Anda di halaman 1dari 6

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KEANEKARAGAMAN HAYATI

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PROPOSAL THESIS

disusun oleh:

Muhamad Khoirurrais 0402518011

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini dengan judul
Pengembangan Bahan Ajar Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Gunung Merbabu dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.

Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan proposal ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang terkait pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Semarang, 9 Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan
kompetensi–kompetensi tertentu oleh peserta didik. Salah satu karakteristik dari kurikulum
2013 berbasis kompetensi yaitu mendayagunakan keseluruhan sumber belajar.
Pendayagunaan sumber belajar memiliki arti yang sangat penting selain melengkapi,
memelihara, dan memperkaya khasanah belajar, sumber belajar juga dapat meningkatkan
aktivitas dan kreativitas belajar, yang sangat menguntungkan baik bagi guru maupun
peserta didik (Mulyasa, 2013). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas
pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar baik oleh guru maupun
peserta didik secara maksimal.
Kurikulum 2013 berbasis kompetensi, guru hendaknya tidak lagi berperan sebagai
aktor/aktris utama dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran dapat dilakukan
dengan mendayagunakan aneka ragam sumber belajar. Dalam pemanfaatan sumber
belajar, guru mempunyai tanggung jawab membantu peserta didik belajar agar belajar lebih
mudah, lebih lancar, dan lebih terarah. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk memiliki
kemampuan khusus yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber belajar (Karwono,
2012). Kegiatan pembelajaran dapat berjalan efektif dan efesien jika tersedia sumber
belajar, dan salah satu contoh sumber belajar yaitu bahan ajar dalam bentuk buku ajar.
Buku ajar merupakan salah satu buku yang menjadi acuan kegiatan belajar peserta didik.
Proses pembelajaran merupakan faktor utama penentu hasil belajar. Proses
pembelajaran yang baik diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif pada hasil
belajar sehingga diharapkan dari proses pembelajaran ini tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara optimal. Salah satu faktor penting dalam pembelajaran adalah
pendayagunakan bahan ajar. Tersedianya bahan ajar dapat membantu guru dan siswa
dalam proses pembelajaran dan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Menurut Millah dkk 2012) dalam jurnalnya mengatakan bahwa buku ajar
merupakan seperangkat materi substansi pelajaran yang disusun secara sistematis
menampilkan keutuhan dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran. Buku ajar dapat membantu guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu juga bahan ajar atau
pun buku ajar yang ada, dan yang digunakan di sekolah belum memanfaatkan sumber
belajar secara maksimal, seperti pemanfaatan potensi yang ada di lingkungan sekitar.
Biasanya guru memberikan contoh keanekaragaman makhluk hidup secara umum saja
yang tertulis di buku referensi, tanpa mengkajinya lebih dalam lagi dengan mengamati
keanekaragaman makhluk hidup yang ada di lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil
observasi di SMA Negeri 12 Semarang, bahan ajar keanekaragaman hayati di SMA Negeri
12 Semarang hanya menggunakan modul dari MGMP, guru belum pernah menggunakan
bahan ajar yang berbasis lingkungan sekitar.
Materi Keanekaragaman hayati merupakan salah satu materi Biologi SMA kelas X
semester 1. Materi keanekaragaman hayati membutuhkan pembelajaran secara
kontekstual. Materi keanekaragaman hayati dapat diajarkan dengan memanfaatkan
lingkungan alam sebagai sumber belajar dan bahan ajar, sehingga siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan mampu memberikan pemahaman yang lebih.
Hasil observasi di SMA Negeri Semarang, siswa hanya mengetahui contoh
keanekaragaman hayati secara umum saja, tidak mengamati keanekaragaman hayati di
lingkungan. Hasil belajar siswa pada materi keanekaragaman hayati tidak sepenuhnya
mencapai KKM. Hal ini dikarenakan siswa belum memahami konsep keanekaragaman
hayati.
Sutoyo (2010) menyatakan Indonesia merupakan satu diantara pusat keragaman
hayati terkaya di dunia, sehingga Indonesia disebut sebagai negara mega-biodiversity yang
artinya mempunyai banyak keunikan genetiknya, tinggi keragaman jenis spesies,
ekosistem dan endemisnya. Eksploitasi spesies flora dan fauna yang berlebihan akan
menimbulkan kelangkaan dan kepunahan, penyeragaman varietas tanaman dan ras hewan
