Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa Tidung “Tarak” (bertemu) dan
“Ngakan” (makan) yang secara harfiah dapat diartikan “Tempat para nelayan untuk
istirahat makan, bertemu serta melakukan barter hasil tangkapan dengan nelayan lain.
Selain itu Tarakan juga merupakan tempat pertemuan arus muara sungai Kayan, Sesayap
dan Malinau.
Ketenangan masyarakat setempat agak terganggu ketika pada tahun 1896, sebuah
adanya sumber minyak di pulau ini. Banyak tenaga kerja didatangkan terutama dari pulau
perkembangan wilayah ini, pada tahun 1923 perkembangan wilayah ini, Pemerintah Hindia
Belanda merasa perlu untuk menempatkan seorang asisten residen di pulau ini yang
membawahi 5 (lima) wilayah yakni; Tanjung Selor, Tarakan, Malinau, Apau Kayan dan
Berau. Namun pada masa pasca kemerdekaan, Pemerintah RI merasa perlu untuk merubah
28
status kewedanan Tarakan menjadi Kecamatan Tarakan sesuai dengan Keppres RI no.22
tahun 1963.
Letak dan posisi yang strategis telah mampu menjadikan kecamatan Tarakan
sebagai salah satu sentral industri di wilayah Kalimantan Timur bagian utara sehingga
Pemerintah perlu untuk meningkatkan statusnya menjadi kota Administratif sesuai dengan
UU RI No.29 Tahun 1997 yang peresmiannya dilakukan langsung oleh Menteri dalam
Negeri pada tanggal 15 Desember 1997, sekaligus tanggal tersebut menandai sebagai hari
Berdasarkan data yang ada pada Badan Kependudukan, catatan sipil dan keluarga
Berencana Kota Tarakan per-september 2008, jumlah penduduk kota Tarakan mencapai
178.111 jiwa, terdiri dari laki-laki = 93.154 jiwa dan wanita = 84.957 jiwa.2
29
Kota Tarakan, yang didiami oleh suku asli Tidung, dalam perkembangannya
sebagaimana daerah lain, dihuni pula oleh suku-suku lain seperti: Suku Dayak, Banjar,
Di bidang kesenian, tanah Paguntaka ini terkenal akan tari Jepen yang merupakan
tari asli daerah ini, selain Hadrah.3 dan tari-tari tradisional yang berasal dari berbagai
daerah. Sementara di dunia musik, perkembangan musik tradisional dan modern juga
kelompok warga di Kota Tarakan yang dimulai pada tanggal 26 September 2010, terjadi
perselisihan antara dua kelompok pemuda di kawasan Perumahan Juata Permai yang
Abdul pulang ke rumah untuk meminta pertolongan dan diantar pihak keluarga ke RSU
3.Seni hadrah atau yang biasa disebut kompangan oleh penduduk Malaysia, merupakan seni
menabuh terbang sambil menyanyikan lagu-lagu Islami yang biasanya kesenian tersebut
ditampilkan dalam setiap acara perkawinan atau hajatan.
30
Pada 27 September 2010 sekitar pukul 00.30 Wita, Abdullah (56), orangtua Abdul
Rahmansyah, beserta enam orang yang merupakan keluarga dari suku Tidung berusaha
mencari para pelaku pengeroyokan dengan membawa senjata tajam berupa mandau,
parang, dan tombak. Mereka mendatangi sebuah rumah yang diduga sebagai rumah tinggal
diri dengan senjata tajam berupa badik dan parang. Setelah itu, terjadilah perkelahian antara
kelompok Abdullah dan penghuni rumah tersebut yang adalah warga suku Bugis Letta.
Abdullah meninggal dengan kondisi kedua tangannya terpotong akibat ditebas senjata
tajam. Pukul 01.00 Wita, sekitar 50 orang dari kelompok suku Tidung menyerang Perum
Korpri. Para penyerang membawa mandau, parang, dan tombak. Mereka merusak rumah
Noordin, warga suku Bugis Letta. Pukul 05.30 Wita terjadi pula aksi pembakaran rumah
milik Sarifudin, warga suku Bugis Letta, yang juga tinggal di Perum Korpri. Pukul 06.00
Wita, sekitar 50 orang dari suku Tidung mencari Asnah, warga suku Bugis Letta. Namun,
ia diamankan anggota Brimob. Pukul 10.00 Wita, massa kembali mendatangi rumah tinggal
Noodin, warga suku Bugis Letta dan langsung membakarnya. Pukul 11.00 Wita, massa
kembali melakukan perusakan terhadap empat sepeda motor yang berada di rumah Noodin.
Pukul 14.30 Wita, Abdullah, korban tewas dalam pertikaian dini hari, dimakamkan di
Gunung Daeng, Kelurahan Sebengkok, Tarakan Tengah, Tarakan. Pukul 18.00 Wita, terjadi
pengeroyokan terhadap Samsul Tani, warga suku Bugis, warga Memburungan, Kecamatan
Tarakan Timur, Kota Tarakan, oleh orang tidak dikenal. Pukul 18.00 Wita, personel
31
gabungan dari Polres Tarakan (Sat Intelkam, Sat Reskrim, dan Sat Samapta) diperbantukan
Pukul 20.30 Wita hingga 22.30 Wita, berlangsung pertemuan yang dihadiri unsur
pemda setempat, seperti Wali Kota Tarakan, Sekda Kota Tarakan, Dandim Tarakan,
Dirintelkam Polda Kaltim, Dansat Brimob Polda Kaltim, Wadir Reskrim Polda Kaltim,
serta perwakilan dari suku Bugis dan suku Tidung. Pertemuan berlangsung di Kantor
Camat Tarakan Utara. Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa masalah yang terjadi adalah
masalah individu. Para pihak bertikai sepakat menyerahkan kasus tersebut pada proses
hukum yang berlaku. Polisi segera bergerak mencari pelaku. Semua tokoh dari elemen-
elemen masyarakat memberikan pemahaman kepada warganya agar dapat menahan diri.
