Anda di halaman 1dari 21

Penyelenggaraan Musa>baqah Tila>watil Qur’an Nasional Cabang Qira‟at

dan Pengaruhnya Terhadap Kajian Qira‟at di Indonesia

(Studi Kasus MTQ Provinsi Yogyakarta)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada program studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir (IAT)
Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur‟an An-Nur Yogyakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Melanjutkan Penulisan Skripsi

Oleh:
Muhammad Syahrul
NIM : 18.20.1546
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN AN-NUR
YOGYAKARTA
2022
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Al-Qur‟an merupakan salah satu bentuk mukjizat yang diberikan kepada Nabi

Muhammad SAW. Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang mana sejak zaman dahulu

hingga sekarang nilai-nilai keindahan dan kemurniannya tetap terjaga sampai kapanpun.

Salah satu aspek keindahan di dalam Al-Qur‟an tersebut adalah tentang qira‟atnya.

Perbedaan-perbedaan qira‟at yang menjadikan Al-Qur‟an tesebut sebagai salah satu i’jaz

pada aspek teksnya.1

Meskipun ilmu qira‟at secara umum sudah banyak diketahui oleh umum, namun ilmu

qira‟at tidak semudah yang kita bayangkan. Tentunya kita harus mengatahui sub-sub ilmu

lainnya dalam mempelajari qira‟at, salah satunya adalah dengan menguasai ilmu tajwid. Pada

dasarnya ilmu tajwid merupakan fardu kifayah, namun ketika membaca Al-Qur‟an kita

diwajibkan membaca dengan tajwid yang benar. Ilmu qira‟at dan ilmu tajwid adalah satu

kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, sebab barometer ilmu qira‟at adalah ilmu tajwid.2

Kemudian dari hasil penelusuran ulama dan imam qira‟at tersebut dengan secara teliti

dan selektf, maka dapat disimpulkan bahwasannya terdapat acuan bacaan Al-Qur‟an yang paling

tinggi kedudukannya dan terkenal hingga sekarang dengan istilah Qira’at sab’ah. Istilah ini

dikenal karena dinisbahkan kepada tujuh imam qiraat, namun penisbahan ini adalah bukan

semata-mata hasil ijtihad atau karya para imam tersebut. Ungkapan-ungkapan istilah tersebut

1
Afriadi Putra, Khairunnas Jamal, Pengantar Ilmu Qiraat (Yogyakarta : Kalimedia, 2020), hlm5
2
Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an ( Bandung: Tafakur, 2013), hlm 116
menunjukkan bahwa qira‟at yang ada merupakan hasil (ikhtiyar) seleksi dan penelitian terhadap

qira‟at yang ada.3

Pada hakikatnya Allah telah menurunkan Al-Qur‟an terhadap bangsa arab pada umumnya

dengan sebuah bahasa yang dapat mereka pahami serta mudah dimengerti tentang maksud tujuan

ayat Al-Qur‟an tersebut. Dalam hal ini juga Allah ingin menunjukkan salah satu kekuasaan-Nya

dengan menurunkan Al-Qur‟an dengan keindahan makna dan lafal-Nya. Hal ini sesuai dengan

firman Allah berikut ini :

      

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu

memahaminya.( Q.S. YUSUF AYAT 2 )

Bahwa tentunya ilmu qira‟at sama seperti dengan ilmu-ilmu lainnya, ilmu qira‟at zaman

dahulu jarang dipelajari oleh orang-orang muslim. Peminat ilmu qira‟at sangatlah sedikit dan

terbatas, kebanyakan pengkaji ilmu ini adalah orang-orang yang belajar di lembaga-lembaga

khusus seperti pondok pesamtren atau lembaga Qur‟an lainnya. Namun seiring perkembangan

dan kemajuan zaman, ilmu qira‟atmulai di geluti kembali dan berbagai kalangan sudah aktif

mempelajarinya. Bahkan untuk mempermudah mengkaji qira‟at sudah banyak berkembang

khusus pengajian ilmu qira‟at dalam rangka untuk melestarikan Al-Qur‟an.4

3
Akhsin Sakho Muhammad, Mengarungi Samudra Kemuliaan 10 Imam Qiraat ( Yogyakarta : Belibis
Pustaka, 2020 ) , hlm 3
4
Muhammad Roihan Nasution, Qira’at Sab’ah (khazanah bacaan al-qur’an teori dan praktik), ( Sumatera
Utara : Perdana Publishing, 2019), hlm 8
Dengan adanya varian qira‟at, hal ini membuktikan bahwa kedudukan Al-Qur‟an menjadi

semakin kuat, kokoh, serta keorisinalitas dari bacaan tersebut menjadi semakin mantap.

