Anda di halaman 1dari 24

GAMBARAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF

BALITA STUNTING USIA 0-24 BULAN DI DESA PANDAN LAGAN

Proposal Penelitian

Di Ajukan Oleh :

Aini Zulaikah

G1D116105

Kepada

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JAMBI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi
badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Sedangkan definisi
stunting menurut kemenkes (Kementrian Kesehatan) adalah anak balita dengan
nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD
(severely stunted). Kejadian balita pendek atau biasa disebut stunting merupakan
salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di Dunia saat ini.
Masalah gizi dapat mempunyai 2 hal cakupan yaitu kelebihan gizi dan
kekurangan gizi. Kelebihan gizi berkaitan dengan Obesitas (overweight) dan
kekurangan gizi di kelompokan dalam stunting , wasting ,underweight. Stunting
adalah salah satu masalah gizi yang berdampak buruk terhadap kualitas hidup anak
dalam mencapai titik tumbuh kembang yang optimal sesuai potensi genetiknya.
Stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang pada balita. Pada tahun 2018
29,9% atau sekitar 50 juta balita di Dunia mengalami stunting (TNP2K, 2017).

WHO telah menetapkan target pengurangan secara global sebesar 40% jumlah
anak balita stunting pada tahun 2025. Pengurangan anak yang stunting ini
masuk dalam United Nations Sustainable Development Goals (SDGs). Kejadian
stunting (pendek) pada balita merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun
terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi
lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami
peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017.

Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia
(55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta
balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan
proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data prevalensi balita stunting yang
dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam
negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East
Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun
2005-2017 adalah 36,4%. (Kemenkes RI, 2018)

Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan


Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia
sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%.
Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil Riskesdas tahun
2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan oleh
pemerintah. (Kemenkes, 2018).

Provinsi Jambi memiliki angka prevalensi stunting yang cukup tinggi yaitu,
30,1% dimana angka tersebut masih diatas standar prevalensi WHO (Riskesdas,
2018).

Berdasarkan hasil data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 Kabupaten
Tanjung Jabung Timur dan Kerinci menjadi fokus lokus stunting untuk Provinsi
Jambi pada tahun 2019. Kabupaten Tanjung jabung Timur memiliki angka
pravelensi stunting 48,5% pada tahun 2013 dan mengalami penurunan menjadi
40,9% pada tahun 2018. Menurut sekretaris Dinas Kesehatan Tanjung Jabung
Timur penyebab mendasar tingginya stunting adalah faktor ekonomi dan juga
sanitasi lingkungan yang kurang baik.

Tanjung Jabung Timur terdapat 10 desa yang menjadi lokus Stunting, salah
satunya adalah Desa Pandan Lagan yang merupakan wilayah kerja puskesmas
Simpang Pandan Kecamatan Gaeragai. Desa Pandan Lagan terdiri dari 700 KK
yang mayoritas penduduknya adalah suku Jawa. Menurut data puskesmas Simpang
Pandan pada bulan agustus 2019 ditemukan 35 balita stunting di Desa pandan
Lagan dan menjadi desa tertinggi yang ditemukan stunting dibandingkan desa lain
diwilayah kerja puskesmas Simpang Pandan.

Stunting memberikan efek jangka panjang seperti kelangsungan hidup yang


menurun, perkembangan kognitif dan motorik yang terganggu, produktivitas
ekonomi yang menurun, dan kesempatan untuk hidup dalam kemiskinan yang
lebih tinggi di masa dewasa.

Kondisi stunting yang diderita oleh balita mempengaruhi perkembangan


kognitif balita tersebut. Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan
anak untuk berpikir. Menurut Ahmad Susanto (2011) kognitif adalah suatu
proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai,
dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Perkembangan kognitif
dimaksudkan agar seseorang mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia
sekitar melalui panca inderanya sehingga dengan pengetahuan yang
didapatkannya tersebut seseorang dapat melangsungkan hidupnya.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Siti


Partini (2003: 4) bahwa “pengalaman yang berasal dari lingkungan dan
kematangan, keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif anak”.
Sedangkan menurut Soemiarti dan Patmonodewo (2003: 20) perkembangan
kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan
antar sel otak.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan


judul : Gambaran Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Balita Stunting Usia
0-24 Bulan Di Desa Pandan Lagan.

