Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AGAMA

KESEJAHTERAAN UMAT

Ahmad Yusuf Prasetiawan, M.Pd.I

Kelompok 11

Silfina Dwi Oktaviani (H1E018002)

Surya Harum Chandrasari (H1E018020)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS TEKNIK

PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kesejahteraan umat”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
agama islam. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita
semua, khususnya mengenai pemahaman konsep kesejahteraan umat.

Makalah ini kami susun dengan sebaik-baiknya, namun kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian.

Purbalingga, 20 Mei 2019

Penulis,
I. Latar Belakang

Islam adalah sistem kehidupan (way of life), dimana Islam telah menyediakan berbagai
perangkat aturan yang lengkap bagai kehidupan manusia termasuk dalam bidang Ekonomi.
Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, namun manusia memiliki
pengertian yang berbeda-beda tentang kesejahteraan. Dalam berbagai literature Ilmu Ekonomi
konvensional dapat disimpulkan bahwa tujuan manusia memenuhi kebutuhannya atas barang dan
jasa adalah untuk mencapai kesejahteraan (well being). Manusia menginginkan kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam hidupnya, dan untuk inilah ia berjuang dengan segala cara untuk
mencapainya.1

Kesejahteraan merupakan impian dan harapan bagi setiap manusia yang hidup di muka bumi
ini, setiap orang tua pasti mengharapkan kesejahteraan bagi anak-anak dan keluarganya, baik itu
berupa kesejahteraan materi maupun kesejahteraan spiritual, orang tua selalu berusaha untuk
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, mereka akan bekerja keras, membanting tulang,
mengerjakan apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, mereka akan memberikan
perlindungan dan kenyamanan bagi keluarganya dari berbagai macam gangguan dan bahaya
yang menghadangnya. Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia tidak akan mampu
menyelesaikannya atau memperolehnya tanpa bantuan orang lain, sebagaimana yang ditegaskan
oleh Ibnu Khaldun (1994: 45) dalam bukunya Muqaddimah bahwa “Manusia adalah makhluk
sosial”, manusia akan membutuhkan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya, seorang
pedagang membutuhkan mitra dagang untuk menjual barang - barangnya dan juga membutuhkan
pekerja untuk menyelesaikan atau memproduksi bahan baku menjadi barang yang bisa
dikonsumsi. Allah sendiri telah menjamin kesejahteraan bagi hambanya dan makhluk yang
bernyawa sebagaimana yang tersebut dalam Surat hud ayat 6 “Dan tidak ada suatu binatang
melata-pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” namun jaminan itu tidak
diberikan dengan tanpa usaha, sebagaimana yang telah dijelaskan Allah dalam Surat Ar Ra’d
ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Selain itu manusia juga membutuhkan lembaga atau
institusi yang memfasilitasi, melindungi dan mengatur berbagai norma-norma dan aturan-aturan
yang memudahkan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhannya.2

