Anda di halaman 1dari 16

;

LAPORAN PENDAHULUAN : PENURUNAN KESADARAN

A. Konsep Dasar
1. Pengertian

Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang

menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari

gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak

dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan

disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. (Susan, 1998)

Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di

klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi

tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara

kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. (Carpenito, 2001)

2. Klasifikasi

Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/

lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/

lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.

a. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk

1. Gangguan iskemik

2. Gangguan metabolik

3. Intoksikasi

4. Infeksi sistemis

5. Hipertermia

6. Epilepsi

b. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak

3. Radang otak

c. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal

1. Tumor otak

2. Perdarahan otak

3. Infark otak

4. Abses otak

3. Etiologi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh

misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang

otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.

Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat

(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)

kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah

lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.

Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan oksigen.

Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya kompensasi dengan

menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka

akan terjadi penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.

Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi menjadi

karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan

ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.

O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran.

Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh

adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma disebabkan

kegagalan difus dari metabolisme saraf.


1. Ensefalopati metabolik primer

Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia.

Misalnya penyakit Alzheimer.

2. Ensefalopati metabolik sekunder

Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan

kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik

ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil

(kecuali pasien mempergunakan glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan


ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).

Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan koma.

Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak menimbulkan

koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan metabolik terjadi karena

pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri. (Tucker, 1998)

Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di

daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik.

Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi

supratentorial dan lesi infratentorial.

1. Koma supratentorial

1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang otak tetap

normal.

2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).

Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri) beserta

edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan

pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi transtentorial sentral

dan herniasi unkus.


a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral menyebabkan tekanan

pada pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemi dan edema.

b. Herniasi transtentorial/ sentral

Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang rostrokaudal

dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan menekan disensefalon,

mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui celah tentorium.

c. Herniasi unkus

Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau lobus
temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke

atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.

2. Koma infratentorial

Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.

1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak pembuluh darah

yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke,

tumor, cedera kepala dan sebagainya.

2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS

a. Langsung menekan pons

b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan menekan

tegmentum mesensefalon.

c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan medulla oblongata.

4. Patofisiologi

Kesadaran menurun jika terjadi:


a. Gangguan pada ARAS (ascending reticular activating system) yang merupakan susunan

penggalak kewaspadaan

Gangguan ARAS :

Tumor otak, abses, perdarahan intraserebral, subarachnoid, epidural,subepidural, trauma kepala

denganl esi fokal.

b. Gangguan pada korteks serebri yang merupakan pengolah kesadaran

c. Sel neuron korteks tak dapat digalakkan. Lesi massa ini dapat menekan batang otak ® menekan

ARAS® penurunan kesadaran


d. Gangguan fungsi korteks serebri

e. Gangguan metabolisme neuron di SSP

f. G a n g g u a n s u p l a i O 2 dan glukosa ke otak ®sel neuron tak berfungsi optimal.

Penyebabnya : Epilepsi, hipoksia, obat-obatan, keracunan, penyakit metabolik, hipotensi,

alkohol.

5. Manifestasi Klinis

Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :

a. Penurunan kesadaran secara kwalitatif

b. GCS kurang dari 13

c. Sakit kepala hebat

d. Muntah proyektil

e. Papil edema

f. Asimetris pupil

g. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative

h. Demam

i. Gelisah
j. Kejang

k. Retensi lendir / sputum di tenggorokan


l. Retensi atau inkontinensia urin

m. Hipertensi atau hipotensi

n. Takikardi atau bradikardi

o. Takipnu atau dispnea

p. Edema lokal atau anasarka

q. Sianosis, pucat dan sebagainya

6. Komplikasi
Komplikasi yang muncul dapat meliputi:

1. Edema otak

Dapat mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat menyebabkan kematian.

2. Gagal ginjal

Akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal.

3. Kelainan asam basa

Hampir selalu terjadi alkaliosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkaliosis metabolic terjadi

akibat hipokalemi. Asidosis metabolic dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau asam

organic lainnya akibat gagal ginjal.

4. Hipoksia

Sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan permeabilitas pembuluh

darah kapiler di jaringan intersisial atau alveoli.

5. Gangguan faal hemoestasis dan perdarahan

6. Gangguan metabolisme atau hipoglikemia dan gangguan keseimbangan

elektrolit atau hipokalsemia.

7. Kerentanan terhadap infeksi

Sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram negative, peritonitis, infeksi jalan nafas atau
paru.

8. Gangguan sirkulasi
Pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran

yaitu :

a. Laboratorium darah

Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah (BUN),

osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan
analisa gas darah ( BGA ).

b. CT Scan

Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak

c. PET ( Positron Emission Tomography )

Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak

d. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )

Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.

e. MRI

Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.

f. Angiografi serebral

Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena.

g. Ekoensefalography

Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan

hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.

h. EEG ( elektroensefalography )

Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut

otak, infeksi otak


i. MG ( Elektromiography )

Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.


8. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan

dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu

umum dan khusus.

Umum

a. Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada

kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang meningkat.


b. Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, pastikan jalan

nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada

cairan.

c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan kebutuhan

bersamaan dengan sampel darah.

d. Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan elektrokardiogram

(EKG).

e. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas

lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb.

Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit

sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).

