Anda di halaman 1dari 8

1.

1 Latar Belakang
Tanaman jagung (zea mays) merupakan komoditi kedua strategis setelah tanaman padi (oryza
sativa), karena di beberapa daerah jagung merupakan bahan makanan pokok setelah beras dan jagung
juga memiliki atau mempunyai arti yang penting dalam pengembangan industri di dindonesia. Proporsi
penggunanaa tanaman jagung adalah 67% untuk bahan pakan, 25% untuk bahan pangan, sedangkan di
negara berkembang paling banyak digunakan sebagai bahan pangan
Tanaman jagung adalah tanaman yang memiliki tingkat fotosintesis yang tinggi, jadi sangat
membutuhkan cahaya matahari. Maka lokasi areal budidaya tanaman jagung adalah di areal yang terbuka
berupa sawah atau ladang yang tidak terlindung. Secara nasional pengembanngan jagung pada lahan
kering menempati urutan terluas. Namun akhir-akhir ini pengembangan jagung pada lahan sawah tadah
hujan mendekati luasan pengembangan jagung pada lahan kering.
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau yang lebih dikenal dengan nama sweet corn
mulai dikembangkan di Indonesia pada awal tahun 1980, diusahakan secara komersial dalam skala kecil
untuk memenuhi kebutuhan hotel dan restoran. Sejalan dengan berkembangnya toko-toko swalayan dan
meningkatnya daya beli masyarakat, meningkat pula permintaan akan jagung manis. Jagung manis dapat
tumbuh pada daerah beriklim sedang sampai beriklim tropik. Pertumbuhan terbaik didapatkan pada
daerah beriklim tropik. Hal ini berarti bahwa usaha pengembangan jagung manis di Indonesia
mempunyai prospek yang cukup baik. Jagung manis sebagai bahan pangan dipanen saat masih muda,
biasanya dikonsumsi segar, dikalengkan dan dibekukan atau didinginkan. Tiap 100 gram bahan basah
jagung manis yang dapat dimakan mengandung 96 kalori; 3,5 gram protein; 1,0 gram lemak; 22,8 gram
karbohidrat; 3,0 mg K; 0,7 mg Fe; 111,0 mg P; 400 SI vitamin A; 0,15 mg vitamin B; 12 mg vitamin
C dan 0,727 % air.

D i I n d o n e s i a p e r t a n a m a n j a g u n g m a n i s pengembangannya masih terbatas pada


petani-petani bermodal kuat yang mampu menerapkan teknik budidaya secara intensif. Keterbatasan ini
disebabkan oleh harga benih yang relatif mahal, kebutuhan pengairan dan pemeliharaan yang intensif,
ketahanan terhadap hama dan penyakit yang masih rendah dan kebutuhan pupuk yang cukup tinggi. Di
samping itu juga karena kurangnya informasi dan pengetahuan petani mengenai budidaya jagung manis
serta masih sulitnya pemasaran.

Hasil jagung manis di Indonesia per hektarnya masih rendah, rata-rata 2,89 ton tongkol basah
per hektar (Trubus, 1992), sedangkan hasil jagung manis di lembah Lockyer Australia dapat mencapai 7-
10 ton tongkol basah per hektar. Dengan masih rendahnya hasil jagung manis maka perlu adanya usaha
untuk meningkatkan produksi dengan pengaturan jarak tanam serta pemakaian pupuk kandang sebagai
sumber hara.

Upaya peningkatan produksi jagung melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi selalu diiringi
penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik, untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada
prinsipnya, pemupukan dilakukan secara berimbang, sesuai kebutu- han tanaman dengan
mempertimbangkan ke- mampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi,
dan ke- untungan yang memadai bagi petani.

Penerapan pemupukan berimbang yang rasional untuk tanaman jagung sudah berkembang sejak
lama, namun petani belum melakukan sesuai dengan teknologi yang dianjurkan. Konsep ini
mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami dan pemulihan haran untuk padi
sawah Konsep tersebut juga telah digunakan untuk rekomendasi pemupukan pada tanaman jagung di
Nebraska (Amerika Serikat) dengan penekanan khusus pada potensi hasil dan senjang hasil sebagai dasar
perbaikan rekomendasi pemupukan yang spesifik lokasi Dengan pemberian pupuk rasional spesifik
lokasi, berupaya menyediakan hara bagi tanaman secara tepat, baik jumlah, jenis maupun waktu
pemberiannya dengan mempertimbangkan kebutuhan tanaman dan kapasitas lahan dalam menyediakan
hara bagi tanaman. Diketahui pula bahwa kebutuhan hara pada jagung hibrida lebih besar dibanding
jagung bersari bebas karena jagung hibrida memunyai potensi hasil yang lebih tinggi.