28 September
Pada tanggal 28 September pukul 11.30 Wita, polisi menangkap dua orang yang diduga
kuat sebagai pelaku dalam pembunuhan Abdullah. Mereka adalah Baharudin alias Bahar
(20) dan Badarudin alias Ada (16). Namun, pada Selasa pukul 20.21 Wita, terjadi lagi
bentrokan yang melibatkan sekitar 300 warga dan aksi pembakaran terhadap rumah milik
Sani, salah seorang tokoh suku Bugis Latte Pinrang. Dua orang tewas adalah Pugut (37)
dan Mursidul Armin (15), sementara empat orang lainnya terluka sehingga korban tewas
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Tarakan#cite_note.
32
Mabes Polri telah mengirimkan 172 personel brimob dari Kelapa Dua untuk mendukung
pasukan Polres Tarakan. Pasukan diberangkatkan pukul 04.00 WIB dari Bandara Soekarno-
29 September
Kota Tarakan. Bentrokan kembali terjadi di antara warga yang bertikai. Perkelahian
yang mulanya terjadi di pinggir kota kini meluas ke dalam kota. Awalnya, bentrokan hanya
berlangsung di pinggiran kota, mulai di kawasan Juwata hingga ke Jalan Gajah Mada dan
Yos Sudarso. Namun, pagi ini (Rabu) bentrokan sudah meluas ke pusat kota hingga ke
Selumit Dalam. Bentrokan kali ini merenggut 2 korban jiwa. Bentrokan yang terjadi di
kawasan Jl Yos Sudarso itu berlangsung sekitar pukul 08.00 pagi. Dua korban terakhir
diketahui bernama Iwan (31) dan Unding (30). Kedua korban dibawa mobil polisi untuk
Sejak Selasa hingga Rabu salah satu kelompok yang bertikai telah memblokir akses
dari bandara dan Pelabuhan Juwata. Situasi Kota Tarakan masih sangat mencekam. Kedua
kubu masih saling serang secara seporadis dengan menggunakan beberapa jenis senjata
tajam. Sementara personel Polri dibantu TNI masih terus berupaya mengendalikan kedua
massa agar menghentikan bentrokan tersebut. Akibat bentrokan ini, suasana kota Tarakan
menuju tempat pengungsian. Titik-titik pengungsian ada di Yonif 613 Raja Alam, Juata
Permai, Bandara Juwata dan Lanud, Kompi C Yonif 613 Raja Alam, di Mamburungan,
33
Mapolres Tarakan yang menampung lebih dari 1.000 orang, Lanal Tarakan Jl Yos Sudarso
dan SD 029 Juata Permai dan beberapa tempat lainnya. Dari catatan Polda Kaltim, jumlah
pengungsi mencapai 40.170 jiwa. Mereka memenuhi sejumlah fasilitas militer dan polri,
guna menyelamatkan diri dari amukan massa. Bahkan ribuan warga Tarakan diungsikan
Penegakan Hukum.
hukum ini bersifat abstrak. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum
pandangan-pandangan nilai yang mantap dan berwujud dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran tahap nilai akhir untuk menciptakan (sebagai “social engineering”), memelihara
6 Soerjono Soekanto dalam Ridwan. HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali
Pers, hlm. 306.
7 Ibid., hlm. 306.
34
Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan ide-ide
atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi
penegakan hukum merupakan ide dan konsep tadi menjadi kenyataan. Satjipto Raharjo
membedakan penegakan hukum (law enforcement) dengan penggunaan hukum (the use of
law). Orang dapat menegakkan hukum untuk memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat
menegakkan hukum untuk digunakan bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain.
Proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang
berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Penegakan hukum
merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapkan
rakyat menjadi kenyataan. Pada hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai dan
kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya
menjadi tugas dari pihak penegakan hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi
menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum
8 Satjipto Raharjo, 2006, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia (Cetakan Kedua), Jakarta: Buku
Kompas, hlm. 169.
35
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Penegakan hukum merupakan hal yang sangat esensial di negara yang berdasarkan
atas hukum. Dalam hal ini negara memiliki hak dan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi
bagi para pelanggarnya melalui penegakan hukum yang dilegalisasi dengan substansi.
Pandangan mengenai substansi hukum selalui dikaitkan dengan keberlakuan hukum. Dalam
teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara 3 (tiga) hal mengenai berlakunya hukum sebagai
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah
yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya,
kaidah itu dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh
warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah itu berlaku karena adanya
pengakuan dari masyarakat.