Meskipun di suatu daerah atau negara hanya mempunyai satu standarisasi bacaan saja, bukan

berarti bacaan dengan riwayat lain kemutawatirannya semakin berkurang. Bacan-bacaan para

imam qira‟at lainnya akan tetap terjaga kemutawatirannya sampai kapanpun. Nabi Muhammad

tidak mewajibkan dalam membaca Al-Qur‟an dengan beragam bacaan. Tetapi Nabi sendiri

mengajarkan kepada sahabat dan pada umatnya agar memilih bacaan yang paling enak dan

mudah baginya.5

Membaca Al-Qur‟an tentunya sudah menjadi rutinitas bagi setiap muslim di dunia. Al-

Qur‟an juga di pandang sebagai pedoman hidup misalnuya saja sebagai motif pengobatan,

mantra dan lainnya.6 Dalam interpretasi Al-Qur‟an, salah satu caranya adalah tentang eksperesi

dari aspek pembacaan Al-Qur‟an sebagai salah satu bentuk seni even tahunan yang sering

diselenggarakan yang dikenal dengan istilah Musa>baqah Tila>watil Qur’an. Pada awal mulanya

kegiatan ini hanya diselenggarakan terhadap acara-acara besar islam dengan fokus perlombaan

pembacaan Al-Qur‟an dan syarahnya saja. Namun seiring perkembangan zaman istilah ini

memiliki perluasan dan perkembangan makna.

Kemudian istilah MTQ berkembang sangat pesat di Indonesia dan ini merupakan hasil

usaha-usaha umat islam itu sendiri dalam upaya pelestarian Al-Qur‟an. Dengan adanya lomba

MTQ ini merupakan variasi terhadap pengekspresian terhadap Al-Qur‟an agar tidak monoton

begitu saja. Tentunya Al-Qur‟an bisa dikaji dari berbagai aspek salah satunya tentang seni baca

Al-Qur‟an. Meskipun dalam pelaksanaan MTQ terdapat pro dan kontra, namun bisa diambil sisi
5
Akhsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an ( Jakarta : Qaf Media Kreative, 2019), hal 81
6
Bruce Lawrance, The Qur’an a Bioghrapy, Terj. Ahmad Asnawi (Yogyakarta : Diglosia Media, 2008),
hlm xii-xiv
positif dalam pelaksanaa ini yaitu dalam penanaman rasa cinta terhadap Al-Qur‟an. Salah satu

alasan digelar event ini adalah dalam rangka mensyiarkan ajaran-ajaran Al-Qur‟an di dalam

bidang seni suara.

Dengan adanya event-event ini diharapkan sebagai daya tarik kepada masyarakat agar

semakin berbondong-bondong dalam mengkaji dan belajar Al-Qur‟an. Melalui event MTQ ini

tentunya dapat melahirkan nuansa islami di masyarakat dan memberikan pengaruh dalam

kehidupan terutama pada generasi muda. Indonesia sebagai masyarakat muslim terbesar di dunia

dengan adanya MTQ tentunya sebagai upaya memurnikan dan melestarikan Al-Qur‟an.

Tentunya MTQ tidak terlepas dari sejarah islam yang ada di Indonesia. Masyarakat muslim yang

ada di Indonesia memiliki perhatian yang besar dan khusus dalam upaya praktik Al-Qur‟an dan

hal ini menjadi kultur dan tradisi yang khas.7

Dalam catatan sejarah MTQ sudah ada sejak lama sekitar tahun 1940, ketika saat

berdirinya Jam’iyyatul Qurro’ Wal Hufa>dz yang didirikan oleh Nahdhatul Ulama yang berdiri

sebagai salah satu ormas terbesar yang ada di Indonesia. Seiring perkmebangan zaman sekitar

tahun 1968, ketika menteri agama yang menjabat saat itu adalah oleh K.H Muhammad Dahlan,

dan beliau juga sebagai salah satu tokoh penting dalam Nahdhatul Ulama saat itu. Pada tahun tu

juga MTQ untuk pertama kali dilembagakan secara resmi. Tokoh yang menjadi cikal bakal

munculnya MTQ adalah K.H Muhammad Dahlan dan Prof. K.H. Ibrahim Hussen, MTQ pada

masa ini secara Nasional pertama digelar di Makassar.8

7
Azyumardi Azra, jaringan ulama timur tengan dan kepualaun Nusantara (Bandung : Mizan, 1998), hlm
31
8
Nur Rohman, Ana M. Gade, sebuah kajian metodologis MTQ di Indonesia (Surakarta : Al-A‟raf, 2016),
hlm 114
Setelah satu tahun kemudian maka dua tokoh tersebut mendirikan sebuah yayasan pada

tahun 1970 yang terkenal dengan Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an. Pergururan ini didirikan dan

dibentuk pertama kalinya adalah untuk sebagai lembaga pengakajian tentang seni baca Al-