Tinjauan pustaka

A. Trichoderma spp.
Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah adalah jamur
Trichodermaspp. Jamur ini disamping berperan sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai
agensia hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Biakan jamur Trichodermadalam media aplikatif
seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi
limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Trichoderma juga
dapat berlaku sebagai biofungisida, karena dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab
penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani,
Sclerotium rolfsii, dan Phytophthoraspp. Pupuk biologisTrichodermadapat dibuat dengan cara
menginokulasikan biakan murni pada media aplikatif, misalnya dedak. Sedangkan biakan murni
dapatdibuat melalui isolasi dari perakaran tanaman, serta dapat diperbanyak dan diremajakan kembali
pada media PDA (Potato Dextrose Agar)(Anonim, 2008. http://pupuk-biologis-trichoderma.html).
Pada pengendalian Phythopthora infestans,pengaplikasian jamur Trichodermadengan dosis
100gr/lt air (media beras), ditambah dengan zat perekat. Begitu juga
dengan pengendalian penyakit layu Fusarium solani, jamur Trichodermabiasanya ditambah dengan pupuk
kandang atau dedak sekam. Media tersebut ditebarkan merata diatas permukaan bedengan disaat tanah
relatif lembab dan sebaiknya diberikan setelah penyiangan
pertama.(Anonim,2008.http://en.wikipedia.org/wiki/Trichoderma)
Trichodermaspp. juga dilaporkan sebagai jamur antagonis yang memiliki kemampuan untuk menekan
perkembangan atau penyebaran penyakit JAP. Jamur Trichodermaspp. hidup pada lapisan tanah yang
sama seperti JAP. Untuk tindakan pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) penyakit JAP pada
karet dapat digunakan Trichoderma koningii. Perkembangan JAP dan T. koningiidalam tanah dibedakan
pada tingkat keasaman tanah. T. koningiilebih menyukai kondisi tanah yang asam (pH 3,5-5,5) sedangkan
JAPlebih menyukai kondisi tanah agak netral yaitu pH 5,0-7,5 dan pertumbuhan terbaik JAP pada pH
5,5-6,5 (Basuki, 1986).Apabila kondisi lahan di pertanaman terlalu basa perlu ditambahkan serbuk
belerang. Penaburan belerang bertujuan untuk membuat kondisi tanah menjadi asam sehingga cocok
untuk pertumbuhan jamur T. koningii.
Ada beberapa kerja T. koningii menekan perkembangan JAP yaitu pembentukan antibiotic dan
mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran JAP terjadi melalui
proses lisis miselium dan rizomorf. Lisis merupakan proses enzimatis oleh enzim selulase yang dihasilkan
T. koningii (Lizarmi, 2008)Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningtyas (2003), diketahui
adanya proses penghambatan oleh Trichoderma terhadap Ustilago scitaminea. Hasil uji
antagonisme secara makroskopis menunjukkan bahwa Trichoderma mampu menghambat U. scitaminea,
sedangkan secara mikroskopis antagonisme Trichoderma menyebabkan hifa Ustilago
scitamineamengalami pembengkakan, mengeriting dan ujung hifa mengecil. Selain itu, juga terjadi
pembelitan hifa Ustilago scitamineaoleh Trichoderma koningii. Untuk persentase penghambatan ada
kecenderungan peningkatan persentase penghambatan Trichoderma (Cahyaningtyas,2003)

B. Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L) termasuk dalam keluarga rumput – rumputan. tanaman jagung (Zea mays L)
dalam sistematika ( Taksonomi ) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut
Kingdom :Plantae
Divisio :Spermatophyta
Sub Divisio :Angiospermae
Kelas :Monocotyledonae
Ordo :Graminae
Famili :Graminaeae
Genus :Zea
Spesies :Zea MaysL.
Tanaman jagung termasuk jenis tanaman semusim. Akar tanaman jagung dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pada kondisi tanah yang subur dan gembur, jumlah akar tanaman jagung sangat banyak. Sementara pada
tanah yang kurang baik akar yang tumbuh jumlahnya terbatas. Batang tanaman jagung bulat silindris,
tidak ber lubang, dan beruas – ruas (berbuku – buku) sebanyak 8 – 20 ruas. Jumlah ruas tersebut
bergantung pada varietas yang ditanam dan umur tanaman
Tanaman jagung tingginya sangat bervariasi, tergantung pada jenis varietas yang ditanam dan
kesuburan tanah. Struktur daun tanaman jangung terdiri atas tangkai daun, lidah daun, dan telinga daun.
Jumlah daun setiap tanaman jagung bervariasi antara 8 – 48 helai, namun pada umumnya berkisar antara
18 - 12 helai tergantung pada varietas dan umur tanaman daun jagung berbentuk pita atau garis dengan
letak tulang daun di tengah- tengah daun sejajar dengan daun, berbulu halus,serta warnanya bervariasi.
Daun tanaman jagung dan keluar dari buku – buku batang. Daun terdri dari tiga bagian yaitu kelopak
daun, lidah daun dan helai daun. Kelopak daun umumnya membungkus batang.
Pada saat jagung berkecambah, akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel,
kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping. Akar adventatif merupakan bentukan akar
lain yang tumbuh dari pangkal batang di atas permukaan tanah kemudian menembus dan masuk kedalam
tanah.
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) termasuk famili graminae sub famili panicoidae.
Jagung manis termasuk tanaman monokotiledonus (Admaja, 2006). Berdasarkan tipe pembungaannya
jagung manis termasuk tanaman monoecius yang memiliki bunga yang terpisah pada satu tanaman.
Berdasarkan tipe penyerbukannya, jagung manis termasuk tanaman yang menyerbuk silang.
Jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa. Perbedaannya terletak pada warna bunga
jantan dan bunga betina. Bunga jantan pada jagung manis berwarna putih sedangkan jagung biasa
berwarna kuning kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna putih sedang jagung biasa berwarna
kemerahan (Admaja, 2006). Jagung manis siap dipanen ketika tanaman berumur antara 60–70 hari.
Morfologi tanaman jagung
Sistem perakaran tanaman jagung sangat bervariasi yaitu menyebar ke bawah dan ke samping
dengan panjang akar kurang lebih 2 m. Akar utama keluar dari pangkal batang berjumlah antara 20
sampai dengan 30 buah, sedangkan akar lateral tumbuh dari akar utama dengan jumlah 20-25 buah. Dari
akar lateral tumbuh akar rambut dengan jumlah yang tidak terhitung. Fungsi akar pada tanaman jagung
digunakan untuk menghisap air dan garam-garam dari dalam tanah, sebagai penopang tegaknya tanaman
dan organ yang menghubungkan tanaman dengan tanah (Warisno, 1998).
Batang tanaman jagung terdiri dari ruas-ruas dengan jumlah ruas antara 8-21 ruas dengan rata-
rata 14 ruas. Tinggi batang tanaman bagian luar merupakan jaringan kulit yang keras dan tipis, yang
berfungsi agar batang kuat dan kaku. Dengan diameter batang antara 3-4 cm. Pada setiap buku terdapat
satu daun dengan kelopak daunnya, di mana kelopak daunnya membungkus sebagian atau seluruh ruas
batang pada buku tersebut. ( yuliasma, 2015 )
Daun terdapat pada setiap batang yang terdiri dari tiga bagian yaitu kelopak daun, lidah daun, dan
helai daun. Letak atau posisi daun berselang-seling dalam dua barisan pada batang. Jumlah daun tanaman
jagung rata-rata 12-18 helai dalam tiap batang. Tanaman jagung yang berumur genjah memiliki jumlah
daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman jagung yang berumur panjang. Fungsi daun bagi
tanaman jagung merupakan tempat terjadinya fotosintesis.
Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious), bunga jantan dan bunga betina
terletak dalam satu tanaman. Bunga jantan terletak pada ujung tanaman dan bunga betina terletak pada
tongkol pada ketiak daun. Bunga jantan tersusun dalam bentuk malai, sedangkan bunga betina yang
bersatu dengan tongkol membentuk benang sari yang akan muncul keluar dari tongkol jika sudah siap
untuk dibuahi. Penyerbukan dihasilkan dengan bersatunya tepungsari pada rambut. Lebih kurang 95%
dari bakal biji terjadi karena perkawinan sendiri. Biji tersusun rapi pada tongkol. Pada setiap tanaman
jagung ada sebuah tongkol, kadang-kadang ada yang dua. Biji berkeping tunggal berderet pada tongkol.
Setiap tongkol terdiri atas 10-14 deret, sedang setiap tongkol terdiri kurang lebih 200-400 butir
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung
diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu
terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 1016
baris biji yang jumlahnya selalu genap. ( Syafruddin, 2013 )
C. Tanah
Tanah yang sehat memiliki struktur komunitas bakteri perakaran yang kompleks. Struktur komunitas
tersebut sangat membantu untuk pertumbuhan serta kesehatan tanaman (Berendsen et al 2012).
Perakaran tanaman atau Rizosfer merupakan daerah interaksi antara tanah akar, dan bermacam-macam
mikroorganisme maupun invertebrata yang mempengaruhi siklus biokimia maupun siklus nutrisi
(Philippot
et al 2013). Pertumbuhan tanaman yang optimal memerlukan sedikitnya 16 jenis unsur hara esensial
(Makro dan Mikro). Salah satu unsur makro yang esensial adalah Nitogen (N). Nitrogen pada umumnya
tersedia dalam bentuk udara bebas di alam dan menjadi penyusun terbesar komposisi udara. Secara alami
tanaman tidak dapat mengikat atau menambat N
2 dari udara bebas. Padahal N sangat diperlukan tanaman dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhannya
(Shridhar 2013). Unsur esensial lainnya yang sangat diperlukan oleh tanaman adalah Fosfor. Fosfor (P)
merupakan unsur hara makro esensial kedua setelah nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Fosfor didalam tanah mempunyai dua tipe yaitu dalam bentuk organik dan inorganik dan umumnya dalam
bentuk yang tidak terlarut (Sharma et al 2013). Kedua unsur ini (N dan P) dapat tersedia untuk tanaman
dengan bantuan agens hayati atau mikrob tanah yang hidup di rizosfer tanaman. Mikrob tanah yang dapat
menambat nitrogen salah satunya adalah Azotobacter terutama N yang dalam bentuk N2.
Hasil Penelitian Widyawati (2014) menjelaskan bahwa Azotobacter dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui pengikatan N2 dan juga menurut Matloob et al (2013) Azotobacter
terbukti mampu menghasilkan zat metabolit antifungi sehingga efektif dalam menurunkan insidens
penyakit. Sedangkan mikrob tanah yang mampu untuk mengubah P dalam bentuk tidak tersedia menjadi
tersedia adalah Mikrob Pelarut Fosfat (MPF). MPF tersusun dari kelompok bakteri pelarut fosfat (BPF)
dan fungi pelarut fosfat (FPF). Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri dekomposer yang berperan dalam
penyuburan tanah karena mampu melakukan mekanisme pelarutan fosfat dari bentuk insoluble menjadi
soluble untuk diserap tanaman (Ilham
et al 2014). Selain sebagai pelarut fosfat, BPF juga menghasilkan hormon pertumbuhan seperti Indole
Acetic Acid (IAA) sebagai hormon pengatur tumbuh tanaman (Aarab et al 2013). Oleh karena itu untuk
memperoleh rizobakteri yang potensial tersebut perlu serangkaian uji morfologi fisiologis maupun
genetik sehingga didapatkan isolat yang unggul

