1
An Nawawi, At-Tibyan fii adabi hamalati al- Qur’an, (Solo : Al Qowam, 2014), 9.
1
2
kandungan al-Qur’an, tidak satu pun persoalan yang luput dari jangkauan al-Qur’an,
sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am 38 :
Artinya : Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-
burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti
kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan. ( QS. Al An’am : 38)
Dari kandungan ayat tersebut al–Qur’an bukan hanya memuat tentang pokok-
pokok keimanan dan ibadah saja akan tetapi memuat pengetahuan dan ilmu yang
sangat bermanfaat. Ilmu-ilmu yang terkandung di dalam al-Qur’an sangat luas,
meliputi semua ilmu yang berkaitan dengan agama, kehidupan alam akhirat, ilmu
pengetahuan alam, astronomi dan ilmu-ilmu lainnya, bahkan termasuk di dalamnya
ilmu sastra dan Bahasa. Ilmu tentang sastra dan Bahasa yang dikandung al-Qur’an
dapat dipahami dari bacaan ayat-ayat al-Qur’an.
Sebagaimana dipahami bahwa bacaan al-Qur’an itu beraneka ragam, bacaan-
bacaan tersebut bersumber dan berasal dari nabi disampaikan secara mutawatir
kepada para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in dan akhirnya sampai kepada seluruh
umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Bacaan al-Qur’an yang syi’ar dan berkembang di masyarakat Indonesia
adalah bacaan Imam ‘Ashim riwayat Hafs. Bacaan tersebut diajarkan secara turun
temurun dari para guru dan ulama terdahulu dan dari para pendiri Islam di negeri ini
yang menjadi madzhab qiraat Nusantara.2 Berbeda dengan bacaan di negara lain
seperti Afrika dan Yaman yang menggunakan bacaan imam Nafi’ dan Ibnu ‘Amir, 3
gambaran ini bukan berarti di Indonesia tidak dikenal bacaan imam dan riwayat lain,
akan tetapi dibandingkan dengan bacaan imam ‘Ashim riwayat Hafs, bacaan-bacaan
tersebut tidak pesat perkembangannya.
2
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, (Pustaka STAINU, Jakarta :
2010), 10
3
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an, 9
3
4
Jalaluddin, Al-Suyuthi, Al Itqan fi ‘ulum al-Qur’an, (Beirut : Darul Qur’an, 1989), 138.
5
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an,
6
Institut PTIQ, Aset dan Prospek, (Jakarta : Institut PTIQ, 2001), Cet. I, 10-11.
7
Panitia Pusat MTQ Nasional XX, Pedoman Musabaqah al-Qiur’an, (Jakarta : LPTQ
Nasional, 2003 154.
4
tersebut lahir para qari-qari’ah yang berprestasi di tingkat regional bahkan nasional
dan internasional.
Pesantren dengan jumlah santri yang bertambah banyak pada setiap tahunnya
merupakan sumber daya yang sangat berharga bagi kaderisasi ilmu al-Qur’an
khususnya ilmu Qiraat Sab’ah di Indonesia, oleh karena itu pengembangan pesantren
bagi kemajuan pendidikan Islam merupakan hal utama yang harus diperhatikan
seluruh masyarakat sebagai upaya melestarikan al-Qur’an.
Proses pembelajaran Qiraat Sab’ah yang dilaksanakan di pesantren Al Falah
Nagreg merupakan salah satu dari prototype pembelajaran Qiraat Sab’ah yang bisa
dijadikan model. Program pembelajaran dilaksanakan secara sistematis dan kontinu,
dimulai dari pengenalan kaidah Ushuliyah dan Farsy al-huruf, sampai kepada
penerapan keduanya di dalam maqra bacaan, disampaikan sekurang-kurangnya
dengan tiga metode yaitu : bacaan tiap riwayat (rawi), bacaan jam’u al-riwayah
(menggabungkan bacaan rawi) dan jam’u al-qiraah (menggabungkan bacaan seluruh
imam secara bersamaan).
