Anda di halaman 1dari 2

Solid Waste and Wastewater Problem

1. USA
Dengan populasi planet ini yang terus berkembang, tumpukan sampah yang diproduksi
manusia pun bertambah. Tapi, ke mana perginya semua sampah itu? Ternyata, di New York City,
sampah bukannya mengganggu tapi malah dapat menjadi berguna, bahkan menguntungkan.
Populasi New York kini hampir mencapai 8,5 juta orang. Setiap harinya, semua orang meninggalkan
tumpukan sampah. Ke mana sampah itu pergi? Ke Sims Municipal Recycling Facility di Brooklyn, yang
menampilan teknologi terbaru pengolahan sampah. Setiap bulannya, fasiltas itu memproses 20.000
ton logam, plastic dan kaca. Progam daur ulang di New York City, mendorong warga New York untuk
memilah botol dan kaleng dalam kantong terpisah.
2. Europe (Germany)
Berada di posisi puncak, Jerman berhasil mendaur ulang 56,1 persen sampahnya. Upaya
pengelolaan sampah ini menuai kesuksesan berkat ketatnya penegakan hukum. Misalnya saja,
Undang-undang Pengelolaan Limbah Cair dan Sampah secara Tertutup di tahun 1996 memastikan
semua pabrik meninggalkan limbah seminimal mungkin. Di negara ini tempat sampah dibedakan
warnanya. Hijau untuk sampah organik, biru untuk sampah kertas, hitam untuk sampah dapur, dan
kuning untuk sampah kemasan. Adapun sampah berupa botol minuman dari gelas memiliki tempat
tersendiri berwarna putih. Bentuknya kerucut dengan tiga lubang pemisah antara botol hijau,
cokelat, dan bening. Jadi, pemisahannya sangata detail sehingga memudahkan proses daur ulang
(recycling)-nya. Hal menarik dari pengelolaan sampah di Jerman adalah soal insentif. Para konsumen
bisa mendapatkan uangnya kembali sebesar 0,25 cent untuk setiap pembelian kemasan yang
memiliki kode “Pfanflasche”. Kode ini menandakan bahwa sampah tersebut dapat didaur ulang.
3. Africa
Afrika adalah benua dengan urbanisasi tercepat di dunia. Karena hal tersebut muncul lah
masalah baru yakni gunung-gunung sampah di kota. Untuk menangani hal itu, sampah-sampah yang
menggunung digunakan sebgai sumber listrik. Pemerintah Afrika membangung pabrik pengolahan
sampah yang bernama Pabrik Reppie. Pabrik tersebut membakar sampah ibukota pada suhu hingga
1.800 derajat celcius dan mengubahnya menjadi 185 juta KW jam listrik per tahun.
4. Australia
Kwinana, adalah salah satu kota di Australia Barat. Kota ini memiliki masalah serius dengan
sampah diperairan. Untuk mengurangi polusi sampah plastik, pemerintah Kwinana melakukan ide
sederhana yaitu memasang jaring di ujung pipa pembuangan mereka. Pipa pembuangan ini memang
berasal dari saluran limbah warga dan biasanya dialirkan ke saluran air seperti sungai dan nantinya
berujung ke laut. Namun, pemasangan jaring ini dinilai sangat efektif. Karena saat jaring sudah penuh,
sampah-sampah yang terjaring akan disortir dan diproses. Sampah yang bisa didaur ulang bisa
menjadi sumber pendapatan lain. Alhasil, menjaring sampah jauh menguntungkan dari berbagai sisi.
Ekosistem perairan tidak lagi terkontaminasi plastik dan warga sekitar bisa mendapat pemasukan
dari pengolahan Sampah.
5. Asia (Tiongkok)
Masalah limbah yang terjadi di Tiongkok salah satunya adalah ganggang tumbuh tidak
terkendali. Tanaman ganggang memang secara tidak langsung berbahaya bagi manusia. Ganggang
yang terus berkembang ini sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Tanaman ini sering kali
menghalangi sinar matahari dan dapat mengubah keseimbangan kimia di air. Dan lebih parahnya lagi
pada saat membusuk tanaman ini bisa melepaskan uap beracun ke atmosfer.
Cara mengatasi masalah ini biasanya hanya mampu membasmi jenis ganggang yang spesifik.
Misalnya, ganggang kuning dan ganggang hitam, kedia jenis ganggang itu membutuhkan cairan kimia
