Anda di halaman 1dari 14

1. Etiologi sampai prognosis dari nephrolitiasis?

a. Definisi
merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah
pembentukan batu di dalam ginjal.

b. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang.
Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal
dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik antara lain :
 Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari
orang tuanya.
 Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-
50 tahun
 Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :

 Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka


kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.
 Iklim dan temperatur
 Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.
 Diet : diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah
terjadinya batu.
 Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau
sedentary life.
c. Epidemiologi
Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita
batu saluran kemih yang ditemukan diberbagai negara di eropa. Berbeda
dengan eropa, di negara-negara berkembang penyakit batu ini masih
ditemukan hingga saat ini, misalnya indonesia, thailand, india, kamboja,
dan mesir.
d. Efek batu pada saluran kemih
Ukuran dan letak batu biasanya menentukan perubahan patologis
yang terjadi pada traktus urinarius :
 Pada ginjal yang terkena
 Obstruksi
 Infeksi
 Epitel pelvis dan calis ginja menjadi tipis dan rapuh.
 Iskemia parenkim.
 Metaplasia
 Pada ginjal yang berlawanan
 Compensatory hypertrophy
 Dapat menjadi bilateral
e. Gambaran klinis
Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala
berat. Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi.
Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal antara
lain :

1. Tidak ada gejala atau tanda


2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral
3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik
4. Pielonefritis dan/atau sistitis
5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing
6. Nyeri tekan kostovertebral
7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan
8. Gangguan faal ginjal.

f. Diagnosis
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan
radiologik, laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan
kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan
faal ginjal.
 Anamnesis
Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh.
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian,
karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat
membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri,
riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang
sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu
sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.
 Pemeriksaan fisik

Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat
disertai takikardi, berkeringat, dan nausea.

Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita
dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis.

Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah
kostovertebra, tanda gagal ginjal dan retensi urin.

Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat
ditemukan pada pasien dengan urosepsis.
 Pemeriksaan penunjang

Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau
radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai
jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu
dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya
adalah jenis batu asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto
polos sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal
bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu
terkadang batu terletak di depan bayangan tulang,
sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena
itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi
intravena (piv/ivp). Pada batu radiolusen, foto
dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek
pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung
batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak
muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi
retrograd.

Ultrasonografi (usg) dilakukan bila pasien tidak
mungkin menjalani pemeriksaan ivp, yaitu pada
keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang
hamil . Pemeriksaan usg dapat untuk melihat semua
jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen
saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk
menentukan batu selama tindakan pembedahan
untuk mencegah tertinggalnya batu .
 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari
kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di
saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
penyebab batu.
g. Penatalaksanaan
 Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan
batu. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri.
Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan
pemberian diuretik.
 Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi
perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada
di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif
tindakan yang paling sering dilakukan adalah eswl. Eswl
(extracorporeal shock wave lithotripsy) yang adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan
gelombang kejut.
 Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat
gelombang kejut, atau bila cara non-bedah tidak berhasil.

( sumber : Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran – EGC. 2008. 756-763
Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book. 2004. 256-283. )

2. Kode etik pengobatan herbal medicine?


Persyaratan usaha industri obat tradisional dan usaha industri kecil
obat tradisional (SK MENKES NO. 246/MENKES/SK/
V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat
tradisional.
 Pasal 3
 Obat tradisional yang diproduksi, diedarkan diwilayah Indonesia
maupun dieksport terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai
persetujuan menteri
 Dikecualikan dari ketentuan ayat 1 adalah obat tradisional hasil
poduksi:
 Industri kecil obat tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel, dan
parem.
 Pasal 6
 Usaha industri obat tradisional wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas
atau koperasi.
Memiliki nomor pokok wajib pajak.
 Pasal 7
“Industri obat tradisional harus didirikan di tempat yang bebas
pencemaran dan tidak mencemari lingkungan”
 Pasal 8
“Usaha industri obat tradisional harus mempekerjakan secara tetap
sekurang-kurangnya seorang apoteker warga negara indonesia sebagai
penanggung jawab teknis”
 Pasal 9
 Industri obat tradisional dan industri kecil obat tradisional wajib
mengikuti pedoman cara pembuatan obat tradisioanl yang baik
(CPOTB)
 Pemenuhan persyaratan dimaksud ayat 1 dinyatakan oleh petugas
yang berwenang melalui pemeriksaan setempat
 Pasal 23
Untuk pendaftaran obat tradisional dimaksud dalam pasal 3 obat
tradisional harus memenuhi persyaratan:
 Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan
manusia
 Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan
 Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang
berkhasiat sebagai obat
 Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotik.