Selain kitab-kitab Qiraat Sab’ah yang secara khusus dikaji, dalam proses
pembelajarannya para santri menggunakan buku panduan yang disampaikan oleh
pengajar Qiraat Sab’ah di pesantren al Falah ini. Buku sumber ini dapat membantu
para santri memudahkan dalam mempelajari materi Qiraat Sab’ah.
Berbeda dengan pembelajaran Qiraat Sab’ah yang dilaksanakan di pesantren
Al-Qur’an Kudang Garut. Pembelajaran diharuskan dimulai dengan mengkaji bacaan
setiap rawi yang harus diselesaikan dari awal surah Al-fatihah sampai akhir surah An-
Nas, kemudian dilanjutkan pada bacaan rawi berikutnya sampai semua rawi dibaca
seluruhnya, tanpa adanya tahapan jama’ (menggabungkana bacaan) baik riwayah
maupun qiraah.
Menilik kedua model pembelajaran Qiraat Sab’ah yang dilaksanakan di kedua
pesantren tersebut, penulis melihat ada beberapa kelemahan dan kekurangan,
diantaranya adalah: pertama, kedua model tersebut membutuhkan waktu
pembelajaran yang relatif cukup lama walau sekedar menyelesaikan satu rawi saja,
5
apalagi untuk menyelesaikan bacaan seluruh rawi. Kedua, tidak adanya pemanfaatan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat membantu proses
pembelajaran, baik melalui kitab al-Qur’an cetakan baru yang secara khusus dicetak
bagi bacaan setiap rawi, maupun dengan bantuan media audio dan visual berupa
contoh-contoh bacaan para qari atau syekh yang secara dapat dijadikan rujukan.
Namun demikian, kedua tahapan tersebut tidak bisa dilepaskan dari metode
talaqqi sebagai metode dasar pembelajaran al-Qur’an, yang dapat menanamkan
pelafalan yang mantap melalui pengulangan bacaan, sebagaimana isi kandungan al-
Qur’an surah al-‘Alaq ayat 1-5 bahwa perintah membaca yang diperintahkan adalah
bacaan yang berulang-ulang. Pengulangan bacaan pada ayat yang sama maupun ayat
yang berbeda akan menjadikan pemahaman si pembaca lebih kuat, bahkan dapat
mendatangkan pemahaman baru.8
Penguatan yang dilaksanakan melalui pembiasaan dan latihan yang berulang
secara terprogram dan kontinu menciptakan suatu pengetahuan dan keterampilan baru
sebagai hasil proses tersebut. Terkait dengan pembelajaran Qiraat Sab’ah, tujuan yang
menjadi target pencapaiannya adalah kemampuan membaca al-Qur’an dengan tartil,
yaitu kecakapan membaca al-Qur’an dengan bagus dan benar sesuai dengan tuntunan
syari’at sebagaimana yang dijelaskan oleh ilmu tajwid.9
Tingkatan kemampuan membaca al-Qur’an dengan tartil juga bermakna
keterampilan melafadzkan setiap huruf dengan memberikan hak huruf (sifat-sifat
yang menyertainya seperti qolqolah dan lain-lain) dan mustahaknya (perubahan-
perubahan bunyi huruf ketika bersambung dengan huruf lain seperti gunnah, idgham
dan lain-lain.10
Djalaludin membagi kemampuan membaca al-Qur’an tersebut ke dalam
beberapa tahapan, yaitu tahap kemampuan melafalkan huruf-huruf dengan baik dan
8
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta :
Lentera Hati,2002), vol.11, Cet. Ke 5, 196
9
Annuri, Ahmad. Panduan Tahsin dan Tilawah Al-Qur’an & Pembahasan Ilmu
Tajwid. (Bogor: Prima Publishing. 2007) 124.
