Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka

1. Balita

1) Definisi Balita
Balita sebagai usia emas atau "golden age" adalah insan yang
berusia 0-5 tahun (UU No. 20 Tahun 2003). Anak balita merupakan anak
yang berada dalam rentan usia 1-5 tahun kehidupan.5 Menurut peraturan
menteri kesehatan RI tahun 2014, anak balita dalah anak usia 12-59 bulan.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang
manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan 6

Menurut karakteristiknya, balita terbagi dalam dua kategori, pertama


yaitu anak usia 0–3 yang disebut konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa bayi
tiga tahun (batita) lebih besar dari masa usia prasekolah (4-5 tahun)
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif banyak. Namun perut
yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya dalam sekali makan lebih sedikit dari anak yang usianya lebih
besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering. Kedua yaitu pada usia 4-5 atau biasa disebut usia
pra-sekolah, pada usia ini anak menjadi konsumen aktif, mereka sudah
dapat memilih makanan yang disukainya, anak mulai bergaul dengan
lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami
beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai
fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak”
terhadap setiap ajakan. Berat badan anak cenderung stagnan/tetap akibat
dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan
terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relatif lebih
banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak
laki-laki.6

2. Stunting
1) Definisi Stunting

Stunting atau tubuh pendek merupakan akibat kekurangan gizi kronis atau
kegagalan pertumbuhan di masa lalu dan digunakan sebagai indikator
jangka panjang untuk gizi kurang pada anak. 7 Menurut keputusan menteri
kesehatan No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Pengertian
pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur
(TB/U) yang merupakan istilah stunting atau severely. Balita pendek
(stunting) dapat diketahui bila balita sudah dapat di ukur panjang atau
tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar baku WHO-Mgrs
(Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005 dan didapatkan hasil z-
score <-2 SD, Sedangkan dikatakan sangat pendek apabila hasil z-score <-
3 SD. 8 Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik
pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan.
Keadaan ini dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut
umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan standar
pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010). Stunting didefinisikan sebagai
indeks tinggi badan menurut (TB/U) kurang dari minus dua standar deviasi
(-2 SD) atau dibawah rata-rata standar yang ada dan serve stunting
didefinisikan kurang dari -3 SD (ACC/SCN, 2000). Salah satu indikator
gizi bayi lahir adalah panjang badan waktu lahir disamping berat badan
adalah panjang badan waktu lahir. Panjang bayi lahir dianggap normal
antara 48-52 cm. Jadi, panjang lahir <48 cm tergolong bayi pendek.
Stunting dapat di ketahui diagnosis melalui pemeriksaan antropometrik.
Stunting dapat menggambarkan keadaan gizi kurang yang sudah berjalan
sejak lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta
pulih kembali. Sejumlah penelitian memperlihatkan keterkaitan antara
stunting dengan berat badan kurang yang sedang atau berat, perkembangan
motorik dan mental yang buruk dalam usia anak-anak lanjut, (acc/scn)

