Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS MARET 2019

“ INTRA UTERINE FETAL DEATH ”

Oleh :
Florencia Irena Halim
N 111 17 098

Pembimbing Klinik :
dr. Abdul Faris, Sp.OG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Florencia Irena Halim


No. Stambuk : N 111 17 098
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter
Universitas : Tadulako Palu
Judul Refleksi Kasus : Intra Uterine Fetal Death
Bagian : Bagian Obstetri dan Ginekologi

Bagian Obstetri dan Ginekologi


RSUD UNDATA PALU
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, 19 Maret 2019


Pembimbing Mahasiswa

dr. Abdul Faris, Sp.OG (K) Florencia Irena Halim


BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist


yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20
minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan
pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.1

Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang


digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka
kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada
survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari
rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga
belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.1
Patogenesis kelahiran mati bersifat multifaktorial, dengan infeksi dan komplikasi
medis ibu menyebabkan kejadian yang signifikan.2

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal,


maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 15 – 35 % kasus tidak diketahui
penyebabnya.3 Untuk dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan
pemeriksaan autopsi.4 Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini
melaporkan sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan
usia maternal akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun
memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan
wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada
pasien primipara dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok),
berat maternal, kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga
mempengaruhi resiko terjadinya IUFD.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Menurut WHO dan American College of Obstetricians and
Gynecologist yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih.1

II. EPIDEMIOLOGI
Kelahiran mati lebih sering terlihat dengan semakin mudanya usia
gestasional.3 Melahirkan bayi (kematian janin di luar usia kehamilan 20
minggu) terjadi pada tingkat keseluruhan 6,2 per 1.000 kelahiran di
Amerika Serikat. Tingkat kematian janin antara usia kehamilan 20-27
minggu tetap stabil pada 3,2 per 1.000 kelahiran, sementara tingkat
kematian janin di luar usia kehamilan 28 minggu sedikit menurun dari 4,3
menjadi 3,0 per 1.000 kelahiran sejak 1990-an.2

Di A.S., masih ada perbedaan ras yang signifikan dalam tingkat


kelahiran mati, dengan wanita kulit hitam non-Hispanik yang mengalami
kelahiran mati pada tingkat 11,13 vs 4,79 per 1.000 kelahiran hidup dan
kematian janin dibandingkan dengan wanita kulit putih non-Hispanik.
Wanita Hispanik juga berisiko tinggi lahir mati dibandingkan dengan wanita
kulit putih non-Hispanik (5,44 per 1.000 kelahiran hidup dan kematian
janin). Meskipun akar perbedaan ini tidak diragukan lagi bersifat
multifaktorial, sebagian besar peningkatan kematian janin diperkirakan
disebabkan oleh etiologi infeksius dan komplikasi kebidanan.2
III. ETIOLOGI 1,3
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian
janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelaianan
patologik plasenta. Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial, yaitu :
1. Faktor Fetal (24 – 40%)
Anomali kromosom, defek kelahiran non-kromosom, non –
imun hidrops, infeksi ( virus, bakteri, protozoa ), kehamilan kembar,
kelaianan kongenital. 1,3
2. Faktor Plasenta (25- 35%)
Kelainan plasenta (abruptio plasenta, insufisiensi plasenta,
plasenta previa), perdarahan feto-maternal, asfiksia intrapartum, twin-
to-twin transfusi, chorioamnionitis. 1,3
3. Faktor Maternal (5-10%)
Diabetes Mellitus tidak terkontrol, Hipertensi, Trauma,
Persalinan abnormal, Sepsis, Ruptur uteri, Kehamilan Post Term,
Obat-obatan, umur ibu tua, kematian ibu. 1,3

Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intra uterin


meningkat pada ibu >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada
ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu, dan
kegemukan.1

IV. PATOFISIOLOGI 2,3


Patogenesis kelahiran mati bersifat multifaktorial, dengan infeksi
dan komplikasi medis ibu menyebabkan kejadian yang signifikan. Sampai
20% kelahiran mati diyakini terkait dengan infeksi, baik karena infeksi
janin langsung atau penyakit ibu berat. Infeksi dengan Treponema
pallidum dapat menyebabkan angka kematian janin 50% di dalam rahim.
Patogen lain yang terlibat dalam kelahiran mati termasuk Escherichia coli,
Streptococci kelompok B, Mycoplasma hominis, Ureaplasma, Gardnerella
dan Bacteroides spp. Toxoplasma gondii, leptospirosis dan Listeria
monocytogenes kurang umum. Infeksi virus, seperti parvovirus dan
cytomegalovirus (CMV) juga dikaitkan dengan kematian janin.2

