Coresponding Author:
Gita Arisara
KKN TEMATIK 2024
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL
Jln.Angkrek Situ No.19 Kel.Situ, Kec Sumedang Utara Sumedang.
Email : gitaarisa@unsap.ac.id
ABSTRAK:
Stunting adalah ketika seorang anak gagal mencapai tinggi badan yang sesuai dengan usianya.
Penyebab utamanya adalah gizi buruk pada ibu hamil, bayi, dan balita. Stunting merupakan salah
satu bentuk malnutrisi, namun lebih tepat digambarkan sebagai kekurangan gizi. Pemanfaatan
abon belut dalam pengolahan MPASI dan Makanan Tambahan merupakan salah satu strategi
pencegahan stunting. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan edukasi tentang
penurunan stunting. Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini melalui penyuluhan
secara luring. Sampel yang digunakan dalam penyuluhan ini ibu balita stunting dan balita gizi
kurang berjumlah 25 orang dengan anak usia 6-60 bulan. Hasil dari penyuluhan ini menunjukkan
bahwa adanya peningkatan pengetahuan, sikap tentang pencegahan stunting dengan abon belut
dengan nilai rata-rata pengetahuan pre-test sebesar 76% dan post-tes 96%. Hal tersebut
menunjukan adanya peningkatan pengetahuan dan sikap ibu balita menjadi lebih baik sekitar 20%.
Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Stunting, Makanan Tambahan ASI, Abon Belut
1
PENDAHULUAN
Permasalahan gizi tidak hanya dianggap sebagai masalah belaka khususnya di Indonesia
melainkan menjadi rencana pembangun Negara Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan
kualitas negara. Dengan demikian status gizi dalam upaya pembangunan manusia di Indonesia
sehingga ditetapkan sebagai salah satu sasaran dan target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) bidang Kesehatan, yaitu menurunkan prevalensi balita gizi kurang
(wasting) dan prevalensi balita pendek (stunting) (Farisni & Zakiyuddin, 2020).
Salah satu dampak dari tidak cukupnya gizi bagi seorang anak (balita) adalah stunting .
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang ditandai dengan penurunan kecepatan
pertumbuhan dan merupakan dampak dari ketidakseimbangan gizi (Losong & Adriani).
Berdasarkan Data Dan Informasi Kesehatan Indonesia (Waroh, 2019) menyatakan bahwa stunting
(kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari
minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U
dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada
pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat
pendek / severely stunted) (Rahmadhita, 2020). Dampak yang dapat ditimbulkan oleh stunting
dalam jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan
fisik dll. Dampak buruk dalam jangka panjang yaitu menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi
belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit dll (Unicef Indonesia, 2012).
Menurut WHO (Safrina & Putri, 2022) data prevalensi balita stunting di Indonesia
diketahui sebagai negara ketiga di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR)
dengan prevalensi tertinggi. Prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 rata-rata
adalah 36,4%.
Adapun salah satu daerah dari 60 kabupaten/kota yang menjadi prioritas untuk
penanganan stunting adalah Kabupaten Sumedang. Hal ini dikarenakan angka stunting di
Kabupaten Sumedang berada di atas rata-rata nasional dan Jawa Barat. Pada tahun 2018, angka
stunting di Kabupaten Sumedang mencapai 32 persen, dengan kata lain dari 100 bayi di
Sumedang, 32 orang mengalami stunting. Pemerintah Kabupaten Sumedang pun menargetkan
permasalahan terkait dengan stunting dapat turun hingga 17 persen pada tahun 2023
(MANGGALA, SUMINAR, & HAFIAR, 2021). Hasil dari data stunting di Desa Cikoneng Kulon
Kecamatan Ganeas Kabupaten Sumedang pada tahun 2023 sampai sekarang terdapat sebanyak 23
balita yang mengalami stunting. Dari data tersebut menunujukan bahwa masih cukup tinggi angka
stunting di desa Cikoneng Kulon.
Berdasarkan Permenkes Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 Salah satu solusi
dalam penanganan stunting pada balita adalah dengan melakukan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) (Waroh, 2019). Menurut Permenkes Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 (Waroh,
2019) menyatakan bahwa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan upaya memberikan
tambahan makanan untuk menambah asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan gizi agar
tercapainya status gizi yang baik. Pemberian makanan tambahan untuk membantu masalah gizi
yaitu dengan cara melakukan inovasi olahan pangan yang dapat dijadikan sebagai makanan
tambahan pada balita yang gizinya kurang yaitu dengan pengolahan belut menjadi Abon Belut
sebagai PMT.
METODE
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan di Aula Desa CikonengKulon pada hari senin
tanggal 5 Februari 2024 pukul 13.00 WIB s/d selesai secara luring. Metode ini dilakukan dengan
cara ceramah dan diskusi. Sasaran yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah 25 orang ibu
balita stunting dan baliota gizi kurang. Sebelum dilakukan ceramah dan diskusi terlebih dahulu
Februari 2024 3
melaksanakana sambutan-sambutan dari mulai kepala desa, sekretaris Kecamatan dan Bidan Desa
Cikoneng Kulon.