1
Pusat Pengkajian dan Perkembangan Ekonomi Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank
Indonesia.Ekonomi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008 hlm 11
2
Amirus Sodiq, Equilibrium, Vol. 3, No. 2, Desember 2015
II. Pembahasan
A. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Ekonomi Islam pada hakekatnya bukanlah
sebuah ilmu dari sikap reaksioner terhadap fenomena ekonomi konvensional.awal
keberadaannya sama dengan awal keberadaan Islam di muka bumi ini (1500 tahun yang lalu),
karena ekonomi islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sebagai sistem hidup.
Islam yang diyakini sebagai konsep hidup tentu melingkupi ekonomi sebagai salah satu aktivitas
hidup manusia.jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi Islam merupakan aktivitas agama atau
ibadah kita dalam berekonomi. Sistem ekonomi Islam harus terikat dengan syariat Islam, sebab
segala aktivitas manusia ( termasuk kegiatan ekonomi) wajib tunduk kepada syariat Islam.
Sistem ekonomi Islam adalah suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan perekonomian
baik yang berhubungan dengan produksi, distribusi, ataupun penukaran yang berlandaskan
kepada syariat Islam yaitu al- Qur’an dan as- Sunnah. Sistem ekonomi Islam kontras dengan
system ekonomi kapitalis yaitu sekulerisme di mana paham sekularisme yaitu pemisahan agama
dari kehidupan. Dalam kapitalisme pemanfaatan kepemilikan tidak membuat batasan
tatacaranya, dan tidak ada pula batasan jumlahnya. Sebab pada sistem ekonomi kapitalisme
adalah cermin dari paham kebebasan (freedom/liberalisme) di bidang pemanfaatan hak milik.
Seseorang boleh memiliki harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa
saja.oleh karena itu tidak heran dibolehkan seseorang bekerja dalam usaha perjudian dan
pelacuran. Sedang dalam Islam ada batasan tatacara tetapi tidak membatasi jumlahnya. Tatacara
itu berupa hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan (tasharruf) harta,
baik pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan (infaqul mâl), seperti nafkah, zakat,
shadaqah, dan hibah, maupun berupa pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti jual beli,
ijarah, syirkah, shina’ah (industri), dan sebagainya. Seorang Muslim boleh memiliki harta berapa
saja, sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.

a. Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar sebagai berikut:

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada
manusia
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu

3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama

4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang
saja

5. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti

6. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)

7. Islam melarang riba dalam segala bentuk

b. Tujuan Ekonomi Islam

Adapun tujuan hidup manusia ada dua dimensi yang harus dipelihara yaitu hubungan manusia
dengan Allah (hablum minallah) untuk mencapai ridho-Nya dan hubungan manusia dengan
manusia (hablum minanas) mendatangkan rahmat bagi seluruh alam.sehingga tercipta
kesejahteraan hidup didunia dan akhirat. Secara umum tujuan ekonomis Islam adalah sebagai
berikut.

1. Untuk meningkatkan ekonomi umat supaya lebih makmur atau meningkatkan tarap hidup ke
arah yang lebih baik
2. Menciptakan ekonomi umat yang adil dan merata
3. Mewujudkan perekonomian yang stabil, namun tidak menghambat laju pertumbuhan
ekonomi masyarakat
4. Mewujudkan perekonomian yang serasi, damai, bersatu, dalam suasana kekeluargaan sesama
umat, menghilangkan nafsu menguasai atau serakah
5. Mewujudkan perekonomian yang menjamin kemerdekaan dalam hal produksi, distribusi serta
menumbuhkan rasa kebersamaaan
6. Mewujudkan peri kehidupan ekonomi yang tidak membuat kerusakan di muka bumi,
sehingga kelestarian alam dapat dijaga dengan sebaik– baiknya, baik alam fisik, kultural,
sosial maupun spiritual keagamaan
7. Menciptakan ekonomi yang mandiri3

B. Definisi Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu
(Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-aturan
yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat

3
Ekonomi dan kesejahteraan https://www.academia.edu/8896966/AGAMA_ISLAM_-
_Ekonomi_Islam_dan_Kesejahteraan_Umat (diakses pada 20 Mei 2019 20:30)
dan shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin, juga sebagai
pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan kelemahan dan
mempraktikkan pengorbanan diri serta kemurahan hati. Secara bahasa zakat berarti suci, baik,
berkah, tumbuh, dan berkembang. Secara istilah zakat adalah sebagian harta yang wajib
diberikan kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula (Didin Hafidhuddin,
1998:13). Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat
bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi
syarat tertentu, berdasarkan dalil sebagai berikut:
a. Al- Qur’an
Surat at-Taubah : 103

Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

b. Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim

Artinya:
Islam itu berdiri di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, naik haji,
dan puasa ramadhan.

Zakat menurut istilah berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah swt.
untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al- Qur‟an. Atau bisa juga berarti
sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan untuk orang tertentu. Zakat menurut segi
kebahasaan berarti, berkah, bersih, berkembang dan baik. Dinamakan zakat karena, dapat
mengembangkan dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Dengan
mengeluarkan zakat diharapkan hati dan jiwa seseorang yang menunaikan kewajiban zakat itu
menjadi bersih. Hal ini sesuai dengan ayat al - Qur‟an :
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan mereka
dengannya” (al-Taubah:10).

