Urin merupakan hasil eliminasi dari ginjal. Urin sangat penting bagi fungsi
tubuh. Oleh karena itu, urin dalam tubuh manusia harus memiliki karakteristik
tertentu untuk dikatakan normal dan berfungsi dengan baik di dalam tubuh. Urin
yang dikeluarkan dari tubuh manusia memiliki jenis yang berbeda-beda dan dapat
dilihat mulai dari warna hingga baunya bergantung pada jenis asupan nutrisi yang
dikonsumsi. Urin harus dikeluarkan setiap harinya dari dalam tubuh dan jika
mengalami kesulitan dalam mengeluarkannya, hal itu dapat dikatakan abnormal
atau tidak berfungsi dengan semestinya.
Karakteristik urin normal dapat dilihat melalui berbagai aspek mulai dari
komposisi hingga sifat fisiknya. Urin terdiri dari 95% air dengan volume yang
dihasilkan setiap harinya bervariasi dari 600 hingga 2.500 mL lebih atau sekitar
satu sampai dua liter selama 24 jam. Pengeluaran urin yang kurang dari 30 mL/jam
menandakan bahwa terjadinya penurunan aliran darah ke ginjal pada klien (Tortora
dan Derrickson, 2012). Selain adanya kandungan air dalam urin, karakteristik urin
lainnya dilihat juga keberadaan zat-zat terlarut seperti zat buangan nitrogen, asam
hipurat, badan keton, elektrolit, hormon, toksin, dan konstituen abnormal (Sloane,
2014). Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, kreatinin hasil
proses penguraian kreatin fosfat di jaringan otot, dan asam urat dari katabolisme
asam nukleat. Asam hipurat merupakan komponen cadangan dalam pencernaan
sayuran dan buah. Badan keton dari hasil metabolisme lemak adalah sejumlah kecil
konstituen normal.
Urin normal memiliki bau khas tersendiri dan jika didiamkan seperti bau
amonia namun baunya tidak menyengat, sementara jika baunya menyengat berarti
urin tidak normal. Bau ini bermacam-macam sesuai dengan diet karena beberapa
jenis makanan mempengaruhi bau urin, misalnya setelah makan asparagus. Pada
diabetes yang tidak terkontrol, aseton mengeluarkan bau manis pada urin. Urin
memiliki berat jenis sekitar 1.001 hingga 1.035 sesuai konsentrasi urin (Sloane,
2014). Asiditas atau alkalinitas meliputi pH yang beragam mulai dari 4,8 hingga
7,5 dan cenderung berada di kisaran 6,0. Akan tetapi hal tersebut juga bergantung
pada diet. Asiditas meningkat disebabkan oleh ingesti makanan yang berprotein
tinggi, sedangkan alkalinitas meningkat karena diet sayuran (Sloane, 2014).
Faktor lainnya adalah kondisi patologis karena kondisi tubuh yang terdapat
penyakit terutama penyakit ginjal menyebabkan terganggunya pembentukan dan
ekskresi urin. Penyakit ginjal mempengaruhi nefron dalam memproduksi urin.
Faktor terakhir yang mempengaruhi urin adalah prosedur bedah dan diagnostik
yang mempengaruhi pengeluaran perkemihan. Contohnya ialah saat uretra
mengalami pembengkakan setelah sistoskopi dan pembedahan di bagian saluran
kemih yang menimbulkan terjadinya sedikit pendarahan pasca operasi. Hal ini
menyebabkan urin menjadi berwarna merah atau merah muda dalam waktu sesaat.
Selain itu, sistem perkemihan juga dapat mempengaruhi urin seperti IVP (Intra
Venous Pyelography) yang mewajibkan pasien untuk membatasi intake dimana hal
ini menyebabkan turunnya eliminasi urin (Potter et al., 2013).
Perubahan eliminasi urin selama masa hidup juga dapat dilihat dari tahap
perkembangan individu dari mulai janin sampai lansia sesuai yang dituliskan dalam
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010); dan (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016).