10
Sami, Abdus dkk,.Al-Qur’anku dengan Tajwid Blok Warna, (Jakarta: Lautan
Lestari,2010), 67
6
benar, sesuai dengan makhroj dan sifatnya, kemampuan membaca ayat- ayat Al-
Qur’an sesuai dengan hukum- hukum tajwid dan kemampuan membaca Al-Qur’an
dengan lancar dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah ilmu tajwid,. Secara ringkas
kemampuan membaca Al-Qur’an tersebut dapat diraih melalui tiga tahapan, yaitu
mengenal karakteristik huruf, bunyi huruf, dan membacanya.11
Proses pengulangan dalam suatu pembelajaran yang dilakukan melalui
latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau
perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya. Reaksi ini
yang kemudian menjadi energy bagi adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil
belajar. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif.12
Pembelajarn Qiraat Sab’ah yang dilaksanakan menjadikan kemampuan
membaca al-Qur’an dengan tartil sebagai tujuan. Tujuan pembelajaran tersebut dibagi
dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu.
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus
segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan adalah tebentuknya suatu
perilaku yang diinginkan.
Proses pembelajaran yang dilakukan sebagai respon atas adanya stimulus dan
melahirkan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dan pembiasaan, merupakan
deskripsi dari teori conditioning,13teori pembelajaran yang dipelopori oleh Ivan
Petrovich Pavlov (1849-1936) seorang ahli Psikologi berkebangsaan Rusia. Oleh
karena itu yang menjadi landasan teori di dalam penelitian ini adalah teori
11
Djaluddin. Cepat Membaca Al-Qur’an dengan Metode Tunjuk Silang, (Jakarta:
Kalam Mulia,2012), 17
12
Bell, Margareth E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
43.
13
Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan ALiran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi,
(Surakarta: PT Bulan Bintang, 2002), 43.
7
conditioning bahwa belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response).
Berdasarkan pada gambaran tentang pembelajaran Qiraat Sab’ah tersebut,
penulis merasa perlu untuk meneliti pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan
tartil al-Qur’an di Pesantren Al Falah Nagreg dan Pesantren Kudang Garut Jawa
Barat.
B. Rumusan Masalah
Sebagai upaya untuk mengembangkan kajian ‘ulum al-Qur’an dan kaderisasi
ahl al-Qur’an yang menguasai ilmu Qiraat Sab’ah dengan baik tidak hanya sekedar
teori melainkan juga praktek yang benar, serta menjadi pelopor bagi syi’arnya
al-Qur’an, pembelajaran Qiraat Sab’ah yang dilaksanakan secara terprogram dan
sistematis serta kontinu merupakan hal yang mutlak dalam rangka
menginternalisasikan nilai-nilai Al-Qur’an sehingga mampu mengakar di dalam
kalbu dan terimplementasikan dalam bentuk akhlak yang mulia.
Melalui lantunan al-Qur’an yang dibawakan dengan variasi bacaan dari
riwayat yang mutawatir dapat meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan al-
Qur’an dalam bidang Qiraat Sab’ah dan kemampuan bacaan al-Qur’an secara tartil.
Hubungan antara pembelajaran Qiraat Sab’ah dan tartil al-Qur’an memiliki
keterkaitan yang sangat kuat. Keterkaitan tersebut dapat dipahami secara maknawi
dari kandungan keduanya, yaitu menempatkan Qiraat Sab’ah sebagai bentuk bacaan
yang harus sesuai dengan yang diturunkan kepada nabi.
Pembelajaran Qiraat Sab’ah mengkaji bacaan-bacaan yang berasal dari para
rawi dan imam yang sanadnya bersambung kepada nabi Saw. dengan berbagai kaidah
bacaan yang sesuai dengan tajwidnya, yang diamalkan oleh para sahabat sesuai
dengan contoh yang mereka peroleh dari nabi Saw. tartil al-Qur’an merupakan
tahapan bacaan yang menyesuaikan dengan nash al-Qur’an dan dengan bacaan
sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada nabi Saw melalui malaikat Jibril. Dengan
demikian maka mempelajari bacaan al-Qur’an dengan segala ilmu dan kaidah bacaan
8
yang benar harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang bersumber dari nabi
dengan tujuan agar bacaan tersebut sesuai dengan yang diturunkan kepada nabi Saw.
Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
pembelajaran Qiraat Sab’ah meningkatkan tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah
Nagreg dan pesantren al-Qur’an Kudang Garut.