Qur‟an dan mengkaji ilmu-ilmu yang terkait dengannya.9 Dengan fenomena MTQ ini ada dua

unsur yang diwujudkan yaitu pertama, syi‟ar islam. Kegiatan ini semata-mata hanya ingin

mengharap ridho Allah meskipun kegiatan ini tidak terlepas dari sebuah kompetisi. Kedua,

memiliki tujuan internal. Dengan adanya pelaksanaan event ini diharapkan setiap yang

berpartisipasi dalam kompetisi tentunya memilki support terhadap kegiatan pmebelajaran Al-

Qur‟an.10

Urgensi dari kgeiatan MTQ adalah menjadi motivasi terhadap umat islam sebagai bentuk

kulturisasi dalam menyiarkan dakwah islam dengan Al-Qur‟an. Dalam kegiatan ini diharapkan

dapat meningkatkan penghayatan terhadap Al-Qur‟an, membumikan Al-Qur‟an, meningkatkan

silaturrahmi yang terjalin ditengah masyarakat.11 Pemerintah sangat mendukung kegiatan ini dan

selalu menyemangati tanpa henti-hentinya sebagai bentuk media dalam berdakwah, yaitu dengan

cara mengumandangkan ayat-ayat Al-Qur‟an.12 Kemeriahan penyelenggaran kegiatan ini tentu

tidak jauh terlepas dari dimensi sosial dan tentunya mendapat biaya khusus dalam

pelaksanaannya dari pemerintah.

Event kegiatan MTQ ini tentunya semakin tahun terus berkembang, banyak cabang-

cabang yang dilombakan dalam uapaya pencarian kualitas kader dan bibit sebegai genearsi

penerus Al-Qur‟an. Salah satu cara apresiasi pemerintah dalam MTQ biar dapat memotivasi

9
Saifullah Ma‟sum, menapak jejak mengenal watak sekilas biografi tokoh NU (Jakarta : Yayasan
Saifuddin, 1994), hlm 278
10
Yudie R. Haryono, bahasa politik Al-Qur’an (Bekasi : Gugus Press), hlm 203
11
M.Quraish Sihab, membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 2007), hlm 189
12
Kailani Musthofa dkk, LPTQ SUMSEL: sejarah pengabdian dan prestasi (Palembang : Noerfikri,
2016),hlm 13
orang lain adalah dengan memberi hadiah yang fantastis yaitu hadiah Haji bagi setiap pemenang

MTQ Nasional. Salah satu pelaksana MTQ dengan cabang terbanyak adalah Indonesia, dan ini

menjadi kekhasan khusus. Kemeriahan acara MTQ dapat dilihat salah satunya terletak pada

arena perlombaannya, di mana setiap perlombaan diadakan dilapangan terbuka. Sedangkan di

negara lain hanya berfokus pada gedung tertentu saja.

Sebelum berlangsungnya kegiatan MTQ, tentunya selalu di meriahkan dengan Pawai

Ta‟aruf dan karnaval setiap masing-masing kafilah atau perwakilan dari daerahnya. Tujuan dari

karnaval ini adalah dalam rangka memperkenalkan keunggulan produk dan karakter setiap

daerah. Dalam rangakaian perjalanan MTQ tentunya mendapat sambutan hangat dan simpatisme

oleh masyarakat baik pada level domestik hingga internasional. Kegiatan MTQ memilki nilai

estetis dan sangat erat kaitannya dengan seni, karena seni merupakan bentuk kebudayaan dari

manusia dalam mengapresiasi kegiatan-kegiatan tertentu.13 Umat islam tentunya harus selalu

tampil percaya diri dalam membina masyarakat agar sesuaui dengan tuntunan Al-Qur‟an.14

Dalam perspektif budaya indonesia, MTQ menjadi sarana keagamaan yang sangat

populer dan fonumental. Sehingga kegiatan ini telah menjadi rutinitas tersendiri yang mampu

menciptakan sebuah bentuk pola baru atas keberagaman masyarakat Indonesia yang khas. Nilai

seni yang ada di MTQ memiliki peran penting karena berkaitan dengan hati dan perasaan

manusia. Seni berusa membuat kecendrungan antara jiwa manusia dan panca indera manusia itu

sendiri.15 Dalam proses penciptaan manusia Allah menitipkan rasa cinta kedalam hati manusia

agar dapat menilai dan mencintai.

13
Sidi Gazalba, islam dan kesenian (Jakarta : Pustaka Al Husna, 1998),hlm 39
14
Faidh Kasyani, etika islam menuu evolusi diri (jakarta : Sandra Press, 2014), hlm 41
15
Yusuf Al-Qardawi, islam dan seni (Bnadung : Pustaka Hidayah, 2000), hlm 13
Dalam ajaran agama islam, ketika kita membaca Al-Qur‟an dengan suatu keindahan seni

dari segi suara termasuk kedalam kategori dakwah dan ibadah. Lagu-lagu yang indah saat

membaca Al-Qur‟an dengan aturan yang sesuai kaidah, tentunya dapat menghantarkan kita

terhadap peresapan yang lebih mantap kedalam sanubari pendengar maupun pembacanya. Salah

satu wadah dalam mengembangkan itu adalah adanya LPTQ sebagai lembaga yang berisi

program-program yang terkait dengan seni baca Al-Qur‟an. Program-program yang diusung ini

tentunya dapat menggali terhadap pendalaman makna Al-Qur‟an.

