PENDAHULUAN
Risiko kekurangan kalsium dapat meningkat seiring pertambahan usia dan mungkin
tidak lansia sadari. Sejumlah keluhan dan gangguan kesehatan yang lebih serius bisa
saja terjadi jika tubuh kekurangan mineral penting ini. Oleh sebab itu, lansia diharuskan
untuk memenuhi kebutuhan kalsium harian agar tulang dan tubuh tetap sehat.
Kalsium diperlukan tubuh untuk membangun kekuatan tulang dan gigi, serta
menjaga kerja jantung, otot, dan saraf tetap sehat. Setiap harinya, orang dewasa
membutuhkan asupan kalsium sekitar 1000 mg. Sedangkan lansia berusia di atas 50
tahun membutuhkan sekitar 1200 mg kalsium per hari.
Orang yang kekurangan kalsium tidak selalu menunjukkan gejala, terlebih jika
kekurangan kalsium baru terjadi dalam waktu singkat. Namun pada sebagian orang,
terutama yang sudah kekurangan kalsium dalam jangka panjang, kondisi ini dapat
terlihat dari beberapa gejala berikut:
Kekurangan kalsium bisa disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin D, pola makan
vegetarian, efek samping obat-obatan tertentu, dan gangguan penyerapan nutrisi.
Penyakit dan kondisi medis tertentu, seperti gangguan hormon, pankreatitis, atau
kekurangan albumin, juga bisa menyebabkan kekurangan kalsium.
Selain makanan dan minuman alami, suplemen kalsium bisa dimanfaatkan untuk
mengatasi dan mengurangi risiko kekurangan kalsium. Meski begitu, konsumsi
suplemen kalsium perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan efek interaksi obat jika
dikonsumsi dengan jenis obat tertentu.
Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, kriteria aktivitas fisik yang memenuhi
kebutuhan para lansia di antaranya sebagai berikut.
1. Durasi minimal 150 menit untuk latihan fisik sedang atau 17 menit untuk latihan fisik
berat dalam waktu seminggu;
Ada banyak pilihan jenis olahraga atau aktivitas fisik untuk lansia yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk intensitas sedang, misalnya, jalan kaki jarak
dekat, membersihkan rumah, bersepeda santai, naik tangga, hingga berkebun.
Sementara itu, aktivitas berat meliputi berenang, tai chi, yoga, joging, jalan cepat,
menggendong anak, sampai bulu tangkis.
http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/tips-pencegahan-obesitas-untuk-
lansia-60-tahun
Mardiyati,N.L & Agustin. Perbedaan Indikator-indikator Obesitas Pada Lansia Hipertensi dan
Non Hipertensi. : Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia 2017
Haley, M. J. & Lawrence, C. B. Obesity and stroke : Can we translate from rodents to
patients? (2016). doi:10.1177/0271678X16670411
Rontoyanni, V. G., Avila, J. C., Kaul, S., Wong, R. & Veeranki, S. P. Association between
obesity and serum 25(OH)D concentrations in older Mexican adults. Nutrients 9, 1–12
(2017).
Sugianti, E., Hardinsyah & Afriansyah, N. Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa
dI DKI Jakarta: Analisis Lanjut Data RISKESDAS 2007. Gizi Indonesia.
WHO. Waist Circumference and Waist- Hip Ratio: Report of a WHO Expert Consultation.
World Heal. Organ. 8–11 (2008). doi:10.1038/ejcn.2009.139
Sandeep, S., Gokulakrishnan, K., Velmurugan, K., Deepa, M. & Mohan, V. Visceral &
subcutaneous abdominal fat in relation to insulin resistance & metabolic syndrome in non
diabetic south Indians. Indian J. Med. Res. 131,629–635 (2010).