3. Jelaskan tentang daun tempuyung ? Komposisi ? Dan hubungan dengan


nephrolithiasis?
a. Pengertian
Tempuyung merupakan jenis herba yang tumbuh dengan bebas di
alam dan dapat dengan mudah ditemukan, terutama di tempat yang agak
terlindungi dari sinar matahari. Tempuyung sebagai bahan dalam
pengobatan tradisional telah lama digunakan, bahkan saat ini ekstrak
daun dari tanaman ini pun telah dijadikan komponen dasar dari obat
dokter.
Tempuyung (Sanchus arvensis) dikenal dengan berbagai nama
lokal, seperti jombang, galibug, atau lempung. Di Sunda orang
menyebutnya sebagai rayana.Tempuyung memiliki ciri khas yang dapat
dengan mudah dikenali, yaitu pada daunnya. Daun tempuyung
merupakan daun tunggal yang berbentuk lonjong dengan ujung yang
runcing. Pada bagian pangkal daun bertoreh warna hijau. Warna daun
tempuyung adalah hijau keunguan dengan permukaan yang Iicin
dengan tepi yang berombak, bergerigi, dan tidak beraturan. Daun yang
bergerigi tadi terpusat membentuk roset di dekat pangkal batang.
b. Komposisi
Tempuyung sudah lama digunakan sebagai obat tradisional,
terutama untuk penyakit batu ginjal karena sifatnya yang diuretik
(peluruh). Namun, kandungan tempuyung yang terdiri dari berbagai
mineral dan senyawa aktif membuat tempuyung juga mampu mengatasi
aneka penyakit lainnya. Kandungan-kandungan tadi lebih banyak
terdapat pada daun tempuyung. Daun tempuyung mengandung ion-ion
mineral seperti silika, kalium, magnesium, dan natrium. Daun
tempuyung juga mengandung senyawa organic seperti flavanoid
(kaempferol, luteolin-7-0 glukosida, dan apigenin-7-0-glukosida),
taraksasterol, inositol, kumarin (skepoletin), dan asam fenolat (sinamat,
kumarat, dan vanilat).
Dengan kandungan tempuyung tersebut, tempuyung mampu
mengatasi berbagai masalah kesehatan seperti menetralkan dan
melancarkan peredaran darah, memperlancar pengeluaran air kencing,
menurunkan panas, menawarkan racun, serta pendengaran berkurang.
Tempuyung juga bersifat antiradang sehingga bisa digunakan untuk
mengobati radang salurang kencing, radang usus, hingga radang.
Tempuyung juga berkhasiat mengurangi bengkak. Maka, tanaman ini
juga bisa untuk mengobati bisul serta wasir.
c. Hubungan
Prestasi tempuyung sebagai peluruh batu ginjal tidak perlu
diragukan lagi.Telah banyak penelitian yang mengamati daan meneliti
khasiat tempuyung dalam mengatasi batu ginjal. Sifat diuretic pada
tempuyung jelas membantu memperlancar pembuangan air kecil
sehingga mempermudah peluruhan batu ginjal. Selain itu, kandungan
kalium dalam jumlah tinggi pada tempuyung membuat batu ginjal yang
berupa kalsium karbonat tercerai berai hingga larut ke dalam urine.
Salah satu penelitian yang cukup berpengaruh dilakukan oleh Prof
Sarjito dari UGM pada tahun 1963.
Beliau merendam batu ginjal seseorang dalam rebusan daun
tempuyung dengan suhu kamar 37°C. Batu ginjal ini beliau perlakukan
dengan dua cara yang berbeda, ada yang digoyang-goyang seperti
layaknya tubuh manusia, ada juga yang beliau biarkan diam. Setelah
itu, batu ginjal tersebut ditimbang. Kalsium yang ada pada larutan pun
diukur. Hasilnya menunjukkan bahwa bobot batu ginjal tersebut
berkurang, baik yang digoyang mauptin yang diam. Lebih lanjut, istri
Prof Sarjito yang saat itu mengalami batu ginjal dapat sembuh setelah
meminum ramuan daun tempuyung tanpa mengalami efek samping.
Setelah banyak penelitian dilakukan, obat dengan bahan dasar
tempuyung untuk mengatasi batu ginjal pun sudah tersedia.