Salah satu contoh yang dapat diilustraikan adalah misalnya pada setiap pelaksanaan

kegiatan MTQ, LPTQ Yogyakarta selalu melakukan pembinaan sebaik mungkin agar

mendapatkan hasil yang maksimal. Namun pada dasarnya kegiatan-kegiatan yang diadakan

tersebut bukan sebagai ajang kompetisi saja. Kegiatan tersebut yang paling utama adalah untuk

melestarikan Al-Qur‟an, seperti yang disamapaikan oleh pelatih Qari Nasional Yogya sebagai

berikut :

“Ada sebuah lembaga di LPTQ yang dikenal dengan JQH (Jam‟iyyatul Qurra‟ Wal Huffadz), di mana

lembaga ini tujuan utamanya adalah menyebarluaskan kajian-kajian Al-Qur‟an. Dalam lembaga ini juga banyak

materi-materi yang bisa dipelajari dan tidak hanya seni tarik ulur suara saja, melainkan banyak kajian-kajian yang

menyangkut isi kandungan Al-Qur‟an juga. Diharapkan dengan kegiatan ini semoga ghiroh di masyarakat semakin

bertambah kecintaannya terhadap Al-Qur‟an. Salah satu bentuk apresiasi terhadap Al-Qur‟an yang bisa kita lakukan

salah satunya adalah adanya suatu kegiatan Musabaqah Tilwatil Qur‟an.” 16

Salah satu bentuk apresiasi terhadap Qira‟at Sab‟ah adalah diadakannya Musabaqah

Tilawatil Qur‟an. kegiatan ini merupakan suatu kebijkan-kebijakan yang sangat baik dan

strategis saat Menteri Agama Prof. Said Aqil Munawwar mengeluarkan Surat Keterangan

16
Wawancara tersebut disampaikan langsung oleh pelatih LPTQ Yogya yaitu Ustadz Tantan Qital Barozi
pada tanngal 15 Januari 2020.
tentang mengikutsertakan Cabang Qira‟at di dalam MTQ, di samping cabang tafsir berbahasa

Indonesia. Dari fenomena-fenomena yang ada setiap akademik tentunya perlu memikirkan

berdirinya sebuah Fakultas Al-Qur‟an yang prodinya terdiri dari Ilmu Qira‟at dan Ulumul

Qur‟an. Dengan berdirinya Fakultas-fakultas Al-Qur‟an diharapkan akan muncul generasi-

generasi yang mampu menangani suatu masalah yang terkait dengan Al-Qur‟an. Banyak sekali

bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan, msialnya saja penelitan lapangan maupun secara

praktik.

Dari sekian banyaknya negara muslin di dunia, Indonesia menjadi pelopor pertama yang

mengikutsertakan cabang qira‟at di dalam MTQ. Pada masa yang akan datang, cabang qira‟at ini

dapat dkembangkan lebih lanjut, seperti cabang Tartil Qur‟an dengan Qira‟at Sab‟ah dan cabang

Qira‟at Sepuluh. Diharapkan dengan masuknya cabang ini di kehidupan masyarakat, maka akan

menjadi lebih samarak lagi kepada nuansa Qur‟ani.

Tulisan ini tentunya dilatarbelakangi tentang permasalahan terhadap suatu proses

pelaksanaan MTQ yang masih menjadi kontroversial di dalam masyarakat. Banyak problem

yang terjadi di masyarakat yang berasumsi bahwasannya ayat-ayat Al-Qur‟an tidak bagus

dijadikan sebagai ajang perlombaan, apalagi sebagai bisnis pencarian uang. Bahkan di kalangan

tokoh agama maupun para ulama banyak yang mempermasalahkan tentang perlombaan ini.

Mereka berpendapat bahwa bacaan Al-Qur‟an dengan tujuan duniawi adalah merupakan bentuk

kurangnya ta‟dzim kita kepada Al-Qur‟an.

Meskipun demikian bahwsannya dengan adanya kegiatan dari lomba ini tentunya banyak

juga sisi positif dan manfaatnya. Meskipun secara mendasar tujuan utamanya adalah uang atau

juara, namun setidaknya kita sudah mau berlomba-lomba dalam kebaikan. Dengan adanya
kegiatan ini khusunya untuk cabang qir‟aat, pada mulanya kegiatan ini sangat minim untuk

dikuti oleh orang lain. Namun, semakin berjalannya waktu khususnya Qira‟at Sab‟ah sudah

mulai banyak diminati dan digemari oleh orang lain.