Khusus

Pada herniasi

a. Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.

b. Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian

dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.

c. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6
mg setiap 6 jam.
d. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural hematom,

konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian rimer

a. Airway
1) Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas

2) Terjadi penurunan kesadaran

3) Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll

4) Penggunaan otot-otot bantu pernafasan

5) Gelisah

6) Sianosis

7) Kejang

8) Retensi lendir / sputum di tenggorokan

9) Suara serak, Batuk

b. Breathing

1) Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll

2) Sianosis

3) Takipnu

4) Dispnea

5) Hipoksia

6) Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi

c. Circulation
1) Hipotensi / hipertensi
2) Takipnu

3) Hipotermi

4) Pucat

5) Ekstremitas dingin

6) Penurunan capillary refill

7) Produksi urin menurun

8) Nyeri

9) Pembesaran kelenjar getah bening


2. Pengkajian Sekunder

a. Riwayat penyakit sebelumnya

Apakah klien pernah menderita :

1) Penyakit stroke

2) Infeksi otak

3) DM

4) Diare dan muntah yang berlebihan

5) Tumor otak

6) Intoksiaksi insektisida

7) Trauma kepala

8) Epilepsi dll.

b. Pemeriksaan fisik

1) Aktivitas dan istirahat

Ø Data Subyektif:

§ kesulitan dalam beraktivitas

§ kelemahan

§ kehilangan sensasi atau paralysis.


§ mudah lelah

§ kesulitan istirahat
§ nyeri atau kejang otot

Ø Data obyektif:

§ Perubahan tingkat kesadaran

§ Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.

§ gangguan penglihatan

2) Sirkulasi

Ø Data Subyektif:

§ Riwayat penyakit stroke


§ Riwayat penyakit jantung : Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis

bacterial.

§ Polisitemia.

Ø Data obyektif :

§ Hipertensi arterial

§ Disritmia

§ Perubahan EKG

§ Pulsasi : kemungkinan bervariasi

§ Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3) Eliminasi

Ø Data Subyektif:

§ Inkontinensia urin / alvi

§ Anuria

Ø Data obyektif

§ Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )

§ Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

4) Makan/ minum
Ø Data Subyektif:

§ Nafsu makan hilang


§ Nausea

§ Vomitus menandakan adanya PTIK

§ Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan

§ Disfagia

§ Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Ø Data obyektif:

Obesitas ( faktor resiko )

5) Sensori neural
Ø Data Subyektif:

§ Syncope

§ Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

§ Kelemahan

§ Kesemutan/kebas

§ Penglihatan berkurang

§ Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka

§ Gangguan rasa pengecapan

§ Gangguan penciuman

Ø Data obyektif:

§ Status mental

§ Penurunan kesadaran

§ Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)

§ Gangguan fungsi kognitif

§ Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek

tendon dalam

§ Wajah: paralisis / parese


§ Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata

kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. )
§ Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil

§ Kehilangan kemampuan mendengar

§ Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

§ Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor /

anisokor, diameter pupil

6) Nyeri / kenyamanan

Ø Data Subyektif:

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya


Ø Data obyektif:

§ Tingkah laku yang tidak stabil

§ Gelisah

§ Ketegangan otot

7) Respirasi

Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )

8) Keamanan

Ø Data obyektif:

§ Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

§ Perubahan persepsi terhadap tubuh

§ Kesulitan untuk melihat objek

§ Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

§ Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali

§ Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

§ Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan

§ Berkurang kesadaran diri

3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan

peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh secret

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder

terhadap hipoventilasi

4. Rencana Keperawatan

No Diagosa keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi


1 Gangguan perfusi jaringan serebral Tujuan : gangguan perfusi jaringan
1. Tentukan
berhubungan dengan hipoksia berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan tertentu, ya
jaringan, ditandai dengan keperawatan selama 1 jam. potensial pe
peningkatan TIK, nekrosis jaringan, Kriteria hasil : 2. Kaji respo
pembengkakan jaringan otak, depresi
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK 3. Pantau tek
SSP dan oedema - Tanda – tanda vital dalam batas normal 4. Evaluasi
- Tidak adanya penurunan kesadaran ketajaman p
5. Perhatikan
tidak sesuai
6. Tinggikan
7. Kolaboras
b. Berikan o
c. Berikan o
2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah 1. Kaji dan p
b.d obstruksi jalan nafas oleh secret dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam. 2. Posisikan
Kriteria hasil: jalan napas
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan optimal
napas 3. Penghisap
- Ekspansi dada simetris 4. Auskultas
- Bunyi napas bersih saat auskultasi setiap 4 jam
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan Kolaborasi :
GDA dan tanda vital dalam batas normal a. Berikan o
b. Pantau BG

3 Ketidakefektifan pola nafas Tujuan : 1. Kaji freku


berhubungan dengan adanya Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan
2. Auskultas
depresan pusat pernapasan keperawatan selama 1 jam 3. Pantau pe
4. Berikan p
Kriteria hasil: 5. Berikan in
- RR 16-24 x permenit 6. Catat kem
- Ekspansi dada normal Kolaborasi
- Sesak nafas hilang / berkurang b. Berikan o
- Tidak suara nafas abnormal c. Berikan o

4 Gangguan pertukaran gas


Tujuan : 1. Kaji TD,
berhubungan dengan abnormalitas Setelah diberikan tindakan keperawatan prn, laporka
ventilasi-perfusi sekunder terhadap selaama 1 jam, pasien dapat
2. Auskultas
hipoventilasi mempertahankan pertukaran gas yang adekuat jam
3. Tinjau k
Kriteria Hasil : perhatikan p
Pasien mampu menunjukkan : 4. Evaluasi
- Bunyi paru bersih kebutuhan o
- Warna kulit normal 5. Pantau ira
- Gas-gas darah dalam batas normal untuk Kolaboraasi
usia yang diperkirakan b. Berikan c
c. Berikan
antibiotik, s

DAFTAR PUSTAKA

1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2.
Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun
1989)
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing.
8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli
diterbitkan tahun 1993)

Anda mungkin juga menyukai