Anda di halaman 1dari 10

Identifikasi dan Penanganan Epistaksis Sebagai Kegawatdaruratan Medis

C5
Iren Christine Mesakh 102013244

Sabrina Ayu Putri 102014190

Andre Oktavian Missa 102016003

Sallyasri Megalind Bandua 102016039

Maria Oktaviani Soba 102016076

Nindy Octaviani 102016145

Wira Candika 102016211

Che Siti Nurfaziera Binti Che Ismail 102016255

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Abstract

Epistaxis is a form of bleeding that occurs from the nasal cavity that caused by
ruptured blood vessels in the nasal cavity. Approximately, there are 60% of total world
population experienced epistaxis, eventhough most cases would resolve by itself and doesn’t
need medical treatment. Applying anterior or posterior tampon is considered if the bleeding
continues, depends on the location of the bleeding. Surgical approach may be done when
needed.

Key Words: Epistaxis, Bleeding, Tampon

Abstrak

Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari rongga hidung karena pecahnya
pembuluh darah di dalam rongga hidung. Diperkirakan sekitar 60% dari total populasi di
dunia pernah mengalami epistaksis meskipun pada akhirnya kebanyakan perdarahan dapat
berhenti sendiri dan tidak memerlukan tindakan medis. Apabila perdarahan tidak berhenti,
dapat dilakukan tindakan untuk memasang tampon anterior atau posterior tergantung dari
lokasi perdarahan, atau pendekatan bedah dapat dilakukan apabila diperlukan.

Kata Kunci: Epistaksis, Perdarahan, Tampon

Pendahuluan

Epistaksis atau yang dikenal sebagai mimisan bagi orang awam adalah sebuah
kejadian pecahnya pembuluh darah di rongga hidung sehingga menyebabkan perdarahan dan
keluarnya darah dari rongga hidung. Kejadian ini sangat umum dijumpai di masyarakat tetapi
jarang sekali membutuhkan tindakan medis karena biasanya perdarahan dapat berhenti
sendiri. Epistaksis dibagi menjadi anterior dan posterior berdasarkan lokasi sumber
perdarahannya. Epistaksis anterior umumnya terjadi karena pecahnya pembuluh darah di
pleksus kiesselbach dan epistaksis posterior umumnya terjadi karena pecahnya pembuluh
darah di daerah pleksus woodruff. Prinsip penanganan epistaksis adalah mencari lokasi
perdarahan dan menghentikan perdarahannya. Jika perdarahan tetap berlanjut, dapat
dilakukan pemasangan tampon hidung anterior maupun posterior. Tindakan yang lebih
invasif untuk menangani epistaksis adalah tindakan bedah dengan ligasi arteri
sphenopalatina.

Definisi Epistaksis

Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan yang keluar dari rongga hidung.


Epistaksis sering dijumpai sehari-hari, kebanyakan bukanlah permasalahan yang serius, tapi
dalam beberapa kasus, epistaksis bisa merupakan suatu pertanda dari penyakit atau kelainan
yang lain. Epistaksis secara umum dibagi menjadi dua berdasarkan lokasi perdarahannya
yaitu, epistaksis anterior dan epistaksis posterior.1,2
Epistaksis anterior lebih umum terjadi dibandingkan dengan epistaksis posterior.
Epistaksis anterior seringnya berasal dari pleksus kiesselbach atau disebut juga sebagai
little’s area dimana terdapat anastomosis dari berbagai pembuluh darah arteri seperti cabang
dari arteri sphenopalatina, arteri ethmoidalis, arteri labialis superior, dan greater palatine
artery. Kebanyakan epistaksis anterior berasal dari pleksus kiesselbach di septum bagian
anterior atau dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya lebih
ringan karena, sering terjadi pada anak dan bisa berulang.Perdarahan epistaksis anterior
seringkali dapat berhenti sendiri.1-3

Epistaksis posterior dapat berasal dari pleksus woodruff’ yang terletak pada aspek
posterior dari meatus inferior, arteri ethmoidalis posterior atau arteri sphenopalatina. Kasus
epistaksis posterior dilaporkan lebih sulit untuk ditangani karena lokasi perdarahan terletak di
bagian posterior dari rongga hidung sehingga sulit untuk ditemukan sumber perdarahannya.
Perdarahan yang terjadi biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Untuk kasus
epistaksis secara keseluruhan, terkadang lokasi perdarahan terlalu sulit untuk ditemukan atau
perdarahan terjadi persisten meskipun sudah diberikan penanganan, dalam kasus ini perlu
dipikirkan kemungkinan adanya cedera vaskular.2,4