Dari perumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian yang dapat
diajukan adalah :
1. Bagaimana tujuan pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan tartil
al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren al-Qur’an Kudang
Garut ?
2. Bagaimana program pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan tartil
al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren al-Qur’an Kudang
Garut ?
3. Bagaimana implementasi pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan
tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren al-Qur’an
Kudang Garut ?
4. Bagaimana evaluasi pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan tartil
al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren al-Qur’an Kudang
Garut ?
5. Bagaimana Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Qiraat Sab’ah
dalam meningkatkan tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan
pesantren al-Qur’an Kudang Garut ?
6. Bagaimana implikasi pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan
tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren al-Qur’an
Kudang Garut ?
9
C. Tujuan Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menguraikan tujuan pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan tartil
al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan Pesantren al-Qur’an Kudang
Garut.
2. Menganalisa program pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan
tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren al-Qur’an
Kudang Garut
3. Mengeksplorasi implementasi pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam
meningkatkan tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren
al-Qur’an Kudang Garut ?
4. Menganalisa hasil evaluasi pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam
meningkatkan tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren
al-Qur’an Kudang Garut
5. Menganalisa Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Qiraat
Sab’ah dalam meningkatkan tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg
dan pesantren al-Qur’an Kudang Garut
6. Menguraikan implikasi pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan
tartil al-Qur’an di pesantren Al Falah Nagreg dan pesantren Al-Qur’an
Kudang Garut
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
pengetahuan tentang model pembelajaran al-Qur’an secara umum dan pembelajaran
Qiraat Sab’ah secara khusus.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Pondok pesantren Al-Qur’an Al Falah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap pembelajaran
Qiraat Sab’ah dalam meningkatkan tartil al-Qur’an yang telah dilaksanakan guna
10
menerapkan model pembelajaran Qiraat Sab’ah yang ideal bagi peningkatan kualitas
pembelajaran di pesantren Al Falah Nagreg.
2. Pondok Pesantren Al-Qur’an Kudang Garut
Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan rujukan model pengembangan
pembelajaran Qiraat Sab’ah yang ideal dalam rangka meningkatkan kemampuan
membaca al-Qur’an santri di pesantren al-Qur’an Kudang Garut.
3. Akademisi dan Peneliti
Bagi para akademisi dan peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
data awal untuk menganalisis pembelajaran Qiraat Sab’ah di sebuah pondok
pesantren sebagai bagian dari pembelajaran tilawah al-Qur’an dan dampaknya bagi
pengingkatan kemampuan membaca al-Qur’an santri di pondok pesantren tersebut.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
Syar’i Sumin, Qiraat Sab’ah Menurut Perspektif Para Ulama, Program
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005. Disertasi ini berisi tentang
Qiraat Sab’ah ditinjau sebagai suatu ilmu bacaan al-Qur’an yang disampaikan secara
mutawatir dan bersambung sanadnya kepada rosulullah Saw. walaupun
pengkodifikasiannya baru terjadi pada abad ke 3 Hijriyah atas jasa seorang ulama
Ibnu Mujahid, akan tetapi secara konten bacaan-bacaan tersebut sudah ada sejak
zaman nabi Saw. Kriteria yang dijadikan landasan Ibnu Mujahid di dalam
menentukan Qiraat Sab’ah adalah :
1. Qiraat tersebut harus mempunyai sanad yang shahih
2. Qiraat tersebut harus seusai dengan tulisan salah satu Rasm mushaf
‘Ustmani
3. Qiraat tersebut haru ssesuai dengan kaidah Bahasa arab
4. Imam qiraat tersebut harus popular dan diakui qiraatnya oleh jumhur ulama
yang benar-benar mendalam ilmunyatentang seluk beluk qiraat al-Qur’an
dan Bahasa arab.