Tentunya zaman dahulu Qir‟at Sab‟ah kebnayakan hanya dipelajari di pondok-pondok

pesantren saja. Namun setalah dibukanya cabang baru ini membawa dampak yang luar biasa, di

mana setiap tahunnya mengalami peningkatan kualitas yang signifikan. Salah satu bentuk

kemajuannya adalah banyak bermunculan kajian-kajian atau majlis yang membahas Qira‟at

Sab‟ah. Syarat-syarat belajar Qira‟at Sab‟ah tidak sesulit zaman dahulu di mana minimal paling

tidak sudah hafal Al-Qur‟an dan ini yang menyebabkan sedikit orang yang menggelutinya.

Kemudian zaman sekarang sangat mudah untuk dipelajari dan modal yang utama adalah minimal

paham tentang ilmu-ilmu tajwid.

Misalnya saja bisa dicontohkan dalam event-event kegiatan Nasional, pada tahun 2010-

an kebawah, cabang qira‟at ini masih sedikit provinsi yang mengirim utusannya dalam mengikuti

MTQ. Cabang ini juga dulu hanya diikuti oleh galongan dewasa saja, namun setelah beberapa

tahun kemudian cabang ini diperbaharui lagi dengan menambahkan kategori yang bisa ikut mulai

dari usia remaja. Kemudian cabang ini di inovasikan menjadi dua kategori yaitu Mujawwad dan

Murottal. Seiring berjalannya waktu masing-masing daerah menyiapkan persiapan sebaik

mungkin agar mencapai hasil yang terbaik.

Tentunya pembahasan ini penting untuk dikaji, sebab selama ini banyak orang yang

berpandangan bahwa Al-Qur‟an itu hanya bisa dikaji secara teks-teksnya saja. Padahal banyak

sekali cara yang bisa kita lakukan dalam menginterpretasi Al-Qur‟an, salah satunya adalah

festivalisasi Al-Qur‟an. jika kita terlalu kaku dalam memahami Al-Qur‟an maka kita akan
tertinggal secara peradaban, sebab Al-Qur‟an itu cakupannya sangatlah luas. Banyak sekali

bidang-bidang yang bisa dikembangkan dari Al-Qur‟an dan tujuannya adalah untuk

melestarikannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konstribusi qira‟at di dalam dunia MTQ ?

2. Bagaimana pengaruhnya MTQ cabang qira‟at terhadap pengembangan kajian ira‟at di

Indonesia ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui bahwasannya MTQ merupakan upaya dalam proses membumikan Al-

Qur‟an.

2. Untuk mengetahui bahwasannya setiap kajian-kajian Al-Qur‟an bisa menjadi sebuah nilai

esktetik (seni).

D. MANFAAT PENELITIAN

A. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber ide pokok dalam

proses upaya pengembangan dan pelestarrian Al-Qur‟an.

B. Manfaat akademis

Secara teoritis penelitian ini juga semoga dapat memberikan wawasan baru kepada kita, semoga

dengan fenomena kegiatan-kegiatan MTQ bahwasannya Al-Qur‟an tentunya tidak hanya di


pandang sebagai teks saja, melainkan dapat memberikan pengaruh yang luar biasa kepada siapa

saja. Tentunya kajian tentang qira‟at di lapangan masih sedkit sekali yang membahas dan

mengkajinya. Kebanyakan kajian qira‟at hanya sebatas penelitian kepustakaan melalui kitab-

kitab. Dengan adanya studi lapangan tentang qira‟at ini bahwasannya persepsi qira‟at bisa

dikembangkan secara luas.

E. KAJIAN PUSTAKA

Pertama, Skripsi yang berjudul Qira’at Sab’ah dalam MTQ (Analisis Penguasaan Teori

dan Praktik Ilmu Qira’ah Sab’ah Pada Peserta MTQ Kabupaten Kotawaringin Barat Prov.

Kalimantan Tengah) karya Fiza Intan Naumi mahasiswi Ushuluddin UIN jakarta 2020. Penulis

menemukan bahwasannya di dalam skripsi ini yang menjadi objek pembahasannya adalah

tentang Qira‟ah Sab‟ah dalam MTQ. Musabaqah Tilwatil Qur‟an adalah satu bagian bidang yang

bergerak terhadap seni baca Al-Qur‟an. Penulis menemukan khususnya MTQ cabang Qira‟at

Sab‟ah yang diadakan di Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Barat. Bahwasannya di dalam

perlombaan ini yang menjadi fokus penelitian di skripsi ini adalah tentang pemahaman secara

teoritis serta secara praktik ilmu Qira‟at Sab‟ah khususnya terhadap peserta MTQ. Peserta MTQ

cabang Qira‟at Sab‟ah ini sebagian secara mendalam langsung secara praktiknya, meskipun

secara teoritis belum secara maksimal. Walaupun secara teorinya kurang maksimal namun hasil

yang diperoleh sangatlah memuaskan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif

dengan cara observasi dan wawancara langsung terhadap peserta maupun dewan hakim.17