B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, makan permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pertumbuhan dan perkembangan
kognitif balita stunting usia 0-24 bulan di desa Pandan lagan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran pertumbuhan dan perkembangan
kognitif balita stunting usia 0-24 bulan di Desa Pandan Lagan
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran pertumbuhan balita stunting usia 0-24 bulan
b. Diketahui gambaran perkembangan kognitif balita stunting usia 0-24 bulan

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan
peneliti tentang Perkembangan Kognitif Balita Stunting usia 0-24 bulan di
Desa Pandan Lagan. Pelaksanaan penelitian ini juga digunakan sebagai sarana
belajar dalam meningkatkan kemampuan dibidang penelitian dan untuk
perkembangan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pengurangan balita
stunting
3. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai bahan informasi dan referensi kepustakaan tambahan yang nantinya
dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian berikutnya dan memperluas
wawasan mahasiswa tentang kejadian stunting.
4. Manfaat Bagi Masyarakat Umum
Menambah pengetahuan dan masukan bagi masyarakat tentang stunting serta
dapat berperan aktif dalam melakukan pencegahan dan penanganan kejadian
stunting di Desa Pandan Lagan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai gambaran perkembangan kognitif balita stunting terdapat
beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini diantaranya :

No Nama Judul Peneliti Jenis Hasil Persamaan


Peneliti Penelitian Penelitian dan Perbedaan
1 Yudianti, Pola Asuh Penelitian Terdapat Persamaan:
Rahmat Dengan Observational hubungan sama-sama
Haji Kejadian dengan praktek menggolongkan
Saeni, Stunting di Menggunakan pemberian umur balita
2016 Kabupaten Rancangan makan dengan Perbedaan:
Polewali Penelitian kejadian jenis penelitian,
Mandar Case Control stunting pada tempat dan
balita waktu
2 Risani Pola Asuh Penelitian ini Pola asuh Persamaan:
Rambu Pemberian adalah pemberian Sama-sama
Podu Makan Pada penelitian makan kepada menggolongkan
Yola, Balita observasional balita stunting umur balita
Nuryanto, Stunting Usia dengan tidak sesuai Perbedaan:
2017 6-12 Bulan di desain dengan jenis penelitian,
Kabupaten penelitian kebutuhan gizi tempat dan
Sumba crosssectional subyek. waktu
Tengah Nusa menggunakan
Tenggara pendekatan
Timur studi
kualitatif
3 Nur Pola Asuh Penelitian ini Terdapat Persamaan:
Latifah Makan, menggunakan perbedaan Sama-sama
Hanum, Perkembangan desai cross signifikan menggolongkan
Ali Bahasa, Dan sectional (p<0.05) skor umur balita
Khosman, Kognitif Anak perkembangan Perbedaan:
2012 Balita Stunted bahasa dan jenis penelitian,
Dan Normal kognitif pada tempat dan
Di Kelurahan anak balita waktu
Sumur Batu, normal dan
Bantar stunted
Gebang berdasarkan
Bekasi usia balita,
tingkat
pendidikan
ibu,
pendapatan
keluarga, dan
besar
keluarga.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif,
sebagai akibat dari adanya pengaruh luar atau lingkungan. Pertumbuhan berarti
adanya perubahan dalam ukuran atau struktur dan lebih menyangkut pada
perubahan fisik. Pertumbuhan juga dapat didefinisikan perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang
berlangsung secara normal dalam individu pada fase tertentu. Pertumbuhan
adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, yang
berarti bertambahnya sebagain atau seluruh ukuran fisik dan struktur tubuh
manusia (Soetjoningsih, 1995).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak:
a. Genetik
b. Lingkungan
1) Lingkungan Biologis : ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit
kronis, fungsi metabolisme dan hormon.
2) Fisik : Cuaca, musim, keadaan geografis, sanitasi, keadaan rumah;
struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan hunian serta
radiasi.
3) Psikososial : simulasi, motivasi belajar, ganjaran atau hukuman
yang wajar, kelompok sebaya, stres, sekolah cinta dan kasih
sayang serta kualitas interaksi anak dengan orang tua.
4) Keluarga dan Adat Istiadat : pekerjaan/pendapatan keluarga,
pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam
keluarga, stabilitas dalam rumah tangga, kepribadian ayah/ibu,
adat istiadat, norma-norma, agama, urbanisasi, kehidupan politik
dalam masyarakat, prioritas kepentingan anak dll.
2. Perkembangan Kognitif
Perkembangan adalah suatu perubahan fungsional yang bersifat
kualitatif, baik dari fungsi-fungsi fisik maupun mental. Perkembangan juga
dapat diartikan sebagai urutan perubahan yang bersifat sistematis atau saling
kebergantungan dan saling mempengaruhi antara aspek fisik dan psikis.