11
Secara etimologi (menurut Bahasa), kata قراءةadalah bentuk mashdar dari kata
راLL قyang juga berarti “bacaan, membaca” sebagaimana lafaz رانLL قdan sama-sama
(musytaq) katanya yaitu : راءة ـ قراناLL قراـ يقراـ قdengan demikian pengertian qiraat
menurut Bahasa adalah “bacaan”. Sedangkan qiraat menurut istilah diartikan sebagai
salah satu mazhab (aliran) pengucapan al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang
imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya.14
Berbeda dengan definisi tersebut, Salim Muhaisin mengartikan qiraat sebagai
suatu ilmu untuk mengetahui tentang tata cara pengucapan kalimah atau ayat-ayat al-
Qur’an dan cara prakteknya, baik yang disepakati maupun yang terjadi perbedaan
seta masing-masing segi (qiraat) itu disandarkan kepada imamnya (naqilnya).15
Dari beberapa definisi tentang qiraat tersebut maka dapat dipahami bahwa
qiraat adalah bacaan kalimat dan ayat al-Qur’an baik yang disepakati maupun yang
berbeda dan dinisbahkan kepada imam (naqilnya).
Sedangkan Qiraat Sab’ah adalah qiraat yang dinisbahkan kepada tujuh orang
imam qiraat, yakni imam Nafi’, Ibn Katsir, Abu ‘Amr, Ibn Amir, ‘Asim, Hamzah dan
Al-Kisa’i.16 yang merupakan qiraat yang diriwayatkan secara mutawatir dari nabi
Saw. kemutawatiran Qiraat Sab’ah disepakati oleh para jumhur ulama, walaupun ada
ulama yang memahami kemutawatirannya ini hanya di kalangan para imam qiraat
dan bukan dari nabi Saw. seperti keraguan imam Badruddin al-Zarkasyi 17 Al-Zarkasyi
beralasan karena sanad yang disebutkan oleh para imam Qiraat Sab’ah dalam kitab-
kitab qiraat mereka, merupakan riwayat perorangan yang tidak mencapai derajat
mutawatir.
14
Manna, Khalil al Qathan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, (bogor : Pustaka Litera Antar Nusa,
2009), 247
15
Muhammad Salim Muhaisin, Al-Irsyadat al Jaliyyah fi al-Qiraat al Sab’ min Thariq al-
Syatibiyyah, (Beirut : Dar al- Jalil, 1997), 7.
16
Syar’I Su,in, Autentisitas dan popularitas Qiraat alSab’ah, (Jakarta : Pena Utama, 2014 ).3.
17
Hasanudin. AF, Perbedaan Qiraat dan pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum ddalam Al-
Qur’an, (Jakarta : PT Grafindo Persada, 1995), 155.
14
18
Hasanudin. AF, Perbedaan Qiraat dan pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum ddalam Al-
Qur’an,
Muhammad Makki Nasri Al-Juraisi, Nihayat al-Qoulil Mufid fi ‘ilmi at-tajwid, (Beirut :
19
Dar-al-Qur’an, 2005), 19
15
Makna tartil secara jelas dapat dipahami dari penjelasan Quraish Shihab
tatkala menjelaskan kandungan QS. Al-Baqarah : 121, yang berbunyi :
ٓ ٓ
١٢١ َق تِاَل َوتِ ِٓۦه أُوْ ٰلَئِكَ ي ُۡؤ ِمنُونَ بِ ِۗۦه َو َمن يَ ۡكفُ ۡر بِِۦه فَأُوْ ٰلَئِكَ هُ ُم ۡٱل ٰخَ ِسرُون َ َٱلَّ ِذينَ َءات َۡي ٰنَهُ ُم ۡٱل ِك ٰت
َّ ب يَ ۡتلُونَهۥُ َح
Artinya : Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka
membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya.
Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang
rugi. (QS. Al Baqarah : 121)
Kalimat َّ LLLLونَهۥُ َحLLLLُ( يَ ۡتلmereka
ق تِاَل َوتِ ِهۦ membacanya dengan bacaan yang
sebenarnya), bermakna bahwa mereka membaca dengan tekun sambil mempelajari
dengan sungguh-sungguh kandungannya, lalu mengikuti bacaan itu dengan
pengamalan yang benar. Hal ini didasarkan karena kata ( ) يَ ۡتلُوpada mulanya berarti
mengikuti. Yang membaca mengikuti apa yang dibacanya huruf demi huruf dan
membunyikan huruf-huruf itu dengan lidah atau hatinya.20
Untuk dapat mencapai tingkatan tartil seperti yang diperintahkan di dalam
ayat tersebut, para ulama menyusun suatu ilmu cara membaca al-Qur’an yang disebut
dengan ilmu tajwid, yaitu ilmu untuk mengetahui dan membahas tentang makhorijul
huruf sifat huruf hukum mad dan waqaf, serta tata cara membaca al-Qur’an dengan
benar.21
Bersambungnya sanad dari generasi ke generasi selanjutnya tidak terlepas dari
bimbingan para imam qiraat kepada murid-muridnya dengan bimbingan yang sangat
hati-hati. Bacaan yang disampaikan dengan talaqqi didengarkan langsung oleh para
guru dan dilaksanakan sebagai proses pembelajaran. Demikian pun penyampaiannya
kepada murid-murid pada generasi selanjutnya, tidak dapat terlepas dari proses
belajar guru dan murid.
Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses artinya dalam belajar akan
terjadi proses melihat, membuat, mengamati, menyelesaikan masalah atau
persoalan, menyimak, dan latihan. Itu sebabnya, dalam proses belajar, guru harus
20
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, V. 1, 311.
21
Muhammad Makki Nasri Al-Juraisi, Nihayat al-Qoulil Mufid fi ‘ilmi at-tajwid,… 9
16
dapat membimbing dan memfasilitasi peserta didik supaya dapat melakukan proses-
proses tersebut. Proses belajar harus diupayakan secara efektif agar terjadi adanya
perubahan tingkah laku peserta didik. Jadi, seseorang dapat dikatakan belajar karena
adanya indikasi melakukan proses tersebut secara sadar dan menghasilkan perubahan
tingkah laku peserta didik yang diperoleh berdasarkan interaksi dengan lingkungan.
Perwujudan perubahan tingkah laku dari hasil belajar adalah adanya peningkatan
kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Perubahan
tersebut sebagai perubahan yang disadari, relatif bersifat permanen, kontinu, dan
fungsional. 22
Proses belajar akan menghasilkan hasil belajar. Namun harus diingat,
meskipun tujuan pembelajaran itu dirumuskan secara jelas dan baik, belum tentu
hasil belajar yang diperoleh akan optimal. Karena hasil yang baik itu dipengaruhi
oleh komponen-komponen yang lain, dan terutama bagaimana aktifitas peserta didik
sebagai subjek belajar.
Kemampuan-kemampuan (capabilities) yang dihasilkan Menurut Gagne
ada lima kemampuan. Ditinjau dari segi hasil yang diharapkan dari suatu pengajaran
atau instruksi, kemampuan-kemampuan itu perlu dibedakan, karena kemampuan-
kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia, dan juga
karena kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan ini berbeda-beda.23 Kelima
kemampuan tersebut meliputi : Informasi verbal, Keterampilan Intelektual,
Strategi Kognitif, Sikap (Attitudes) dan Keterampilan Motorik.
Berdasarkan teori Gagne tersbut, Nana Sudjana mengemukakan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah
mengalami proses belajar. Penguasaan peserta didik antara lain berupa penguasaan
kognitif yang dapat diketahui melalui hasil belajar. Usaha untuk mencapai aspek
tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. 24 Dari teori
22
Sri Anitah W,et. al., Strategi Pembelajaran di SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), 2
23
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal.134
24
Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Pembelajaran (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1989 ), 2
17
ini kemudian Sudjana membagi faktor yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam dua
kelompok, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah yang berada di
dalam peserta didik berupa fisiologi dan psikologi peserta didik. Sedangkan faktor
eksternal terdiri dari lingkungan dan factor instrumental.25
Berdasarkan paparan Nana Sudjana tersebut, maka keberadaan lingkungan
sangat menentukan hasil belajar. Pelaksanaan program yang diatur secara sistematis
dan disiplin membentuk pola yang kondusif bagi proses internalisasi melalui
pembelajaran komprehensif dalam kegiatan yang terstruktur. Gambaran ini terjadi di
dalam lingkungan pondok pesantren yang mengkondisikan santri dan seluruh peserta
didik kepada satu sistem yang terintegrasi di dalam kegiatan keseharian.