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai
positif yang tertinggi.9
Struktur hukum dalam sistem hukum adalah penegak hukum. Penegak hukum atau
orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Sebab,
menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya di dalam
melaksanakan tugas penerapan hukum, petugas seharusnya memiliki suatu pedoman salah
Kultur hukum berkaitan dengan penilaian manusia dalam melihat hukum. Manusia
sebagai makhluk budaya selalu melakukan penilaian terhadap keadaan yang dialaminya.
Menilai berarti memberi pertimbangan untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah, baik
9 H. Zainuddin Ali, 2010, Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 94.
10 Ibid., hlm. 9.
36
atau buruk, indah atau jelek berguna atau tidak.11 Hasil penilaian itu disebut dengan nilai.
Nilai-nilai yang hidup di masyarakat membentuk sistem nilai yang berfungsi sebagai
pedoman, acuan perilaku. Sistem nilai menjadi dasar kesadaran masyarakat untuk
mematuhi norma hukum yang diciptakan.12 Aspek kebudayaan merupakan suatu garis
Penegakan hukum (law enforcement) dalam operasionalnya bukanlah suatu hal yang
berdiri sendiri-sendiri melainkan berkaitan dengan berbagai aspek atau pun faktor.
Keberhasilan penegakan hukum akan sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor, adapun
11 Abdul Kadir Muhammad, 2006, Etika Profesi Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 8.
12 Ibid., hlm. 8.
37
Yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau ditetapkan. Faktor
masyarakat disini adalah bagaimana kesadaran akan hukum yang ada.
e. Faktor kebudayaan.
Sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
pergaulan hidup. Bagaimana hukum yang ada bisa masuk kedalam dan menyatu
dalam kebudayaan yang ada, sehingga semuanya berjalan dengan baik.
Diadakan mediasi mengenai kesepakatan damai antara pihak Suku Tidung dengan
pihak pendatang Suku Bugis di ruang VIP Bandara Juata dan yang menjadi mediator adalah
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Dalam keterangan kepada pers mempersilakan
Hasil kesepakatan itu dibacakan secara bergantian oleh dua kelompok dari Tidung
dan Sulawesi Selatan. Berikut ini adalah 10 butir kesepakatan damai antara kedua belah
pihak:
6. Para warga yang sempat mengungsi diminta kembali untuk beraktivitas normal
7. Polisi diminta memproses secara hukum para pelaku yang diduga terlibat
38
9. Kedua kelompok masyarakat akan menggelar halal bihalal yang difasilitasi
pemerintah daerah
10. Kesepakatan ini agar segera disosialisasi kepada seluruh warga.Intinya adalah
bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menghentikan aksi dan sepakat untuk
berdamai
Hasil kesepakatan ini juga akan disosialisasikan ke kedua kelompok dan pihak
Muspida yang hadir dalam pertemuan itu. Selain itu, kesepakatan ini juga meminta kepada
pihak massa untuk meletakkan senjata. Jika tidak, akan dilakukan tindakan hukum dalam
24 jam ke depan dan massa juga diminta untuk membubarkan diri. Sementara pihak
Muspida Kaltim gubernur, Panglima, Ketua DPRD Kaltim, Wali Kota berkunjung ke
Pasca-bentrokan
Imbas dari kesepakatan damai itu, suasana Kota Tarakan kembali normal pada 30
September 2010. Lalu lintas jalan raya kota mulai ramai. Pusat pertokoan mulai dibuka
kembali. Namun, sekolah masih ditutup karena para murid masih diliburkan dan dibuka
kembali pada 1 Oktober 2010. Proses pemulangan pengungsi sendiri, dilakukan sejak tadi
hingga pagi tadi pukul 07.00 Wita. Gelombang pemulangan terbanyak terjadi sekira pukul
05.00 Wita. Pengungsi dipulangkan dengan diangkut menggunakan truk milik tentara dan
39
polisi. Titik pengungsi seperti di Polres Tarakan, AL, Yonif, Lanud, Brimob, bandara
sampai pukul 08.00 WIB pagi tampak sudah bersih dari pengungsi.
Namun hal tersebut dibantah Kombes Pol. Antonius Wisnu Sutirta, Kabid Humas
Polda Kaltim. Dalam petikan wawancaranya dengan detik.com. Dia (Kombes Pol. Antonius
Wisnu Sutirta) meminta masyarakat tidak terpancing isu tersebut. “Kejadian ini pidana
Sedangkan menurut sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurul Aini, dalam
wawancaranya yang dimuat dalam harian Tempo Interaktif edisi Kamis 30 September 2010
Peneliti di pusat studi keamanan dan perdamaian UGM ini juga menambahkan,
kebutuhan pokok yang dibutuhkan. “Orang kalau sudah lapar akan lebih mudah
emosional”.
Menurut Nurul Aini, kondisi ini kemudian berkaitan dengan pemilahan masyarakat
secara etnisitas di sana (Tarakan). Sehingga terjadi kecemburuan sosial karena warga
pendatang lebih mapan secara ekonomi dibanding dengan warga asli, “Permasalahan
40
Sedangkan menurut Munafrizal Manan, dosen dan ketua badan pelaksana pusat
studi pertahanan dan perdamaian Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta. Dalam tulisan
opininya di surat kabar Kompas edisi 4 Oktober 2010, menyatakan: “Praktik kekerasan,
sebagaimana pernah dicatat oleh Ungar, Bermanzohn, dan Worcester (2002: 3), umumnya
merupakan bagian pengalaman dari sebuah negeri yang sedang mengalami transisi rezim.
