Puji syukur kami panjatkan kehadirannya Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan
nabi kita Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Trauma
dimana makalah ini berisi tentang Trauma Dada.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain maka penulis tidak
akan dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
1. Tension pneumothorak -trauma dada pada selang dada
2. Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
3. Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
4. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga,
ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
5. Tusukan paru dengan prosedur invasif
6. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
7. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
8. Pukulan daerah thorax dan Fraktur tulang iga
9. Tindakan medis (operasi)
2.3 Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma Tajam
a) Pneumothoraks terbuka
b) Hemothoraks
c) Trauma tracheobronkial
d) Contusio Paru
e) Ruptur diafragma
f) Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
a) Tension pneumothoraks
b) Trauma tracheobronkhial
c) Flail Chest
d) Ruptur diafragma
e) Trauma mediastinal
f) Fraktur kosta
2.4 Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya
menyebabkan memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika
mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard
jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan
perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika
kontusio terjadi pada paru-paru
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest , yaitu
suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga
multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya
terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius. Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam
seringkali berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma
benda tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding
dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ
yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan
pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax
maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus
meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti
Pneumothorax, penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli,
hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran proses perjalanan
patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema
2.7 Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar
atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi
torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di
rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti
yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a) Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi
di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain
kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube
tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b) Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk
rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c) Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman
mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga
rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien
dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada
slang, melakukan pernapasan perut, merubah
posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang
cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru
mengembang.
Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi
duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan
suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi
umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1
jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam
setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24
jam setelah operasi.
Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow
drainage.
i. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari
, diukur berapa cairan yang keluar kalau
ada dicatat.
ii. Setiap hendak mengganti botol dicatat
pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow
drainage.
iii. Penggantian botol harus "tertutup" untuk
mencegah udara masuk yaitu meng"klem"
slang pada dua tempat dengan kocher.
iv. Setiap penggantian botol/slang harus
memperhatikan sterilitas botol dan slang
harus tetap steril.
v. Penggantian harus juga memperhatikan
keselamatan kerja diri-sendiri, dengan
memakai sarung tangan.
vi. Cegah bahaya yang menggangu tekanan
negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan
dll.
3. Dinyatakan berhasil, bila :
a) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik
dan radiologi.
b) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c) Tidak ada pus dari selang WSD.
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Depkes. RI. (1989).
Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah.Jakarta : Pusdiknakes. Doegoes,
L.M. (1999).
Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999)
Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.(1995).
Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
http://www.academia.edu/8836065/MAKALAH_TRAUMA_DADA