2) Dampak Stunting
Dampak jangka pendek yaitu pada masa kanak-kanak, perkembangan
menjadi terhambat, penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan
tubuh, dan gangguan sistem pembakaran. Pada jangka panjang yaitu pada
masa dewasa, timbul risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus,
jantung koroner, hipertensi, dan obesitas. Menurut laporan UNICEF (1998)
beberapa fakta terkait stunted dan dampaknya antara lain sebagai berikut:
a) Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia
enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua
tahun. Stunting yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka
panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu
untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak
dengan tinggi badan normal.
b) Anak-anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan
lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status
gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak
dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.
c) Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunting dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang.
Anak stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang
hidup, kegagalan 19 pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa
remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan
mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas,
sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR.
Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar
meninggal saat melahirkan.
3. Determinan Sosial Kejadian Stunting
Determinan sosial kejadian stunting ada beberapa adalah pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, riwayat pemberian ASI
Ekslusif, riwayat imunisasi, BBLR, Jumlah anggota Keluarga.
1) Pendidikan Orang Tua (Ibu)
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. (Depdiknas 2001)
Tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pertumbuhan anak
balita. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui
cara pemilihan bahan pangan (suyadi 2009). Seseorang yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung akan memilih bahan makanan
yang lebih segar dan lebih baik dalam kualitas maupun kuantitas. Semakin
tinggi pendidikan orang tua maka semakin baik juga status gizi anaknya. (
suyadi 2009). Orang yang mempunyai pendikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah
atau mereka yang tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin mudah seseorang dalam menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan keluarganya. (suyadi 2009).
2) Status Ekonomi Keluarga
Besarnya pendapatan yang di terima oleh rumah tangga dapat
menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun demikian untuk
mengetahui penghasilan yang asli itu sulit di peroleh. Di negara yang
berkembang , pemenuhan kebutuhan makanan masih menjadi prioritas
utama, dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan gizi.
3) Pekerjaan Ibu
Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan
kuantitas pangan, karena pekerjaan berhubungan dengan pendapatan
dengan demikian terdapat kaitan antara pendapatan dengan gizi, apabila
pendapatan meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan dan masalah
keluarga yang berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan. Faktor ibu yang
bekerja di luar rumah biasanya sudah mempertimbangkan untuk perawatan
anaknya, namun tidak ada jaminan untuk hal tersebut. Sedangkan ibu yang
bekerja di rumah tidak memilki alternative untuk merawat anaknya.
Pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan antara ibu dan anaknya
sebagian besar sangat bergantung pada usia anak dan waktu ibu kapan mulai
bekerja. Ibu-ibu bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang
cukup bagi anak-anak dan keluarga (Suyadi,2009)
Dalam keluarga peran ibu sangatlah penting yaitu sebagai pengasuh anak
pengatur konsumsi pangan anngota keluarga, juga berperan dalam usaha
perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi bayi dan
anak. Para ibu yang setelah melahirkan bayinya kemudian langsung bekerja
dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat bayi
tersebut tidak mendapatkan ASI. Sedangkan pemberian pengganti ASI
maupun makanan tambahan tidak dilakukan semestinya. Hal ini yang
menyebabkan asupan gizi pada bayinya menjadi buruk dan bisa berdampak
pada status gizi bayinya. (Suyadi,2009)
4) Riwayat Pemberian Asi Eklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi yang berupa ASI saja
tanpa diberi cairan lain baik dalam bentuk apapun kecuali sirup obat. ASI
saja dapat mencukupi kebutuhan bayi pada enam bulan pertama
kehidupannya. ASI merupakan makanan yang paling sempurna
dikarenakan kandungan gizinya sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal. Manfaat menyusui tidak hanya dapat
menjalin kasih sayang, tetapi dapat mengurangi perdarahan pasca
melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan,
mengurangi risiko terkena kanker payudara, dan merupakan kebahagiaan
tersendiri bagi ibu (Fitriana 2010). Tumbuh kembang anak dapat optimal,
World Health Organization (WHO) telah menetapkan Global Strategy
For Infant and Young Child Feeding yang berada di Indonesia
ditindaklanjuti dengan Penyusunan Strategi Nasional Pemberian
Makanan pada bayi dan anak. Strategi tersebut mencakup pemberian ASI
dalam 30 menit setelah kelahiran, memberikan ASI saja atau ASI Ekslusif
sejak lahir sampai berumur 6 bulan, memberikan MP ASI (makanan
pendamping ASI) yang cukup dan bermutu sejak bayi berusia 6 bulan dan
meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun (Fitriana &
Astuti, 2010).
Air susu ibu hendaknya diberikan terus sampai anak berusia 2 tahun
sebab ASI mengandung zat-zat gizi yang penting bagi anak, yang tidak
terdapat dalam susu sapi. Proses lama pemberian ASI sebaiknya
dihentikan ketika anak berusia 2 tahun, karena zat-zat yang terkandung
didalam ASI sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan anak (Fitriana &
Astuti, 2010).
Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui surat Keputusan Menteri
Kesehatan RINo.450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI sampai
6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (Kepmenkes,
RI. 2004)
Menurut penelitan Janirah Jihad, La Ode Ali Imran Ahmad, Ainurafiq
(2016) menyatakan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif
mempunyai risiko mengalami stunting 4 kali lebih besar dibandingkan
dengan balita yang mendapatkan ASI ekslusif.
5) Riwayat Imunisas

Imunisasi merupakan suatu proses yang menjadikan seseorang kebal


atau dapat melawan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi
biasanya dalam bentuk vaksin. Vaksin merangsang tubuh untuk
membentuk sistem kekebalan yang digunakan untuk melawan infeksi atau
penyakit. Ketika tubuh seseorang diberi vaksin atau imunisasi, tubuh akan
terpajan oleh virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan
dalam jumlah yang sedikit dan aman. Kemudian sistem kekebalan tubuh
akan mengingat virus atau bakteri yang telah dimasukkan dan melawan
infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri tersebut ketika menyerang
tubuh di kemudian hari (Immunizations, 2010 dalam Wiyogowati, 2012).