Pada periode transisi, karakter sosial masyarakat biasanya ditandai oleh merebaknya
agresivitas massa dan vandalisme.14. Ini merupakan situasi masyarakat seolah tak punya
negara dan hukum (stateles and lawless society). Hasil riset Ted Robert Gurr 15(1993,
2000), misalnya pernah mengungkapkan, konflik etnik di berbagai negara selama dekade
masyarakat anomie, yaitu situasi sosial tanpa norma akibat lemahnya ketertiban sosial.
Anomie muncul karena tatanan lama mengalami anakronisme 16, sementara tatanan baru
belum selesai dibangun untuk ditaati. Inilah ruang kosong yang subur bagi anarkisme
massa. Sesungguhnya, Indonesia tak lagi dalam fase transisi karena telah melewatinya. Kita
telah melangkah lebih jauh dengan menempuh fase instalasi demokrasi lewat serangkaian
14. Vandalisme adalah Pengrusakan dengan kejam terhadap benda-benda (terutama benda-benda
seni atau kesenian) ataupun fasilitas-fasilitas umum.
15. Ted Robert Gurr lahir di Spokane, WA, pada tahun 1936. Mendapat gelar Ph.D di New York
University. Seorang yang memimpin penelitian mengenai konflik dan instabilasi politik. Buku
karyanya antara lain Why Men Rebbel (1970).
16. Maksudnya menunjuk pada anakronis (sesuatu yang menyalahi zaman; tidak sesuai dengan
zaman; bukan zamannya lagi); menggambarkan sesuatu yang tidak pada zamannya.
41
reformasi kelembagaan negara dan konstitusi agar selaras dengan prinsip demokrasi
konstitusional.17
Masih seringnya terjadi anarkisme massa menunjukkan, satu kaki kita masih
tertinggal di fase transisi, sedangkan satu kaki lain telah melangkah ke fase konsolidasi
demokrasi, yang semestinya ditandai oleh kultur demokrasi yang beradab. Ini adalah
anomali fase transisi dan konsolidasi demokrasi, yang menunjukkan ada keterluputan
dalam proses demokratisasi yang kita tempuh. Sedikitnya ada tiga sumber penyebab
anomali ini. 18
Pertama, proses demokrasi kita selama ini cenderung fokus pada aspek perangkat
keras (hardware) demokrasi, tetapi agak abai pada aspek perangkat lunak (software)
konstitusi sembari meminggirkan pentingnya edukasi nilai dan prinsip berdemokrasi dan
berkonstitusi.19
Kedua, praktik demokrasi kita tak sepenuhnya ditunjang hukum sebagai panglima.
seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, mengalami krisis kepercayaan akut oleh
masyarakat. Terungkapnya perangai korup sejumlah oknum polisi, jaksa, dan hakim
17. Munafrizal Manan. 2010 .” anomali anarkisme massa”. Kompas, 4 oktober 2010; alinea 2-3.
18. Maksudnya: faham kebebasan bertindak tanpa mau diikat undang-undang; hal kesewenang-
wenangan bertindak (melenyapkan undang-undang).
19. Munafrizal Manan. 2010 .” anomali anarkisme massa”. Kompas, 4 oktober 2010; alinea 5-6.
42
belakangan ini semakin meneguhkan keyakinan publik bahwa penegakan hukum lemah dan
Ketiga, institusi demokrasi seperti legislatif dan eksekutif tidak diyakini sebagai
representasi kepentingan publik sehingga publik cenderung tak memposisikan sebagai jalur
mediasi penyelesai masalah mereka. Ini terutama disebabkan aktor-aktor negara pada
luar negeri dan dalam negeri, merajalelanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
dari para pemimpin-pemimpin Indonesia baik di daerah maupun pusat, banyaknya timbul
konflik horizontal antara sesama warga negara, terjadinya kesenjangan antara orang-orang
kaya dengan orang-orang miskin, kesenjangan regional dan kesenjangan antara pribumi dan
non-pribumi, terjadinya konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat, akan menimbulkan
konflik dan permasalahan yang kelak nanti akan bisa meruntuhkan bangsa Indonesia ini.
sebagai berikut:
20. Munafrizal Manan. 2010 .” anomali anarkisme massa”. Kompas, 4 oktober 2010; alinea 8.
21. Munafrizal Manan. 2010 .” anomali anarkisme massa”. Kompas, 4 oktober 2010; alinea 10.
43
2. Terjadinya ketidak-adilan hampir dalam segala hal.
3. Tingginya tingkat kemiskinan dan besarnya kesenjangan ekonomi antar-etnis, antar yang
kaya dan miskin (the haves and the haves not), antara kawasan timur dan barat, antar
golongan (pribumi dan non-pribumi, pribumi dan asing), antar umat beragama, antar kota
dan desa.
4. Krisis ekonomi yang belum pulih; yang implikasinya sangat luas di masyarakat seperti
kecemburuan sosial dan ekonomi. Tidak terjadinya internalisasi dan eksternalisasi nilai-
nilai sistem budaya dan sistem kepribadian antara penduduk asli dan pendatang, sehingga
menyebabkan tidak terjadinya akulturasi, integrasi dan sosialisasi nilai-nilai sistem budaya
penduduk pendatang dengan penduduk asli yaitu suku Tidung yang berdampak tidak
masing-masing.