Perkembangan merupakan suatu proses yang pasti di alami oleh setiap
individu, perkembangan ini adalah proses yang bersifat kualitatif dan
berhubungan dengan kematangan seorang individu yang ditinjau dari
perubahan yang bersifat progresif serta sistematis dalam diri manusia.
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang artinya adalah
pengertian, mengerti. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal
di dalam pusat susunan syaraf pada saat manusia sedang berfikir.
Pengertian cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan dan penggunaan
pengetahuan otak untuk memecahkan suatu masalah. Kognitif adalah suatu
proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai
dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Jadi proses kognitif
berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegence) yang menandai
seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan pada ide-ide
belajar.
Menurut Krause, Bochner & Duchesne perkembangan kognitif adalah
kemampuan seseorang dalam berpikir, mempertimbangkan, memehami dan
mengingat tentang segala hal disekitar kita yang melibatkan proses mental
seperti menyerap, mengorganisasi dan dan mencerna segala informasi.
Kemampuan kognitif setiap orang berbeda-beda. Cara anak berpikir pada
suatu tahap tertentu sangat berbeda dari cara mereka berpikir pada tahap lain.
Piaget mengategorikan secara aktual perkembangan tahap kognitif anak-anak.
Piaget percaya bahwa semua orang yang melewati empat tahap yang
sama dengan urutan yang tepat sama. Tahap-tahap ini secara umum
berhubungan dengan umur-umur tertentu sebagai berikut:
a. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Tahap sensorimotor berlangsung dari kelahiran sampai kira-kira usia 2
tahun. Dalam tahapan ini, bayi membentuk pemahaman tentang dunia
dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensorik (seperti
melihat dan mendengar). Dengan tindakan fisik, motorik- oleh karena
itu disebut “sensorimotor”. Pada awal tahapan ini bayi yang baru lahir
hanya memiliki pola perilaku refleks.Pada akhir tahapan sensormotor anak,
berusia 2 tahun mampu menghasilkan pola-pola sensorimotor dan
menggunakan simbol-simbol primitif (berkembangnya pemikiran
simbolik).
b. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Tahapan praoperasional yang berlangsung kira-kira usia 2 hingga 7 tahun
adalah tahapan kedua dari teori Piaget. Dalam tahapan ini anak mulai
mempresentasikan dunia mereka dengan kata-kata, bayangan dan
gambar-gambar. Pemikiran-pemikiran simbolik berjalan melampaui
koneksi-koneksi sederhana dari informasi sensorik dan tindakan fisik.
Konsep stabil mulai terbentuk, pemikiran-pemikiran mental muncul,
egosentrisme tumbuh dan keyakinan-keyakinan magis mulai
berkonstruksi. Manipulasi simbol merupakan merupakan karakteristik
esensial dari tahapan ini. Hal ini sering dimanifestasikan dalam
peniruan tertunda, tetapi perkebangan bahasanya sudah sangat pesat,
kemampuan anak menggunakan gambar simbolik dalam berpikir,
memecahkan masalah dan aktivitas bermain kreatif akan meningkat lebih
jauh dalam beberapa tahun berikutnya.
c. Tahap Operasional Konkret (7- 11 tahun)
Tahapan operasional konkret yang belangsung kira-kira usia 7 hingga
11 tahun adalah tahapan ketiga dalam teori Piaget. Pada tahapan ini
penalaran logika menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam
situasi konkret. Kemampuan untuk menggolongkan-golongakan sudah ada
tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Operasi konkret
adalah tindakan mental yang bisa dibalikan yang berkaitan dengan
objek nyata. Operasi konkret bisa membuat anak bisa
mengkoordinasikan beberapa karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada
satu kualitas dari objek.15 Anak mampu berpikir logis mengenai kejadian-
kejadian konkret, memahami konsep percakapan, mengkoordinasikan
objek menjadi kelas-kelas hierarki (klasifikasi) dan menempatkan objek-
objek dalm urutan yang teratur.
d. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Tahapan perasional formal yang muncul antara usia 11 hingga 15 tahun
adalah tahapan teori Piaget yang keempat dan terakhir. Dalam tahapan
ini bergerak melalui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir
dalam cara-cara yang abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari berpikir
abstrak, mereka menggambarkan gambaran-gambaran tentang situasi-
situasi ideal. Mereka mungkin berpikir seperti apa orang tua yang ideal dan
membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal mereka. Mereka
mulai menyukai gambaran tentang masa depan dan membayangkan
dan akan menjadi apa mereka kelak. Dalam menyelesaikan persoalan,
para pemikir formal ini akan lebih sistematis dan menggunakan
pemikiran logis.16

