Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

MIOPI, ASTIGMATISMA DAN PRESBIOPI

Oleh:

Sarah Safrilia

201810401011007

H-30

PEMBIMBING :

Dr.dr. Arti Lukitasari, Sp.M

SMF ILMU KESEHATAN MATA

RS BHAYANGKARA KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus stase Mata dengan topik
“Miopi, Astigmatisma dan Presbiopi”.
Laporan ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Kesehatan Mata di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan kasus ini, terutama kepada Dr. dr. Arti Lukitasari , Sp.M
selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis
dalam penyusunan dan penyempurnaan laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang
kedokteran khususnya Mata.

Kediri, 2018

Penyusun
Identitas :

- Nama : Ny. MS

- Usia : 50 th

- Jenis kelamin : Perempuan

- Suku : Jawa

- Agama : Islam

- Alamat : Jl. Dandangan gang 2 no. 61 kota Kediri

- Pekerjaan : Penjual di kantin SD Dandangan I

Keluhan Utama: Penglihatan kabur di kedua mata

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluh penglihatan kabur di kedua mata


sejak 4 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan saat sedang membaca. Penglihatan
kabur dirasakan semakin berat pada saat malam hari. Mata merah (-), cekot-cekot
(-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat memakai kacamata : (+) OD: ∫ −10,00 OS: ∫ −11,00

- Riwayat trauma : (-)

- Riwayat alergi obat (-)

- Riwayat diabetes melitus (-)

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat infeksi usus (+), mioma (+)

- Riwayat Operasi (+): mioma

Riwayat Penyakkit Keluarga : Ibu HT (+), kakak katarak (+)

Riwayat Sosial : Pasien terbiasa melihat hp sambil tidur


Riwayat Pengobatan : -

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

- Keadaan Umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Status gizi : baik

- Vital Sign

o TD : 120/70 mmHg

o T: 36,5℃

o Nadi : 91x/menit

o RR : 22x/menit

STATUS LOKALIS

OD OS

Visus 0,3 0,2

Pergerakan Semua arah Semua arah

Bola mata

OD OS

Palpebra Edema, hiperemi Edema, hiperemi


(-), simetris (-) , simetris
Konjungtiva Anemis (-), ikterik Anemis (-), ikterik
(-) (-)

Kornea Jernih Jernih

Bilik mata depan Dalam Dalam

pupil Bulat, refleks Bulat, reflex pupil


pupil (+), diameter (+), diameter ±
± 3mm 3mm

iris Warna coklat, Warna coklat,


kripte reguler kripte reguler

Lensa Jernih Jernih

Vitreus dbn dbn

Fundus dbn dbn

TIO - -

Lapang pandang Dbn Dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Slit lamp: dbn

Koreksi: OD: ∫ −12,00 C-1,50 Ax. 20°

OS: ∫ −13,00 C-2,25 Ax. 155°


Diagnosis:

ODS astigmatisma, miopia kompositus, presbiopi


Penatalaksanaan

 Dilakukan koreksi dengan menggunakan trial frame dan trial lens


 Kacamata OD: ∫ −12,00 C-1,50 Ax. 20°

OS: ∫ −13,00 C-2,25 Ax. 155°

dengan tambahan sferis +2,00

Diskusi

 Pasien ini di diagnosis dengan ODS miopi dengan astigmatisma dan


presbiopi berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
 Pasien mengeluh penglihatan kabur di kedua mata sejak 4 tahun yang lalu.
Keluhan dirasakan saat sedang membaca. Penglihatan kabur dirasakan
semakin berat pada saat malam hari. Mata merah (-), cekot-cekot(-).
 Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien disarankan oleh dokter untuk
menggunakan kacamata karena keluhan yang dirasakan pasien merupakan
kelainan refraksi. Pemberian kacamata dengan ukuran:
OD: ∫ −12,00 C-1,50 Ax. 20°

OS: ∫ −13,00 C-2,25 Ax. 155°

dengan tambahan sferis +2,00 (karena pasien berusia 50 tahun)

 Edukasi:
- Menjelaskan kepada pasien bahwa kondisi yang dialami pasien
merupakankelainan refraksi sehingga dapat diberikan kacamata
- Menjelaskan kepada pasien mengenai kondisi mata pasien,faktor
resiko,serta komplikasi yang mungkin terjadi
- Menyarankan kepada pasien untuk tidak melihat/main hp sambil tidur
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata dipengaruhi oleh media penglihatan


yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, dan badan
vitreous (badan kaca). Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan
benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula
lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya.1 Kornea tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung
dengan jari - jari sekitar 8mm, lebih tebal di perifer berbanding di sentral
dan mempunyai indeks refraksi 1.3771.2 Kornea merupakan lapisan
jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis,
yaitu :1
a. Epitel
 Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,
sel poligonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
 Mempertahankan bentuk kornea.
c. Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
 Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh
fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.
d. Membran Descement
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.
e. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement
melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
 Lapisan terpenting untu mempertahankan kejernihan
kornea.
 Mengatur cairan dalam stroma.
 Tidak mempunyai daya regenerasi.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari


saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan
supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman, melepaskan selubung Schwannnya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.1

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan


sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea
merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.1

2. Aqueous Humor (Cairan Mata)

Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata


yang mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini
akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea yaitu sinus venosus ataupun Canal
of Schlemm dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak
dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya, kelebihan cairan
akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous
humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang
kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan
kebutaan jika tidak diatasi.

3. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa


di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak
di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.1
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam
bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan
memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di
bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus
lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat
zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada
badan siliar.1
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :1
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung.
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan.
 Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior
chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :1
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan
presbiopia,
 Keruh atau apa yang disebut katarak
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi
bertambah besar dan berat.1
4. Vitreous humor (Badan Kaca)

Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur


ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%),
sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi.
Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang mensintesis kolagen
dan asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar
dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk
mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.

2.2 Fisiologi penglihatan normal


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan
yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aqueous
humor, lensa, dan vitreous humor. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa
menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat
atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar
cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil
apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini
penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu
terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian
rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.

Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi


biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-
ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa
mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:

1. Perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara


2. Perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aqueous humor
3. Perbatasan antara aqueous humor dan permukaan anterior lensa
4. Perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor.
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias
udara adalah 1, kornea 1.38, aqueous humor 1.33, lensa 1.40, dan vitreous
humor 1.34.

2.2.1 Akomodasi
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.
siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-
serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di antara prosesus siliaris.
Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat
mempunyai berbagai fokus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak
jauh dalam lapangan pandang. Mata akan berakomodasi bila bayangan
benda difokuskan di belakang retina.1
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain :1
1. Teori Helmholtz
Di mana zonula Zinn kendor akibat kontraksi otot silar sirkuler,
mengakibatkan lensa yang elastic menjadi cembung.
2. Teori Thsernig
Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk
sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa
superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi
tegangan pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan
bagian lensa superfisial di depan nucleus akan mencembung.

Gambar 2. Skema terjadinya akomodasi mata

Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan
nyata tanpa akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga.
Punctum proksimum (P) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan
akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah daerah di antara titik R
dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk
melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri,
besarnya sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di
depan mata yang menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.

2.3 Kelainan Refraksi (Miopi, Astigmatisma, Presbiopi)


Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada
retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu
titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan
kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
2.3.1 Miopi
a. Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang
datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata
tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas
bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien
miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang
dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik kresen
pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan
memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam
penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan
lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.1

Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under
correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini
myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi
retina dan juling. Juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan
mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi
satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1
b. Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata
untuk panjangnya bola mata yang diakibatkan oleh: kornea terlalu cembung; lensa
mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan dibiaskan kuat; dan bola
mata terlalu panjang.

c. Klasifikasi
i. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
 Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia
indeks, miopia yang tejadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan
lensa yang terlalu kuat.
 Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
ii. Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajat
Berdasarkan derajat beratnya, miopia dapat diklasifikasikan menjadi:

 Miopia ringan < -3,00 D


 Miopia sedang -3,00 s/d -6,00 D
 Miopia berat -6,00 s/d -9,00 D
 Miopia sangat berat >-9,00 D
iii. Klasifikasi Miopia Berdasarkan Gambaran Klinis4
1. Miopia Kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa
saat usia 2-3 tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi
anisometropia. Jarang terjadi bilateral.
Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital
lain seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea.
Miopia kongenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.

2. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan
gangguan fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya.
Miopia ini meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15
tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut
juga dengan ”School Myopia”.
Etiologi
Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana
bisa berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat
berhubungan dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini
dikarenakan kebiasaan diet pada masa anak-anak ada
dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan
bola mata, dengan faktor resiko;
 Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi
pada anaknya sekitar 20 %
 Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka
prevalensi anaknya menderita miopi sekitar 10%.
 Jika salah satu orang tua tidak ada menderita
miopi,prevalensi miopi pada anak sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena
kebiasaan kerja dengan pandangan yang sangat dekat, namun
pada kenyataannya teori ini belum terbukti secara pasti.

3. Miopia patologis/ degeneratif


Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti
adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan
peripapil. Miopia patologis sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang
berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini berhubungan dengan
perubahan degeneratif pada mata.
Miopia patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari
panjang axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan
aksial bola mata banyak teori yang dikemukakan, namun belum ada
hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan terjadinya patologi itu.
Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter dan
pertumbuhan bola mata.
1. Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor
mayor sebagai etiologi kelainan ini. Progresif miopia yang
bersifat familial, banyak terjadi pada bangsa Cina, Arab dan
Jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa Afrika dan
Sudan. Ini menunjukkan hubungan herediter yang
mempengaruhi pertumbuhan retina dalam perkembangan
miopi.

2. Proses Pertumbuhan secara umum


Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada
perkembangan miopia, Perpanjangan dari segmen posterior
bola mata terjadi hanya sepanjamg masa pertumbuhan aktif
dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti.
Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan
hormon, dan penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif
sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.