budidaya menimbulkan erosi genetik. Ancaman keanekaragaman hayati di Indonesia dapat
diatasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan cara identifikasi dan
inventarisasi keragaman dalam hal sebaran, keberadaan, pemanfaatan, dan sistem
pengelolaannya.
Salah satu tumbuhan yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi adalah
tumbuhan Anggrek (Orchidaceae). Anggrek merupakan salah satu famili tumbuhan yang
mempunyai variasi cukup tinggi dan sangat menarik. Diperkirakan di dunia terdapat sekitar
kurang lebih 20.000 spesies anggrek yang terdiri atas 700-800 marga (Simpson 2006).
Sebagian besar anggrek merupakan tumbuhan kosmopolitan yang hampir tersebar di
seluruh bagian dunia, tetapi pada daerah vegetasi yang terbatas. Seperti halnya kelompok
tumbuhan tinggi lainnya, anggrek lebih banyak terdapat di daerah tropik dengan daerah
persebaran yang tidak merata. Spesies anggrek dapat tumbuh pada daerah dataran rendah
sampai ke daerah dataran tinggi, akan tetapi penyebaran beberapa spesies anggrek
beranekaragam pada setiap interval ketinggian tertentu yang dapat menentukan tumbuhan
anggrek hidup survival (Sadili 2013). Hutan belantara Indonesia menyimpan kekayaan
spesies anggrek yang sangat beragam. Pakar anggrek menganggap bahwa Indonesia
merupakan negara dengan spesies anggrek paling kaya di dunia, bukan hanya dalam jumlah
genus, namun juga dalam hal spesies dengan varietas dan tipetipenya. Berbagai sumber
menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman anggrek alam kurang lebih 5000
spesies.
Area pegunungan merupakan suatu tempat yang memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi. Terdapat banyak sekali jenis vegetasi yang dapat ditemukan ditempat tersebut.
Tanah yang subur serta udara yang sejuk menjadi faktor yang membuat kawasan tersebut
banyak ditumbuhi tanaman. Vegetasi yang terdapat di area pegunungan berbeda beda di
setiap ketinggian, hal tersebut diakibatkan beberapa faktor yang mempengaruhinya,
diantaranya adalah suhu, kelembapan, intensitas cahaya, dan pH tanah (Utami, 2013).
Salah satu area pegunungan yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang
tinggi adalah gunung Merbabu. Gunung Merbabu merupakan suatu kawasan yang dikelola
oleh Taman Nasional dengan sistem pengelolaan kawasan menjadi 5 wilayah resort, yaitu
Selo, Wonolelo, Pakis, Kopeng, dan Ampel. Gunung Merbabu adalah gunung api yang
bertipe Strato yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara
administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat,
Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan, dan Kabupaten Semarang di lereng
sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah. Gunung ini merupakan favorit bagi para pendaki
untuk dapat sampai di puncak. Selain itu, ternyata gunung ini memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang sangat besar (Supriatna 2014). Namun, belum banyak
terungkap terutama dari keanekaragaman hayati floranya, yaitu anggrek. Oleh karena itu,
perlu diadakannya penelitian untuk inventarisasi anggrek-anggrek alam sebagai langkah
awal pengoptimalan pemanfaatan anggrek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kekayaan jenis anggrek di Taman Nasional Gunung Merbabu, kemudian dijadikan sebagai
bahan ajar materi keanekaragaman hayati untuk meningkatkan hasil belajar siswa
Penelitian yang penah dilakukan sebelumnya, yaitu tentang pengembangan data
keanekaragaman anggrek dalam bentuk buku panduan lapangan identifikasi anggrek
sebagai sumber belajar biologi siswa SMA/MA. Pada penelitian ini peneliti hanya
mengembangkan produk sumber belajar dan kelayakan produk sumber belajar saja, tidak
menerapkan pengaruhnya untuk hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa kualitas buku panduan lapangan yang dikembangkan termasuk
dalam kategori baik (B) menurut ahli materi dengan persentase keidealan 80% dan masuk
dalam kategori sangat baik (SB) menurut ahli media, ahli bahasa, peer reviewer dan guru
biologi dengan persentase keidealan masing masing adalah 96%, 92%, 83,25% dan
82,92%. Siswa memberikan respon sangat setuju (SS) terhadap produk yang disusun
dengan persentase keidealan 85,05%. Berdasarkan hasil penilaian dan respon siswa buku
panduan lapangan identifikasi tumbuhan anggrek yang dikembangkan dinilai layak
digunakan sebagai sumber belajar biologi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan perlu dilakukan penelitian tentang
pengembangan bahan ajar keanekaragaman hayati di Taman Nasional Gunung Merbabu
untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan ajar Biologi untuk siswa SMA untuk materi keanekaragaman
hayati.

Anda mungkin juga menyukai