Anda di halaman 1dari 40

REFERAT Oktober 2019

“ULKUS KORNEA”

Disusun Oleh:
Wira Amaz Gahari
N 111 18 023

Pembimbing Klinik :
dr. Santy Kusumawaty, M.Kes., Sp.M

BAGIAN OPTHALMOLOGY
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat
aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau
fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-
sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat
stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan.
Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini
menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan
erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan
kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas
memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan
ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan

2
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor
dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan
mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama
kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat
didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.3

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan yaitu untuk mengetahui dan memahami mengenai
ulkus kornea, dan mampu membuat rencana terapi sesuai klasifikasinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan


kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi,
dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung
dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut
limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea
juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.1

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui


berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat
aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.1

Anatomi Bola Mata1

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam4:


1. Lapisan epitel

Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal
dan sel gepeng.

4

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi
rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma
dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan
sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane
basalnya.

5

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.4

Lapisan Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1

2.2 Ulkus Kornea

6
A. Definisi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang
dapat terjadi dari epitel sampai stroma.2

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda
asing, dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya
bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau
peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan
ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan
kemungkinan erosi kornea.4

B. Epidemiologi

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya.


Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain
terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis
diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian
ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan
selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea
seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus
kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan
karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

7
C. Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui


cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.
Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan


tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi
dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit
dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris.1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan
parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus
yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan
daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke

8
membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5

D. Etiologi

a. Infeksi

Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua
ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya
sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas
menunjukkan infeksi P aeruginosa.1

Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.1

Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga
terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).1
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai
larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada
bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.4
b. Non-Infeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan
anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam
mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan

9
sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada
bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.5
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.5
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan mata
kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus,
musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea.
Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.6
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena
kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di
saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.5
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.5

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.


 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener

Rheumathoid arthritis6

E. Klasifikasi

10
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

a. Ulkus Kornea Sentral



Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi
ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-
abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus
cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.1
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna
putik kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek
epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea
yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya
minimal.1
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah
sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke
dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi
kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna
abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.
Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata
depan dapat terlihat hipopion yang banyak.1

Ulkus Kornea Bakterialis Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea


sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu

11
jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut
Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan
berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa
lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.1

Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi
jamur ini.1
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-
abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat
penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu
daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat
satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak
yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong
dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat
rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.1

Ulkus Kornea Fungi


Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada
kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum
timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya
infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang

12
bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes
zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea
hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.1
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan
oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya
gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul
dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada
kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran
kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.1

Ulkus Kornea Dendritik Ulkus Kornea Herpetik



Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus
kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.1

Ulkus Kornea Acanthamoeba

b. Ulkus Kornea Perifer



Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat
pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik

13
pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-
lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral.
Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus
eritromatosis dan lain-lain.6

Ulkus Marginal


Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea
kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis,
virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata.
Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea
dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang
sentral.6

Mooren's Ulcer


Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat


ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus,
bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus
marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai
ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan
dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.6

14
F. Gejala Klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :3

a. Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan
epitel kornea.3

b. Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion.3

G. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering
dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya
riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi
virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan
riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama
keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.4

15
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.
Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.4

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :


 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan sit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Kornea ulcer dengan fluoresensi


 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.4

Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

16
Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster

Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Pewarnaan gram ulkus kornea


bakteri akantamoeba

H. Penatalaksanaan

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.5

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah


1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

17
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan
keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya
harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini
diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas
sembuh.5
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan
diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati
dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi
atau tempat lain harus segera dihilangkan. 5,7
Infeksi pada mata harus diberikan :
 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai
sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

18
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.5
 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi : 5, 7
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi
penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml,
Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,
thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis anti biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik,
anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila

19
terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan
IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer. Perban tidak
seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan
kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus
yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan. 5, 7

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan : 4


 Kauterisasi
 Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik,
larutan murni trikloralasetat
 Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter
atau termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung
alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir
ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
 Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat
tidak menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti
cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan
nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi
spontan berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat.
Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila
perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka
dapat dilakukan :4
 Iridektomi dari iris yang prolaps
 Iris reposisi

20
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah
berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas
irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Ulkus kornea perforasi


(jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi)
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan
diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang
mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria
yaitu :4
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

21
Keratoplasti

I. Pencegahan

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera


berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali
luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.3,4

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam
mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam
keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai
dan merawat lensa tersebut.

J. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa: 2

 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat


 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder

K. Prognosis

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

22
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya,
dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas
memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea
bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi
ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.2

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan


dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan
dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis
sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial
yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama,
tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan
fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.2

23
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Maleo, Palu, Sulawesi Tengah
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:

Nyeri pada mata sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien masuk IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada mata sebelah kiri sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, keluhan diawali dengan penglihatan kabur sejak
3 minggu yang lalu dan semakin memberat, disertai rasa gatal, setelah itu nyeri mulai
timbul disertai adanya bercak putih pada area mata sebelah kiri, riwayat trauma dan
alergi pasien disangkal.

Riwayat Penyakit Mata Sebelumnya:

24
Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama sekitar 2 minggu yang lalu di RS
Anutapura, namun datang kembali karena keluhan dirasakan semakin memberat.
Riwayat pengobatan rawat jalan post opname pasien kurang baik. Pasien juga
mengalami penglihatan kabur pada mata kanan sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Lain:

Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol. Riwayat
Hipertensi, stroke, dan kelainan bawaan keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Trauma:

Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma sebelumnya.

Riwayat Penyakit Mata dalam Keluarga:

Pada keluarga, tidak ada yang mengalami riwayat gangguan penglihatan, baik kabur
penglihatan mendadak, perlahan, maupun mata merah saat ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis:
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 92x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36,5oC
Status Oftalmologis OD OS
Visus
- Tajam 1/300 1/~
penglihatan
- Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Kacamata lama - -

Inspeksi:
Kedudukan bola mata Sejajar simetris Sejajar simetris
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -

25
- Gerakan bola mata Baik Baik

Supra silia
- Warna
- Letak
Hitam Hitam
Area superior oculi, region Area superior oculi, region
Palpebra superior dan frontalis (Normal) frontalis (Normal)
inferior
- Edema
- Nyeri tekan
- Ektropion
- Entropion
- Trikiasis - -
- Sikatrik - -
- Ptosis - -
- Pus - -
- Hiperemis - -
- Pembekakan - -
- -
- -
- -
Konjungtiva tarsal - -
superior dan inferior
- Hiperemis
- Sikatriks

Konjungtiva Bulbi
- Sekret
- Injeksi - +
konjungtiva - -
- Injeksi siliar
- Injeksi episklera
- Hiperemis
- Perdarahan
subkonjungtiva - -
- Pterigium - -
- Nodul - +
- -
Sistem lakrimasi
- Punctum + +
lakrimal - -

Sklera - -
- Warna - -

26
Kornea
- Kejernihan Normal Normal
- Permukaan
- Infiltrat
- Ulkus
- Arcus senilis
- Edema Putih Hiperemis

Bilik mata depan


- Kedalaman
- Kejernihan
- Hipopion Normal Keruh, infiltrate (+)
- Hifema Normal Tidak rata
- +
Iris - +
- Warna - -
- kripte - +
- Sinekia

Pupil
- Letak Dangkal Tidak dapat dinilai
- Bentuk Jernih Keruh
- Ukuran Tidak ada +
- Refleks cahaya Tidak ada -
langsung
- Refleks cahaya
tak langsung
Lensa
- Kejernihan Cokelat Cokelat
Normal Edema (+)
Palpasi - Tidak dapat dinilai
- Nyeri tekan
- Massa tumor
- Tensi okuli
Sentral Sentral
Lapang pandang Bulat Bulat
- Tes konfrontasi 3 mm 2 mm
+ +

+ +

Jernih Tidak dapat dinilai

Tes buta warna

Oftalmoskopi - +

27
Tidak ada Tidak ada
TIO - +

Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan

Slit lamp
- Palpebra
inferior

- Silia
- Konjungtiva
- Kornea
- Camera oculi
anterior
- Iris
- Pupil
- Lensa Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Digital tonometry : Digital tonometry :


Peningkatan TIO (-) Peningkatan TIO (+)

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

28
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin (6/10/2019) :
WBC : 6,6 x 103 / mm3
RBC : 2,8 x 106 /mm3
HGB : 8,9 g/dL
HCT : 23,5 %
PLT : 256.000 / mm3

Pemeriksaan GDP (7/10/2019) : 355 mg/dL

V. RESUME
Tn. S (49 th) Datang ke IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada oculi sinistra
sejak 1 minggu SMRS, diawali penurunan visus dan pruritus region oculi sinistra
sejak 3 minggu SMRS, nyeri timbul disertai tampakan putih pada kornea (+), riwayat
trauma (-), pernah diopname 2 minggu SMRS dengan diagnosis Ulkus kornea oculi
sinistra. Pasien juga mengalami penurunan visus pada oculi dextra sejak 2 tahun yang
lalu, riwayat DM tipe 2 (+) tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik, TD : 130/80
mmHg, N : 92x/m, R: 20x/m, S: 36,5oC, pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus

29
OD : 1/300, OS :1/~ , pada OS didapati adanya bercak putih pada area kornea disertai
adanya injeksi siliar, digital tonometry, peningkatan TIO pada OS. Pemeriksaan
penunjang, didapatkan HGB : 8,9 g/dL dan GDP : 355 mg/dL