3. Balita
Balita sebagai usia emas atau "golden age" adalah insan yang berusia 0-
5 tahun (UU No. 20 Tahun 2003). Anak balita merupakan anak yang berada
dalam rentan usia 1-5 tahun kehidupan. Menurut peraturan menteri kesehatan
RI tahun 2014, anak balita dalah anak usia 12-59 bulan. Masa balita merupakan
periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini
merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang,
karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan
Menurut karakteristiknya, balita terbagi dalam dua kategori, pertama
yaitu anak usia 0–3 yang disebut konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa bayi tiga
tahun (batita) lebih besar dari masa usia prasekolah (4-5 tahun) sehingga
diperlukan jumlah makanan yang relatif banyak. Namun perut yang masih
lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam
sekali makan lebih sedikit dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu,
pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering. Kedua
yaitu pada usia 4-5 atau biasa disebut usia pra-sekolah, pada usia ini anak
menjadi konsumen aktif, mereka sudah dapat memilih makanan yang
disukainya, anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah
playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada
masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan
mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Berat badan anak cenderung
stagnan/tetap akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun
penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan
relatif lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan
anak laki-laki.

4. Status Gizi
a. Definisi status gizi
Status gizi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengetaui status kesehatan masyarakat. Status gizi pada anak adalah
keadan sehat yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-
zat lain yang diperoleh dari pangan dan dikategorikan berdasarkan standar
baku WHO dengan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Status gizi
merupakan keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber
energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, serta pengatur
proses tubuh (Septikasari, 2018).
Status gizi adalah manifektasi dari keadaan tubuh yang
menggambarkan hasil dari setiap makanan yang dikonsumsi.
1) Pengertian gizi kurang
Gizi kurang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dari
makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Batas
gizi kurang balita antara kurang dari -2SD sampai dengan –SD baku
WHO.
2) Faktor resiko gizi kurang
a) Faktor yang bersumber dari masyarakat, yaitu; struktur politi,
kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi berbagai
penyakit, pelayanaan kesehatan, tingkat sosial ekonomi,
pendidikan dan iklim.
b) Faktor yang bersumber pada keluarga, yaitu; tingkat pendidikan,
status pekerjaan, penghasilan, keadaan rumah, besarnya keluarga
dan karakteristik khusus setiap keluarga.
c) Faktoryang bersumber pada individu anak, yaitu; usia anak, jarak
kelahiran, berat lahir, laju pertumbuhan , pemanfaatan ASI,
imunisasi dan penyakit infeksi.
b. Penilaian status Gizi
1) Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropus dan metros. Anthropus
artinya manusia dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah
pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh manusia. Antropometri
sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter, antara lain : umur, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan
tebal lemak dibawah kulit (Setyawati dan Hartini, 2018).
2) Parameter antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter merupakan sebuah alat ukur
untuk melihat kesuksesan ataupun keberhasilan dari tujuan.
a) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuanstatus gizi.
Kesalahan penentuan umur akan menyebabkaninterpretasi status
gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat bdan
yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat.
b) Berat Badan
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan
mineral pada tulang. Berat badan merupakan ukuran antropometri
yang paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan
dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan balita dari segi
fisik maupun status gizi.
c) Tinggi Badan
Tinggi badan menjadi parameter yang penting untuk
menentukan status gizi. Tinggi badan diukur dengan subjek berdiri
tegak pada lantai yang rata, tidak menggunakan alas kaki, kepala
sejajar (mata melihat lurus kedepan), kaki menyatu, lutut lurus,
tumit bokong dan bahu menyentuh dinding yang lurus, dan tangan
menggantung disisi badan.
d) Lingkar lengan Atas
Pengukuran LLA menjadi salah satu deteksi dini yang mudah dan
dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam untuk melihat status gizi
e) Lingkar Kepala
Yaitu memeriksa keadaan patologi dan besarnya kepala serta
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala dihubungkan dengan
ukuran otak dan tulang tengkorak serta dapat menjadi informasi
tambahan dalam pengukuran umur.
f) Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak usia 2-3 tahun, karena rasio lingkar
kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Lingkar dada
dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP
(Kekurangan Energi Protein) pada balita.
c. Indeks Antropometri
Indeks antropometri merupakan kombinasi antara berbagai parameter
gizi. Cara termudah untuk menilai status gizi dilapangan yakni dengan
pengukuran antropometri karena sederhana, murah dan dapat dilakukan
siapa saja.
1) Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi dan lebih menggambarkan keadaan status
gizi seseorang. Berikut merupakan klasifikasi status gizi
berdasarkan indikator BB/U (setikasari, 2018) :
Status gizi berdasarkan BB/U
Tabel 2.1 Status Gizi Berdasarkan BB/U

