sudah dilaksanakan maka akan dihasilkan capaian-capaian tertentu
dari masing-masing program. Maka kegiatan selanjutnya adalah mengukur sejauh mana
capaian dari masing-masing program dibandingkan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan
diawal kegiatan. Dari keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja inilah maka evaluasi
dilaksanakan, baik terhadap program itu sendiri maupun terhadap langkah-langkah dalam
pelaksanaan program.
Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses
manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena
adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan
pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi akan memberikan umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan
suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang
sudah direncanakan oleh suatu program telah tercapai atau belum. Evaluasi dipandang sebagai
suatu cara untuk perbaikan pembuatan keputusan untuk tindakan-tindakan di masa yang akan
datang (Reinke: 1994)
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana
kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi
sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari
bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran.
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan
pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam
Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan
suatu alternatif keputusan.
Evaluasi juga didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Azwar, 1996).
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk
menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana
perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih
diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah didapatkan itu bila dibandingkan
dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh (Umar, 2002) yang berguna untuk merumuskan
alternatif keputusan di masa yang akan datang.
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan
yang mencukup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan
dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja melainkan pada seluruh proses kebijakan. Menurut William N
Dunn, istilah evaluasi memiliki arti yang berhubungan. Masing-masing menunjuk pada
aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi mencakup:
kesimpulan, klarifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali.
Menurut Lester dan Steward, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang
berbeda :
1. Untuk menetukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan
dengan cara menggambarkan dampaknya.
2. Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar
atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Fungsi Evaluasi Kebijakan :
1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat
dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas
yang diamatinya. Dari evaluasi ini, evaluator dpat mengidentifikasi masalah, kondisi
dan faktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para
pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang
ditetapkan oleh kebijakan.
3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ke tangan
kelompok sasaran kebijakan atau justru ada penyimpangan.
4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan
tersebut.

Ruang Lingkup Evaluasi Kebijakan


Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi, dan
salah satu mekanisme pengawasan tersebut sebagai “evaluasi kebijakan”. Evaluasi biasanya
ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggung
jawabkan kepada konstituenna sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Tujuan pokok dari evaluasi bukanlah untuk
menyalah-nyalahkan melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian
dan harapan dari suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau
menutup kesenjangan tersebut. Jadi evaluasi kebijakan bertujuan mencari kekurangan dan
menutup kekurangan.
Ada tiga lingkup evaluasi kebijakan :
1. Evaluasi peumusan kebijakan
2. Evaluasi implementasi kebijakan
3. Evaluasi lingkungan kebijakan

1. Evaluasi Perumusan Kebijakan Publik


Secara umum, evaluasi formulasi kebijakan publik berkenaan dengan apakah formulasi
kebijakan publik telah dilaksanakan :
a) Menggunakan pendekatan yang sesuai dengan masalah yang hendak diselesaikan,
karena setiap masalah publik memerlukan model formulasi kebijakan publik yang
berlainan.
b) Mengarah kepada permasalah inti, karena setiap pemecahan masalah harus benar-benar
mengarah kepada inti permasalahannya.
c) Mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik dalam rangka keabsahan
maupun juga dalam rangka kesamaan dan keterpaduan langkah perumusan.
d) Mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal, baik sumberdaya waktu, dana,
manusia, dan ondisi lingkungan strategis

2. Evaluasi Implementasi kebijakan Publik


Mengikuti prof. Sofyan Effendi, tujuan dari evaluasi implementasi kebijakan publik adalah
untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk
menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu :
a) Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannya berkenaan dengan
kinerja implementasi kebijakan publik (variasi dari outcome) terhadap variabel
inependen tertentu.
b) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu? Jawabannya berkenaan dengan
faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan
implementasi keijakan yang mempengaruhi variabel outcome dari implementasi
kebijakan.
c) Output / keluarannya seperti apa? Jawabannya sangat tergantung.

3. Evaluasi Lingkungan Kebijakan


Evaluasi lingkungan kebijakan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan
arah kebijakan. Lingkungan kebijakan dapat berpengaruh dan memberi nilai posoitif
maupun negatif dalam proses evaluasi yang dilakukan. Adapun lingkungan kebijakan
tersebut adalah:
a). Intervensi Politik
b). Partisipasi Masyarakat
c). Peran Swasta
Ketiga lingkungan kebijakan seperti yang disebut diatas, sangat mempengaruhi hasil kebijakan,
baik dalam memberi kontribusinya sekaligus memberikan solusi atas permasalahan yang
terjadi dalam suatu kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai