Anda di halaman 1dari 8

TUGAS GIZI MASYARAKAT

Pencegahan Obesitas Pada Lanjut Usia (Lansia)

Muhammad Fifin Kombih NIM 101914153014

PROGRAM MAGISTER PRODI S-2 KESEHATAN MASYARAKAT


PEMINATAN GIZI MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak berlebih di
dalam tubuh. Obesitas diketahui menjadi salah satu faktor risiko munculnya berbagai
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan stroke . Penyakit-penyakit tersebut
merupakan penyebab kematian terbesar penduduk dunia, terutama pada kelompok usia
lanjut (Haley, M. J. & Lawrence, C. B.2016).
Selain penyakit tersebut, obesitas pada lansia juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kerusakan pada tulang dan sendi sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya
jatuh atau kecelakaan (Rontoyanni, V. G.et.al.2017)
Lemak viseral merupakan lemak tubuh yang terkumpul di bagian sentral tubuh dan
melingkupi organ internal. Kelebihan lemak viseral berhubungan erat dengan peningkatan
risiko penyakit kardiovaskuler, sindrom metabolik (hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
tipe II), dan resistensi insulin (Després, J. P.et.al.2008)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian obesitas di antaranya yaitu tingkat
pendidikan dan pekerjaan , asupan makanan, stress, aktivitas fisik, jenis kelamin pendapatan
per kapita, makanan berlemak, gangguan mental serta usia (Riskesdas 2017)
Faktor resiko yang sangat erat kaitannya dengan penyakit degeneratif ini adalah gaya
hidup, termasuk berat badan berlebih (obesitas). Prevalensi obesitas sentral tingkat nasional
sebesar 18,8%, dimana masih terdapat kecenderungan tetap tinggi saat memasuki lansia
yaitu sebesar 23,1% (kelompok umur 55-64), 18,9% (kelompok umur 65-74) dan 15,8%
(kelompok 75 tahun keatas)
Peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan maupun kesejahteraan penduduk. Hal ini
berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Berdasarkan laporan
Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2013,UHH pada tahun 2013 adalah 71 tahun (dengan
persentase populasi lansia mencapai12%). Tercatat bahwa jumlah lansia yang ada di
Indonesia sebesar 18.043.712 jiwa atau sekitar 7,59% dari seluruh penduduk Indonesia.
Provinsi yang mempunyai lansia dengan proporsi paling tinggi adalah Provinsi DI Yogyakarta
(13,20%), Jawa Tengah (11,11%), Jawa Timur (10,96%) dan Bali(10,07%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi empat,
yaitu :
 usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun,
 lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,
 lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan
 usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
1.2 Efek Obesitas

Menurut Monica dalam Kemenkes Rl kegemukan atau obesitas akan


meningkatkan risiko menderita penyakit jantung koroner 1-3 kali, penyakit hipertensi
1,5 kali, diabetes mellitus 2,9 kali dan penyakit empedu 1-6 kali. Kemenkes RI
menjelaskan bahwa kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan gaya hidup
dan pola konsumsi yang berlebihan sejak usia muda bahkan sejak anak anak. Selain
itu, proses metabolisme yang menurun pada lansia bila tidak diimbangi dengan
peningkatan aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan mengakibatkan kalori yang
berlebih akan diubah menjadi lemak sehingga menyebabkan kegemukan.
Hasil penelitian Nur Lathifah Mardiyati dan Yuriza Agustin 2018 yang berjudul
Perbedaan Indikator-Indikator Obesitas Pada Lansia Hipertensi dan Non-Hipertensi
menunjukkan lebih dari separuh responden yang non-hipertensi memiliki IMT, lingkar
pinggang dan RLPP yang normal (70%, 67% dan 77%) sedangkan untuk responden yang
hipertensi sebagian besar menunjukkan nilai lebih (63%, 73% dan 70%).
Walaupun sebagian besar responden yang hipertensi memiliki IMT lebih, dari uji
Independent T-test tidak menunjukkan perbedaaan yang signifikan antara kelompok
hipertensi dengan yang tidak hipertensi (nilai p> 0,05) dimana kurang sejalan dengan
penelitian- penelitian sebelumnya yang melihat nilai IMT dengan tekanan darah. Namun,
untuk lingkar pinggang dan RLPP menunjukkan perbedaan yang signifikan antara respoden
dengan hipertensi dan tidak hipertensi (nilai p< 0,05) dan sejalan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya.
Meningkatkan angka Umur Harapan Hidup Lansia menjadi tanggung jawab kita
bersama. Beberapa cara untuk mencegah terjadinya obesitas pada lansia telah dibuat oleh
Kementrian Kesehatan Indonesia, agar lansia memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
BAB II
PEMBAHSAN
2.1 CARA PENCEGAHAN OBESITAS PADA LANSIA