Selain itu, penyulut konflik tidak hanya kesenjangan ekonomi, tetapi kehadiran para
pendatang dan kesuksesan mereka di bidang ekonomi telah mengubah tatanan lama yang
tadinya kekuasaan ekonomi, birokrasi, politik dan sosial dikuasai penduduk asli, secara
gradual berpindah ke tangan para pendatang. Itu terjadi seiring meningkatnya kemampuan
22. Dr. Musni Umar, SH, M.Si. Al-Qur’an, Demokrasi Politik & Ekonomi, cetakan pertama, penerbit:
INSED, Jakarta, 2004, h. 409-411.
44
financial untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan tinggi
yang dampaknya membuahkan kemajuan dalam segala bidang, yang kemudian mendorong
terjadinya mobilitas vertikal tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi meluas ke bidang-
Kunci kemajuan para pendatang adalah watak survive dan selalu bekerja keras
untuk meraih kesuksesannya, hal ini membuat mereka menjadi sukses di tanah
perantauannya. Bertolak belakang sekali dengan para penduduk asli yang biasanya kurang
bersungguh-sungguh dalam bekerja dan terlalu terbuai dengan statusnya sebagai penduduk
asli. Selain itu, faktor yang amat penting lainnya adalah faktor pendidikan yang diperoleh
example, is the key factor in upward social mobility not only because it allows an
individual to be more competitive in acquiring a good job but also because widely shared
vertikal yang dialami para pendatang, dan bahkan dalam banyak hal penduduk asli
kecemburuan sosial, iri hati dan sakit hati. Perubahan itu dianggap sebagai ancaman
45
Oleh karena itu, mereka berjuang mengembalikan tatanan lama yang pernah
didominasi, dan salah satu caranya ialah membangkitkan semangat anti pendatang dengan
dilakukan sejumlah orang secara bersama-sama yang kebetulan mempunyai tujuan yang
sama dan tidak bersifat rutin. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan (crowd),
Rangsangan yang memicu terjadinya perilaku kolektif bisa bersifat benda, peristiwa,
maupun ide.27 Misalnya seperti yang terjadi di Tarakan. Perusakan dan pembakaran rumah-
rumah dan fasilitas-fasilitas umum oleh penduduk asli yaitu suku Tidung merupakan reaksi
terhadap terbunuhnya penduduk lokal yang diduga dilakukan oleh pendatang yaitu suku
Pattinjo letta.
25. Perilaku kolektif menurut Milgram dan Toch membatasi definisi perilaku kolektif (perilaku
kolektif: Mobilsisasi berlandaskan pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial) yang
dikemukan oleh Horton dan Hunt sebagai “suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif tidak
terorganisasi, dan hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana,
dan hanya tergantung pada stimulasi timbal balik yang muncul di kalangan para pelakunya. Dikutip
dari buku Yusron Razak (ed). Sosiologi sebuah pengantar h. 215 berdasarkan kutipan dari buku
sosiologi karangan Paul B. Horton dan C. L. Hunt terbitan Erlangga.
46
Perilaku kolektif saat terjadinya konflik di Tarakan tidak luput dari perilaku
ciri-ciri baru yang semula tidak dijumpai pada masing-masing anggotanya. Dalam kasus
Tarakan ini adalah kelompok PUSAKA. Dalam kerumunan terkadang orang-orang yang
dikenal baik, belum pernah melanggar hukum dan tersangkut kasus pidana apapun dapat
serta merta berubah menjadi individu yang berperilaku tidak sesuai dengan norma, atau
menyimpang dari hal-hal yang selama ini tidak pernah dilakukannya. Misalnya adalah
Soenarto, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku kerumunan yaitu:
semula dapat mengendalikan diri, merasa dapat kekuatan luar biasa yang mendorongnya
untuk tunduk pada dorongan naluri dan terlebur dalam kerumunan sehingga perasaan
menyatu dan tidak dikenal mampu melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab secara
individu tetapi dialihkan kepada tanggung jawab moral kelompok. Semakin tinggi kadar
kerumunan itu.
47
b. Penularan (Contagion). Penularan Sosial (Social Contagion), menurut Blumer, adalah
“penyebaran suasana hati, perasaan, atau suatu sikap, yang tidak rasional, tanpa disadari,
dan secara relatif berlangsung cepat.” Penularan ini oleh Le Bon dapat dianggap suatu
gejala hipnotis. Individu yang telah tertular oleh perasaan dan tindakan orang lain sudah
tidak memikirkan kepentingan individu tetapi kepentingan bersama yang diikuti. Teori ini
c. Konvergensi Orang-orang yang akan melakukan salat Idul Fitri di masjid Istiqlal,
dengan orang-orang yang menonton festival musik di lapangan parkir senayan akan
memilki ciri-ciri yang berbeda. Orang-orang yang menonton festival musik rock cenderung
akan lebih mudah menimbulkan keributan keributan dibanding dengan orang-orang yang
terdiri dari orang-orang yang berbeda latar belakang, baik usia, pekerjaan dan kelas sosial,
kebanyakan mereka adalah orang-orang setempat yang memiliki ikatan erat dengan
kelompok dan nilai-nilai agama. Sedangkan festival musik rock mengundang pengunjung
dari luar yang relatif usianya sama-sama muda dan tidak memiliki ikatan kuat terhadap
nilai-nilai dan lingkumgan setempat. Di samping itu, kebanyakan mereka adalah orang-
tidak dikenal adanya pemimpin yang mapan atau pola perilaku yang dapat dipanuti oleh
48
para anggota kerumunan itu sehingga dalam suasana seperti itu, orang berperilaku tidak
kritis dan menerima saran begitu saja, terutama jika saran itu meyakinkan dan otoritatif.30
sambil lalu (convensional crowd), kerumunan ekspresif (expressive crowd), dan kerumunan
bertindak (acting crowd). Dalam kasus di Tarakan perilaku kerumunan ini adalah
suatu hal yang merangsang kemarahan mereka dan membangkitkan hasrat untuk
Desas-desus, menurut Horton & Hunt (1999), adalah berita yang menyebar secara
cepat dan tidak berlandaskan fakta (kenyataan).36 Sebagaimana bentrokan yang terjadi di