Pada saat masih dalam kondisi janin, ginjal janin mulai mengekskresikan urin saat
kisaran usia 11 - 12 minggu. Pada tahap bayi, ginjal belum siap atau belum matang
untuk membuat urin menjadi pekat secara efektif, urin berwarna jernih dan tidak
bau, serta tanpa adanya kontrol urin. Pada anak-anak, fungsi ginjal mencapai
kematangan artinya ginjal siap untuk berfungsi di dalam tubuh. Hal ini terjadi di
saat anak berusia sekitar 1-2 tahun, lalu kondisi berikutnya ialah urine dipekatkan
secara efektif & terlihat berwarna kuning kecoklatan (normal). Pada usia sekitar 18-
24 bulan, anak mulai mengerti dan merasakan penuh di kandung kemih, mampu
menahan urin sampai desakan untuk berkemih.
Pada usia 2,5-3 tahun anak merasakan hal yang sama seperti usia 18-24
bulan dengan tambahan di usia 2,5-3 tahun anak sudah bisa menyampaikan
kebutuhan dan keinginannya untuk berkemih. Pada bayi hingga usia 3 tahun tidak
terdapat kontrol urin dan mulai adanya kontrol urine secara utuh terjadi di usia 4
atau 5 tahun. Pada tahap dewasa yaitu usia sekitar 35-40 tahun, ginjal mencapai
ukuran maksimal. Pada usia 50 tahun lebih, mulai menurunnya fungsi dan ukuran
ginjal, kemudian terjadi penyusutan pada korteks ginjal karena satu persatu nefron
hilang. Pada tahap terakhir yaitu lansia, hampir seluruh fungsi organ tubuh menurun
termasuk salah satunya adalah ginjal. Aliran darah ginjal menurun karena
perubahan vaskular & penurunan curah jantung. Selain itu, kemampuan lain yang
menurun dan berkurang ialah pemekatan urine, lalu tonus otot kandung kemih juga
berkurang sehingga terjadi peningkatan frekuensi urinasi. Penurunan tonus dan
kontraktibilitas otot kandung kemih mengakibatkan urin masih ada dan tersisa di
kandung kemih setelah proses berkemih.
Urin yang dikeluarkan dari dalam tubuh dapat menjadi indikasi bahwa
seseorang tersebut sehat atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari mulai warna, bau,
hingga kejernihan urin. Apabila ciri-ciri urin yang normal tidak dihasilkan pada urin
seseorang, berarti hal tersebut menandakan bahwa terjadi ketidaknormalan pada
urin yang berfungsi di dalam tubuh. Pengeluaran urin (eliminasi urin) yang tidak
normal dipengaruhi oleh berbagai macam faktor mulai dari faktor diet, konsentrasi,
hingga kondisi psikologis pun mempengaruhi eliminasi urin. Pada eliminasi urin,
tidak hanya pengaruh faktor-faktor saja, akan tetapi terdapat juga perbedaan
pengaruh eliminasi urin. Perbedaan tersebut yakni antara perbedaan perubahan
frekuensi urin dengan perubahan produksi urin. Selain itu, pengaruh eliminasi urin
dapat dilihat berdasarkan tahapan perkembangan seseorang. Eliminasi urin yang
normal menandakan seseorang dalam kondisi sehat. Maka dari itu, sangat perlu
menjaga dan memperhatikan diet serta asupan nutrisi. Apabila terjadi
ketidaknormalan, sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan fisik, diagnostik, dan
pemeriksaan lainnya untuk segera ditindaklanjuti bila terjadi masalah yang serius.
Daftar Pustaka
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamentals of nursing.
(Widiarti, Ed.) (7th Vol.2 ed.). Jakarta: EGC.
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamentals of
nursing (8th ed.). Canada: Elsevier Inc.
Sloane, Ethel. (2014). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.