( sumber : sofnie, et al. 2014. Aktivitas antioksidan ekstrak air daun tempuyung
(Sonchus arvensis L.) secara invitro . Majalah Farmasi Indonesia, 14(4), 208 –
215, 2014. Di akses 20 desember 2016. )

4. Masalah yang terjadi dalam pengobatan tradisional?


a. Kelemahan obat tradisional meliputi:
 Peraturan pemerintah tentang obat tradisional adalah toleransi.
Toleransi artinya obat tradisional boleh digunakan tetapi tidak
dianjurkan. Pada registrasi obat tradisional meskipun diperbolehkan
menulis kegunaan obat tradisional obat: Secara tradisional
digunakan untuk mengobati tetapi kenyataannya dituliskan
membantu/memelihara. Hal ini menimbulkan ketidak percayaan
masyarakat terhadap obat tradisional.
 Para dokter kerap kali menyatakan bahwa jamu dapat mengendap di
ginjal dan merusak hati.
 Belum ada formulasi yang tepat obat tradisional yang beredar untuk
penyakit tertentu/ spesifik.
 Dari pengalaman sebagai inventor jamu Milliherbs no paten
P00200400356, dosis obat tradisional dapat dikecilkan sampai 500-
800 kali lebih kecil dengan campuran lebih besar dari 30 jenis
sayuran, rempah dan tanaman obat yang tidak beracun.
b. Pandangan masyarakat terhadap pengobatan alternatif
 Pada umumnya masyarakan mencari pengobatan pada orang pinter
dan obatnya pada umumnya katanya bedasarkan wangsit sehingga
kesembuhan psikologis dan beberapa waktu kemudian timbul lagi
dan lebih parah. Bahayanya bila obatnya menggunakan herba
beracun seperti rebung mentah dapat mematikan karena
mengandung sianida (HCN).
 Mitos jamu dapat mengendap di ginjal sudah mengendap dipikiran
masyarakat luas terutama masyarakat menengah keatas, sehingga
mereka takut untuk mencoba jamu.
 Masyarakat menengah ke atas lebih mempercayai suplemen dari
luar negeri atau jamu dari Cina dibandingkan jamu dari Indonesia,
meskipun harganya sangat mahal dan khasiatnya dipertanyakan.
Suplemen sama dengan jamu.
 Masyarakat luas menganggap pengobatan alternatif dapat
mengobati secara cepat dan cespleng.
 Masyarakat sering latah menggunakan herba beracun yang banyak
digunakan (booming).
 Para Industriawan obat tradisional latah menggunakan herba dari
luar negeri (glinkobiloba, echynase, clorophyl) karena pangsa pasar
lebih tinggi dibandingkan tanaman obat Indonesia. Patikan kebo
(asma) dan pegagan (tonik otak), kanker (kunyit), nyeri (jahe) telah
digunakan sebagai fitofarmaka dan dipatenkan di luar negeri.
Karena mereka lupa atau tidak tahu bahwa tanaman obat Indonesia
telah digunakan di Cina, Australia, dan Negara maju lainnya, serta
kembali ke Indonesia dengan harga yang sangat mahal.

5. Proses strandarisasi?
a. Tujuan dari standarisasi:
 Keseragaman (supaya tidak merusak formula dan khasiat): yg perlu
seragam ialah bahan baku dan produk jadinya.
 Keberadaan senyawa aktif, sehingga bisa dipercaya efek
farmakologinya. Dan efek farmakologi bukan ditentukan oleh
produsen OT, tetapi berdasarkan penelitian dan uji-uji, baik
praklinik maupun klinik.
 Kesamaan dosis, sehingga efek farmakologi yg ditimbulkan
seragam dan mempermudah pemberian OT pada masyarakat.
 Stabilitas senyawa aktif, agar tidak merubah khasiat.
 Mencegah pemalsuan, dengan adanya standarisasi masyarakat
dapat membedakan produk asli dan palsu.
 Uji klinis, meyakinkan masyarakat mengenai keamanana dan
khasiat produk
b. Apa saja yang perlu distandarisasi dari proses dan hasil produk OT?
 Simplisia
 Ekstrak
 Proses
 Produk
c. Faktor yang mempengaruhi metabolism sekunder/kandungan kimia:
 Geofisika dan cuaca
 Faktor biotik
 Pembuahan –> terutama yang mengandung minyak atsiri
 Genetic –> terjadi mutagenic (perubahan kandungan kimia kuali
atau kuantinya)
d. Standarisasi sediaan:
 Waktu hancur
 Kadar bahan tambahan (pengawet, pewarna, pemanis)
 Kadar etanol
 Stabilitas
e. PERMASALAHAN PADA STANDARISASI OBAT HERBAL
 Senyawa aktif belum diketahui
 Tersusun dari berbagai kandungan kimia
 Variabel kandungan kimia dalam tanamanà berbeda-beda
 Prosedur analisis selektif belum pasti
 Senyawa pembanding masih jarang
 Proses produksi.