32. Kamanto Soenarto, pengantar sociologi, h. 197-198. Lihat juga Horton & Hunt, sociology, h.
178-184; Robertson, sociology, h. 523-524.
49
Tarakan banyak desas-desus yang beredar di kalangan penduduk asli Suku Tidung
mengenai perbuatan yang dilakukan pendatang terhadap warga asli. Misalnya seperti
peristiwa di mana warga asli diperkosa oleh pendatang, dan juga pengeroyokan yang
dilakukan oleh warga pendatang (suku Pattinjo letta) kepada penduduk asli yaitu suku
Tidung.
irasional dan bebasnya, tetap dibatasi oleh empat faktor: (1) kebutuhan emosi para anggota,
(2) nilai-nilai para anggota; (3) kepemimpinan kerumunan; (4) kontrol eksternal terhadap
kerumunan.37
Kontrol eksternal yang paling ampuh untuk mengatasi situasi tersebut adalah
melalui aparat keamanan, bahkan seorang sosiolog yang juga sebagai penegak hukum,
Lohman (1957), menulis buku yang menjelaskan perilaku kerumunan dan cara penanganan
situasi kerumunan agar tidak menjadi kerusuhan. Sebagian cara tersebut adalah sebagai
berikut:
36. Ibid, h. 221. Dikutip dari Horton & Hunt, Sosiologi, 184.
50
2. Menghadapi kericuhan yang mengancam dengan menampilkan ‘pameran kekuatan’
(show of force), yakni dengan membawa pasukan polisi dan perlengkapan yang cukup ke
menyuruh orang-orang pergi, serta melarang orang-orang untuk masuk ke wilayah tersebut;
Akan tetapi penegakan hukum dan para pelaku penegaknya di negara Indonesia
sepertinya tidak mampu untuk melakukan itu, hal ini dibuktikan dengan kelakuan para
penegak hukum yang sejatinya mereka adalah orang yang paling paham hukum dan juga
orang yang paling pertama menegakkan hukum, ironisnya justru para penegak hukum ini
sendiri yang malah melanggar hukum. Hal ini mengakibatkan rasa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap para penegak hukum dan penegakan hukum di Indonesia karena
seolah-olah hukum hanya tajam ke bawah sedangkan tumpul bahkan karatan di bagian atas.
Masyarakat anomi seperti ini rawan sekali melakukan tindakan menyimpang dan
51
penekanan suatu masyarakat untuk meraih tujuan tertentu dan ketersediaan legitimasi atau
yang ditetapkan atau dipandang pantas oleh kultur masyarakat dan keberadaan cara yang
dibenarkan struktur sosial untuk mencapai aspirasi tersebut. Kondisi ini menimbulkan
Robert King Merton mengenalkan lima cara adaptasi individu terhadap tujuan suatu
kultur dan sarana yang terlembagakan untuk mencapainya. Empat di antaranya merupakan
Cara adaptasi pertama adalah konformitas. Ini merupakan cara yang paling banyak
dilakukan. Konformitas adalah perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat, dan
Cara adaptasi kedua adalah inovasi, yakni perilaku mengikuti tujuan yang
Cara adaptasi ketiga adalah ritualisme, yakni perilaku meninggalkan tujuan budaya
Cara adaptasi keempat adalah pengunduran diri, yakni perilaku tidak mengikuti
tujuan masyarakat dan juga tidak mengikuti cara untuk meraih tujuan itu. Pola adaptasi ini
menurut Merton umumnya bisa dijumpai pada orang yang menderita gangguan jiwa.
52
Cara adaptasi yang terakhir adalah pemberontakan (rebellion), yaitu penarikan diri
dari tujuan dan cara konvensional yang disertai dengan upaya untuk melembagakan tujuan
39. Yusron Razak (ed). Loc. Cit. H. 206-207. Dikutip dari J. Ross Eshelman & Barbara G. Cashion,
sociology, h. 173-174; Christoper Bates Doob, sociology:An Introduction (New York: CBS College
Publishing, 1985), h. 180-182; Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, h. 78-79.
53
BAB III
Penyelesaian konflik di Tarakan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini
dilakukan oleh oknum polisi dan pemerintah daerah sepertinya hanya penyelesaian konflik
secara sementara dan belum menyelesaikan inti masalah secara permanen. Tetapi kita perlu
mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan pihak polisi
yang terkait dalam hal ini polres Tarakan yaitu dengan memanggil tokoh-tokoh dari suku
yang bertikai dalam hal ini suku tidung diwakili oleh H. Abdul Wahab sedangkan suku
Pattinjo Letta diwakili oleh H. Abdullah Sani untuk menandatangani naskah kesepakatan
selanjutnya yang dilakukan oleh pihak polisi yaitu melakukan koordinasi dengan pihak TNI
dalam memantau keadaan di Tarakan. Selain itu pihak polisi juga mengisolasi daerah
tempat terjadinya konflik dengan cara menggeledah kapal-kapal yang hendak merapat ke
Tarakan.