17
Fiza Intan Naumi, Qira’at Sab’ah dalam MTQ (Analisis Penguasaan Teori dan Praktik Ilmu Qira’ah
Sab’ah Pada Peserta MTQ Kabpaten Kotawaringin Barat Prov. Kalimantan Tengah), skripsi UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2020)
Kedua, Skripsi yang berjudul sosialisasi Qira’ah Sab’ah di Indonesia ( Telaah atas

masuknya Qira’ah Sab’ah dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an) Tajwidatul Amanah mahasiswi

Ushuluddin UIN Jakata tahun 2016. Penulis menemukan bahwasannya di dalam skripsi ini yang

menjadi objek kajiannya adalah tentang proses perjalanan Qira‟ah Sab‟ah yang ada di Indonesia.

Tentunya Qira‟ah Sab‟ah yang ada di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang hingga

menjadi sebuah ilmu baku yang ada di Indonesia. Dalam skripsi ini juga dibahas tentang sejarah

MTQ dan cabang-cabangnya. Dari sekian banyak cabang MTQ yang di perlombakan adalah

Qira‟ah Sab‟ah. Dalam cabang ini tentunya sangat sedikit orang yang menggelutinya sebab

belaajr Qira‟ah Sab‟ah tidak semudah belajar Tajwid pada umumnya, sebab di dalam Qir‟ah

Sab‟ah setiap imam memiliki pola yang berbeda satu sama lain.18

Ketiga, Skripsi yang berjudul Musabaqah Tilawatil Qur’an sebagai media dakwah di

LPTQ Kabupaten Tegal, karya Masruroh mahasiswi fakultas Dakwah dan Komunikasi tahun

2016. Penulis menemukan bahwa Musabaqah Tilawatil Qur‟an bisa di jadikan sebagai media

dakwah. Di dalam skripsi ini yang menjadi objek pembahasannya adalah MTQ dapat menjadi

ladang dalam berdakwah Qur‟an di daerah Tegal. Skripsi ini juga membahas tentang apresiasi

masyarakat baik berupa partisipasi maupun tanggapan dalam penyelenggaraan MTQ. Dampak

terhadap program MTQ dan LPTQ kabupaten Tegal sangat lah kondusif, penulis skripsi ini juga

mencamtumkan tentang hasil-hasil yang di peroleh dari MTQ, selain ajang kompetisi MTQ juga

bisa di jadikan bagian dari dakwah.19

F. KERANGKA TEORI

18
Tajwidatul Amanah, Sosialisasi Qira’ah Sab’ah di Indonesia,Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2016)
19
Masruroh, Musabaqah Tilawatil Qur’an Sebagai Media Dakwah di Lembaga Pengembangan Tilawatil
Qur’an Kabupaten Tegal, Skripsi UIN Walisongo Semarang , 2016.
Dalam penelitian ini terhadap kasus diatas penulis mencoba menghubungkan dnegan teori

fenomenologi Edmun Husserl. Fenomenologi merupakan salah satu dari pendekatan secara

ilmiah dengan tujuan untuk mengungkapkan dan menelaah serta mendeskripsikan tentang

fenomena-fenomena yang dialami secara langsung.20 Salah satu tokoh yang membahas tentang

fenomenologi adalah Husserl, pemikiran tokoh ini memfokuskan terhadap fenomena yang terjadi

secara nyata dengan apa adanya. Fenomenologi ialah merupakan kajian filosofis yang

menggambarkan tentang aspek-aspek terhadap pengalaman sesorang. Kemudian fenomena

tersebut terletak dalam kesadaran seseorang serta pengalaman tersebut bisa diamati melalui

terhadap orang yang mengalaminya. Pada kasus ini penulis mengunakan teori Edmund Huesserl

dalam menelaah fenomena yang ada terhadap kegiatan Musabaqah Tilawatil Qur‟an Yogyakarta.

G. METODE PENELITIAN

Dalam proses untuk mendapatkan sebuah data yang tepat maka penulis menggunakan metode

dalam skripsi ini sebagai berikut

A. Penelitian kepustakaan

Penelitian kepustakaan adalah sebuah metode dalam mengumpulkan data-data yang berasal

dari sumber ilmiah.21 Penelitian dalam skripsi ini menggunakan cara mengumpulkan bahan atau

data tentang qira‟at maupun MTQ dari berbagai sumber seperti, media elektronik (massa),

dokumen, buku, catatan-catatan dan lainnya, serta dalam penelitian skripsi ini menggunakan dua

sumber primer dan skunder.