Demikian pula dengan pondok pesantren Al-Qur’an Al Falah dan pondok
pesantren al-Qur’an Kudang Garut, lingkungan pesantren membentuk karakter santri
yang disiplin dan mandiri dan berwawasan qur’ani. Proses pembentukan terjadi
melalui internalisasi program pembelajaran al-Qur’an yang dilaksanakan secara
sistematis di kedua pondok pesantren tersebut, baik melalui kegiatan kepesantrenan
secara umum maupun melalui kegiatan pembelajaran di masing masing pesantren
tersebut secara khusus. Diantara sekian banyak kegiatan pengkajian al-Qur’an,
proses pembelajaran Qiraat Sab’ah merupakan satu program yang memberikan hasil
belajar yang positif. Hasil belajar termaksud adalah bagi peningkatan tartil al-Qur’an.
Pembelajaran Qiraat Sab’ah merupakan salah satu dari kajian pokok yang
dilaksanakan di pesantren al Falah Nagreg dan pesantren kudang Garut. Pembelajaran
ini mengkaji bacaan-bacaan secara bertajwid sesuai dengan periwayatan yang
bersambung sanadnya. Baik bacaan tajwid dalam kaidah usuliyah (kaidah pokok)
maupun farsyul huruf (perbedaan kalimat) yang terdapat di dalam ayat-ayat al-
Qur’an.
Pembelajaran Qiraat Sab’ah itu sendiri sebenarnya bukan merupakan hal baru
dalam proses pembelajaran al-Qur’an. Pembelajaran ini merupakan upaya terjadinya
25
Nana Sudjana, Penelitian Hasil Proses Pembelajaran, h. 4
18
metode talaqqi dengan proses ‘ard dan sima’ pada seluruh kalimat Al-Qur’an, 26
yang materi khususnya adalah bacaan al-Qur’an dari imam dan rawi selain dari
bacaan imam ‘Ashim riwayat Hafs. Yang dimaksud dengan proses ‘ard adalah
sebuah metode belajar dimana seorang murid membaca al-Qur’an di hadapan sang
guru dan dalam waktu yang bersamaan sang guru menyimaknya dengan seksama.27
Pesantren al-Qur’an Al Falah dan pesantren al-Qur’an Kudang Garut
merupakan pesantren yang berorientasi pada pengkajian ilmu al-Qur’an secara khusus
sebagai materi tafaqquh fi al-din. Mulai dari ilmu tentang tata cara baca al-Qur’an
(ilmu tajwid), isi kandungan al-Qur’an (tafsir), dan ilmu al-Qur’an lainnya termasuk
di dalamnya adalah ilmu Qiraat Sab’ah. Seluruh program kajian tersebut wajib untuk
diikuti oleh santri yang mondok di kedua pesantren tersebut. Dari proses
pembelajaran yang dilaksanakan selama waktu tertentu diharapkan santri mampu
menguasai materi dan pelajaran dan ilmu al-Qur’an baik pada tataran teoritis maupun
praktis.
Mengingat pembelajaran Qiraat Sab’ah secara khusus mengkaji al-Qur’an dari
segi bacaan, maka pembelajaran ini berdampak bagi tilawah al-Qur’an dengan hukum
tajwid dan bacaan-bacaan yang mutawatir yang sanadnya bersambung sampai kepada
nabi Muhammad Saw.
Pada akhirnya proses pembelajaran Qiraat Sab’ah yang berdampak positif
bagi peningkatan tartil al-Qur’an di kedua pondok pesantren ini diharapkan mampu
melahirkan model pembelajaran yang ideal sehingga dapat menjadi rujukan bagi
pengembangan pembelajaran tilawah al-Qur’an di tempat dan pesantren yang lainnya.