Tahap Pelaksanaan:
Tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam melaksanakan sosialisasi pemberian makanan
tambahan stunting adalah sebagai berikut :
a. Tahap pertaman membagikan kuesioner Pre-Test dengan jumlah 10 soal berisi mencakup
pengetahuan, sikap dan perilaku.
b. Tahap selanjutnya sosialisasi materi tentang pencegahan stunting melalui pemberian makanan
tambahan abon belut dan pola asuh ibu balita dengan tujuan menyampaikan materi secara
langsung kepada audiens
c. FGD, Focus Group Discussion merupakan diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah
dari suatu grup untuk membahas suatu masalah tertentu dalam suasana informal dengan tujuan
untuk menyamakan setiap persepsi atas suatu isu stunting, yang pada akhirnya akan melahirkan
kesepakatan dan juga pengertian baru terkait isu stunting dan pemberian makanan tambahan.
d. Tahap Terakhir melaksanakan post test dengan cara membagikan kuesioner dengan soal yang
sama untuk mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan sikap dan perilaku sebelum diberikan
materi dengan sesudah diberikan materi.
Pre-Test
Penyuluhan
Pos-Test
1. HASIL KEGIATAN
Adapun hasil yang didapatkan dari kegiatan sosialisasi ini antara lain :
1. Tahap pertama yakni pembagian kuisioner pretest. Dibagikan langsung oleh Mahasiswa KKN
UNSAP kepada seluruh peserta sosialisasi. Hasil dari pretes yang didapatkan untuk pengetahuan
orang tua tentang stunting sebesar 76%, Sikap Ibu 68% dan Prilaku Ibu 72%.
Gambar 1. Pemberian Pre-Test
2. Tahap kedua yaitu pemaparan materi mengenai stunting dan pemberian makanan tambahan
kepada orang tua. Kegiatan bermula dilaksanakan dengen metode seminar. Namun, terdapat
kendala dengan padamnya aluran listrik yang diakibatkan oleh hujan petir. Sehingga kegiatan tetap
dilanjutkan dengan metode Focus Group Discussuion ( FGD ). Diskusi kelompok bersama para
ibu dan narasumber berlangsung dengan antusias yang cukup tinggi. Sehingga terdapat beberapa
pertanyaan yang diajukan terkait permasalahan stunting dan pola asuh ibu.
Focus Group Discussion Meski dengan metode tersebut tidak mengalahkan rasa semangat dan
antusias para orang tua dan kader dalam menyimak materi yang disampaikan. Kegiatan FGD
dibantu langsung oleh bidan desa sehingga masyarakat dibagi menjadi 2 group. Masing-masing
group terdiri dari ibu balita dan kader berjumlah 12 orang.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa presentase pretest sebesar 76% dan posttest sebesar 96%
Terdapat peningkatan skor sebesar 20%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan
pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita setelah diberikan penyuluhan pemberian makanan
tambahan. Hasil kegiatan pengabdian ini sejalan dengan beberapa kegiatan pengabdian
sebelumnya, penyuluhan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku (Azpah, Ramadhan,
Widjaya, Sari, & Sari, 2023; Fauzi, et al., 2023; Umiyah, 2023). Pemberian MP-ASI yang kaya
nutrisi efektif dalam pencegahan stunting (Rosita, 2021; Primihastuti, Rhomadona, & Intiyaswati,
2022).
REFERENSI
Farisni, T. N., & Zakiyuddin. (2020). PEMBENTUKAN KP-STUNTING (KELOMPOK
PREVENTIF STUNTING) SEBAGAI INTERVENSI BERBASIS UPAYA
KESEHATAN MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH BARAT . Jurnal Ilmiah
Pengabdian kepada Masyarakat , 94-103.
Hosang, K. H., Umboh, A., & Lestari, H. (2017). Hubungan Pemberian Makanan Tambahan
terhadap Perubahan Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang di Kota Manado . Jurnal e-
Clinic , 1-5.
MANGGALA, T., SUMINAR, J. R., & HAFIAR, H. (2021). Faktor-Faktor Keberhasilan Program
Promosi Kesehatan “Gempur Stunting” Dalam Penanganan Stunting di Puskesmas
Rancakalong Sumedang. Journal of Strategic , 89-98.
Picauly, I., & Toy, S. M. (2013). ANALISIS DETERMINAN DAN PENGARUH STUNTING
TERHADAP PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DI KUPANG DAN SUMBA
TIMUR, NTT. Jurnal Gizi dan Pangan, 55-62.
Ridwan Adi Surya, d. (2022). Pemanfaatan Belut Sawah (Monopterus albus) dalam Pembuatan
Kopi Belut dan Abon Belut Berprotein Tinggi sebagai Alternatif Bahan Baku Pangan
Februari 2024 7