Epidemiologi

Kejadian epistaksis sulit diperkirakan karena seringnya kejadian epistaksis dapat


sembuh sendiri sehingga tidak dilaporkan oleh karena itu peneliti juga kesulitan untuk
menentukan angka kejadian spesifik pada epistaksis anterior dan epistaksis posterior, tetapi
diperkirakan 60% dari populasi di dunia pernah mengalami epistaksis dan 6% - 10%
memerlukan tindakan medis.1,5

Dari penelitian yang dilakukan oleh Parajuli pada tahun 2015 yang melibatkan 84
pasien dengan usia 5 – 86 tahun didapatkan hasil, epistaksis lebih sering ditemukan pada
anak dengan usia dibawah 10 tahun (18 pasien dengan persentase sebesar 21,42%) dan pada
usia lanjut diatas 60 tahun (24 pasien dengan persentase sebesar 28,57%), hasil ini mirip
dengan penelitian yang dilakukan oleh Pallin et al. Berdasarkan jenis kelamin, kejadian
epistaksis lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan
rasio 1,6 dan hasil yang mendekati juga ditemukan pada beberapa penelitian. Hal tersebut
mungkin berhubungan dengan aktivitas laki-laki yang lebih sering terlibat dalam aktivitas
fisik seperti olahraga. Epistaksis yang terjadi pada anak diperkirakan karena kebiasaan anak
yang sering mengorek hidungnya dan menciderai pleksus kiesselbach di bagian antero
inferior dari septum nasi sehingga menyebabkan epistaksis anterior. Pada usia lanjut,
umumnya ditemukan komorbiditas seperti hipertensi dan diabetes mellitus yang
menyebabkan perubahan yang bersifat degeneratif pada pembuluh darah, menjadikan
pembuluh darah tersebut lebih rapuh sehingga mudah rusak atau pecah karena perubahan.
Perubahan tekanan dapat disebabkan oleh mengejan saat miksi dan defekasi pada pasien
benign prostate hypertrophy (BPH) dan pada pasien konstipasi; Batuk yang berlebihan dan
sulit dikontrol pada pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK); dan ketika mengangkat
benda berat. Rhinosinusitis, reaksi alergi, perubahan temperatur, dan radiasi panas dapat
membuat mukosa hidung menjadi hiperemis dan pembuluh darah lebih mudah pecah karena
perubahan tekanan ataupun karena trauma.1,5

Etiologi

Epistaksis seringkali timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya dan kadang-kadang


jelas disebabkan oleh trauma. Epistaksis juga dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada
hidung maupun kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya karena terkena trauma, adanya
kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, adanya benda asing, tumor, dan
pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik dapat berupa penyakit kardiovaskuler,
kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan
kongenital.2

Perdarahan karena kelainan lokal bisa timbul karena trauma ringan misalnya,
mengorek hidung, benturan ringan, bersin dan mengeluarkan ingus terlalu keras, atau bisa
juga karena trauma yang lebih berat seperti, dipukul, jatuh, atau kecelakaan lalu lintas. Selain
itu, bisa terjadi juga akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan. Perdarahan
juga bisa disebabkan karena spina septum yang tajam, lokasi perdarahan bisa terjadi pada
spina itu sendiri atau pada konka yang berseberangan yang sedang mengalami
pembengkakan. Penyebab epistaksis berikutnya adalah kelainan pembuluh darah lokal di
hidung, kalainan pembuluh darah ini biasanya kongenital menyebabkan pembuluh darah
menjadi lebih lebar, tipis, dan jaringan sel ikatnya lebih sedikit. Infeksi lokal pada rongga
hidung dan sinus paranasal juga dapat menyebabkan epistaksis seperti sinusitis atau rinitis,
bisa juga karena infeksi yang lebih spesifik seperti rinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis,
lepra. Tumor juga menjadi salah satu penyebab terjadinya epistaksis, dapat timbul karena
hemangioma dan karsinoma, lebih sering terjadi pada angiofibroma yang menyebabkan
epistaksis berat.2

