LP Risiko Bunuh Diri

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

RISIKO BUNUH DIRI

1. Pengertian
Risiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).

2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Lima faktor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
1. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif,
penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
2. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko
bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kkejadian negatif dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
4. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tinfdakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh
diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti
serotonin, adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh
dalam bunuh diri, anatara lain:
1. Faktor mood dan biokimia otak.
2. Faktor riwayat gangguan mental.
3. Faktor meniru, imitasi, dan faktor pembelajaran.
4. Faktor isolasi sosial dan human relations.
5. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
6. Faktor religiusitas.

b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan,
melihat atau membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alkohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

4. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan
pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak
selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak
tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang
mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau
terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya
hubungan beratnya gangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien
dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat-obat terutama anti
depresan dan psikoterapi.
5. Pathway
BUNUH DIRI


RISIKO BUNUH DIRI

ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH KRONIS
(Fitria, 2009)
6. Kategori
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
a. Ancaman bunuh diri, peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi
seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dan tafsiran seseorang
sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b. Upaya bunuh diri, semua tindakan yang dilakukan pada diri yang dilakukan
oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika tidak di cegah, jika
tidak dilakukan pertolongan segera. Pada kondisi ini klien aktif mencoba
bunuh diri dengan berbagai cara seperti gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
c. Bunuh diri, mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.

7. Rentang Respon (Yosep, Iyus, 2009)


a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Berisiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap
kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk
kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

8. Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah,
dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
- Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti
rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah.
- Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah
mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan
sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh
dirinya.
- Percobaan bunuh diri, merupakan tindakan klien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong
urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko bunuh diri
 Rencana Keperawatan

Masalah Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan


Keperawatan untuk Keluarga

Risiko bunuh SP 1 p SP 1 k
diri 1. Melakukan kontrak treatment 1. Mendiskusikan masalah
2. Melatih cara mengendalikan dorongan yang dirasakan keluarga
bunuh diri dalam merawat pasien
3. Mendiskusikan benda-benda yang dapat 2. Menjelaskan pengertian
membahayakan pasien RBD, tanda dan gejala
4. Mendiskusikan cara mengamankan serta proses terjadinya
benda-benda yang dapat membahayakan RBD
pasien 3. Menjelaskan cara
merawat pasien dengan
SP 2 p RBD
1. Mengidentifikasi askep positif pasien
2. Mendorong pasien untuk berfikir positif SP 2 k
terhadap diri 1. Melatih keluarga
3. Mendorong pasien untuk menghargai mempraktikan cara
diri sebagai individu yang berharga merawat pasien dengan
RBD
SP 3 p
1. Mengidentifikasi pola koping yang biasa SP 3 k
diterapkan pasien 1. Melatih keluarga
2. Menilai pola koping yang biasa melakukan cara merawat
dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang langsung kepada pasien
konstruktif RBD
4. Menganjurkan pola koping yang
konstruktif dalam kegiatan harian SP 4 k
1. Membantu keluarga
SP 4 p membuat jadwal
1. Membuat rencana masa depan yang aktivitas dirumah
realistik bersama pasien termasuk minum obat
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana (discharge planning)
masa depan yang realistik 2. Menjelaskan follow up
3. Memberi dorongan pasien melakukan pasien setelah pulang
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistik
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
2. Iyus, Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa. Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama.
3. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
4. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC, 1999
5. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003

Anda mungkin juga menyukai