Dari ayat tersebut tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para “muzakki” (wajib zakat)
itu dapat mensucikan dan membersihkan hati mereka.

Zakat selain merupakan ibadah kepada Allah juga mempunyai dampak sosial yang nyata.
Dari satu segi zakat adalah ibadah, namun dari segi lain merupakan kewajiban sosial. Zakat
merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau
sedekah biasa, namun sedekah wajib.4

C. Pengelolaan Zakat

Terkait dengan perkenomian saat ini yang masih dikategorikan ekonomi rendah, terutama di
Indonesia. Maka pengelolaan zakat dikembangkan dalam perkonomian tersebut dengan tujuan
dapat meningkatkan sedikit demi sedikit perekonomian rendah yang masih ada, sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu pada tahun 1990-an , beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul
Mal atau lembaga zakat yang bertugas mengelola dana. Tujuan utama usaha-usaha pengelolaan
zakat di Indonesia adalah agar bangsa Indonesia lebih mengamalkan seluruh ajaran agamanya,
dalam hal ini zakat yang diharapkan dapat menunjang perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai masyarakat adil dan makmur materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Dalam pelaksaannya, pengelolaan zakat tidaklah selalu berjalan mulus, ada beberapa
masalah dan solusi yang harus dilaksanakan. Salah satunya adalah masalah pemahaman zakat,
masih banyak masyarakat yang pengertian mengenai zakat itu sendiri masih minim. Maka upaya
untuk menghadapi masalah tersebut adalah penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan
benar. Upaya lain adalah perumusan fikih zakat baru yaitu dengan adanya kerjasama
multidisipliner antara para ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat. Dalam
menjalankan pengelolaan zakat, amil zakat sebagai pengelola juga harus berpegang teguh pada
tujuan pengelolaan zakat.

a. Tujuan pengelolaan zakat, antara lain:

4
Ekonomi dan kesejahteraan https://www.academia.edu/8896966/AGAMA_ISLAM_-
_Ekonomi_Islam_dan_Kesejahteraan_Umat (diakses pada 20 Mei 2019 20:30)
1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesuliatan
dan penderitaan.
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik.
3. Menjembatani antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4. Meningkatkan Syi’ar Islam.
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat. Dengan prinsip-
prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat dipegang oleh amil zakat baik berupa
badan atau lembaga, maka zakat , infaq, maupun, shodaqoh dapat tersalurkan dan
tercapainya tujuan utama zakat tersebut dengan baik dan tepat sasaran.

b. Macam-Macam Zakat
1. Zakat Jiwa (Nafsh / Fitrah)

Fitrah ialah sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan perangai. Sedangkan zakat fitrah
adalah zakat yang berfungsi yang mengembalikan manusia muslim keadaan fitrahnya, dengan
menyucikan jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh
pergaulan dan sebagainya. Zakat fitrah adalah sejumlah harta yang wajib ditunaikan oleh setiap
mukallaf dan setiap orang yang nafkahnya ditanggung olehnya dengan syarat-syarat tertentu.
Pembayaran zakat fitrah menggunakan makanan pokok (yang mengenyangkan) menurut tiap-
tiap tempat (negeri) sebanyak 3,1 liter atau 2,5 kg. Atau bisa diganti dengan uang senilai 3,1 liter
atau 2,5 kg makanan pokok yang harus dibayarkan. Makanan pokok di daerah tempat berzakat
fitrah itu seperti beras, jagung, tepung sagu, dan sebagainya. Sebagaimana sabda Rasulallah
SAW :