Banyak kondisi medis ibu dikaitkan dengan peningkatan risiko


lahir mati:
a. diabetes
b. hipertensi
c. Penyakit ginjal
d. lupus eritematosus sistemik
e. Kolestasis intrahepatik kehamilan
f. memperoleh trombofilia
g. alloimunisasi.2

Penderita diabetes berisiko tinggi lahir mati, terutama jika ada


riwayat kontrol glikemik yang buruk. Kehamilan ini berisiko tinggi
mengalami kelainan kongenital, kelainan pada pertumbuhan janin dan
perkembangan persalinan abnormal. Hiperglikemia ibu memicu
peningkatan produksi insulin pada janin untuk mengendalikan
hiperglikemia janin berikutnya. Insulin, pada gilirannya, merangsang
pertumbuhan janin, yang jika berlebihan dapat menyebabkan asidosis
metabolik karena insufisiensi plasenta. Beberapa penelitian melaporkan
kontrol glikemik ibu yang buruk sebagai temuan pada wanita dengan lahir
mati, dengan peningkatan risiko keseluruhan 2,5-5 kali lipat dibandingkan
dengan pasien diabetes non-diabetes.2

A. Penyebab Fetal
Beberapa tipe abnormalitas janin menyumbang sekitar 25
hingga 50 persen dari seluruh kelahiran mati. Insidennya malformasi
kongenital mayor sangat bervariasi karena beberapa bias. Hal ini
bergantung pada bagaimana otopsi dilakukan dengan dan jika
demikian, meliputi pengalaman, minat, dan pelatihan terhadap ahli
patologi. Defek tabung-saraf, hidrops, hidrosefalus terisolasi, dan
penyakit jantung kongenital kompleks merupakan penyebab tersering.
3

Kelahiran mati yang disebabkan oleh infeksi janin juga sering


ditemukan, terutama jika ditemukan sumber infeksi bakterial asendens
pada cairan amnion dan plasenta. Infeksi lain yang berpotensi letal
meliputi gangguan yang disebabkan oleh cytomegalovirus, dan
provovirus B19, rubella, varicella, listeriosis, borreliosis,
toksoplasmosis, dan banyak lagi. 3

B. Penyebab Plasental
Banyak penyakit janin akibat abnormalitas plasenta yang juga
dikategorikan sebagai penyebab maternal atau fetal. Solusio plasenta
merupakan penyebab kematian janin tunggal yang paling sering
teridentifikasi. Infeksi membran dan plasenta yang bermakna
biasanya berkaitan dengan infeksi janin. Infark plasenta terlihat
sebagai area degenerasi trofoblastik fibrinoid, klasifikasi, dan infark
iskemik akibat oklusi arteria spiralis. Perdarahan fetal-maternal yang
cukup untuk menenimbulkan kematian janin dilaporkan pada 4,7
persen dari 319 kematian janin di Los Angeles Country Women’s
Hospital. Sindrom twin-twin transfusion merupakan penyebab umum
kematian janin pada kehamilan multifetal multikorionik.3

C. Penyebab Maternal
Meskipun terlihat hanya memberikan sedikit kontribusi pada
kematian janin, faktor maternal sering kurang diperhatikan.
Beberapa hipertensif dan diabetes merupakan dua penyakit
maternal yang paling sering dan menyebabkan 5 sampai 8 persen
kelahiran mati.3
V. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD 1,3,4,5
Penentuan penyebab kematian janin membantu adaptasi fisiologis
terhadap rasa kehilangan yang besar, membantu mengatasi rasa bersalah
yang merupakan bagian dari rasa berkabung, membuat konseling dengan
memperhatikan rekurensi sehingga lebih akurat dan dapat memastikan
terapi atau intervensi untuk mencegah hasil akhir yang sama pada
kehamilan berikutnya. 3
Diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi dan
pemeriksaan plasenta serta selaput.
1. Anamnesis :
Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.

2. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi :Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia
kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang
biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus.

Palpasi : Tidak teraba gerakan- gerakan janin.

Auskultasi :Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia


kehamilan 10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic
Doppler merupakan bukti kematian janin yang kuat.