20
Asep Kurniawan, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2018), hlm 32
21
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM, 1990)
Data primer (sumber utama) di mana nantinya yang akan menjadi sumber data-data terhadap

penelitian ini adalah dengan mengambil dan melihat langsung terhadap buku-buku panduan

tentang MTQ serta arsip yang ada di LPTQ maupun dari pembina atau pelatih MTQ Yogyakarta.

Data sekunder (sumber pendukung) di mana nantinya akan didapat melalui dari sebuah

jurnal, sumber di internet, artikel dan lainnya. Kemudian data sekunder ini akan didapat dari

informan yang secara langsung berkaitan dengan objek yang akan peneliti teliti nantinya.salah

satunya lembaga LPTQ dan lainnya.

B. Penelitian lapangan

Penelitian lapangan adalah sebuah metode yang dilakukan yang disusun secara sistematis

dengan cara mengangkat data-data yang berasal dari lapangan secara langsung.22 Dalam hal ini

peneliti secara langsung turun kedalam lapangan untuk memperoleh sebuah informasi sedalam-

dalamnya untuk mencari hasil sebuah penelitian secara nyata ataupun langsung. Dalam mencari

hasil-hasil tersebut peneliti menggunakan beragam cara-cara sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi merupakan sebuah cara dalam pengumpulan data-data dengan cara mengamati, serta

diiringi dengan catatan-catan terhadap sebuah keadaan atau tingkah laku objek sasaran.23 Penulis

dalam hal ini melakukan sebuah pengamatan dengan cara mengamati langsung sebuah fenomena

yang ada didalam LPTQ Yogyakarta terhadap usaha untuk membantu proses penelitian penulis.

22
Suharismi Arikunto, Dasar-dasar Reaserch, (Bandung : Tarsoto, 1995), hlm 58
23
Abdurrahman Fatoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususan Skripsi, ( Jakarta : Rineka Cipta,
2011), hlm 104
2. Quesioner

Quesioner merupakan suatu susunan yang berisi sebuah rangkaian pertnyaan-pertanyaan

terhadap suatu problem yang akan di kaji dan di teliti.24 Terkadang istilah quesioner sering juga

disebut sebagai angket yang berisi daftar pertnayaan yang berada didalam pengawasan peneliti.25

Sehingga dapat dipahami bahwasannya quesioner adalah pertanyaan yang diajukan kepada

sampel yang kemudian akan dijawab sebuah kemampuannya.

3. Wawancara

Wawancara merupakan bentuk memperoleh data dengan cara tanya jawab (komunikasi)

terhadap peneliti maupun responden.26 Dalam proses kegiatan wawancara yang dilakukan

seorang peneliti terhadap responden tentunya memiliki sebuab metodelogi penelitian.

Wawancara memiliki fungsi untuk memperoleh informasi yang sedang diteliti oleh penulis. Pada

pembahasan ini penulis menggunakan jenis wawancara berbeda kepada para informan dengan

tiga bentuk27, yaitu :

a. Wawancara terencana-terstruktur

Wawancara terencana-terstruktur adalah suatu bentuk wawancara di mana wawancara dalam hal

ini peneliti menyusun secara terperinci dan sistematis rencana atau pedoman pertanyaan menurut

pola tertentu dengan menggunkan format yang baku. Dalam hal ini pewawancara membacakan

pertanyaan yang telah disusun dan kemudian mencatat jawaban sumber informasi yang tepat.

b. Wawancara terencana –tidak terstruktur

24
Cholid Narbuko dkk, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), hlm 76
25
S. Nasution, Metode Research, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996),hlm 128
26
Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Grasindo, 2002), hlm 116
27
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, (Jakarta : Kencana,
2017), hlm 372
Wawancara terncana-tidak terstruktur adalah apabila peneliti atau pewawancara menysusun

rencana (schedule) wawancara yang mantap, tetapi tidak menggunakan format atau urutan yang

baku.

c. Wawancara bebas

Sebelum memasuki situasi sosial , peneliti menentukan sumber data yang akan dijadikan subjek

yang diteliti dalam kontesk sosial budayanya.

Untuk itu peneliti menggunakan cara menemukan jumlah dan aktor .dalam situasi sosialnya,

dengan cara teknik PURPOSIVE SAMPLING.

Purposive Sampling

Berbeda dengan cara-cara penentuan sampel yang lain, penentuan sumber informasi secara

purposive dilandasi tujuan atau pertimbangan tertentu terlebih dahulu. Oleh sebab itu,

pengambilan sumber informasi (informan) didasarkan pada maksud yang telah ditetapkan

sebelumnya. Purposive dapat diartikan sebagai maksud, tujuan atau kegunaan.

4. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan proses mencari dan mengumpulkan data-data dengan bantuan dokumen

(catatan), serta sumber informasi tertulis yang relevan terkait dengan tema yang dikaji.28 Dalam

data ini penulis memperoleh data dari buku, arsip yang berhubung terhadapa masalah penelitian

yang berada di LPTQ Yogyakarta.

C. Jenis Penelitian

28
Sanafiah Faisal, Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial, (Surabaya : Usaha Nasional, 2002), hlm
42
Dilihat dari jenis data diatas pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian secara kualitatif.

Pendekatan ini bertujuan agar mudah memahami fenomena-fenomena terhadap subjek

penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara deskriptif, dimana penelitian ini

berupaya dalam menjelaskan masalah atau problem sekarang yang berlandaskan data untuk

mencari sebuah solusinya. Dengan penelitian ini maka akan diungkap dan dituangkan secara

naratif tentang pokok permasalahan tersebut.

H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Agar penulisan skripsi lebih terarah dan sistematis, penulis akan memberikan gambaran

umum tentang tahapan-tahapan penelitian dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, kajian pustakan, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua, tinjauan umum qira‟at (defenisi, klasifikasi, sejarah qira‟at)

Bab ketiga, tinjauan umum profil Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur‟an Yogyakarta

(profil, visi, misi, tujuan, kegiatan LPTQ)

Bab Keempat, analisis perkembangan ilmu qir‟aat di indonesia (sejarah perkembangan,

tokoh-tokoh qira‟at, lembaga pengembangan qira‟at)

Bab kelima, berisi penutup yang memuat kesimpulan, kritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

Putra, Afriadi, Khairunnas Jamal. (2020). Pengantar Ilmu Qira’at. Yogyakarta : Kalimedia.

Izzan, Ahmad. (2013). Ulumul Qur’an. Bandung : Tafakkur.

Muhammad, Akhsin Sakho. (2020). Mengarungi Samudera Kemuliaan 10 Imam Qira’at. Jakarta

: Belibis Pustaka

Nasution, Muhammad Roihon. (2019). “Qira’at Sab’ah : Khazanah Bacaan al-Qur’an Teori

dan Praktek”. Sumatera Utara : Perdana Publishing.

Muhammad, Akhsin Sakho. (2019). Membumikan Ulumul Qur’an. Jakarta : Qaf Media Kreative

Lawrance, Bruce. (2008). The Qur’an a Bioghrapy, Terj Asnawi, Ahmad. Yogyakarta : Diolosia

Media.

Azra, Azyumardi. (1998). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara. Bandung :

Mizan

Rohman, Nur, Ana M. Gade. Sebuah Kajian Metodoloigis MTQ di Indonesia. Surakarta : Al-

„Araf.

Saifullah, Ma‟sum. (1994). Menapak jejak Mengenal Watak Sekilas Biografi Tokoh NU. Jakarta :

Yayasan Saifuddin.

R. Haryono, Yudie. (2002). Bahasa Politik Al-Qur’an. Bekasi : Gugus Press

Sihab, M.Quraish.(2007). Memmbumikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan


Musthafa Kailani,dkk. (2016). LPTQ SUMSEL : Sejarah Pengabdian dan Prestasi. Palembang :

Noer Fikri

Gazalba, sidi. (1998). Islam dan Kesenian. Jakarta : Pustaka Al-Husna.

Kasyanai, Faidh. (2014). Etika Islam Menuju Evolusi. Jakarta : Sandra Press.

Al-Qardhawi, Yusuf. (2000). Islam dan Seni. Bandung : Pustaka Hidayah.

Intan Naumi, Fiza. Qira’at Sab’ah dalam MTQ (Analisis Penguasaan Teori dan Praktik Ilmu

Qira’ah Sab’ah Pada Peserta MTQ Kabpaten Kotawaringin Barat Prov. Kalimantan

Tengah), skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2020)

Amanah, Tajwidatul. Sosialisasi Qira’ah Sab’ah di Indonesia,Skripsi UIN Syarif Hidayatullah,

Jakarta, 2016)

Masruroh, Musabaqah Tilawatil Qur’an Sebagai Media Dakwah di Lembaga Pengembangan

Tilawatil Qur’an Kabupaten Tegal, Skripsi UIN Walisongo Semarang , 2016.

Kurniawan, Asep. (2018). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Ros Dakarya

Hadi, Sutrisno. (1990). Metodologi Research. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Arikunto, Surasimi. (1995). Dasar-dasar Research. Bandung : Tarsoto.

Fatoni, Abdurrahman. (2011). Metodologi Penelitian dan Teknik Pnyusunan Skripsi. Jakarta :

Rineka Cipta.

Narbuko, Cholid, dkk. (1997). Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara.

Nasution, S. (1996). Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara.

Yusuf, Muzri. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.

Jakarta : Kencana.
Faisal, Sanafiah. (2002). Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial. Surabaya : Usaha

Nasional.

Anda mungkin juga menyukai