Akan tetapi sekali lagi ini hanyalah penyelesaian secara sementara dan jangka
pendek. Penyelesaian secara jangka panjang dan secara permanen belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah selaku pemegang otoritas dalam mengelola negara ini.
Permasalahannya yang sebenarnya terjadi di Tarakan sekali lagi adalah persoalan yang
54
klasik yaitu kesenjangan ekonomi, sosial dan budaya antara penduduk lokal dan pendatang
yang belum sepenuhnya terselesaikan. Jadi jangan heran jika konflik seperti ini akan
besar derajat keterlibatan emosional dari kelompok-kelompok dalam suatu konflik, semakin
besar kemungkinan konflik menjadi bersifat violent.” 41. Dalam kasus Tarakan ini,
proposisi yang disampaikan Simmel memang sangat tepat. Karena keterlibatan emosional
40. Georg Simmel adalah seorang filsuf Jerman dan salah seorang pionir dalam menjadikan
sosiologi sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri. Ia lahir pada tahun 1858 dan meninggal pada
tahun 1918. Simmel lahir di Berlin dan belajar di sana juga. Ia memasuki Universitas Berlin pada
tahun 1876. Ia mempelajari psikologi, sejarah, filsafat, dan bahasa Italia. Kemudian ia juga bekerja
sebagai dosen di beberapa universitas. Dalam karier akademisnya sebagai dosen, Simmel sering
dikritik karena tema-tema pemikirannya yang tidak sesuai dengan gaya yang lazim. Selain itu, gaya
menulis Simmel juga dipandang tidak sesuai dengan standar yang ada. Simmel menulis amat
beragam, mulai dari etika, filsafat sejarah, pendidikan, agama, dan juga para filsuf lain, seperti
Kant, Schopenhauer, dan Nietzsche. Ia juga menulis banyak esay tentang seniman dan penyair,
tentang bermacam-macam kota, dan tema-tema seperti cinta, petualangan, rasa malu, dan juga
banyak topik-topik sosiologi. Tulisan-tulisannya yang amat terkenal adalah "Filsafat Uang" dan
"Metropolitan dan Mentalitas" yang merupakan analisis Simmel terhadap gaya hidup modern
terhadap kesadaran manusia.
41. Dr. Musni Umar, SH, M.Si. Al-Qur’an, Demokrasi Politik & Ekonomi, cetakan pertama, penerbit:
INSED, Jakarta, 2004, h. 402.
55
Pertama, diperlukan adanya collective action untuk merajut kembali kebersamaan
dan perdamaian. Untuk itu diperlukan adanya mediator dari kedua kelompok yang bertikai
untuk mengakhiri konflik yang berdarah secara permanen yaitu yang secara sosial kultural
bertikai. Oleh karena konflik ini sumber utamanya adalah persoalan sosial budaya dan
ekonomi, maka yang diangkat menjadi mediator mesti yang memiliki dukungan dan akses
sosial budaya serta ekonomi di kalangan orang-orang yang bertikai. Karena tokoh semacam
itu tidak mudah ditemukan di daerah, maka perlu didorong tokoh-tokoh alternatif yang
memiliki akar kuat ditingkat grass root, yang mendapat dukungan dari kelompoknya,
Kedua, perlunya dibuat akta perdamaian dan penghentian konflik antara kedua
kelompok di tingkat elit lokal yang diterima semua kelompok yang terlibat dalam
pertikaian. Salah satu isi akta perdamaian yang perlu disebutkan ialah pemihakan dan
bidang pendidikan. Anak-anak miskin, terlantar dan yatim piatu yang cerdas dan berakhlaq
mulia yang mampu orang tuanya membiayai pendidikan mereka, mutlak diberikan
beasiswa dan biaya pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai universitas/perguruan
tinggi. Selain itu, bagi pengusaha kecil, petani, nelayan dan kaum muda yang masih
menganggur perlu diberikan pendidikan keterampilan, dan keahlian serta modal usaha agar
56
Ketiga, penguasa dan aparat keamanan di daerah konflik harus dapat menjalankan
tugas dan fungsi dengan baik, bersikap adil, jujur, bertindak tegas dan profesional; sehingga
mampu mencegah meletusnya kembali konflik, dan para pengungsi yang diusir dari rumah-
rumah mereka karena dibakar dan dihancurkan massa, dengan bantuan pemerintah pusat
mereka dapat kembali secara damai ke daerah dan tempat mereka semula dengan jaminan
Keempat, pemerintah hendaknya lebih aktif dan proaktif bersama rakyat di kedua
kelompok yang bertikai lebih sering bertemu dan berdialog. Hasil-hasil pertemuan itu
kegiatan-kegiatan bersama di antara dua kelompok itu seperti gerak jalan massal secara
bersama, lomba menyanyi, mengadakan peringatan hari-hari besar nasional bersama, dan
lain-lain.
sebanyak-banyaknya orang serta diciptakan iklim yang dinamis dan dialogis; maka konflik
sosial seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir ini dapat diselesaikan dengan baik, damai
Nurul Aini dalam wawancaranya dengan media massa elektronik yaitu TempoInteraktif
menghimbau pemerintah harus bertindak cepat untuk mengisolir konflik. Pemerintah harus
57
berperan lebih aktif dalam pembuatan perjanjian perdamaian yang benar-benar dipatuhi
oleh kedua belah pihak. Tapi setelah perjanjian ini, bukan berarti konflik akan mereda.