Kategori status gizi Nilai ambang batas

Gizi buruk Z-score < -3,0

Gizi kurang Z-score ≥ - 3,0 s/d Z-score < -2,0

Gizi baik Z-score ≥ -2,0 s/d Z-score ≥ 2,0

Gizi lebih Z-score > 2,0

d. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)


Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi tidak seperti dengan berat
badan, cenderung kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam
waktu pendek. Berikut merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan
indikator TB/U

Tabel 2.2 Status Gizi Berdasarkan TB/U

Kategori Status Gizi Nilai Ambang Batas

Sangat Pendek Z-score < -3,0

Pendek Z-score ≥ -3,0 s/d Z-score < -2,0

Normal Z-score ≥ -2,0

Tinggi Z-score ≥ 2,0


c. Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dalam kecepatan tertentu. Indikator BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi. Berikut
merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB :

Tabel 2.3 Status Gizi Berdasarkan BB/TB

Kategori Status Gizi Nilai Ambang Batas

Sangat Kurus Z-score < -3,0

Kurus Z-score ≥ -3,0 s/d Z-score < -2,0

Normal Z-score ≥ -2,0

Gemuk Z-score ≥ 2,0

d. Indeks Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)


Indeks antropometri ini dapat mengidentifikasikan KEP (Kekurangan
Energi Protein) pada balita. LLA menggambarkan tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Penggunaan LLA
sebagai indikator status gizi di samping di gunakan secara tunggal
juga dalam bentuk kombinasi dengan parameter lainnya, LLA/U dan
LLA/TB yang disebut dengan quack stick.

5. Stunting
a. Definisi stunting
Stunting (pendek) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau
tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini
diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari -2 SD
pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi,
gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi dan kurangnya asupan gizi pada
bayi. Balita stunting dimasa depan akan mengalami kesulitan dalam
mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada
kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Di Indonesia
diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan
laporan yang dikeluarkan UNICEF dan memposisikan Indonesia masuk ke
dalam 5 besar negara dengan jumlah anak mengalami stunting tinggi
(Kemenkes RI, 2018).
Stunting merupakan masalah gizi kronis, penyebabnya adalah asupan
gizi yang kurang dalam waktu lama dan biasanya asupan makanan tersebut
tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan stunting terjadi, yaitu :
1) Kurang gizi kronis dalam waktu yang cukup lama
2) Perubahan hormon karena stres
3) Protein yang dikonsumsi tidak cukup dalam proporsi total asupan
kalori
4) Retardasi pertumbuhan intrauterine
5) Terjadi infeksi sejak anak kecil.

Stunting juga menunjukkan beberapa gejala, yakni : berat badan anak


rendah diusianya, pertumbuhan tulangnya tertunda dan proporsi tubuhnya
lebih kecil dibanding anak-anak lain seusianya.

Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi disebabkan
oleh banyak faktor yang saling berhubungan. Ada tiga faktor penyebab
stunting yang utama menurut Kemenkes RI (2018) yaitu asupan makanan
tidak seimbang, riwayat berat bayi lahir rendah (BBLR) dan riwayat
penyakit.