VI. DIAGNOSIS/ DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis : Ulkus kornea susp. Endofthalmitis + glaucoma sekunder

Diagnosis banding :
1. Panofthalmitis
2. Sikatrik kornea
3. Uveitis anterior

VII. PENATALAKSANAAN

Farmakologi
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam

Non Farmakologi
1. Jauhkan dari paparan air
2. Kontrol gula darah (asupan nutrisi)

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad fungtionam : Malam
Quo ad sanationam : Dubia ad Malam

30
IX. FOLLOW UP

Hari perawatan 1 (6/10/2019)

S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 130/80 mmHg, N : 84x/m, R : 18x/m, S : 36,9oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)

A: OS Ulkus kornea susp. Endofthalmitis + glaucoma sekunder


P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
6. Cek GDP

Hari perawatan 2 (7/10/2019)

S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDP : 355 mg/dL

A: OS Ulkus kornea susp. Endofthalmitis + glaucoma sekunder

31
P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
6. Bila Glukosa darah membaik, direncanakan injeksi dexamethasone intraocular

Hari perawatan 3 (8/10/2019)

S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 82x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDS : 192 mg/dL

A: OS Ulkus kornea susp. Endofthalmitis + glaucoma sekunder

P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
6. Direncanakan injeksi dexamethasone susp. Intraocular besok bila glukosa darah
terkontrol

Hari perawatan 4 (9/10/2019)

S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :

32
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDS : 192 mg/dL

A: OS Ulkus kornea susp. Endofthalmitis + glaucoma sekunder

P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
6. Inj. Dexamethasone intraocular susp. 9 % single dose

Hari perawatan 5 (10/10/2019)

S : Nyeri (+) berkurang pada regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-),
muntah (-), BAB (+) biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+) berkurang
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDS : 213 mg/dL

A: OS Ulkus kornea susp. Endofthalmitis

P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam

Hari perawatan 6 (11/10/2019)

33
S : Nyeri (-) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+) berkurang
Digital tonometry : Normal/Normal, Nyeri tekan (+)

A: OS Ulkus kornea susp. Endofthalmitis + glaucoma sekunder

P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Cendo glaucon 250 mg 2x1 tab
4. Pregabalin 75 mg 2x1 tab
5. Natrium Diclofenak 50 mg 2x1 tab
6. Kontrol poli 5 hari setelah perawatan

34
Tampakan oculi sinistra Hari ke 6 perawatan

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, dilakukan penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diketahui pasien laki-laki usia 49
tahun, datang ke IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada oculi sinistra
sejak 1 minggu SMRS, diawali penurunan visus dan pruritus region oculi sinistra
sejak 3 minggu SMRS, nyeri timbul disertai tampakan putih pada kornea (+),
riwayat trauma (-), pernah diopname 2 minggu SMRS dengan diagnosis Ulkus
kornea oculi sinistra. Pasien juga mengalami penurunan visus pada oculi dextra

35
sejak 2 tahun yang lalu, riwayat DM tipe 2 (+) tidak terkontrol. Pada pemeriksaan
fisik, TD : 130/80 mmHg, N : 92x/m, R: 20x/m, S: 36,5 oC, pemeriksaan
oftalmologis, didapatkan visus OD : 1/300, OS :1/~ , pada OS didapati adanya
bercak putih pada area kornea disertai adanya injeksi siliar, digital tonometry,
peningkatan TIO pada OS. Pemeriksaan penunjang, didapatkan HGB : 8,9 g/dL
dan GDP : 355 mg/dL. Pada hasil pemeriksaan inilah, kemudian pasien di
diagnosis ulkus kornea pada oculi sinistra disertai dengan adanya glaucoma
sekunder sebagai komplikasi akibat adanya komplikasi dari ulkus kornea yang
menyebabkan debris debris dan hipopion menyebabkan terjadinya glaucoma sudut
terbuka yang menghambat pengeluaran aquos humor pada trabekula meshwork.

Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, ulkus kornea merupakan
suatu infeksi pada area kornea yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi,
mulai dari infeksi bakteri, virus, jamur, maupun parasite, dan penyebab sekunder
lainnya. Pada ulkus kornea terjadi diskontinuitas jaringan kornea sehingga
menyebabkan terjadinya ulkus yang tampak memutih pada pemeriksaan inspeksi
region anterior oculi sesuai dengan lokasi ulkus terjadi, perbedaannya, pada ulkus
kornea menyerang dari lapisan epitel hingga stroma. Sehingga gejala yang sering
dikeluhkan pasien yaitu penglihatan kabur akibat lokasi ulkus yang mengganggu
hantaran sinar masuk dan kekuatan dioptri dari kornea, eritema pada area sclera
(injeksi siliar), hingga terjadinya peningkatan TIO akibat terjadinya hambatan
aliran humor aquos ke trabekula meshwork dikarenakan terhalangi oleh debris
inflamasi dan hipopion pada bilik mata depan. Pada kasus ulkus kornea disertai
perforasi, dapat ditemui adanya secret mukopurulen yang menyebabkan pasien
merasa mata seperti berpasir, dan peningkatan eksresi air mata. Perlu
diperhatikan, pada penegakan diagnosis pasien ini, jika disesuaikan dengan tanda
dan gejala, sebenarnya dapat didiagnosis endofthalmitis, namun dikarenakan
pemeriksaan penunjang yang kurang menguatkan (tidak dilakukan USG, dan
pemeriksaan funduskopi sulit dilakukan) sehingga diagnosis dapat ditegakkan
hanya hingga ulkus kornea dengan susp. Endofthalmitis.

36
Kemudian pasien diarahkan untuk dilakukan perawatan intra rumah sakit
(opname) dengan tujuan dilakukan observasi untuk terapi dan menatalaksana
untuk gejala dan penyebab dari penyakit yang dialami oleh pasien. Pasien
diberikan beberapa golongan antibiotic tetes mata seperti tobramycin 0,3 %,
levofloxacin 0,5% , dan antibiotic injeksi seperti metronidazole 500 mg, dan
ceftriaxone 1 gram, hal ini untuk menekan sumber penyebab infeksi dimana
masing-masing antibiotic ini memiliki target kerja yang berbeda. Sementara pada
saat rawat inap, digunakan analgetik injeksi ketorolac 30 mg, untuk mengurangi
keluhan nyeri dari pasien.

Pada anamnesis, diketahui pasien juga memiliki riwayat penyakit diabetes


mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol yang didukung dengan pemeriksaan GDP
pada hari perawatan kedua didapat 355 mg/dL dimana nilai normal dari GDP
sekitar 60-125 mg/dL. Hal ini menjadi pertimbangan dalam memberikan terapi
pada pasien, dikarenakan glukosa darah yang tidak terkontrol menjadi
kontraindikasi pemberian kortikosteroid pada pasien. Perencanaan pemberian
single dose dexamethasone 0,9 % injeksi intraocular perlu menunggu glukosa
darah yang terkontrol, sehingga baru dapat diberikan pada hari perawatan ke 4.
Pada hari kelima, didapati keluhan nyeri pada region oculi sinistra pasien
sudah berkurang, namun pada saat dilakukan penekanan pada area mata masih
dirasakan nyeri. Untuk keluhan penglihatan kabur masih menetap ditandai dengan
VOS menetap pada 1/~ , yang menandakan pasien hanya merespon pada hantaran
cahaya. Oleh karena itu, prognosis pada pasien ini, bergantung bagaimana control
rutin yang dilakukan oleh pasien, sehingga infeksi tidak menyebar. Selain itu,
diabetes mellitus tipe 2 pasien juga perlu dilakukan terapi rutin, agar factor resiko
dapat diminimalisir, oleh karena itu pada hari ke 6 perawatan, pasien
diperbolehkan untuk pulang dengan catatan control rutin 5 hari setelah
kepulangan pasien untuk mengetahui efektifitas terapi rawat jalan yang diberikan,
dalam hal ini diberikan terapi tobramycin 0,3 % ED, cendo LFX 0,5 % ED,
sebagai antibiotik dan Cendo glaucon ED sebagai diuretic intraocular untuk
menurunkan TIO, yang masing – masing obat ini diberikan 6 tetes sehari setiap 3-
4 jam. Untuk analgetik diberikan Natrium Diclofenak tab 50 mg 2x1, dan

37
diberikan juga Pregabalin tab 75 mg 2x1 untuk meredakan nyeri yang dicurigai
sebagai neuropati diabetic dari pasien ini.

BAB V
KESIMPULAN

Ulkus Kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi
menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus
kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di

38
India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.
Ulkus Kornea bisa disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur ,virus dan
Acanthamoeba), noninfeksi ; seperti bahan kimia bersifat asam atau basa
tergantung PH, radiasi atau suhu, Sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin, obat-
obatan, pajanan (exposure), neurotropik dan juga bisa disebabkan oleh pengaruh
sistem imun (Reaksi Hipersensitivitas).
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2010


2. Suhardjo., Widodo., Dewi, U.M. Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di RS Dr.
Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/SMF Penyakit Mata RS Dr
Sardjito Yogyakarta, available at :
http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/art-1.htm. 2015
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004

39
4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike
2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
5. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6, 2011
6. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section
11. San Fransisco: MD Association, 2012
7. James, Bruce., Chew, Chris., Bron Anthony. Lecture Notes
Oftamologi. Jakarta:Penerbit Erlangga, 2012

40

Anda mungkin juga menyukai