D. bakteri pelarut fosfat

Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) merupakan bakteri dekomposer yang berperan dalam penyuburan
tanah karena mampu melakukan mekanisme pelarutan fosfat dengan mengekspresikan sejumlah asam
organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, fumarat, malat dengan memanfaatkan senyawa karbon
sederhana yang merupakan eksudat dari akar dan sisa tanaman (Gyaneswar et al 2002; Kpomblekou et al 2003;
Atekan et al 2014). Aktivitas BPF akan tinggi pada suhu 30º-40ºC (Sagervanshi et al 2012; Ilham et al 4
2014; Karpagam et al 2014). BPF berperan dalam proses metabolisme vitamin D yang berfungsi untuk
memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan juga dapat meningkatkan serapan unsur hara pada tanaman.
Selain itu, bakteri pelarut fosfat mampu mensekresikan enzim fosfatase yang berperan dalam proses
hidrolisis P organik menjadi P anorganik dan juga bakteri pelarut fosfat dapat menghasilkan zat pengatur
tumbuh (Sharma et al 2013; Aarab et al 2013).
Bakteri yang berperan sebagai pelarut fosfat pada tanah telah banyak ditemukan diantaranya
berasal dari genus Bacillus, Aspergillus, Arthrobacter, Pseudomonas, Micrococcus, Azotobacter,
Mycrobacterium, Enterobacter, Klebsiella, dan Flavobacterium
(Tallapragada et al 2012; Sharma et al 2013). Umumnya bakteri tergolong bakteri gram negatif, berbentuk
spherical, memiliki karakteristik katalase positif, dan berada pada pH 5.2-6.9 (Yasmin et al 2011).
Populasi BPF di dalam tanah berkisar antara 1.17x102-8.36x106 CFU/g tanah (Walpola et al 2013).
Isolasi bakteri pelarut fosfat dilakukan dengan menggunakan medium pikovskaya (Pikovskaya 1948;
Sagervanshi et al 2012; Sharma et al 2013; Tallapragada et al 2012).