Berikutnya adalah kelainan sistemik yang dapat menyebabkan epistaksis, penyakit


kardiovaskuler adalah salah satu etiologi yang sering ditemukan terutama pada orang lanjut
usia. Kelainan kardiovaskuler berupa hipertensi, arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis
hepatis atau diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Prajuli, hipertensi adalah penyebab epistaksis kedua tersering dan hasil yang serupa juga
ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Varshney dan Saxena. Tetapi, literatur
terbaru menyatakan bahwa hipertensi bukanlah penyebab langsung dari epistaksis, hipertensi
menyebabkan perdarahan menjadi lebih lama karena otot pembuluh darah dari pasien dengan
hipertensi mengalami degenerasi. Penyebab lain adalah karena adanya kelainan darah seperti
leukemia, trombositopenia, anemia, dan hemofilia. Kelainan kongenital seperti
teleangiektasis hemoragik herediter dan Von Willenbrand Disease juga sering menyebabkan
epistaksis. Infeksi sistemik yang sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah
dengue, tetapi demam tifoid, influenza dan morbili juga dapat disertai dengan epistaksis.
Kelainan hormonal misalnya pada saat menstruasi dapat menyebabkan epistaksis. Perubahan
udara atau tekanan atmosfir biasanya karena cuaca dingin atau kering menyebabkan mukosa
hidung kering dan mudah terjadi perdarahan.1,2

Diagnosis

Kebanyakan episode epistaksis tidak menyebabkan kehilangan darah yang signifikan,


tidak mengancam jiwa, dan bisa ditangani dengan tindakan invasif yang sangat minimal.
Tetapi dalam beberapa kasus, klinisi dapat memeriksa stabilitas hemodinamik dan berikan
cairan intravena atau produk darah bila diperlukan. Pemeriksan pada pasien diawali dengan
penelusuran riwayat pasien, ditanyakan riwayat pengobatan pasien, ditanyakan apakah pasien
mudah mengalami memar atau perdarahan, dan kondisi lain seperti kelainan ginjal atau
hemofilia yang dapat menjadi faktor predisposisi bagi pasien untuk mengalami perdarahan.
Kondisi udara kering disekitar pasien karena suhu dalam ruangan yang panas atau dingin
dapat menghilangkan kelembapan mukosa rongga hidung sehingga mukosa rongga hidung
menjadi rapuh dan mudah berdarah. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas dan rinitis alergi
juga perlu ditelusuri karena biasanya pasien menjadi lebih sering buang ingus, terkadang
terlalu sering dan kuat sehingga ada tekanan di dalam rongga hidung yang dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Riwayat kebiasaan pasien yang sering mengorek
hidung juga ditelusuri karena dapat menyebabkan trauma tumpul pada rongga hidung.
Kejadian epistaksis juga meningkat saat kehamilan sehingga perlu ditelusuri dan pilihan
terapi farmakologi yang diberikan harus yang aman bagi ibu hamil.6

Posisi pasien duduk tegap untuk pemeriksaan fisik pada pasien dengan hemodinamika
yang stabil. Posisi duduk tegap bertujuan agar darah dapat keluar dari bagian anterior rongga
hidung supaya darah tidak tertelan dan meminimalisir resiko darah teraspirasi. Pada
pemeriksaan fisik, perlu dinilai permukaan mukosa rongga hidung untuk melihat apakah ada
perdarahan dan memeriksa kepatenan septum. Periksa orofaring posterior untuk melihat
apakah ada darah yang menetes di bagian posterior. Perdarahan di bagian posterior dapat
diketahui bila terlihat perdarahan lebih banyak ke arah orofaring posterior dibandingkan
dengan anterior rongga hidung.6