3. Pemeriksaan Penunjang :
a. USG (Ultrasonografi)
1) Tidak adanya pergerakan janin (termasuk denyut jantung)
yang diukur selama periode observasi 10 menit dengan USG,
merupakan bukti kuat adanya kematian janin.
b. Foto Radiologi
Setelah 5 hari tanpak tulang kepala kolaps, tulang kepala
saling tumpang tindih (gejala ‘spalding’), tulang belakang
hiperrefleksi, edema sekitar tulang kepala, tampak gambaran gas
pada jantung dan pembuluh darah.
c. Pemeriksaan Urine :
Pemeriksaan HCG menjadi negatif setelah beberapa hari
kematian janin

VI. ALUR INVESTIGASI PADA IUFD 3


Bertujuan untuk :
1. Memastikan diagnosis IUFD secara sonografi atau radiologi
2. Memeriksa kadar fibrinogen darah dan masa
tromboplastin parsial secara periodik, terutama bila
janin dipertahankan dalam kandungan > 2 minggu.
3. Mencari penyebab kematian janin.

Alur Pemeriksaan Kelahiran Mati 3

1. Deskripsi bayi
a. malformasi
b. bercak/ noda
c. warna kulit – pucat, pletorik
d. derajat maserasi
2. Tali pusat
a. prolaps
b. pembengkakan - leher, lengan, kaki
c. hematoma atau striktur
d. jumlah pembuluh darah
e. panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
a. warna – mekoneum, darah
b. konsistensi
c. volume
4. Plasenta
a. berat plasenta
b. bekuan darah dan perlengketan
c. malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
d. edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
a. bercak/noda
b. ketebalan

VII. PENATALAKSANAAN 2,5


Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan
pemeriksaan tanda vital ibu; dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi
pembekuan. Diberitahukan kepada keluarga tentang kemungkinan penyebab
kematian janin; rencana tindakan; dukungan mental pada penderita dan
keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.1 Begitu kematian
janin didiagnosis, waktu dan rute persalinan harus ditentukan pada usia
kehamilan, keadaan klinis yang sesuai, dan yang terpenting, preferensi
pasien.2

Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2


minggu, umumnya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif
dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Tindakan
perabdominam bila janin letak lintang.1 Jika induksi persalinan dipilih,
misoprostol adalah metode induksi yang paling disukai pada usia kehamilan
kurang dari 28 minggu, dengan dosis oksitosin yang tinggi merupakan
alternatif yang valid. Untuk induksi setelah 28 minggu, protokol obstetrik
standar harus diikuti, dengan penggunaan oksitosin dan prostaglandin yang
sesuai.2

Penatalaksanaan pada kasus kematian janin dalam rahim yaitu


dengan terminasi kehamilan. Beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun
ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
keputusan diambil.
2. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan
spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan
akan terjadi tanpa komplikasi
3. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,
lakukan penanganan aktif.
4. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks yaitu:
a. Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prostaglandin.
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi
c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
5. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun
dan serviks belum matang, dilakukan pematangan serviks dengan
misoprostol:
a. Berikan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina dan dapat diulang
sesudah 6 jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol maka naikkan
dosis menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.
6. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
7. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati
8. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
9. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya
patologi plasenta dan infeksi.5
Kematian janin secara psikologis sangat traumatik untuk wanita dan
keluarganya. Stres yang lebih lanjut terjadi pada interval lebih dari 24 jam
antara diagnosis kematian janin dan induksi persalinan.3 Penyedia layanan
harus menawarkan dukungan emosional dan layanan berkabung kepada
pasien dan keluarga. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk
pengembangan depresi. Pasien harus didorong untuk mencari konseling
prakonsepsi mengenai kehamilan berikutnya.2

VIII. KOMPLIKASI 2,5


1. Gangguan psikologis
2. Infeksi intrauterin dan koagulopati konsumtif dapat terjadi pada hingga
4% wanita yang ditangani dengan harapan setelah diagnosis kematian
janin. Risiko ini meningkat jika dugaan abrupsi, namun umumnya jarang
terjadi dalam 4 minggu pertama setelah diagnosis.

IX. PENCEGAHAN
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau
mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak
bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan
USG untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan
terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin. 1

Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal


care yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok,
minuman beralkohol atau penggunaan obat-obatan.