Gambar 5. Pemanjangan bola mata

d. Manifestasi Klinis

Pasien miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan
melihat kabur apabila pandangan jauh. Penderita miopia akan mengeluh sakit
kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain itu,
penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan
konvergensi. Hal ini yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau
esotropia.

e. Komplikasi4
1. Strabismus divergens
2. Ablasio retina
3. Perdarahan badan kaca.
4. Perdarahan koroid

a. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
 Kaca Mata
Koreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan
menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya
yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan
refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola
mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat
dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum
masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat
dimundurkan ke arah retina.

 Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa
kontak keras yang terbuat dari bahan plastik polymethacrylate
(PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam
plastik hydrogen hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa
kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi
astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan
untuk mengobati gangguan permukaan kornea. Salah satu indikasi
penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi,
dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari
kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat
mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah
kornea atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu,
harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.
b. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini
terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga
menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi
derajat ringan dan sedang.

Kelemahan

Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi
trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi
trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler
karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi.
Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
Gambar 9. Radial keratotomy

2. Photorefractive Keratectomy (PRK)


Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV)
yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK,
PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4

Kelemahan

 Penyembuhan postoperatif yang lambat


 Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan
keterlambatan pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri
dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
 Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu
penglihatan
 PRK lebih mahal dibanding RK
3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)4
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari
kornea anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma
secara langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser ,
akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada
kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
 Umur lebih dari 20 tahun.
 Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
 Motivasi pasien
 Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis
merupakan kontraindikasi absolut LASIK.

Keuntungan LASIK

 Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif


 Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
 Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata
karena trauma setelah operasi,
 Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
 Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK

 LASIK jauh lebih mahal


 Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
 Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap,
seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif,
astigmat irreguler.

2.3.2 Astigmatisma
a. Definisi

Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur


kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas
cahaya tidak difokuskan pada satu titik. Semakin lonjong bentuk kornea makin
tinggi astigmat mata tersebut.
b. Klasifikasi Astigmatisma4

1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan
kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara
teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi
dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

Etiologi

a. Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea

b. Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :

 Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa


 Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
 Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang
berbeda
 Retinal – posisi macula yang oblik.
Klasifikasi

a. Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus


lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu
meridian adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau
miopia. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple
hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism.

b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang


jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau
dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau
miop. Bentuk ini dikenal dengan Compound hypermetropic
astigmatism dan Compound miopic astigmatism.
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina
dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk
hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.

Jenis astigmatisma

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan


sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical,
maka astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule
(astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di
meridian vertikal, dan astigmatism against the rule (astigmatisma
inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian
horizontal.4 Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien
berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak
lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada
meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada
keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang
bukaan pupil.

Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma


dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan.

c. Gejala Klinis

Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan :

1. Memiringkan kepala untuk melihat


2. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
3. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
4. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal
7. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia.
d. Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien


akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada
pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi miopia atau
hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.

Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam


yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih
merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat
astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di
temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea.
Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata.
Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak
mengalami perubahan bentuk.

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan


mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada
saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan
lensa sferis saja.11

Kipas Astigmatisma

Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido

e. Penatalaksanaan5

Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman


penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada
astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau
pembedahan.

1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder
positif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada
astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan
sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder positif
sumbu vertikal (90o +/- 20o).

Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum


Jawal :

a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the


rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
dikurangi dengan 0,5 D.

b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the


rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
ditambah dengan 0,5 D.

2. Lensa Kontak

Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat


menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea.

3. Pembedahan

Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus


atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal.
Ada bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :

a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk


membentuk kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah
kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua
sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.

2.3.3 Presbiopi
a. Definisi

Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin


meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa atau menurunnya kekuatan otot badan siliar sehingga terjadi
gangguan akomodasi.

b. Etiologi1

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:

 Kelemahan otot badan siliar


 Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
c. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa
dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.

d. Klasifikasi

1. Presbiopia Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak
kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak
preskripsi kaca mata baca.

2. Presbiopia Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan
kelainan ketika diperiksa.

3. Presbiopia Absolut
Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana
proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.

4. Presbiopia Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.

5. Presbiopia Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan
oleh peningkatan diameter pupil.

e. Gejala Klinis
 Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40
tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terasa pedas.
 Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin
menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat
huruf dengan cetakan kecil.
 Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya
sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca
lebih jelas.

f. Penatalaksanaan

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur
40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5
tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50.

Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:

1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja


2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain

KESIMPULAN

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada

retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga

menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi

dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik

fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan

kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi

dengan pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah

serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib

dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke – 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009.
Hal 72-82.

2. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal
319 – 330.

3. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit


FKUI. Jakarta. 2011. Hal 34 -36.
4. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke – 4. New Age
International. New Delhi. 2007. Hal 19 – 39.

5. Langston, D.P. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy 5th Edition.


Lippincott Wlliams & Wilkins. Philadelphia. 2002. pp. 344-346.

Anda mungkin juga menyukai