Anda di halaman 1dari 3

 M.

ikhsan

 Dede wahyudi

 Ahmad Zaini dahlan Basith

 Fauzia Hanifah

 Siti Nur Faizah

 Nuriana Zaen

 Aan annisa

 Nada Mauila

imamah ash-shalat?

Shalat jama’ah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama, sedikitnya dilakukan
oleh dua orang, seorang imam dan seorang makmum. Shalat jama’ah memiliki keutamaan
dibandingkan dengan shalat sendiri yaitu 27 derajat. Dalam bab jama’ah banyak permasalahan
yang dibahas, diantaranya tentang syarat-syarat sah jama’ah, urutan makmum dalam shaf,
ikutnya makmum pada imam, ketentuan imam shalat dan sebagainya.

Dalam ringkasan ini, kami akan memaparkan mengenai ketentuan-ketentuan imam


dalam shalat berjama’ah atau imamah ash-shalat dan permasalahan yang berkaitan dengannya.
Seperti orang yang paling berhak menjadi imam, bermakmum pada imam yang fasik atau ahlul
bid’ah, berjama’ah dengan lain mahram, bermakmum pada imam yang berbeda madzhab, posisi
jama’ah (imam diatas dan makmum dibawah), serta bermakmum pada imam yang berbeda
shalat.

a. Siapa yang paling berhak menjadi imam?

Orang yang paling berhak menjadi imam adalah hakim, kemudian tuan rumah atas
tamunya, dan tuan atas budaknya. Sedangkan kriteria orang yang paling berhak menjadi imam,
baik imam masjid maupun sebagainya adalah:

1. Imam tetap yang telah ditunjuk (di sebuah masjid).

2. Orang yang lebih ahli fiqih.

3. Orang yang lebih bagus bacaannya.

4. Orang yang lebih wira’i.

5. Yang lebih dahulu hijrah (berlaku pada masa nabi).


6. Yang lebih dahulu masuk islam (berlaku pada masa nabi).

7. Orang yang bagus nashabnya.

8. Orang yang paling bagus sebutannya.

9. Orang yang paling bersih pakaiannya.

10. Orang yang lebih bersih badannya.

11. Orang yang paling baik pekerjaannya.

12. Orang yang paling bagus suaranya.

13. Orang yang paling bagus bentuknya.

14. Jika semuanya sama, maka imam shalat ditentukan berdasarkan undian.

Kriteria lain adalah imam yang adil lebih utama dari imam fasik meskipun imam yang fasik
lebih ahli fiqih dan lebih bagus bacaannya, kemudian imam baligh lebih utama dari imam imam
anak kecil, imam yang muqim lebih utama dari imam musafir, imam anak halal lebih utama dari
anak zina, serta budak yang ahli fiqih adalah setara dengan orang merdeka yang tidak faqih.

b. Berjama’ah pada imam yang fasik atau ahli bid’ah

Jika imam dalam suatu jama’ah adalah orang yang fasik atau ahli bid’ah dan makmum
mengetahuinya maka berjama’ah dengan yang demikian adalah makruh. Menurut ibnu hajar ,
jika menemukan imam yang demikian, maka shalat sendiri adalah lebih utama, sedangkan
menurut imam Ramly shalat berjamaah adalah lebih utama.

c. Berjama’ah dengan lain mahrom

Dalam kasus ini, penulis menuqil pendapat imam malik dan imam Syafi’i “jika seorang laki-
laki mengerjakan shalat sementara di sampingnya terdapat perempuan maka shalat nya sah. Dari
sini maka dapat disimpulkan bahwa jika seseorang shalat berjama’ah dengan lain mahram maka
shalat nya sah.

d. Berjama’ah dengan imam yang berbeda madzhab

Jika imam jama’ah adalah orang yang berbeda madzhab maka lebih baik mencari jama’ah
lain yang imam nya se madzhab meski pun jama’ah nya lebih sedikit.
e. Posisi jama’ah imam di atas dan makmum di bawah

Fenomena seperti ini, sering kali kita temui di Indonesia karena banyaknya masjid yang
bertingkat di Negara kita. Lalu bagimana hukumnya jika imam shalat di atas sedang kan
makmum di bawah atau sebaliknya?. Menurut sebagian pendapat, shalatnya sah jika posisi imam
tepat di atas makmum sekiranya makmum berjalan keatas posisi kepala makmum tepat di bawah
telapak kaki imam begitu pun sebaliknya.

f. Berjama’ah dengan shalat yang berbeda

Jika makmum berjamaah dengan imam berbeda shalat maka:

1. Tidak sah shalat maktubah berjama’ah dengan shalat jenazah atau shalat kusuf

2. Sah shalat dhuhur berjama’ah dengan shalat asar, shalat maghrib dengan isya’,
dan sebaliknya

3. Sah shalat qadha dibelakang imam yang ada dan sebaliknya

4. Sah shalat sunnah di belakang imam yang shalat fardhu, sedangkan shalat fardhu
di belakang imam yang shalat sunnah, ulama’ madzhab berbeda pendapat.
Menurut imam abu hanifah, imam maliki, dan imam hanbali tidak diperbolehkan,
sedangkan imam syafi’I memperbolehkan.

Sumber tersebut kita dapatkan dari :

Zain bin Ibrahim bin Zain bin Smith, At-Taqriratu As-Sadidah.

Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Ad-Dimsyaqi, Rahmatul Ummah trjm Fiqih Islam Empat
Madzhab.

Anda mungkin juga menyukai