Terjemahannya :
“ Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri 1 (satu)
sha’ dari kurma/gandum atau budak, orang merdeka laki-laki dan perempuan, anak kecil
dan orang tua dari seluruh kaum muslimin. Dan beliau perintahkan supaya dikeluarkan
sebelum manusia keluar untuk shalat‘ied .” (HR Bukhari, no. 1503; Muslim, no. 984)

a) Syarat Wajib Zakat Fitrah


Adapun syarat-syarat orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah sebagai berikut :
1) Beragama Islam.
2) Lahir dan hidup sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan
Ramadhan.
3) Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan
wajib dinafkahi, baik manusia atau binatang, pada malam hari raya dan siang
harinya. Bagi orang yang tidak mempunyai kelebihan seperti itu, maka boleh
menerima dari orang lain sehingga dia dapat membayar zakat dan mempunyai
persediaan makanan.

b) Waktu-Waktu Membayar Zakat Fitrah

Waktu yang wajib membayar zakat fitrah ialah ketika terbenam matahari pada malam
Idul Fitri. Adapun beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah pada waktu itu adalah :

1) Waktu mubah, awal bulan Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan.


2) Waktu wajib, mulai terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan.
3) Waktu sunah, sesudah sholat subuh sebelum sholat Idul Fitri.
4) Waktu makruh, sesudah sholat Idul Fitri tetapi sebelum terbenam matahari pada
hari raya Idul Fitri.
5) Waktu haram, sesudah terbenam matahari pada hari raya Idul Fitri.

Zakat ini wajib dikeluarkan dalam bulan Ramadhan sebelum shalat ‘ied, sedangkan bagi orang
yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan shalat ’ied maka apa yang diberikan
bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah, hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw
dari ibnu Abbas, ia berkata:
Terjemahannya :
“Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang yang
berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi
orang yag miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkan sesudah shalat maka dia itu
adalah salah satu shadaqah biasa”(H.R. Abu Dawud, no. 1609; Ibnu Majah, no. 1827.
Dihasankan oleh Syaikh al Albani)

Melewatkan pembayaran zakat fitrah sampai selesai shalat hari raya hukumnya makruh karena
tujuan utamanya membahagiakan orang-orang miskin pada hari raya, dengan demikian apabila
dilewatkan pembayaran hilanglah separuh kebahagiannya pada hari itu.

c) Hikmah Zakat Fitrah

Menurut Yusuf Qardhawi terdapat dua hikmah membayar zakat fitrah, ialah sebagai berikut:

1. Membersihkan kotoran selama menjalankan puasa, karena selama menjalankan puasa


seringkali orang terjerumus pada perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya serta
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah.
2. Menumbuhkan rasa kecintaan kepada orang-orang miskin dan kepada orang-orang yang
membutuhkan. Dengan member zakat fitrah kepada orang-orang miskin dan orang- yang
membutuhkan akan membawa mereka kepada kebutuhan dan kegembiraan, bersuka cita pada
hari raya.

2. Zakat Maal (Harta)

Zakat Maal (harta) adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh
individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara
hukum (syara). Maal berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti harta. Adapun syarat
wajib membayar zakat mall yaitu sebagai berikut:
a. Syarat Wajib Membayar Zakat Maal

Adapun syarat-syarat wajib seseorang yang akan membayar zakat maal yaitu sebagai berikut:

1) Beragama Islam
2) Merdeka (bukan budak)
3) Hak milik yang sempurna
4) Telah mencapai nisab
5) Masa memiliki sudah sampai satu tahun / haul (selain tanaman dan buah-
buahan).
6) Lebih dari kebutuhan pokok. Orang yang berzakat hendaklah orang yang
kebutuhan minimal / pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu.
7) Bebas dari hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan ke harta
yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan dibayar pada
waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari kewajiban zakat.

b. Macam Zakat Maal


1) Zakat Binatang Ternak

Segala ternak yang dipelihara untuk diperkembang biakkan dan telah sampai nisab
diwajibkan membayar zakatnya. Alasan diwajibkannya menunaikan zakat hewan ternak seperti
unta, sapi dan kambing ialah karena hewan ini banyak sekali manfaatnya.

