“ULKUS KORNEA”
Disusun Oleh:
Wira Amaz Gahari
N 111 18 023
Pembimbing Klinik :
dr. Santy Kusumawaty, M.Kes., Sp.M
BAGIAN OPTHALMOLOGY
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat
aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau
fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-
sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat
stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan.
Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini
menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan
erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan
kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas
memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan
ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
2
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor
dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan
mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama
kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat
didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan
stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.3
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan yaitu untuk mengetahui dan memahami mengenai
ulkus kornea, dan mampu membuat rencana terapi sesuai klasifikasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
4
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi
rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma
dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan
sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane
basalnya.
5
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar
20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.4
Lapisan Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1
6
A. Definisi
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda
asing, dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya
bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau
peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan
ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan
kemungkinan erosi kornea.4
B. Epidemiologi
7
C. Patofisiologi
8
membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5
D. Etiologi
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua
ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya
sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas
menunjukkan infeksi P aeruginosa.1
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.1
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga
terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).1
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai
larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada
bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.4
b. Non-Infeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan
anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam
mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan
9
sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada
bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.5
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.5
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan mata
kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus,
musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea.
Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.6
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena
kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di
saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.5
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.5
E. Klasifikasi
10
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
11
jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut
Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan
berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa
lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.1
Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi
jamur ini.1
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-
abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat
penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu
daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat
satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak
yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong
dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat
rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.1
Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada
kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum
timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya
infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang
12
bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes
zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea
hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.1
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan
oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya
gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul
dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada
kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran
kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.1
13
pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-
lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral.
Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus
eritromatosis dan lain-lain.6
Ulkus Marginal
Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea
kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis,
virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata.
Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea
dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang
sentral.6
Mooren's Ulcer
Ring Ulcer
14
F. Gejala Klinis
a. Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan
epitel kornea.3
b. Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion.3
G. Diagnosis
15
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.
Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.4
16
Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster
H. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.5
17
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan
keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya
harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini
diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas
sembuh.5
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan
diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati
dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi
atau tempat lain harus segera dihilangkan. 5,7
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, Kebanyakan dipakai
sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
18
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.5
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi : 5, 7
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi
penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml,
Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,
thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik,
anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila
19
terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan
IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer. Perban tidak
seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan
kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus
yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan. 5, 7
20
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah
berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas
irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
21
Keratoplasti
I. Pencegahan
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam
mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam
keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai
dan merawat lensa tersebut.
J. Komplikasi
K. Prognosis
22
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya,
dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas
memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea
bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi
ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.2
23
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Maleo, Palu, Sulawesi Tengah
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien masuk IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada mata sebelah kiri sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, keluhan diawali dengan penglihatan kabur sejak
3 minggu yang lalu dan semakin memberat, disertai rasa gatal, setelah itu nyeri mulai
timbul disertai adanya bercak putih pada area mata sebelah kiri, riwayat trauma dan
alergi pasien disangkal.
24
Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama sekitar 2 minggu yang lalu di RS
Anutapura, namun datang kembali karena keluhan dirasakan semakin memberat.
Riwayat pengobatan rawat jalan post opname pasien kurang baik. Pasien juga
mengalami penglihatan kabur pada mata kanan sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol. Riwayat
Hipertensi, stroke, dan kelainan bawaan keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Trauma:
Pada keluarga, tidak ada yang mengalami riwayat gangguan penglihatan, baik kabur
penglihatan mendadak, perlahan, maupun mata merah saat ini.