Tata Laksana

Jika pasien datang dengan keadaan perdarahan masih aktif, perhatikan keadaan
umumnya, nadi, pernapasan, serta tekanan darahnya. Atasi apabila ada kelainan dari tanda-
tanda vital pasien, misalnya dengan memberikan cairan infus, atau jalan napas pasien yang
tersumbat oleh bekuan darah dapat dibersihkan atau diisap untuk memberikan jalur napas.
Pada pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk duduk dengan posisi tegap, kepala lurus
menghadap kedepan, pastikan tidak ada gumpalan darah di kedua rongga hidung pasien dan
minta pasien untuk menekan cuping hidung selama 15 menit. Jika pasien terlihat lemah,
pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi pasien setengah duduk atau setengah berbaring
dengan kepala ditinggikan. Pada pasien anak, diposisikan dengan cara dipangku, badan anak
tegap dan dipeluk, kepala dipegangi agar tidak bergerak. Posisi kepala pasien lurus
menghadap depan bertujuan untuk meminimalisir resiko darah teraspirasi oleh pasien dan
menghindari darah tertelan. Menekan cuping hidung berguna untuk menghentikan perdarahan
karena menekan pembuluh darah di daerah pleksus kiesselbach. Jika perdarahan tidak
berhenti dengan cara menekan cuping hidung, maka dapat dilakukan tindakan selanjutnya
atau pikirkan kemungkinan epistaksis posterior.2,6
Untuk penanganan epistaksis anterior biasanya tidak begitu invasif, kebanyakan
perdarahan berhenti dengan menekan cuping hidung. Jika perdarahan tidak berhenti, dapat
diberikan campuran lidokain 2% dengan epinefrin pada kapas swab dan dimasukkan ke
rongga hidung anterior untuk memberikan efek anestesi dan vasokonstriksi pembuluh darah.
Sambil menggunakan alat pengisap, pemeriksa dapat mencari sumber perdarahan. Jika
sumber perdarahan ketemu, dapat dilakukan kauterisasi dengan perak nitrat (AgNO3 25% -
30%) biasanya cukup untuk menghentikan perdarahan. Jika cara-cara diatas tidak dapat
menghentikan epistaksis anterior, maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang
dimasukkan melalui rongga hidung anterior dan tampon akan mengembang dengan
sendirinya di dalam rongga hidung, atau dapat membuat tampon menggunakan kapas atau
kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik, kemudian disusun bertumpuk hingga
memenuhi seluruh rongga hidung untuk menekan sumber perdarahan dan dipertahankan
selama 2 hari dan kemudian dikeluarkan untuk mencegah infeksi di rongga hidung. Pasien
dengan tampon anterior tidak perlu dirawat inap jika kondisi pasien stabil.2,6

Perdarahan di bagian posterior lebih sulit diatasi karena perdarahan yang terjadi lebih
hebat dan sumbernya sulit untuk ditemukan dengan pemeriksaan rinoskopi anterior.
Penanggulangannya adalah dengan memasang tampon posterior yang disebut juga sebagai
tampon bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat yang dibentuk kubus atau bulat dengan
diameter kurang lebih 3cm. Pada tampon ini diikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan 1
buah di sisi berlawanan. Pemasangan tampon menggunakan bantuan kateter karet yang
dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut.
Pada ujung kateter diikatkan 2 benang tampon bellocq, kemudian kateter ditarik kembali
melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan jari
supaya dapat melewati palatum mole dan masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan,
dapat ditambahkan tampon anterior kedalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari
hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares anterior supaya tampon yang
terletak di nasofaring tetap di tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara
longgar pada pipi pasien. Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut
setelah 2-3 hari. Bila perdarahan terjadi dari kedua sisi, digunakan bantuan dua kateter
melalui masing-masing kavum nasi dan tampon posterior terpasang di tengah-tengah
nasofaring. Selain tampon bellocq, dapat juga digunakan keteter folley dengan balon sebagai
alternatif atau tampon buatan pabrik dengan balon khusus untuk hidung, ada juga tampon dari
bahan gel hemostatik.2,6
Penanganan pasien epistaksis dengan asam traneksamat dalam studi terbaru tidak
menunjukkan efektivitas yang baik. Embolisasi arteri juga dapat dilakukan apabila
perdarahan tidak membaik. Pendekatan bedah dapat dilakukan apabila tata laksana non-bedah
tidak berhasil. Tata laksana bedah yang dianjurkan berupa ligasi arteri sphenopalatina dengan
endoskopi.7

Prognosis

Secara umum, pasien epistaksis yang sudah diberikan penanganan memiliki prognosis
yang baik. Ketika penanganan suportif sudah diberikan dan permasalahan kesehatan yang
mendasari epistaksis sudah ditangani maka jarang sekali akan terjadi epistaksis berulang.
Sebagian mungkin dapat mengalami perdarahan spontan tetapi akan berhenti dengan
sendirinya atau dapat diatasi dengan penanganan minimal. Sedikit sekali pasien yang akhrnya
membutuhkan pemasangan tampon berulang atau penanganan yang lebih invasif.8