 Syarat Binatang Ternak yang Wajib Di Zakati

Adapun syarat-syarat binatang ternak yang wajib di zakati yaitu sebagai berikut:

(1) Syarat wajib zakat hewan ternak adalah pemiliknya beragama Islam, mencapai nisab dan
sudah sempurna satu haul. Adapun saling memindahkan hewan ternaknya dengan cara
yang salah maka hal itu tidak menggugurkan haulnya. Dan memindahkan hewan ini
dimakruhkan jika bermaksud melarikan diri dari kewajiban berzakat.
(2) Dalam hewan ternak, disyaratkan kepemilikan selama satu haul, jika kepemilikan hilang
sebentar saja sebelum satu haul kemudian kembali lagi maka haulnya terputus dan
dimulai haul yang baru.
(3) Hewan ternak yang diwajibkan adalah hewan yang digembalakan

“Pada unta yang digembalakan pada setiap jumlah yang mencapi 40 ekor unta, zakatnya
adalah 1 ekor bintu labun.”
(HR Abu Dawud)
(4) Hewan ternak yang diwajibkan bukan hewan yang dipekerjakan. Hewan ternak yang
tidak dipekerjakan, seperti untuk membajak sawah, mengangkut barang dan lain
sebagainya. Di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam an-Nawawi
menjelaskan alasan binatang ternak yang dipekerjakan tidak wajib dizakati
 Binatang Ternak yang Wajib Di Zakati

Adapun binatang ternak yang wajib di zakati yaitu sebagai berikut:

(1) Unta

Kewajiban zakat unta dijelaskan Nabi dalam haditsnya dari Anas ra. Menurut riwayat Al-
Bukhari yang menyampaikan sabda Nabi yang artinya

”Setiap 24 ekor unta atau kurang, maka zakatnya seekor kambing betina. Untuk setiap 5
ekor unta, jika jumlahnya 25 sampai 35 ekor, maka zakatnya satu ekor anak unta betina
berumur 1-2 tahun, atau satu ekor anak unta jantan berumur 3-4 tahun. Jika jumlahnya 36
ekor sampai 45 ekor, zakatnya 46 sampai 60 ekor unta. Zakatnya adalah seekor unta
betina berumur 3-4 tahun”. (HR Bukhari)

Adapun nisab unta yang wajib di zakati yaitu sebagai berikut:


(2) Sapi atau kerbau
2) Zakat Emas dan Perak

Islam telah mensyariatkan wajibnya zakat pada emas dan perak dan sesuatu yang
mengganitkan keduanya, yakni uang. Menurut Abu Zahrah harus dizakati dan dinilai dengan
uang. Harta yang dalam keadaan yang digadaikan zakatnya dipungut atas pemilik harta, karena
barang-barang yang digadaikan tetap menjadi milik yang menggadaikan. Zakat emas dan perak
yaitu jika waktunya telah mencapai satu tahun dan telah mencapai nisab emas yang dimilikinya
yaitu sebanyak 20 misqal yakni 20 dinar setara dengan 85 atau 96 gram. Sedangkan perak adalah
200 dirham atau 672 gram keatas, dan masing-masing zakatnya 2,5%.

3) Zakat Hasil Bumi (Biji-bijian dan Buah-buahan)

Adapun zakat makanan telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang menyuruh kaum
Muslimin untuk mengeluarkan zakat terhadap segala hasil yang dikeluarkan dari bumi seperti
biji-bijian dan buah-buahan. Keduanya wajib dizakati apabila memenuhi kriteria berikut:

1. Menjadi makanan pokok manusia


2. Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak / membusuk
3. Dapat ditanam oleh manusia.