b. Dampak Stunting
Stunting memiliki dampak yang besar terhadap tumbuh kembang anak
dan juga perekonomian Indonesia dimasa yang akan datang. Stunting dapat
mengakibatkan gangguan pada tumbuh kembang anak terutaman pada
anak berusia dibawah dua tahun. Anak-anak yang mengalami stunting
biasanya memiliki hambatan dalam perkembangan kognitif dan
motoriknya yang akan mempengaruhi produktivitasnya saat dewasa.
Selain itu anak stunting juga memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas dan penyakit
jantung pada saat dewasa. Secara ekonomi, hal tersebut tentunya akan
menjadi beban bagi negara akibat meningkatnya pembiayaan kesehatan
(Kemenkes RI, 2018).
Ada dua dampak yang ditimbulkan stunting, yaitu:
1) Dampak jangka pendek
Yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Stunting
(pendek) menggambarkan gizi kurang yang sudah berjalan lama dan
memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali.
2) Dampak jangka panjang
Akibat buruk yang dapat ditimbulkan stunting adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan
tubuh sehingga mudah sakit, dan memiliki resiko tinggi untuk
munculnya berbagai penyakit. Anak-anak yang bertumbuh pendek
(stunting) pada usia kanak-kanak dini terus menunjukkan kemampuan
yang lebih buruk dalam fungsi kognitif yang beragam serta prestasi
sekolah yang lebih buruk dibanding dengan anak-anak seusianya.
Mereka juga memiliki permasalahan perilaku, lebih terhambat, dan
kurang perhatian dan lebih menunjukkan gangguan tingkah laku
conduct disorder (pola perilaku yang menetap atau berulang).

Gangguan gizi pada balita merupakan dampak komulatif dari berbagai


faktor, baik yang berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung
terhadap gizi anak. Konferensi internasional tentang ‘At Risk Factor and
The Health and Nutrition Of Young Children” Kairo tahun 1975
mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi gizi anak menjadi 3
kelompok, yaitu :

1) At Risk factor yang bersumber dari masyarakat, meliputi; struktur


politik, kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi
berbagai penyakit, pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi,
pendidikan dan iklim.
2) At Riskk factor yang bersumber pada keluarga, meliputi; tingkat
pendidikan, status pekerjaan, penghasilan, keadaan rumah, besarnya
keluarga, karakteristik khusus setiap keluarga.
3) At Risk factor yang bersumber pada individu anak, meliputi; usia ibu,
jarak lahir terhadap kakak, berat bayi baru lahir (BBLR), laju
pertumbuhan, pemanfaatan ASI, imunitas, penyakit infeksi.

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari asupan
gizi yang tidak seimbang.

B. Kerangka Teori

Proverawati dan Kusumawati (2011) mengemukakan faktor-faktor yang


mempengaruhi tumbuh kembang anak menurut beberapa ahli, yaitu faktor genetik
dan faktor lingkungan (faktor prenatal dan postnatal). Faktor prenatal yaitu faktor
sebelum lahir terdiri dari gizi ibu pada waktu hamil, mekanis, toksin/zat kimia,
endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas dan anoksida embrio. Faktor postnatal
yaitu faktor setalah lahir terdiri dari :

a. Lingkungan biologis yaitu ras, jenis kelamin, umur, gizi, kesehatan, fungsi
metabolisme dan hormon.
b. Lingkungan fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.

c. Psikososial yaitu stimulasi, motivasi, stress, kualitas interaksi anak dan orang
tua.
d. Faktor keluarga dan adat istiadat yaitu pendapatan keluarga, pendidikan,
jumlah saudara, norma, agama dan urbanisasi.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : UNICEF (1990)


C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Pertumbuhan

Stunting

Perkembangan Kognitif
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan melihat
gambaran tentang suatu saat/waktu (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran perkembangan kognitif balita stunting usia 0-24
bulan di desa Pandan Lagan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Pandan
yaitu Desa Pandan Lagan yang merupakan salah satu fokus lokus stunting
tahun 2019 di Kabupaten tanjung Timur.

2. Waktu Penelitian
-

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Menurut Notoatmodjo (2012) populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Populasi merupakan jumlah keseluruhan dati suatu variabel yang
diamati mengenai masalah penelitian, terdiri dari subyek atau obyek penelitian
yang memiliki karakteristik serta kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2016).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita stunting
usia 0-24 bulan di Desa Pandan Lagan.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling, yaitu
seluruh ibu balita stunting usia 0-24 bulan yang tinggal di Desa Pandan
Lagan.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang didapat
dengan menggunakan wawancara langsung terhadap ibu-ibu yang memiliki
balita stunting 0-24 bulan dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan
data tentang pertumbuhan dan perkembangan kogniti balita stunting usia 0-24
bulan.
2. Data sekunder
Data sekunder penelitian ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Tanjung jabung
Timur dan Puskesmas Simpang Pandan
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner yang terdiri dari pertanyaan
berstruktur untuk mendapat data tentang pertumbuhan dan perkembangan
kognitif balita stunting usia 0-24 bulan di Desa Pandan Lagan.

Anda mungkin juga menyukai