Pencegahan kelahiran mati pada kehamilan berikutnya harus


berfokus pada modifikasi faktor risiko melalui perawatan kondisi medis ibu,
mencapai berat badan pra-kehamilan yang optimal, dan obat-obatan, alkohol
dan penghentian merokok jika ada. Konseling prakonsepsi sangat
dianjurkan. Riwayat menyeluruh yang merinci keadaan kematian janin
sebelumnya harus diperoleh termasuk: usia kehamilan pada saat kematian,
morbiditas medis, komplikasi kehamilan, dan patologi dan hasil evaluasi
kelahiran mati lainnya jika tersedia. 2
Respon kesedihan yang segera atau terlambat dari para calon ibu dan
ayah adalah alamiah dan perlu diantisipasi. Separuh wanita yang mengalami
kematian perinatal membutuhkan perawatan psikiatri untuk menghindari
komplikasi psikiatri. 4
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 25 Februari 2019


Ruangan : RB RS Wirabuana Palu
Jam : 13.05 WITA

I. IDENTITAS
Nama : Ny. N Nama Suami : Tn. R
Umur : 23 tahun Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Thamrin Alamat : Jl. Thamrin
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

II. ANAMNESIS
G2P1A0 Usia Kehamilan : 24-25 minggu
HPHT :20-08-2018 Menarche : 13 tahun
TP :27-05-2019 Perkawinan : pertama, 20 Tahun

Keluhan Utama :
Nyeri perut tembus belakang

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk ke ruang bersalin RS Wirabuana Palu dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan keluarnya lendir dari jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Mual (-) muntah (-) BAB dan BAK biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Kejang (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Mellitus (-)
Berdasarkan pengakuan pasien, ia sering mengonsumsi obat warung selama masa
kehamilannya untuk mengobati sakit gigi maupun sakit kepala yang dialaminya.

Riwayat Obstetri :
a. Hamil pertama : lahir tahun 2017, cukup bulan, lahir di bantu bidan, jenis
kelamin Perempuan, BB 3000 gram.
b. Hamil kedua : Hamil sekarang

Riwayat haid:
Haid teratur setiap bulan, dengan durasi 1 minggu, dan mengganti pembalut
2xsehari.

Riwayat KB: -

Riwayat ANC :
Tidak rutin ANC di PUSKESMAS

Riwayat Imunisasi: -

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sedang TekananDarah:100/60 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 88 x/menit
BB : 65 Kg Respirasi : 20 x/menit
TB : 155 cm Suhu : 36,7ºC

Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pembesaran KGB (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II
murni Regular

Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : TFU 30 cm
Leopold II : Punggung kanan
Leopold III : Bagian terbawah keras, presentasi kepala
Leopold IV : Hodge IV
DJJ : Tidak ditemukan
HIS : (+)
TBJ : 600 gram
Pergerakan Janin : Tidak dirasakan
Janin Tunggal : Janin tunggal

Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vulva : tidak ada kelainan Bagian terdepan :kepala
Vagina : tidak ada kelainan Penurunan :-
Portio : tipis UUK :-
Pembukaan : lengkap 10 cm Pintu panggul :-
Ketuban :+ Pelepasan :lendir

Ekstremitas :
Edema ekstremitas bawah -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

V. RESUME
Pasien perempuan 23 tahun dengan G2P1A0 masuk dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang yang dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pelepasan lendir (+)
darah (-). BAB dan BAK biasa.
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 30 cm, punggung kanan,
presentasi kepala, HIS ada namun tidak sempat diobservasi, DJJ tidak ditemukan.
Pemeriksaan dalam (VT) V/v dalam batas normal, portio tipis, kepala Hodge IV,
pembukaan 10 cm, pelepasan lendir (+)
Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium.

VI. DIAGNOSIS
G2P1A0 gravid 24 minggu + IUFD + inpartu kala I fase aktif

VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana partus pervaginam
b. Observasi TTV, kemajuan persalinan dan patograf
Persalinan terjadi pukul 13.20 WITA melalui proses persalinan normal.

VIII. FOLLOW UP

FOLLOW UP Hari Pertama (26 Februari 2019)


S: Nyeri perut (+), ppv (+), mual (-) muntah (-) pusing (-) sakit kepala (-)
BAB (-), BAK (+) lancar.