1. Konsumsi makanan sumber kalsium

Risiko kekurangan kalsium dapat meningkat seiring pertambahan usia dan mungkin
tidak lansia sadari. Sejumlah keluhan dan gangguan kesehatan yang lebih serius bisa
saja terjadi jika tubuh kekurangan mineral penting ini. Oleh sebab itu, lansia diharuskan
untuk memenuhi kebutuhan kalsium harian agar tulang dan tubuh tetap sehat.

Kalsium diperlukan tubuh untuk membangun kekuatan tulang dan gigi, serta
menjaga kerja jantung, otot, dan saraf tetap sehat. Setiap harinya, orang dewasa
membutuhkan asupan kalsium sekitar 1000 mg. Sedangkan lansia berusia di atas 50
tahun membutuhkan sekitar 1200 mg kalsium per hari.

Dampak dan Penyebab Tubuh Kekurangan Kalsium

Orang yang kekurangan kalsium tidak selalu menunjukkan gejala, terlebih jika
kekurangan kalsium baru terjadi dalam waktu singkat. Namun pada sebagian orang,
terutama yang sudah kekurangan kalsium dalam jangka panjang, kondisi ini dapat
terlihat dari beberapa gejala berikut:

Jangka Pendek Jangka Panjang


 Kesemutan.  Osteoporosis.
 Kram dan nyeri otot.  Patah tulang.
 Kejang.  Penyakit rakitis.
 Gangguan psikologis, seperti depresi,  Penyakit jantung.
mudah lupa, dan sering kebingungan.  Tekanan darah tinggi.
 Kuku dan rambut rapuh.  Kanker, seperti kanker usus besar,
 Mudah lelah. kanker rektum, dan kanker prostat.
 Tulang rapuh atau mudah patah, meskipun  Preeklamsia pada ibu hamil.
tidak mengalami cedera berat.
 Nafsu makan berkurang.

Kekurangan kalsium bisa disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin D, pola makan
vegetarian, efek samping obat-obatan tertentu, dan gangguan penyerapan nutrisi.
Penyakit dan kondisi medis tertentu, seperti gangguan hormon, pankreatitis, atau
kekurangan albumin, juga bisa menyebabkan kekurangan kalsium.

Tips Mencegah Kekurangan Kalsium


Guna mencegah tubuh kekurangan kalsium, pastikan makanan yang mengandung
mineral ini selalu menjadi bagian dari menu makanan setiap hari. Berikut adalah
sejumlah makanan sumber kalsium yang bisa di konsumsi:

 Ikan laut, seperti ikan teri, salmon dan sarden.


 Buah-buahan, seperti buah jeruk, kiwi, plum, stroberi, papaya, buah ara, atau
kurma.
 Kacang-kacangan, seperti kedelai, almond, dan edamame.
 Sayuran, seperti brokoli, okra, bok choy, dan bayam.
 Susu dan produk olahan susu, seperti keju dan yoghurt.
 Air mineral.
 Roti gandum dan sereal yang diperkaya kalsium.

Selain makanan dan minuman alami, suplemen kalsium bisa dimanfaatkan untuk
mengatasi dan mengurangi risiko kekurangan kalsium. Meski begitu, konsumsi
suplemen kalsium perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan efek interaksi obat jika
dikonsumsi dengan jenis obat tertentu.

