Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan ketidakmampuan kembalinya
fungsi nefron. Gejala klinis yang serius sering tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi
menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal. Bahkan, konsentrasi elektrolit darah relatif
normal dan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembaikan sampai jumlah nefron yang
berfungsi menurun di bawah 20-25 persen. (Guyton and Hall, 2014).
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al, 2015).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2015).
Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana terjadi
kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan
elektrolit yang menyebabkan uremia atau azotemia (Brunner & Suddarth, 2016).
Menurut Syamsir (2007) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan fungsi ginjal
yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun). Penyakit ginjal kronis (Chronic
Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
dalam keadaaan yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat
ireversibel. CKD disebabkan oleh berbagai penyakit. Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan
bahwa ketika pasien telah mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi
pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir
penyakit ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa gagal ginjal kronis adalah kerusakan
ginjal yang ireversibel sehingga fungsi ginjal tidak optimal dan diperkukan terapi yang membantu
kinerja ginjal serta dalam beberapa kondisi diperlukan transplantasi ginjal.
Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus)
dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai
berikut :
Etiologi
Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga
merupakan penyakit sekunder. Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
7. Nefropati toksik
(Robinson, 2013)
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktifitas aksis reninangiostensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.Aktivitas jangka panjang aksis
renin-angiostensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor β (TGF- β).Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas
penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomelurus maupun
tubulointersitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve) pada keadaan dimana basal LFG (Laju Filtrasi Glomelurus) masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan
pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, hipertensi gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo
atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
di bawah 15%akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Brunner and Suddarth, 2014).
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2011) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus,
perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg syndrom (pegal pada kaki sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa
kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot
– otot ekstremitas)
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal
– gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore.
Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
Biasanya terjadi retensi garam dan air, tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi.
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah
:
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit
berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien gagal ginjal kronik adalah :
1. Radiologi
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista,
obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut,
diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan ureter
proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi
ginjal
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia
karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk
mengetahui etiologinya.
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,bakteri, lemak,
partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum
sering 1:1.
Ureum :
Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir
(mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik
Penatalaksanaan Medis
a. konsevatif
b. dialysis
- peritonel dialysis biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukuan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonal
Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada
awalnya hemodialysis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
c. operasi
- pengembalian batu
- transplatasi ginjal
http://ibnu22ma.blogspot.com/2018/04/laporan-pendahuluan-c-h-ronic-kidney.html
https://www.academia.edu/37605184/LP_CKD_ARIP.doc
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/578/1/KTI%20ISMAIL.pdf
http://attihhartinisutisna.blogspot.com/2018/04/lp-ckd.html
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1624/8/Devada%20KTI.pdf
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien GGK
Pengkajian
Identitas klien ː Terdiri dari nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat
Riwayat utama
1) Keluhan Utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-
angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak
dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative,
provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia,
dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa
Kaji adanya berapa lama klien sakit GGK kaji terkait infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya
riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana
pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system
perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada
keluarga.
5) Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (
gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area
lingkungan rumah.
1) Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis tinggi, personal hygiene
kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein,
kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita
tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat badan
cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada
mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare
konstipasi, perubahan warna urin.
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan tingkat
kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku
berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada
telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status
mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau.
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah,
mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran.
Pengkajian fisik
5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan gusi.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta
krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.
10) Ekstremitas : capitally revil > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi,
gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (1999) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada.
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, pertikel
koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat)
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 gr
c) GDA, PH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein,
bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis) atau
pengeluaran jaringan.
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino
esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan
ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter dan
retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan untuk
diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
h) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi,
kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan bentuk
ginjal.
k) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi invasif ginjal