Komplikasi dan Pencegahan

Komplikasi dapat terjadi karena epistaksisnya sendiri ataupun dari upaya


penanggulangan epistaksis. Perdarahan yang hebat dapat mengakibatkan aspirasi darah
kedalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal.
Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemi
serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.
Dalam hal ini harus diberikan cairan infus atau transfusi darah secepatnya. Pembuluh darah
yang pecah mempermudah masuknya agen penyebab infeksi. Pemasangan tampon dapat
menyebabkan rinosinusitis, otitis media, septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena
itu, tampon diolesi juga dengan krim antibiotik. Pemberian antibiotik oral masih diragukan
efektivitasnya, tetapi apabila ingin memberikan antibiotik, dapat diberikan amoksisilin-
klavulanat dengan dosis 875mg untuk dewasa atau 40 mg/kg dan dibagi dua sampai tiga kali
sehari untuk anak. Tampon juga harus dicabut setelah 2-3 hari untuk mencegah infeksi dan
diganti dengan tampon baru apabila masih terjadi perjadarahan.2,6

Hemotimpanum juga dapat terjadi sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba
eustachius, dan air mata berdarah sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui
duktus nasolakrimalis. Pemasanagan tampon bellocq juga dapat menyebabkan komplikasi
berupa laserasi palatum mole dan sudut bibir jika benang yang keluar diikatkan terlalu ketat
pada pipi. Nekrosis mukosa hidung dan septum dapat terjadi apabila kateter balon dipompa
terlalu keras.2

Setelah diberikan penanganan untuk epistaksis, perlu dilanjutkan dengan mencari


penyebab epistaksis untuk mengetahui apakah ada masalah kesehatan yang mendasari.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah lengkap,
pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, pemeriksaan gula darah, hemostasis. Pemeriksaan foto
polos atau CT Scan sinus dilakukan bila curiga adanya sinusitis. Konsultasikan ke penyakit
dalam atau kesehatan anak apabila dicurigai ada kelainan sistemik.2

Kesimpulan

Epistaksis adalah perdarahan dari rongga hidung yang dibagi dua berdasarkan lokasi
perdarahan, yaitu anterior dan posterior. Epistaksis anterior melibatkan pleksus kiesselbach
dan posterior melibatkan pleksus woodruff. Epistaksis merupakan kejadian yang umum
ditemui di masyarakat tetapi biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri tanpa penanganan
medis. Biasanya pasien datang berobat jika perdarahan tidak kunjung berhenti atau
perdarahan berulang. Pemeriksaan keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital saat pasien
datang harus dilakukan pertama kali supaya ketahuan apabila ada kelainan dan dapat
dikoreksi dini. Setelah itu baru dilakukan tindakan mulai dari menekan cuping hidung,
pemberian kapas atau kain kassa yang diberikan campuran lidokain 2% dan epinefrin,
pemasangan tampon anterior atau posterior, hingga pendekatan bedah.
Daftar Pustaka

1. Parajuli R. Evaluation of etiology and treatment methods for epistaxis: A review at a


tertiary care hospital in central nepal. Int J Otolaryngol. 2015; 2015: 283854.

2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI;2018.h.131-5.

3. Paulsen F, Waschke J. Sobotta atlas of human anatomy head, neck, and neuro anatomy.
15th ed. Munich: Elsevier GmbH; 2011.

4. Adil E, Setabutr D, Carr MM. Uncontrolled epistaxis secondary to traumatic


pseudoanueurysm of the maxilarry artery. Case Rep Otolaryngol. 2011; 2011: 347671.

5. Beck R, Sorge M, Scheider A, Dietz A. Current approaches to epistaxis treatment in


primary and secondary care. Dtsch Arztebl Int. 2018; 115(1-2): 12-22.

6. Stone CK, Humphries RL. Current diagnosis & treatment: Emergency medicine. 8th ed.
New York: The McGraw-Hill Companies; 2017.

7. Traboulsi H, Alam E, Hadi U. Changing trends in the management of epistaxis. Int J


Otolaryngol. 2015; 2015: 263987.

8. diunduh dari https://www.medscape.com/answers/863220-26939/what-is-the-prognosis-of-


epistaxis-nosebleed pada tanggal 17 November 2019

Anda mungkin juga menyukai