O: Keadaan umum : Sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/80 mmHg N: 70 x/m RR: 18 x/m S : 36,5oC
Status generalis
Mata : konjungtiva anemis -/-
Thoraks: Cor: S1-S2 reguler, gallop (-) murmur (-)
Pulmo: SN vesikuler, ronchi -/- wheezing -/-
Abdomen: Cembung, nyeri tekan (-), bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat dan tidak ada edema di kedua ekstremitas bawah

Status obstetrikus
TFU : 1 jari dibawah umbilikus , ASI : -/-, Kontraksi : (+) baik, Lokia (+)

A: P2A0H1 + post partum prematurus hari-1 dengan IUFD

P : Cefadroxyl 2 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Metilergometrin maleat 3 x 1 tab
PEMBAHASAN

Pasien dengan G2P1A0 23 tahun gravid 24 minggu masuk dengan keluhan


nyeri perut tembus belakang sejak 1 hari yang lalu disertai dengan pelepasan
lendir dari jalan lahir. Menurut WHO dan American College of Obstetricians and
Gynecologist yang disebut dengan Intra Uterine Fetal Death (IUFD) atau
kematian janin dalam rahim adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20
minggu atau lebih.1 Salah satu tanda dari kematian janin dalam rahim yaitu
penderita atau ibu mengeluh gerakan janin yang berkurang atau tidak ada sama
sekali.1,2

Dari anamnesis di dapatkan bahwa ibu sering mengonsumsi obat-obatan


warung seperti antalgin dan bodrex untuk meredakan sakit kepala maupun sakit
gigi yang dialaminya selama kehamilan. Disebutkan dalam teori bahwa
penggunaan obat-obatan dalam kehamilan termasuk salah satu faktor maternal
yang dapat menjadi etiologi terjadinya IUFD.1,3

Pada pemeriksaan obstetri didapatkan DJJ atau denyut jantung janin tidak
ditemukan. Diagnosis Intra Uterine Fetal Death atau kematian janin dalam rahim
ditegakan dengan melakukan pemeriksaan fisik dimana tidak terdengar denyut
jantung janin yang diperiksa dengan menggunakan fetoskopi atau doppler. 1,2,3

Pada pemeriksaan obstetri ditemukan tinggi fundus uteri 30 cm dan untuk


TBJ atau taksiran berat janin yaitu 600 gram dengan HPHT ibu tanggal 20-08-
2018. Diagnosis pada pasien ini dtegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
melihat kondisi bayi setelah kelahiran. Menurut buku Sarwono Prawirohardjo
riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat diagnosis
kematian janin. Umumnya penderita hanya mengeluhkan gerakan janin
berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan sarana penunjang diagnostik lanjut yaitu
Ultrasound atau USG dimana tampak gambaran janin tanpa tanda kehidupan.1,3

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan. Diskusikan kemungkinan


penyebab dan rencana penatalaksanaan. Rekomendasikan untuk segera intervensi.
Rencana tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga,
yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam. Persalinan pervaginam dapat
ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu. Persalinan dapat terjadi secara aktif
dengan induksi persalinan dengan oksitosin dan misoprostol.1 Namun, pada pasien
ini tidak dilakukan intervensi. Bayi lahir murni dengan kekuatan mengedan dari
ibunya.

Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga,
apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila
terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin
lebih dari 2 minggu.1 Pada kematian janin dalam rahim persalinan pervaginam
dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umumnya tanpa komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Winkjosastro H. Kematian Janin. In: Rachimhadhi T,


editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014. p. 732-734
2. Timofeev, Julia. Intra Uterine Fetal Death (IUFD). American Journal of
Obstetrics & Gynecology. USA. [ Journal ] January 8th 2012. Available from
https://www.journals.elsevier.com/american-journal-of-obstetrics-and-
gynecology/ Accesed March 17th, 2019.
3. Cunningham, FG. Leveno, KJ. Bloom, SL. (et al). Kematian Janin. In: Rudi
Setia, editor. Williams Obstetrics Volume 1, 23rd Edition. Jakarta: EGC;
2013. p 658-662.
4. Rayburn, WF. Carey JC. Bayi Lahir Mati dan Abortus Berulang. In: Virgi
Saputra, editor. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika; 2012. p
150-152.
5. A, Ardy C. G3P2A0, 38 Years Old, Gravid 28 weeks, Single Fetal Death,
Intrauterine, Breech Presentation, Breech, Yet In Partu With Intrauterine
Fetal Death (IUFD). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. [ serial
online ] 2013 Available from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/92 Accesed
March 17th, 2019.

Anda mungkin juga menyukai