Terdapat empat tipe vaksin yang umum diberikan yaitu :

a) Vaksin hidup (aktif), biasanya menggunakan virus atau bakteri yang


sudah dilemahkan. Yang termasuk kedalam jenis vaksin ini yaitu
vaksin MMR (measles, mumps, dan Rubella) dan vaksin varicella
untuk cacar air.
b) Vaksin mati (inaktif) yaitu vaksin yang dibuat dari protein atau bagian
dari virus atau bakteri dalam jumlah yang kecil. Yang termasuk
kedalam jenis vaksin ini yaitu vaksin MMR (measles, mumps, dan
Rubella) dan vaksin varicella.
c) Vaksin toxoid berisi toxin (racun) atau zat kimia yang dibuat dari
bakteri atau virus. Vaksin ini membuat tubuh kita kebal terhadap efek
infeksi yang berat seperti infeksi yang disebabkan oleh bakteri difteri
dan tetanus. Contoh vaksin ini adalah vaksin difteria dan tetanus.
d) Vaksin biosintetik berisi zat kimia yang terdapat dalam tubuh manusia
yang hampir sama dengan bagian dari virus atau bakteri. Contohnya
adalah vaksin konjugat untuk Haemophilus influenzae tipe B.
(Immunizations, 2010 dalam Wiyogowati, 2012).
Ada dua jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada
imunisasi aktif, tubuh secara aktif akan menghasilkan zat anti setelah
adanya rangsangan vaksin dari luar tubuh. Sedangkan pada imunisasi
pasif, kadar zat anti yang meningkat dalam tubuh bukan berasal dari
produksi tubuh itu sendiri melainkan diperoleh dari suntikan atau
pemberian dari luar tubuh, contohnya adalah ATS (Anti Tetanus Serum).
Sesuai dengan program pemerintah tentang Program Pengembangan
Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan terhadap
6 jenis penyakit utama, yaitu: penyakit TBC (dengan pemberian vaksin
BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, poliomielitis dan campak dan
ditambah dengan hepatitis B (Immunizations, 2010 dalam Wiyogowati,
2012).

6) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)


Bayi baru lahir yang memiliki berat badan kurang dari atau sama dengan
2.500 gram di kenal dengan sebutan premature. yang dimaksud dengan bayi
berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang memiliki berat badan
kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang masa gestasi, yang di timbang
dalam kurun waktu satu jam setelah lahir (tando 2006) .
Menurut tando (2016), klasifikasi bayi berat lahir rendah (BBLR), ialah
sebagai berikut.
a) Bayi dengan berat lahir 1.500 gr – 2.500 gr di kategorikan bayi berat
lahir rendah (BBLR)
b) Bayi dengan berat lahir <1.500 gr dikategorikanbayi berat lahir
sangat rendah (BBLSR)
c) Bayi dengan berati lahir < 1.000 gr dikategorikan bayi berat lahir
ekstrem rendah (BBLER)

Menurut penelitan Janirah Jihad, La Ode Ali Imran Ahmad, Ainurafiq


(2016) menyatakan bahwa berat lahir rendah mempunyai resiko mengalami
stunting 5 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki berat
lahir normal.