DAFTAR PUSTAKA
Syafrudin, dkk. 2013. Morfologi tanaman tan fase pertumbuhan tamanam jagung.balai penelitian
tanaman serealia
Yuliasma vera. 2015. Laporan praktikum teknologi produksi tanaman pangan. Budidaya tanaman
jagung. Program studi agroekoteknologi fakultas pertanian unersitas andalas kampus tiga dharmasraya
Warisno. 1998. Budidaya jagung hibrida.kanisius.yogyakarta

Admaja G. 2006. Evaluasi adaptabilitas tiga genotipe (Zea mays saccharata Sturt) di dua lokasi
dataran rendah. Bogor. Institute pertanian bogor

Berendsen BL, Pieterse CMJ, Bakker PAHM. 2012. The rhizosphere microbiome and plant
health.

Review: Trends in Plant Science


. Vol. 17, No. 8
Philippot L, Raaijmakers JM, Lemanceau P, Putten WHP. 2013.Going back to the roots: the
microbial ecology of the rhizosphere. Nature Reviews, Microbiology.doi:10.1038/nrmicro3109
Sharma BS, Sayyed RZ, Trivedi HM, Gobi TA. 2013. Phosphate solubilizing microbes:
sustainable approach for managing phosphorus deficiency in agricultural soils. Springer Plus.2: 587
Shridhar BS. 2012. Review: Nitrogen Fixing Microorganisms. Int J Microbiol Research. 3 (1):
46-52. doi: 10.5829/idosi.ijmr.2012.3.1.61103
Widyawati I, Sugiyanta, Junaedi A, Widyastuti R. 2014. Peran bakteri penambat nitrogen untuk
mengurangi dosis pupuk nitrogen anorganik pada padi sawah. J Agron Indones. 42(2): 96-102.
Matloob AAH, Juber KS. 2013. Biological control of bean root rot disease caused by Rhizoctonia
solani under green house and field conditions. J Agric Biol. 4(5):512-51
Ilham, Darmayasa IB, Nurjaya, IGO Kawuri R. Isolation and identification potential of phosphate
solubilizing Bacteria in the convension land organic soil. J Simbiosis. 1: 173- 183
Aarab S, Ollero JR, Megías M, Laglaoui A, Bakkali M, Arakrak A. 2013. Isolation and
Identification of Potential Phosphate Solubilizing Bacteria from the Rhizosphere of Lupinus hirsutus L.
in the north of Morocco. Moroccan J Biology. 10: 7-13
Gyaneshwar P, Kumar NJ, Pareka LJ, Podle PS. 2002. Role of soil microorganisms in improving
P nutrition of plants. J Plant and Soil. 245(1): 83-93.
Karpagam T, Nagalakshmi PK. 2014. Isolation and characterization of phosphate solubilizing
microbes from agricultural soil. Int J Curr Microbiol App Sci 3(3): 601-604.
Kpomblekou AK, Tabatabai MA. 2003. Effect of low-molecular weight organic acids on
phosphorus release and phytoavaibility of phosphorus in phosphate rocks added to soils. Agr Eco Env.
100: 275-284
Sagervanshi A, Kumari P, Nagee A, Kumar A. 2012. Media optimazion for inorganic phosphate
solubilizing bacteria isolated from Anand agriculture soil. Int J Life Science. 2(3). ISSN: 2250-0480.
Tallapragada P, Seshachala U. 2012. Phosphate solubilizing microbes and their occurrence in the
rhizosphere of Piper betel in Karnataka, India. Turk J Biol. 36: 25-35. doi: 10.3906/biy-1012-160
Pikovskaya RI. 1948. Mobilization of phosphorus in soil in connection with vital activity of some
microbial species. Microbiol. 17: 362-370.

Anda mungkin juga menyukai