Oleh karena itu, dibutuhkan kecekatan dan kecermatan dalam menangani dan
menyelesaikan konflik seperti di Tarakan ini, karena jika kita tidak cermat dan cekatan
Selain itu dibutuhkan juga kesadaran hukum dari masyarakat bahwa apa yang
mereka lakukan adalah jelas bertentangan dan melanggar hukum dan mereka harus berani
Aparatur hukum juga harus cepat, tegas dan cerdas (profesional) dalam meredam
dan menyelesaikan konflik yang terjadi seperti di Tarakan ini. Selain itu, mereka juga harus
memproses dan memberikan efek jera bagi para pelaku yang terbukti bersalah agar kelak
hal ini menjadi contoh bagi penyelesaian konflik dan penegakkan hukum di daerah-daerah
yang lain. Hal ini jika dilaksanakan dengan baik juga akan berdampak pada nama baik
institusi penegak hukum yang hari-hari ini citra mereka turun di mata masyarakat akibat
58
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peristiwa yang terjadi di Tarakan menunjukan bahwa Indonesia sebagai salah satu
negara terbesar dan terbanyak penduduknya di dunia yang memiliki beranekaragam suku
dan budaya belum mampu untuk menyelesaikan konflik-konflik sosial yang melibatkan
sebenarnya terjadi. Tapi pada kenyataannya bahwa konflik di Tarakan ini sama seperti
halnya konflik-konflik yang terjadi di berbagai pelosok daerah di tanah air seperti konflik
yang terjadi antara madura dan dayak di Sambas, kalimantan barat. Yaitu kecemburuan
sosial budaya dan ekonomi antara suku penduduk asli yakni suku Tidung dan suku
Kecemburuan sosial budaya dan ekonomi antara suku pendatang dan suku asli ini
akan mengendap dan pada akhirnya akan menimbulkan rasa iri dan dendam yang
daerah-daerah pada era reformasi ini belum berjalan dengan baik. Apalagi ditambah
59
banyaknya kasus-kasus yang melibatkan para pemimpin-pemimpin daerah yang tersandung
kasus korupsi semakin membuktikan bahwa negeri ini sepertinya masih belum mampu
masing dan kelihatannya lebih sibuk plesiran ke luar negeri. Konflik di Tarakan
sebenarnya bisa dicegah jika pemerintah daerah Tarakan lebih jeli dan paham dalam
mengatasi permasalahan tentang kesenjangan sosial budaya dan ekonomi antara suku
Tidung dan suku Pattinjo Letta. Akan tetapi pada kenyataannya mereka tidak jeli dan
Selain itu kurangnya penegakan hukum di tanah air ini di mana hukum hanya tajam
ke bawah dan tumpul di atas, menyebabkan terjadinya rasa cemburu, tidak percaya dan
marah masyarakat terhadap para penegak hukum. Apalagi para penegak hukum yang
selama adalah orang yang paling pertama dalam menegakan hukum, justru mereka malah
secara berjama’ah tersangkut kasus pelanggaran hukum seperti korupsi. Hal ini
menyebabkan situasi di tanah air semakin tidak kondusif dan menyakiti rasa keadilan
masyarakat sehingga hal ini bisa mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai pedoman
kenyataannya permasalahan tersebut belum sepenuhnya usai. Apa yang dilakukan saat ini
60
merupakan penyelesaian sementara. Dan dalam hal ini kita pemerintah, penegak hukum
dan masyarakat perlu untuk melakukan penyelesaian secara permanen. Salah satunya
dengan cara yang dikemukan oleh Dr. Musni Umar, SH, M.Si di antaranya sebagai berikut:
dan perdamaian.
Kedua, perlunya dibuat akta perdamaian dan penghentian konflik antara kedua
kelompok di tingkat elit lokal yang diterima semua kelompok yang terlibat dalam
pertikaian.
Ketiga, penguasa dan aparat keamanan di daerah konflik harus dapat menjalankan
tugas dan fungsi dengan baik, bersikap adil, jujur, bertindak tegas dan profesional;
Keempat, pemerintah hendaknya lebih aktif dan proaktif bersama rakyat di kedua
61
Daftar Pustaka
A. Buku
Bisri, Ilham, 2008, Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT.Raja grafindo Persada
Persada
J.Ross dan Barbara, 1985, Sociology An Introduction. New York: CBS College
Cipta
Soekanto, Soerjono, 2007, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Umar, Musni, 2004, Al-Qur’an,Demokrasi politik dan Ekonomi. Jakarta: PT. INSED
PT.Gunung Agung
B. Internet
http://www.besteasyseo.blogspot.com/2010/09/tarakan-rusuh-dua-etnis-kembali-
bentrok.html
www.TempoInteraktif.com
62
www.DetikNews.com
http://id.wikipedia.org/wiki/kerusuhan-tarakan#citenote
www.Tarakankota.go.id
C. Artikel
63