yang lebih kuat dibandingkan untuk ganggang hijau. Atau, kita bisa membersihkannya secara manual,
yakni pemerintah bisa melakukan pengerukan ganggang secara berkala ketika tumbuhan tersebut
sudah tumbuh tidak terkendali di perairan.
6. ASEAN (Singapura)
Menurut Agensi Lingkungan Nasional (NEA) Singapura, hanya sekitar enam persen limbah
plastik dan 17 persen limbah makanan didaur ulang setiap tahun. Ini karena Singapura masih
membakar sampahnya, 94 persen dari 800 kilogram sampah plastik dibakar. Abunya dibuang ke
Pulau Semakau, pulau buatan manusia yang kini dijadikan TPA, yang pada 2035 kemungkinan akan
penuh, sepuluh tahun sebelum diantisipasi. Untuk mengatasi masalah ini muncul lah Sky Greens,
tanah pertanian vertikal di Lim Chu Kang, baru-baru ini mulai bekerjasama dengan Nespresso untuk
membuat pupuk organik menggunakan kopi bekas. Segel kopi aluminium didaur ulang menjadi
produk lain, sembari kopi bekas dicampur sampah sayuran dan kotoran hewan untuk menumbuh
sayuran yang nanti dijual di supermarket. Ada juga komunitas yang meminta pemilik usaha makanan
dan minuman untuk membagikan sisa makanan mereka. Gerakan ini cukup signifikan dalam sebuah
negara dimana 10 persen semua sampah terdiri dari limbah makanan.
7. Indonesia (Papua)
PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih
yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Freeport telah membuang limbah tambang area hulu
Sungai Ajkwa sejak 1995. Dengan kapasitas produksi 300 ribu ton, menurut penghitungan Badan
Pemeriksa Keuangan, rata-rata 230 ribu ton limbah dihasilkan setiap hari. Maklum, dari seluruh tanah
yang dikeruk dan diolah perusahaan tambang ini, hanya 3 persen yang mengandung mineral. Sisanya
sebagian besar dibuang. Melimpahnya tailing Freeport menyebabkan pencemaran air serta
kerusakan hutan dan kebun sagu. Masyarakat setempat pun menjadi terisolasi.
Program pengelolaan lingkungan Freeport memiliki sistem pengelolaan limbah yang
komprehensif menerapkan prinsip-prinsip 3R – reuse, recycle, reduction (pemanfaatan kembali, daur
ulang, pengurangan). Program-program minimalisasi limbah melibatkan pengurangan limbah dan
penggantian bahan dengan produk ramah lingkungan. Wadah besar, ampas minyak, kertas dan ban
bekas digunakan kembali secara lokal setempat dengan cara yang ramah lingkungan. Bahan-bahan
yang dapat didaur ulang lainnya, sebagaimana logam dan baterai bekas, dikumpulkan dan disimpan
di daerah penyimpanan sementara untuk selanjutnya didaur ulang sesuai dengan peraturan
Pemerintah Indonesia.
Sebagai bagian dari program 3R (Reduce-Reuse and Recycle) PTFI melanjutkan upaya untuk
pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas untuk digunakan pada beberapa kendaraan ringan.
Di samping itu juga terus memanfaatkan oli bekas untuk pembakaran di Pabrik Kapur Mahaka dan
Pabrik Pengering Konsentrat, serta melanjutkan program daur ulang aluminium untuk dijadikan
souvenir.
8. Yogyakarta
Produksi limbah medis serta Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) diperkirakan mencapai empat ton per harinya. Selama ini pengolahan limbah medis
dan B3 di DIY kurang optimal. Lantaran pihak ketiga yang bertanggung jawab mengangkut limbah tak
rutin melaksanakan tugasnya. Akibatnya banyak Puskesmas dan RS terancam dijatuhi sanksi karena
terlambat membuang limbah. Agar limbah B3 dari fasilitas layanan kesehatan dapat dikelola dengan
benar, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (no P.56/ Menlhk-Setjen/2015). Pasal 5 peraturan itu
menyebut pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan meliputi tahapan mengurangi
dan memilah, menyimpan, mengangkut, mengolah, mengubur; dan menimbun limbah B3.

Anda mungkin juga menyukai