Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirannya Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan
nabi kita Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Trauma
dimana makalah ini berisi tentang Trauma Dada.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain maka penulis tidak
akan dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Trauma Dada / Thorax


Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan
sebagainya (FKUI, 1995). Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada
thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.
(Hudak, 1999). Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka
dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda
tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001). Dari ketiga pengertian diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana
terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding
thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax.
Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan
fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung
dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik
seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan
sebagainya.

2.2 Etiologi
1. Tension pneumothorak -trauma dada pada selang dada
2. Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
3. Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
4. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga,
ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
5. Tusukan paru dengan prosedur invasif
6. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
7. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
8. Pukulan daerah thorax dan Fraktur tulang iga
9. Tindakan medis (operasi)
2.3 Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma Tajam
a) Pneumothoraks terbuka
b) Hemothoraks
c) Trauma tracheobronkial
d) Contusio Paru
e) Ruptur diafragma
f) Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
a) Tension pneumothoraks
b) Trauma tracheobronkhial
c) Flail Chest
d) Ruptur diafragma
e) Trauma mediastinal
f) Fraktur kosta

2.4 Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya
menyebabkan memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika
mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard
jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan
perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika
kontusio terjadi pada paru-paru
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest , yaitu
suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga
multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya
terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius. Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam
seringkali berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma
benda tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding
dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ
yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan
pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax
maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus
meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti
Pneumothorax, penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli,
hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran proses perjalanan
patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema

2.5 Manifestasi Klinis


1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea, takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun.
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis.
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
11. Ada jejas pada thorak
12. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena
leher
13. Bunyi muffle pada jantung
14. Perfusi jaringan tidak adekuat
15. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi
dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Anamnesa yang terpenting
adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti
jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan
lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP) Pemeriksaan ini masih tetap
mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks.
Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma
toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph gas darah dan pH digunakan
sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit
berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai
untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar
oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama
pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah
yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah
yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis. Didalam tabel
berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH, serta
kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk
penegakan diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini
juga dapat dilakukan dalam rangka pemantauan hasil / respon
terhadap pemberian terapi / intervensi tertentu kepada klien
dengan keadaan nilai AGD dan pH yang tidak normal baik
Asidosis maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun Metabolik.
Dari pemantauan yang dilakukan dengan pemeriksaan AGD
dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan sudah
terkompensasi atau belum / tidak terkompensasi. Pada tabel
berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang
menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi
4. CT-Scan Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada
trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno
clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta
cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan
ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks
foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum
dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi Transtorasik dan transesofagus sangat
membantu dalam menegakkan diagnosa adanya kelainan pada
jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada
esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera.
Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli,
kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG ( Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang
terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung
pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG yang
persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati,
keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi
gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan
dugaan adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
9. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan
kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

2.7 Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar
atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi
torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di
rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti
yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a) Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi
di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain
kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube
tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b) Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk
rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c) Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
 Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman
mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga
rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
 Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien
dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada
slang, melakukan pernapasan perut, merubah
posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang
cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
 Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru
mengembang.
 Latihan napas dalam.
 Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi
duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
 Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
 Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan
suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi
umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1
jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
 Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam
setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24
jam setelah operasi.
 Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow
drainage.
i. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari
, diukur berapa cairan yang keluar kalau
ada dicatat.
ii. Setiap hendak mengganti botol dicatat
pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow
drainage.
iii. Penggantian botol harus "tertutup" untuk
mencegah udara masuk yaitu meng"klem"
slang pada dua tempat dengan kocher.
iv. Setiap penggantian botol/slang harus
memperhatikan sterilitas botol dan slang
harus tetap steril.
v. Penggantian harus juga memperhatikan
keselamatan kerja diri-sendiri, dengan
memakai sarung tangan.
vi. Cegah bahaya yang menggangu tekanan
negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan
dll.
3. Dinyatakan berhasil, bila :
a) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik
dan radiologi.
b) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c) Tidak ada pus dari selang WSD.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Diagnosis fisik :
a). Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
b). Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc)
drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan
drainase dengan continues suction unit.
c). Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
d). Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain
lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
3. Terapi :
a) Antibiotika
b) Analgetika
c) Expectorant.
4. Komplikasi
a) tension penumototrax
b) penumotoraks bilateral
c) emfiema
.
2.9 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi
paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan. c.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan
trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan
kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder terhadap trauma.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya
benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang
menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk
pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera
pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru,
sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti
Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Depkes. RI. (1989).
Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah.Jakarta : Pusdiknakes. Doegoes,
L.M. (1999).
Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999)
Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.(1995).
Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
http://www.academia.edu/8836065/MAKALAH_TRAUMA_DADA

Anda mungkin juga menyukai