Inspeksi:
Kedudukan bola mata Sejajar simetris Sejajar simetris
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
25
- Gerakan bola mata Baik Baik
Supra silia
- Warna
- Letak
Hitam Hitam
Area superior oculi, region Area superior oculi, region
Palpebra superior dan frontalis (Normal) frontalis (Normal)
inferior
- Edema
- Nyeri tekan
- Ektropion
- Entropion
- Trikiasis - -
- Sikatrik - -
- Ptosis - -
- Pus - -
- Hiperemis - -
- Pembekakan - -
- -
- -
- -
Konjungtiva tarsal - -
superior dan inferior
- Hiperemis
- Sikatriks
Konjungtiva Bulbi
- Sekret
- Injeksi - +
konjungtiva - -
- Injeksi siliar
- Injeksi episklera
- Hiperemis
- Perdarahan
subkonjungtiva - -
- Pterigium - -
- Nodul - +
- -
Sistem lakrimasi
- Punctum + +
lakrimal - -
Sklera - -
- Warna - -
26
Kornea
- Kejernihan Normal Normal
- Permukaan
- Infiltrat
- Ulkus
- Arcus senilis
- Edema Putih Hiperemis
Pupil
- Letak Dangkal Tidak dapat dinilai
- Bentuk Jernih Keruh
- Ukuran Tidak ada +
- Refleks cahaya Tidak ada -
langsung
- Refleks cahaya
tak langsung
Lensa
- Kejernihan Cokelat Cokelat
Normal Edema (+)
Palpasi - Tidak dapat dinilai
- Nyeri tekan
- Massa tumor
- Tensi okuli
Sentral Sentral
Lapang pandang Bulat Bulat
- Tes konfrontasi 3 mm 2 mm
+ +
+ +
Oftalmoskopi - +
27
Tidak ada Tidak ada
TIO - +
Slit lamp
- Palpebra
inferior
- Silia
- Konjungtiva
- Kornea
- Camera oculi
anterior
- Iris
- Pupil
- Lensa Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
28
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin (6/10/2019) :
WBC : 6,6 x 103 / mm3
RBC : 2,8 x 106 /mm3
HGB : 8,9 g/dL
HCT : 23,5 %
PLT : 256.000 / mm3
V. RESUME
Tn. S (49 th) Datang ke IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada oculi sinistra
sejak 1 minggu SMRS, diawali penurunan visus dan pruritus region oculi sinistra
sejak 3 minggu SMRS, nyeri timbul disertai tampakan putih pada kornea (+), riwayat
trauma (-), pernah diopname 2 minggu SMRS dengan diagnosis Ulkus kornea oculi
sinistra. Pasien juga mengalami penurunan visus pada oculi dextra sejak 2 tahun yang
lalu, riwayat DM tipe 2 (+) tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik, TD : 130/80
mmHg, N : 92x/m, R: 20x/m, S: 36,5oC, pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus
29
OD : 1/300, OS :1/~ , pada OS didapati adanya bercak putih pada area kornea disertai
adanya injeksi siliar, digital tonometry, peningkatan TIO pada OS. Pemeriksaan
penunjang, didapatkan HGB : 8,9 g/dL dan GDP : 355 mg/dL
Diagnosis banding :
1. Panofthalmitis
2. Sikatrik kornea
3. Uveitis anterior
VII. PENATALAKSANAAN
Farmakologi
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
Non Farmakologi
1. Jauhkan dari paparan air
2. Kontrol gula darah (asupan nutrisi)
VIII. PROGNOSIS
30
IX. FOLLOW UP
S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 130/80 mmHg, N : 84x/m, R : 18x/m, S : 36,9oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDP : 355 mg/dL
31
P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
6. Bila Glukosa darah membaik, direncanakan injeksi dexamethasone intraocular
S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 82x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDS : 192 mg/dL
P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
6. Direncanakan injeksi dexamethasone susp. Intraocular besok bila glukosa darah
terkontrol
S : Nyeri (+) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
32
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDS : 192 mg/dL
P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
6. Inj. Dexamethasone intraocular susp. 9 % single dose
S : Nyeri (+) berkurang pada regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-),
muntah (-), BAB (+) biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+) berkurang
Digital tonometry : Normal/Meningkat, Nyeri tekan (+)
GDS : 213 mg/dL
P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
4. Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam
33
S : Nyeri (-) regio oculi sinistra, penglihatan kabur (+), mual (-), muntah (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 120/80 mmHg, N : 88x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 1/~
Hiperemis konjungtiva tarsal : -/+
Injeksi siliar : -/+
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/+
Kornea : bercak putih -/+ area sentral, reflex fundus +/-
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+) berkurang
Digital tonometry : Normal/Normal, Nyeri tekan (+)
P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Tobramycin ED 6 x 1 gtt
3. Cendo glaucon 250 mg 2x1 tab
4. Pregabalin 75 mg 2x1 tab
5. Natrium Diclofenak 50 mg 2x1 tab
6. Kontrol poli 5 hari setelah perawatan
34
Tampakan oculi sinistra Hari ke 6 perawatan
BAB IV
PEMBAHASAN
35
sejak 2 tahun yang lalu, riwayat DM tipe 2 (+) tidak terkontrol. Pada pemeriksaan
fisik, TD : 130/80 mmHg, N : 92x/m, R: 20x/m, S: 36,5 oC, pemeriksaan
oftalmologis, didapatkan visus OD : 1/300, OS :1/~ , pada OS didapati adanya
bercak putih pada area kornea disertai adanya injeksi siliar, digital tonometry,
peningkatan TIO pada OS. Pemeriksaan penunjang, didapatkan HGB : 8,9 g/dL
dan GDP : 355 mg/dL. Pada hasil pemeriksaan inilah, kemudian pasien di
diagnosis ulkus kornea pada oculi sinistra disertai dengan adanya glaucoma
sekunder sebagai komplikasi akibat adanya komplikasi dari ulkus kornea yang
menyebabkan debris debris dan hipopion menyebabkan terjadinya glaucoma sudut
terbuka yang menghambat pengeluaran aquos humor pada trabekula meshwork.
Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, ulkus kornea merupakan
suatu infeksi pada area kornea yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi,
mulai dari infeksi bakteri, virus, jamur, maupun parasite, dan penyebab sekunder
lainnya. Pada ulkus kornea terjadi diskontinuitas jaringan kornea sehingga
menyebabkan terjadinya ulkus yang tampak memutih pada pemeriksaan inspeksi
region anterior oculi sesuai dengan lokasi ulkus terjadi, perbedaannya, pada ulkus
kornea menyerang dari lapisan epitel hingga stroma. Sehingga gejala yang sering
dikeluhkan pasien yaitu penglihatan kabur akibat lokasi ulkus yang mengganggu
hantaran sinar masuk dan kekuatan dioptri dari kornea, eritema pada area sclera
(injeksi siliar), hingga terjadinya peningkatan TIO akibat terjadinya hambatan
aliran humor aquos ke trabekula meshwork dikarenakan terhalangi oleh debris
inflamasi dan hipopion pada bilik mata depan. Pada kasus ulkus kornea disertai
perforasi, dapat ditemui adanya secret mukopurulen yang menyebabkan pasien
merasa mata seperti berpasir, dan peningkatan eksresi air mata. Perlu
diperhatikan, pada penegakan diagnosis pasien ini, jika disesuaikan dengan tanda
dan gejala, sebenarnya dapat didiagnosis endofthalmitis, namun dikarenakan
pemeriksaan penunjang yang kurang menguatkan (tidak dilakukan USG, dan
pemeriksaan funduskopi sulit dilakukan) sehingga diagnosis dapat ditegakkan
hanya hingga ulkus kornea dengan susp. Endofthalmitis.
36
Kemudian pasien diarahkan untuk dilakukan perawatan intra rumah sakit
(opname) dengan tujuan dilakukan observasi untuk terapi dan menatalaksana
untuk gejala dan penyebab dari penyakit yang dialami oleh pasien. Pasien
diberikan beberapa golongan antibiotic tetes mata seperti tobramycin 0,3 %,
levofloxacin 0,5% , dan antibiotic injeksi seperti metronidazole 500 mg, dan
ceftriaxone 1 gram, hal ini untuk menekan sumber penyebab infeksi dimana
masing-masing antibiotic ini memiliki target kerja yang berbeda. Sementara pada
saat rawat inap, digunakan analgetik injeksi ketorolac 30 mg, untuk mengurangi
keluhan nyeri dari pasien.
37
diberikan juga Pregabalin tab 75 mg 2x1 untuk meredakan nyeri yang dicurigai
sebagai neuropati diabetic dari pasien ini.
BAB V
KESIMPULAN
38
India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.
Ulkus Kornea bisa disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur ,virus dan
Acanthamoeba), noninfeksi ; seperti bahan kimia bersifat asam atau basa
tergantung PH, radiasi atau suhu, Sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin, obat-
obatan, pajanan (exposure), neurotropik dan juga bisa disebabkan oleh pengaruh
sistem imun (Reaksi Hipersensitivitas).
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA
39
4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike
2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
5. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6, 2011
6. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section
11. San Fransisco: MD Association, 2012
7. James, Bruce., Chew, Chris., Bron Anthony. Lecture Notes
Oftamologi. Jakarta:Penerbit Erlangga, 2012
40