Pada penelitian yang berjudul Correlation between Consumption of Calcium Food


Sources and Physical Activity with Bone Density of Lacto Ovo Vegetarian at Buddha Tzu
Chi Foundation Surabaya yang dilakukan oleh Intan Sekar Putri Nugroho dan Lailatul
Muniroh menyimpulkan lansia yang mengkonsumsi kalsium yang cukup dapat
meningkatkan aktifitas fisik pada lansia. Seperti diketahui para lansia sangat dianjurkan
untuk tetap menjaga aktifitas fisiknya agar terhindar dari obesitas.

2. Batasi makanan tinggi natrium

Garam atau sodium merupakan komponen alami dari berbagai makanan.


Komponen ini memiliki kandungan natrium yang penting untuk membantu tubuh
mengontrol tekanan darah, volume darah, serta mempertahankan fungsi otot dan
saraf. Masalah terjadi ketika garam ditambahkan ke banyak makanan olahan berkalori
tinggi. Hal ini tentunya sangat berkontribusi negatif pada berat badan karena garam
dapat menyebabkan retensi air, yang membuat timbangan naik.

Pedoman Diet AS 2010 menetapkan batas asupan natrium yang memadai,


yakni 1.500 miligram per hari untuk orang yang berusia sembilan hingga 50 tahun.
Kemudian untuk anak-anak yang lebih kecil membutuhkan antara 1.000 dan 1.200
miligram, dan disarankan agar orang dewasa yang lebih tua atau lansia mengonsumsi
1.200 miligram per hari.
Berdasarkan studi yang diterbitkan pada 2014 di Nutrition Hospitality, asupan
garam yang berlebihan dapat memicu obesitas.
Tambahan satu gram garam, yang mengandung 400 miligram sodium, dapat
menyebabkan kenaikan berat badan sementara sebesar dua pon," kata Dr Jack Osman
dari Towson University, seperti dikutip dari Livestrong. Korelasi konsumsi garam dan
berat badan yang naik mengindikasikan bahwa mengurangi asupan garam, terutama
pada makanan-makanan olahan dapat berkontribusi pada penurunan berat badan.
Untuk mengurangi natrium dalam diet, hindarilah makanan yang sudah
dikemas, diolah, dan disajikan secara instan. The American Heart Association
mencontohkan di antaranya roti, pizza, sup, daging dingin, ungas, dan sandwich.
Selanjutnya, periksa Label Fakta Gizi untuk produk-produk tersebut dan pilihlah yang
mengandung paling sedikit natrium.

3. Batasi konsumsi tinggi gula, garam, lemak


Makan garam tidak akan langsung meningkatkan lemak tubuh, namun dapat
meningkatkan retensi air atau menahan air di dalam tubuh, yang tentu saja akan
meningkatkan berat badan. Namun perlu diingat bahwa itu bukan lemak, namun air.
Berbagai organisasi kesehatan mulai dari American Heart Association hingga National
Academy of Science di Amerika Serikat menganjurkan konsumsi garam dibatasi tidak
lebih dari 2.400 mg dalam sehari. Tidak benar-benar dihilangkan karena garam juga
berguna dalam memelihara fungsi syaraf syaraf.
Tips Sehat Konsumsi Gula Garam Dan Lemak Yang Aman pilihlah bahan
makanan segar daripada bahan makanan kemasan atau bahan makanan yang
diawetkan. Bacalah label pada kemasan makanan dengan mempehatikan hal-hal
sebagai berikut : Perhatilkan informasi nilai gizi sebelum mengkonsumsi kadar gula
(glukosa, fruktosa), garam (natrium/ sodium) dan lemaknya. Cermati pesan kesehatan
Perhatikan keterangan kadaluarsa produk. Hindari makanan atau minuman dengan
pemanis buatan yang berlebihan. Batasi konsumsi gula kurang dari 4 sendok makan
per hari Hindari makanan dengan kandungan natrium tinggi atau makanan yang
diasinkan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Batasi konsumsi garam (natrium) kurang
dari 5 gram atau 1 sendok the per hari. Batasi penggunaan bumbu penyedap makanan
seperti MSG (mono sodium glutamate) atau yang biasa disebut dengan vetsin.
Sebagai gantinya gunakan penguat rasa yang berasal dari bahan alami
(bawang merah, bawang putih, daun bawang, kunyit, ketumbar, dan lainnya). Hindari
makanan yang mengandung kolesterol tinggi. Kurangi penggunaan minyak dan santan
dalam mengolah makanan, biasakan memasak makanan dengan cara mengukus dan
memanggang. Batasi penggunaan minyak gr atau 1,5-3 sendok makan per hari.

4. Lakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan diri sendiri


Menentukan olahraga untuk lansia tidak dapat disamakan dengan olahraga
untuk muda. Sebagian besar orang yang sudah menginjak usia 65 tahun ke atas
memang dianjurkan mengurangi aktivitas berat, tetapi bukan berhenti begitu saja.
Pasalnya, beraktivitas di masa senja memberikan sejumlah manfaat, seperti
keseimbangan tubuh yang lebih stabil, mencegah penyakit, hingga menjaga ketajaman
mental.

Olahraga atau aktivitas fisik untuk lansia perlu disesuaikan dengan


kemampuan dan kondisi manula yang bersangkutan. Lansia dapat memulainya dengan
sesi konsultasi untuk memperoleh rekomendasi tipe aktivitas yang cocok dan batasan
yang masih aman untuk tubuh mereka.

Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, kriteria aktivitas fisik yang memenuhi
kebutuhan para lansia di antaranya sebagai berikut.

Aktivitas Fisik Untuk Lansia

1. Durasi minimal 150 menit untuk latihan fisik sedang atau 17 menit untuk latihan fisik
berat dalam waktu seminggu;

2. Setiap praktik, lansia harus memastikan durasinya berlangsung paling sebentar


sepuluh menit. Jika partisipan sudah terbiasa dengan durasi anjuran tadi, maka
biasakan olahraga untuk lansia dalam intensitas sedang selama 300 menit atau
intensitas berat selama 150 menit sepekan;

3. Sebagian besar lansia mempunyai kendala dalam koordinasi tubuh, sehingga


membutuhkan sesi latihan keseimbangan minimal tiga kali seminggu, sedangkan
untuk latihan otot minimal dua kali seminggu.

Ada banyak pilihan jenis olahraga atau aktivitas fisik untuk lansia yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk intensitas sedang, misalnya, jalan kaki jarak
dekat, membersihkan rumah, bersepeda santai, naik tangga, hingga berkebun.
Sementara itu, aktivitas berat meliputi berenang, tai chi, yoga, joging, jalan cepat,
menggendong anak, sampai bulu tangkis.

Seperti yang telah disinggung, pemilihan kegiatan harus didiskusikan dengan


dokter tepercaya. Jangan paksakan diri kalau olahraga yang ingin dilakukan malah
membebani tubuh. Mulai secara perlahan dari hal-hal paling dasar, lalu tingkatkan
kalau dirasa mampu menguasainya.

Cari juga teman sesama manula untuk meningkatkan motivasi, sehingga


tujuan olahraga untuk lansia dapat tercapai tanpa mengalami hambatan.
Daftar Pustaka

http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/tips-pencegahan-obesitas-untuk-
lansia-60-tahun

Mardiyati,N.L & Agustin. Perbedaan Indikator-indikator Obesitas Pada Lansia Hipertensi dan
Non Hipertensi. : Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia 2017

Haley, M. J. & Lawrence, C. B. Obesity and stroke : Can we translate from rodents to
patients? (2016). doi:10.1177/0271678X16670411

Rontoyanni, V. G., Avila, J. C., Kaul, S., Wong, R. & Veeranki, S. P. Association between
obesity and serum 25(OH)D concentrations in older Mexican adults. Nutrients 9, 1–12
(2017).

Sugianti, E., Hardinsyah & Afriansyah, N. Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa
dI DKI Jakarta: Analisis Lanjut Data RISKESDAS 2007. Gizi Indonesia.

WHO. Waist Circumference and Waist- Hip Ratio: Report of a WHO Expert Consultation.
World Heal. Organ. 8–11 (2008). doi:10.1038/ejcn.2009.139

Sandeep, S., Gokulakrishnan, K., Velmurugan, K., Deepa, M. & Mohan, V. Visceral &
subcutaneous abdominal fat in relation to insulin resistance & metabolic syndrome in non
diabetic south Indians. Indian J. Med. Res. 131,629–635 (2010).

Anda mungkin juga menyukai