Bagaimana dampak pembelajaran Qiraat Sab’ah dalam meningkatan tartil
al-Qur’an, selanjutnya terdeskripsikan pada bagan berikut :
26
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Al-Qur’an di Nusantara¸ (Jakarta : Pustaka STAINU,
2010), h. 184
27
Idris Abdul Hamid Al-Kallal, Nazharat fi ‘ilmil tajwid, (Baghdad, al Lajnah al Wathaniyah
li al ihtifal bi Matgla al Qarn al Khomis al-Hijri, 1981) Cet ke 1, h. 127
19
Pesanren Al-Qur’an
Al Falah Nagreg
Pembelajar
Model
an Qiraat
Pembelajaran Tartil al-Qur’an
Sab’ah
Qiraat Sab’ah
Pesantren al-Qur’an
Kudang Garut
G. Metodologi penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi lapangan (field research) dan studi pustaka
(library research) dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sedangkan
metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif, 28 yaitu
menggambarkan secara tepat bagaimana pembelajaran Qiraat Sab’ah di pesantren
Al Falah Nagreg dan Kudang Garut sebagai upaya untuk meningkatkan tartil al-
Qur’an para santri di kedua pesantren tersebut.
2. Jenis dan Sumber Data
Di dalam penelitian ini penulis menjadikan keterangan dari para tenaga
pengajar dan para santri serta pengurus pesantren sebagai jenis data, demikian juga
dengan kegiatan pembelajaran Qiraat Sab’ah yang dilaksanakan baik di pesantren Al
Falah maupun pesantren Kudang Garut, merupakan tindakan yang diamati penulis
Moh. Nasir, Metode Penelitian, cet. III (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 63; Lexy J.
28
Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. VIII (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 9.
20
32
Sutrisno Hadi, Metodologi Reasech II (Yogyakarta: UGM Perss, 1987), h. 159.
33
Koentjacaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 129.
34
John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, cet. III,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), 275
35
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, 249
22
Bulan ke
No Kegiatan Penelitian 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 12
0 1
1 Persiapan penelitian
(menyusun proposal,
instrument, √ √
perizinan, persiapan
penelitian )
2 Pengumpulan data √ √ √ √
4 Penulisan laporan
hasil penelitian dan
√ √
diskusi atau seminar
hasil penelitian
5 Finalisasi dan
pembahasan yang
meliputi perbaikan,
√
penggandaan dan
pengiriman hasil
penelitian
23
Daftar Pustaka
Aly, Abdullah. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: Telaah terhadap
Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta. Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Amir, Saifuddin. Pesantren, Sejarah dan Perkembangannya. Cet. I; Bandung:
Pustaka Pelajar, 2006.
Anitah, Sri. W,et. al., Strategi Pembelajaran di SD Jakarta: Universitas Terbuka,
2007
An Nawawi, At-Tibyan fii adabi hamalati al- Qur’an, Solo : Al Qowam, 2014.
Annuri, Ahmad. Panduan Tahsin dan Tilawah Al-Qur’an & Pembahasan
Ilmu Tajwid, Bogor: Prima Publishing. 2007
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Cet. III; Jakarta: Bina
Aksara.1995.
Asrahah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999.
Aziz, Abdul, et al. Ensiklopedi Islam IV. Cet. II; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia. Cet. II; Jakarta: Prenada
Media, 2005.
Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997.
Burhanuddin, Jajat. Mencetak Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia.
Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Burgess, R. G., “Multiple Strategies in Field Research”, dalam Burgess, R. G., (ed.),
Field Research; A Sourcebook and Field Manual, London: George Allen
Unwin, 1982.
Creswell, John W., Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed,
cet. III, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013
Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Cet. II; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
_________. Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh Indonesia.
Jakarta: Depag RI., 1984/1985.
_________. Direktori Pesantren 3. Cet. I; Jakarta: Direktorat Pendidikan Diniyah dan
Pondok Pesantren, 2007.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Memadu Modernitas untuk Kemajuan. Cet.
I; Jakarta; Pesantren Nawesea Press, 2009.
_________. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai. Cet. VII; Jakarta:
LP3ES, 1997.
Djunaedi, Wawan, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara, Pustaka STAINU,
Jakarta : 2010.
24
John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, cet. III,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), 275