( Sumber : Ansel, H.C., 2008,Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,UI-


Press,Jakarta)

6. Penggunaan pengobatan herbal dan fitofarmaka?


a. Herbal
 Sediaan Obat Herbal Cair
Sediaan obat herbal cair ini dapat berupa sirup, emulsi,
suspense, jamu cair, eliksir, dan bentuk cairan lainya. Penggunaanya
obat herbal dalam bentuk ini dapat digunakan untuk pemakain obat
dalam dan obat luar. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan
penjelasan tentang kegunaan dan cara pemakaian obat cair tersebut.
 Sediaan Obat Herbal Semisolid
Sediaan obat herbal semisolid yang sering dijumpai
dipasaran dapat berupa krim atau salep yana dibuat semi padat.
Sediaan salep atau krim adalah sediaan setengah padat yang
mudah dioleskan dan bahan bakunya larut secara homogen
dalam dasar salep atau krim dan sering digunakan sebagai obat
luar. Peran perawat adalah membantu klien dalam mengenali
bentuk, cara pemakaian, manfaat serta efek samping yang
ditimbulkan dari penggunaan obat tersebut. Pemakaian krim
obat herbal untuk daerah bagian wajah dengan tujuan kosmetik
maupun pengobatan perlu dilakukan tes terlebih dahulu karena
kulit wajah di bagian wajah lebih sensitif.
 Sediaan Obat Herbal Padat atau Kering
Sedian obat herbal jenis ini dapat disajikan dalam bentuk
irisan kering atau padat. Cara penggunaanya sangat sederhana
dan tidak melalui proses yang rumit yaitu cukup diseduh dengan
air panas. Sediaan herbal padat dan kering ini juga sering
disajikan dalam bentuk serbuk. Sediaan obat herbal padat atau
kering ini dapat disajikan dalam bentuk modern yaitu dijadikan
pil, tablet, pastiles maupun ekstrak simplisia serbuk yang
dimasukan kedalam cangkang kapsul. Perawat didalam
pelayanan praktek keperawatan mandiri maupun dalam
pelayanan keperawatan komunitas home visit, hendaknya
mampu memberikan pendidikan kesehatan tentang bentuk obat
herbal, sediaan sederhana maupun modern serta dapat
memonitoring efek samping yang ditimbulkan. Tanaman obat
keluarga (TOGA) merupakan usaha pencegahan dan
peningkatan kesehatan klien pada tingkat keluarga. TOGA
dipromosikan pemerintah sebagai upaya meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat melalui pemanfaatan potensi dan sumber
daya alam yang tersedia.

b. Fitofarmaka
Sediaan oral adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk
mendapatkan efek sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah
keseluruh tubuh.
 Kapsul adalah Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang
terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak.Macam- macam
kapsul : Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul),
Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsule),
contohnya kapsul minyak ikan dan kapsul vitamin
 Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk
pemakaian luar. (FI IV)
 Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat
dengan atau tanpa bahan pengisi.
 Pil dalam Farmakope edisi III : Pil adalah suatu sedian berupa
massa bulat mengandung satu atau lebih bahan obat. Dalam
buku ilmu meracik obat : Pil adalah suatu sedian yang berbentuk
bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.
 Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula
dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat.
Sirup yang mengandung bahan pemberi rasa tapi tidak
mengandung zat-zat obat dinamakan pembawa bukan obat atau
pembawa yang wangi atau harum (sirup). Beberapa sirup bukan
obat yang sebelumnya resmi antara lain: sirup aktasia, sirup
cerri, sirup coklat, sirup jeruk. Sirup ini dimaksudkan sebagai
pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang
ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara
mendadak atau dalam pembuatan formula standart untuk sirup
obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan
obat.
 Salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai di kulit
( Sumber : Ansel, H.C., 2008,Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,UI-
Press,Jakarta)

Anda mungkin juga menyukai