4) Harta Temuan / Terpendam (Rikaz)

Rikaz (harta terpendam) adalah harta pendaman kafir jahiliah (orang-orang sebelum
datangnya Islam). Menurut Imam Syafi'i dan Imam Malik, rikaz yang wajib dizakati hanya jenis
emas dan perak. Selain emas atau perak tidak wajib dizakati. Menurut pendapat yang masyhur di
kalangan Syafi'iyah dan Malikiyah, nishobnya rikaz sama dengan nishobnya emas dan perak
(emas 77,58 gr dan perak 543,06 gr). Sedangkan zakat haus dikeluarkan adalah 1/5 atau 20% (al
khumus) untuk rikaz. Zakatnya rikaz tidak disyaratkan haul atau genap setahun. Artinya, apabila
menemukan rikaz dan telah menetapi syarat di atas, maka setelah dibersihkan dari kotoran (tanah
dan lain-lain) wajib segera mengeluarkan zakatnya tanpa harus menunggu masa satu tahun.
Adapun nishobnya, setengah ulama berpendapat:

“Disyaratkan sampai satu nishob”


Pendapat ini menurut mazhab Imam Syafi'i.

Pendapat yang lain, seperti pendapat Imam Maliki, Imam Abu Hanifah, dan Imam
Ahmad dan pengikut-pengikut mereka bahwa :

“nishob itu tidak menjadi syarat.”

5) Hasil Tambang (Ma’din)

Ma'din (barang tambang) adalah segala benda berharga yang ditemukan dari perut bumi,
seperti emas, perak, permata, besi, timah, tembaga, dll. Menurut Imam Syafi'i dan Imam Malik,
ma'din yang wajib dizakati hanya jenis emas dan perak. Selain emas atau perak tidak wajib
dizakati. Apabila telah mencapai nishob maka wajib dizakati sebanyak 2,5%, dan zakat
dikeluarkan pada saat barang tambang itu diperoleh sehingga tidak perlu menunggu sampai satu
tahun. Ulama fiqih sepakat bahwa barang tambang wajib dikeluarkan zakatnya, namun berbeda
pendapat tentang jenis barang tambang yang wajib dizakati dan kadar zakat yang harus
dikeluarkan. Menurut pendapat yang masyhur di kalangan Syafi'iyah dan Malikiyah, nishobnya
ma'din sama dengan nishobnya emas dan perak (emas 77,58 gr dan perak 543,06 gr). Sedangkan
zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/4 atau 2,5% (rubu'ul 'uryur) untuk ma'din.

6) Harta Perniagaan / Perdagangan

Harta perdagangan adalah harta yang dijual atau dibeli guna memperoleh keuntungan.
Harta ini tidak hanya tertentu pada harta kekayaan, tetapi semua harta benda yang
diperdagangkan. Para ulama bersepakat tentang wajibnya zakat pada harta perdanganan ini.
Harta perniagaan yang telah mencapai nisab dan haul maka dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Jika masa haul telah sempurna pada harta dagangannya lalu keuntungannya tidak mencukupi
nisab, maka ia tidak wajib menunaikan zakat. Kemudian saat harga barang dagangan naik hingga
mencapai nisab maka ia tidak wajib menunaikan zakat sampai haul yang kedua datang. Sebab
haul yang pertama telah selesai dan ia tidak wajib zakat. Tidak diwajibkan untuk zakat hingga
haulnya sempurna.
7) Zakat Profesi

Zakat profesi merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi)
bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta,
konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. Jika penghasilannya selama setahun
lebih dari senilai 85 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah
dikurangi kebutuhan pokok.5

D. Wakaf

Wakaf berasal dari kata “waqofa” artinya menahan, dalam hal ini menahan harta untuk
diwakafkan. Harta yang telah diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir (untuk waktu selamanya),
kepemilikannya berpindah kepada Allah SWT. Harta tersebut bukan milik wakif dan juga bukan
milik nazhir. Sedangkan harta yang diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir agar dimanfaatkan
(untuk waktu tertentu), masih menjadi milik Wakif, sehingga harus dikembalikan kepada Wakif
setelah jangka waktu pemanfaatan harta wakaf berakhir.