7) Besaran Keluarga
Anggota keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat
tinggal di suatu keluarga, baik berada dirumah pada saat pencacahan
maupun sementara tidak ada. Anggota keluarga yang telah berpergian 6
bulan atau lebih, dan anggota keluarga yang berpergian kurang dari 6 bulan
atau lebi atau yang telah tinggal di suatu keluarga kurang dari 6 bulan tetapi
berniat menetap di keluarga tersebut, dianggap sebagai anggota keluarga.
(BPS). Keluarga dengan anggota kurang dari 4 orang termasuk dalam
kategori keluarga kecil, sedangkan untuk lebih dari 4 orang di kategorikan
sebagai keluarga besar.
Banyak nya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan.
Suhardjo (2003) mengatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar
keluarga dan kekurangan gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah
anggota keluarga yang semakin besar tanpa di imbangi dengan
meningkatkan pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi
pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu
keluarga besar, mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya
setengah dari kelnuarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk
mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga yang besar.
Rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga besar beresiko
mengalami kelaparan 4 kali lebih besar di bandingkan dengan rumah tangga
yang anggotanya kecil. Selain itu berisiko juga mengalami kurang gizi
sebanyak 5 kali lebih besar dari keluarga yang mempunyai anggota keluarga
kecil. (suyadi 2009)

B. Kerangka Teori

Proverawati dan Kusumawati (2011) mengemukakan faktor-faktor yang


mempengaruhi tumbuh kembang anak menurut beberapa ahli, yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan (faktor prenatal dan postnatal). Faktor prenatal
yaitu faktor sebelum lahir terdiri dari gizi ibu pada waktu hamil, mekanis,
toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas dan anoksida
embrio. Faktor postnatal yaitu faktor setalah lahir terdiri dari :
a. Lingkungan biologis yaitu ras, jenis kelamin, umur, gizi, kesehatan,
fungsi metabolisme dan hormon.
b. Lingkungan fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.
c. Psikososial yaitu stimulasi, motivasi, stress, kualitas interaksi anak dan
orang tua.
d. Faktor keluarga dan adat istiadat yaitu pendapatan keluarga, pendidikan,
jumlah saudara, norma, agama dan urbanisasi.
Menurut UNICEF (1999) dalam Supariasa (2012) faktor yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak terdiri dari sebab langsung, sebab tak
langsung dan penyebab dasar. Sebab langsung terdiri dari kecukupan pangan
dan keadaan kesehatan, sebab tidak langsung terdiri dari ketahanan pangan
keluarga, pola asuh anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi
lingkungan, dan penyebab dasar yaitu struktur ekonomi. Secara ringkas,
kerangka teori status gizi dapat dilihat pada gambar di bawah.
STATUS GIZI

ASUPAN GIZI IN FEKSI/PENYAKIT PENYEBAB


LANGSUNG

Perilaku/ Pelayanan Penyebab Tak


Ketersediaan Langsung
Asuhan Ibu Kesehatan,
Pangan
dan Anak Lingkungan
Tingkat
Rumah
Tangga

KEMISKINAN, Masalah Utama


PENDIDIKAN RENDAH,
KETERSEDIAAN PANGAN,
KESEMPATAN KERJA

KRISIS POLITIK Masalah Dasar


DAN EKONOMI

Sumber : UNICEF (1998). The State of The World’s Children


dalam Supariasa, 2012.
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dari penelitian yang akan di lakukan berupa
penyederhanaan dari kerangka teori yang bersumber dari UNICEF.

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pekerjaan ibu
2. Pendidikkan ibu
3. Status Ekonomi
Keluarga Stunting
4. Riwayat ASI Eklusif
5. Riwayat Imunisasi
6. BBLR
7. Besaran Keluarga.
Variabel yang akan di teliti meliputi pekerjaan ibu, pendidikan ibu, Status
Ekonomi Keluarga, Riwayat ASI Eklusif, Riwayat imunisasi, BBLR,
Besaran keluarga. Secara skematis kerangka konsep.

D. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada
balita 06-59 bulan di desa pandan lagan
2. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada balita
06-59 bulan di desa pandan lagan
3. Ada hubungan antara Status ekonomi keluarga dengan kejadian stunting
pada balita 06-59 bulan di desa pandan lagan
4. Ada hubungan antara riwayat ASI dengan kejadian stunting pada balita
06-59 bulan di desa pandan lagan
5. Ada hubungan antara riwayat Imunisasi dengan kejadian stunting pada
balita 06-59 bulan di desa pandan lagan
6. Ada hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita 06-59
bulan di desa pandan lagan
7. Ada hubungan antara besaran keluarga dengan kejadian stunting pada
balita 06-59 bulan di desa pandan lagan

Anda mungkin juga menyukai