1) Praktik perwakafan tanah di Indonesia / Manajemen Wakaf

Di dalam Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah
perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamnya guna kepentingan ibadat atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Definisi yang termuat dalam
Undang-Undang ini tampaknya sama dengan definisi wakaf yang tercantum dalam kompilasi
hukum Islam di Indonesia pasal 215 jo. pasal 1 (1) PP No. 28 Tahun 1977. Dari beberapa
definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat
atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan
ajaran syari‟ah Islam. Sebagaimana fungsi wakaf yang disebutkan dalam pasal 5 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004, yakni wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum.Hal lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia adalah
dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah wakaf dikuasai secara turun

5
Ekonomi dan kesejahteraan https://www.academia.edu/8896966/AGAMA_ISLAM_-
_Ekonomi_Islam_dan_Kesejahteraan_Umat (diakses pada 20 Mei 2019 20:30)
temurun oleh Nadzir yang penggunaannya menyimpang dari akad wakaf. Dalam praktik sering
didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh ahli waris wakif setelah
wakif tersebut meninggal dunia. Kondisi ini pada dasarnya bukanlah masalah yang serius, karena
apabila mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan, wakaf dapat dilakukan untuk
waktu tertentu, sehingga apabila waktu yang ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan
lagi kepada ahli waris wakif. Namun khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar
wakaf telah menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang
diwakafkan tersebut tidak dapat diminta kembali selanjutnya mengenai dikuasainya tanah wakaf
oleh Nadzir secara turun temurun dan penggunaannya yang tidak sesuai dengan ikrar wakaf, hal
ini dikarekan kurangnya pengawasan dari instansi yang terkait. Ahli waris atau keturunan Nadzir
beranggapan bahwa tanah tersebut milik Nadzir sehingga penggunaannya bebas sesuai
kepentingan mereka sendiri. Hal ini akibat ketidaktahuan ahli waris Nadzir. Pasal 62 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf menegaskan bahwa penyelesaian sengketa
perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian sengketa
melalui musyawarah tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau
pengadilan. Selanjutnya disebutkan dalam penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan mediasi
adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh
pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka
sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase
syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke
pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah. Selain daripada itu, tugas BWI sebagai lembaga
tertinggi dalam hal perwakafan harus lebih aktif lagi membina para nadzir dalam hal penerimaan
dan pengelolaan harta wakaf. Karena sangketa yang terjadi dalam wakaf tanah ini karena kurang
profesionalnya nadzir dalam menerima tanah wakaf saat akad wakaf terjadi. Seharusnya ketika
ada wakif yang akan mewakafkan sebidang tanah, nadzir harus memberikan fasilitas notaris
apabila tanah tersebut belum mempunyai akta atau sertifikat tanah. Nadzir juga harus
memberikan sertifikat wakaf yang dikeluarkan oleh BWI sebagai bukti yang menjelaskan
apasaja akad yang tertuang dalam wakaf tersebut, apakah akad wakaf tanah untuk selamanya
atau hanya untuk jangka waktu tertentu. Sehingga tidak akan terjadi sangketa antara ahli waris
wakif dan nadzir karena telah memiliki bukti akad wakaf yang sah dan dikuatkan secara hukum.
Yang tidak kalah penting adalah adanya para saksi ketika akad wakaf terjadi.6

III. Kesimpulan

Aspek-aspek yang sering dijadikan sebagai indicator untuk mengukur kesejahteraan


masyarakat adalah pendapatan, kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan,
konsumsi, perumahan, dan social budaya. Dalam ekonomi Islam, kesejahteraan dalam sistem
ekonomi Islam adalah terpenuhinya kebutuhan materi dan non materi, dunia dan diakhirat
berdasarkan kesadaran pribadi dan masyarakat untuk patuh dan taat (sadar) terhadap hukum yang
dikehendaki oleh Allah Swt melalui petunjuk-Nya dalam Al-Qur’an, melalui contoh dalam
keteladanan Rasulullah Saw, dan melalui ijtihad dan kebaikan para ulama. Oleh karenanya
kesejahteraan bukanlah sebuah cita-cita yang tanpa pengorbanan tetapi membutuhkan
perjuangan yang terus menerus dan berkesinambungan.

6
Rachmadi usman. 2009. Hukum perwakafan di Indonesia. Jakarta :Sinar. Grafika Offset. Hal 51-13

Anda mungkin juga menyukai